By Ftrohx
Gw menulis ini karena kemarin anak tetangga gw nyaris dibegal di dekat rel Bintaro dari SMA 86 ke arah Ulujami.
Tentu saja, cerita dia memancing emosi gw karena lokasi kejadian nggak sampai satu kilometer dari rumah gw sekarang.
Sebenarnya jalan rel Bintaro itu selalu ramai, sangat ramai di pagi, siang, dan sore hari. Hanya saja saat malam tempat itu memang rada gelap karena sedikit lampu penerangan.
Kasusnya terjadi jumat malam, sekitar jam 11. Saat dia pulang dari rumah temannya. Melewati jalur sepi dan jalan yang agak gelap, tiba-tiba dua pengendara motor memepetnya di tengah. Ketika menyadari bahaya, si bocah ini langsung ngebut menarik gas, karena jalurnya sempit dia menabrak pagar dan nyusuk ke selokan.
Beruntung ada orang-orang sekitar situh yang kebetulan baik menyelamatkannya, walhasil ban depannya rusak dan oli-nya bocor.
Melihat ke belakang, beberapa minggu ini kasus perampokan motor sedang marak-maraknya. Masalah ekonomi biasanya jadi motif utama. Tapi di sisi lain, sepeda motor dan pengendara motor bisa dibilang sebagai sumber masalahnya.
Di Jakarta, terlalu banyak motor, bisa dibilang hampir setiap rumah di Jakarta (dan sekitarnya) minimal ada 2 motor di rumah. Bayangkan jumlah penduduk di Jakarta (dan sekitarnya) ada 30 juta orang, dan 1 dari 3 orang memiliki motor, yang berarti ada 10 juta motor beredar di jalanan Jakarta setiap harinya. Jika dipikirkan dengan logika yang benar, apa yang terjadi di Jakarta ini adalah sesuatu yang salah. Negara lain dan kota yang lain di luar negeri sana, nggak ada yang se-chaos ini. Mungkin di luar sana memang banyak kota yang lebih parah dari Jakarta, tapi kota-kota itu biasanya berada dalam konflik peperangan.
Ok, kita memang beruntung lahir tinggal dan besar di Jakarta. Tapi jika dipikirkan lagi, Jakarta dan segala keajaibanya bisa jadi adalah mimpi buruk. Jika direnungkan lagi, masalah Jakarta adalah masalah kepribadian para warganya.
Di sini, kita terlalu mengikuti trend, semua ikut trend, penampilan adalah segalanya, jika penampilan elo jelek, jika elo gak punya apa yang semua orang punya, maka elo nggak akan diterima di mana-mana, terlebih mayoritas orang Jakarta ekstrovert yang tidak bisa hidup satu menit tanpa orang lain. Seperti iklan di TV, orang Jakarta itu seperti Zebra yang berjalan beriringan, atau seperti ngengat yang berdansa di bawah lampu. Orang Jakarta itu selalu ingin eksis, ingin punya sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, kalau tidak punya mereka dikucilkan oleh orang lain, dia anggap rendah dan hina, dan tidak boleh berdiri sejajar bersama mereka.
Jika elo nggak punya motor di SMP dan di SMA, maka elo nggak dapet jalan sama cewek.
Jika elo nggak dapat jalan sama cewek maka elo disebut jomblo,
Jika elo adalah seorang jomblo maka elo adalah orang hina.
Premis seperti itulah yang selalu ada dibenak anak=anakmuda. Ditambah lagi dengan iklan motornya Aliando, bertambah amburadul lah Jakarta.
Ok, ini memang bukan hukum yang tertulis tapi ini adalah fakta. "Berjalan kaki di Jakarta adalah hal yang hina, terlebih jika elo adalah seorang anak laki,"
Bahkan seorang saingan gw pernah berkata. "Ngapain lo kuliah, lebih baik elo beli motor," dan dia juga bilang "Lo nggak malu apa berangkat kuliah jalan kaki, mending gw nggak kuliah tapi punya motor," dan sebagainya.
Belakangan, gw merasakan bawa motor sendiri, tapi gw nggak punya rasa apa-apa. Tidak seperti teman gw yang mem-bully gw itu, rasanya sama saja naik motor atau jalan kaki, sama-sama kepanasan di bawah langit Jakarta, kecuali jika elo bawa mobil. Tapi bawa mobil juga kadang stress juga ketika elo terjebak macet, dan harus memburu waktu untuk menepati janji bertemu orang-orang penting.
Rasanya sama saja perjalanan hanyalah sebuah perjalanan. Entah mereka yang nggak normal atau gw yang nggak normal.
Kembali lagi tentang pengendara sepeda motor, teman-teman gw yang bawa mobil hampir setiap hari selalu mengeluh tentang pengendara motor yang asal nyalip dan membawa motornya ugal-ugalan. Anehnya pula, teman-teman gw yang bawa motor, selalu mengeluh dan berteriak pada orang yang membawa mobil. Sampai sekarang gw nggak ngerti gimana orang normal menjadi gila di jalan raya setiap harinya.
Terakhir, kalau kita menjadi orang BENAR yang melakukan hal BENAR, kita semua sebenarnya sudah tahu solusinya. Perbanyakan fasilitas kendaraan umum, dan batasi kendaraan pribadi, baik itu motor ataupun mobil. Logika yang benarnya itu motor haruslah jadi barang mewah, dan 'sepeda biasa' harusnya menjadi kendaraan yang murah meriah dan banyak di Jakarta seperti halnya banyak orang Belanda yang menggunakan sepeda. Tapi karena masalah industri kapitalis bullshit itulah Indonesia menjadi sasaran sampah dari negara luar.
. . .
Tuesday, February 24, 2015
Monday, February 16, 2015
Paradoks Jonathan Harker
By Ftrohx
"But, on the instant, came the sweep and flash of Jonathan's great knife. I shrieked as I saw it shear through the throat. Whilst at the same moment Mr. Morris's bowie knife plunged into the heart." - Mina Murray, at Dracula (1897)
Kemarin malam untuk kesekian kalinya, gw menonton Twilight Eclipse di televisi. Pertarungan besar antara dua klan Vampir, The Cullens versus New Born yang diciptakan oleh Victoria.
Premis-nya sama seperti cerita-cerita vampirnya, seperti juga Underworld, Blade, Vampire Diaries, Buffy, Interview with Vampire, Blood Rayne dan lain sebagainya, bahwa;
Vampire lebih kuat daripada manusia
Manusia tidak bisa mengalahkan vampire dalam pertarungan fisik
Vampire hanya bisa dikalahkan oleh sesama vampire atau klan werewolf.
Ini adalah premis INTI, ini adalah HUKUM dalam dunia fiksi fantasi vampire. Namun premis ini tidak berlaku untuk satu novel yaitu Dracula karya Bram Stoker.
Sebagai fondasi, bisa dibilang Bram Stoker adalah salah satu yang pertama yang menciptakan hukum ini "bahwa vampire lebih kuat daripada manusia, dan manusia tidak bisa mengalahkan vampire," namun diapulalah yang menghancurkan hukum itu, dengan menciptakan karakter Jonathan Harker.
Harker adalah manusia, Harker lemah dan bisa berdarah, namun Harker merupakan salah satu orang (paling legendaris) yang berhasil membuat Raja Vampire terluka parah. Manusia yang bertarung dengan Count Dracula dan masih tetap hidup.
Gw menelusuri ke belakang, ke awal-awal novel Bram Stoker. Sebenarnya sudah banyak tanda-tanda bahwa Jonathan Harker melanggar sistem, dia merusak tatanan yang sudah ada.
Semua orang tahu, bahwa tidak ada manusia yang bisa selamat, yang keluar hidup-hidup dari Kastil Dracula. Bahkan semua orang nggak pernah 'kepikiran' bahwa ada orang yang bisa keluar dari Kastil Dracula dengan tangannya sendiri, namun Harker berhasil. Saya melihat ini sebagai tanda-tanda bencana sedari awal untuk Count Dracula. Hanya saja Dracula lebih fokus pada Mina Murray dan mengabaikan Harker sebagai lalat kecil. Namun yang jadi misteri adalah bagaimana mungkin Harker bisa keluar dari Kastil Dracula dengan tangannya sendiri? Ini dibuat jadi plot hole oleh Bram Stoker. Entah disengaja atau tidak disengaja, ini jadi misteri tersendiri?
Bab selanjutnya langsung melompat ke catatan Mina Murray, dan Harker sendiri menghilang entah ke mana selama 3 bulan, kemudian secara ajaib disebuah rumah sakit di Budapest. Pertanyaannya selama dia menghilang itu, dia pergi kemana? Tidak ada petunjuk, dan tidak ada kejelasan. Bram Stoker langsung menyerahkan lubang plotnya ini kepada pembaca untuk berimajinasi dan menafsirkan sendiri.
Para pakar fiksi vampire berpendapat bahwa Jonathan sebenarnya sudah digigit oleh 3 Bride of Dracula itu. Jonathan sudah terkena racun vampire dan dia memang sudah menjadi vampire selama 3 bulan menghilang itu. Namun dalam waktu 3 bulan itu, dia mencari cara untuk menghentikan racun vampire dan sembuh menjadi manusia kembali.
Yang lain berpendapat bahwa sebenarnya, Jonathan Harker sejak 3 bulan menghilang itu sudah bukan lagi manusia, dia adalah vampire, hanya saja dia merahasiakan dan bahkan menyangkal identitasnya sampai akhir novel Dracula. Jadi, tetap pada premis awal, karena dia adalah vampire maka dia bisa membunuh vampire yang lain. Namun kembali lagi teori ini kurang cukup bukti. Ada juga yang berpendapat, bahwa Jonathan Harker sebenarnya berubah menjadi Dampire yaitu setengah vampire setengah manusia, seperti Blade dan Blood Rayne. Tapi teori ini juga sama tidak cukup bukti, dan idenya terlalu mainstream.
Saya sendiri memiliki teori; bagaimana jika Jonathan Harker adalah The One, Seseorang yang sudah ditakdir untuk mengalahkan Dracula?
Sebuah mitologi dibangun dari sebuah ramalan kuno, selama berabad-abad, orang-orang Transylvania sudah menanti munculnya seorang Harker. Mereka menunggu orang yang akan membebaskan mereka dari teror Dracula. Lalu ketika mereka menemukan Harker yang terluka parah di luar Kastil Dracula. Mereka percaya bahwa orang inilah penyelamat mereka, seseorang yang sudah diramalkan akan datang sejak berabad-abad lampau. Orang-orang Transylvania/Hungaria inipun menyelamatkan Harker, dan membawa dia ke Budapest. Di sana selama berhari-hari dia mengalami demam yang sangat parah, pertanyaannya kenapa dia mengalami demam? Apakah karena shock dan trauma atas teror yang terjadi di Kastil Dracula? Tentu saja tidak, menurut saya yang paling masuk akal adalah dia mengalami demam karena dia terkena gigitan vampir, dan racun mereka menjalar ditubuhnya. Hukumnya, ketika manusia terkena gigitan dan tidak sampai mati kehabisan darah, maka dia akan menjadi vampire.
Tapi bagaimana jika ada orang satu orang yang melanggar hukum itu, orang yang bisa keluar dari sistem. Ketika dia terkena racun vampir tubuhnya melawan racun itu, imunitasnya berperang dengan DNA vampire, hingga akhirnya dia menang dan tetap menjadi manusia. Kedengarannya mustahil, sama seperti seorang Neo yang keluar dari sistem The Matrix dan menjadi lebih kuat dari para Agent. Neo yang menjadi manusia yang bisa menghentikan peluru.
Cerita berlanjut Jonathan Harker bertemu Mina Murray di Budapest, menikah dalam kondisi darurat, kemudian kembali ke London.
Dalam catatan Mina Murray, ada yang berubah dari kekasihnya sejak dia kembali dari Budapest, sesuatu yang kuat dari diri kekasihnya, sangat kuat seolah-olah dia bukan manusia, sosok lain yang bisa membunuh vampire
. . .
Credit photo, Keanu Reeves, Bram Stoker Dracula (1992)
"But, on the instant, came the sweep and flash of Jonathan's great knife. I shrieked as I saw it shear through the throat. Whilst at the same moment Mr. Morris's bowie knife plunged into the heart." - Mina Murray, at Dracula (1897)
Kemarin malam untuk kesekian kalinya, gw menonton Twilight Eclipse di televisi. Pertarungan besar antara dua klan Vampir, The Cullens versus New Born yang diciptakan oleh Victoria.
Premis-nya sama seperti cerita-cerita vampirnya, seperti juga Underworld, Blade, Vampire Diaries, Buffy, Interview with Vampire, Blood Rayne dan lain sebagainya, bahwa;
Vampire lebih kuat daripada manusia
Manusia tidak bisa mengalahkan vampire dalam pertarungan fisik
Vampire hanya bisa dikalahkan oleh sesama vampire atau klan werewolf.
Ini adalah premis INTI, ini adalah HUKUM dalam dunia fiksi fantasi vampire. Namun premis ini tidak berlaku untuk satu novel yaitu Dracula karya Bram Stoker.
Sebagai fondasi, bisa dibilang Bram Stoker adalah salah satu yang pertama yang menciptakan hukum ini "bahwa vampire lebih kuat daripada manusia, dan manusia tidak bisa mengalahkan vampire," namun diapulalah yang menghancurkan hukum itu, dengan menciptakan karakter Jonathan Harker.
Harker adalah manusia, Harker lemah dan bisa berdarah, namun Harker merupakan salah satu orang (paling legendaris) yang berhasil membuat Raja Vampire terluka parah. Manusia yang bertarung dengan Count Dracula dan masih tetap hidup.
Gw menelusuri ke belakang, ke awal-awal novel Bram Stoker. Sebenarnya sudah banyak tanda-tanda bahwa Jonathan Harker melanggar sistem, dia merusak tatanan yang sudah ada.
Semua orang tahu, bahwa tidak ada manusia yang bisa selamat, yang keluar hidup-hidup dari Kastil Dracula. Bahkan semua orang nggak pernah 'kepikiran' bahwa ada orang yang bisa keluar dari Kastil Dracula dengan tangannya sendiri, namun Harker berhasil. Saya melihat ini sebagai tanda-tanda bencana sedari awal untuk Count Dracula. Hanya saja Dracula lebih fokus pada Mina Murray dan mengabaikan Harker sebagai lalat kecil. Namun yang jadi misteri adalah bagaimana mungkin Harker bisa keluar dari Kastil Dracula dengan tangannya sendiri? Ini dibuat jadi plot hole oleh Bram Stoker. Entah disengaja atau tidak disengaja, ini jadi misteri tersendiri?
Bab selanjutnya langsung melompat ke catatan Mina Murray, dan Harker sendiri menghilang entah ke mana selama 3 bulan, kemudian secara ajaib disebuah rumah sakit di Budapest. Pertanyaannya selama dia menghilang itu, dia pergi kemana? Tidak ada petunjuk, dan tidak ada kejelasan. Bram Stoker langsung menyerahkan lubang plotnya ini kepada pembaca untuk berimajinasi dan menafsirkan sendiri.
Para pakar fiksi vampire berpendapat bahwa Jonathan sebenarnya sudah digigit oleh 3 Bride of Dracula itu. Jonathan sudah terkena racun vampire dan dia memang sudah menjadi vampire selama 3 bulan menghilang itu. Namun dalam waktu 3 bulan itu, dia mencari cara untuk menghentikan racun vampire dan sembuh menjadi manusia kembali.
Yang lain berpendapat bahwa sebenarnya, Jonathan Harker sejak 3 bulan menghilang itu sudah bukan lagi manusia, dia adalah vampire, hanya saja dia merahasiakan dan bahkan menyangkal identitasnya sampai akhir novel Dracula. Jadi, tetap pada premis awal, karena dia adalah vampire maka dia bisa membunuh vampire yang lain. Namun kembali lagi teori ini kurang cukup bukti. Ada juga yang berpendapat, bahwa Jonathan Harker sebenarnya berubah menjadi Dampire yaitu setengah vampire setengah manusia, seperti Blade dan Blood Rayne. Tapi teori ini juga sama tidak cukup bukti, dan idenya terlalu mainstream.
Saya sendiri memiliki teori; bagaimana jika Jonathan Harker adalah The One, Seseorang yang sudah ditakdir untuk mengalahkan Dracula?
Sebuah mitologi dibangun dari sebuah ramalan kuno, selama berabad-abad, orang-orang Transylvania sudah menanti munculnya seorang Harker. Mereka menunggu orang yang akan membebaskan mereka dari teror Dracula. Lalu ketika mereka menemukan Harker yang terluka parah di luar Kastil Dracula. Mereka percaya bahwa orang inilah penyelamat mereka, seseorang yang sudah diramalkan akan datang sejak berabad-abad lampau. Orang-orang Transylvania/Hungaria inipun menyelamatkan Harker, dan membawa dia ke Budapest. Di sana selama berhari-hari dia mengalami demam yang sangat parah, pertanyaannya kenapa dia mengalami demam? Apakah karena shock dan trauma atas teror yang terjadi di Kastil Dracula? Tentu saja tidak, menurut saya yang paling masuk akal adalah dia mengalami demam karena dia terkena gigitan vampir, dan racun mereka menjalar ditubuhnya. Hukumnya, ketika manusia terkena gigitan dan tidak sampai mati kehabisan darah, maka dia akan menjadi vampire.
Tapi bagaimana jika ada orang satu orang yang melanggar hukum itu, orang yang bisa keluar dari sistem. Ketika dia terkena racun vampir tubuhnya melawan racun itu, imunitasnya berperang dengan DNA vampire, hingga akhirnya dia menang dan tetap menjadi manusia. Kedengarannya mustahil, sama seperti seorang Neo yang keluar dari sistem The Matrix dan menjadi lebih kuat dari para Agent. Neo yang menjadi manusia yang bisa menghentikan peluru.
Cerita berlanjut Jonathan Harker bertemu Mina Murray di Budapest, menikah dalam kondisi darurat, kemudian kembali ke London.
Dalam catatan Mina Murray, ada yang berubah dari kekasihnya sejak dia kembali dari Budapest, sesuatu yang kuat dari diri kekasihnya, sangat kuat seolah-olah dia bukan manusia, sosok lain yang bisa membunuh vampire
. . .
Credit photo, Keanu Reeves, Bram Stoker Dracula (1992)
Dunia Paralel
Cerpen By Ftrohx
Bisa dibilang kami adalah pasangan yang anti-mainstream, di saat orang-orang belum melakukan sesuatu kami sudah mengerjakan sesuatu, di saat orang-orang heboh akan hari valentine, kami tidak memperdulikannya.
Sampai malam ini, 15 Febuari.
Kami berada di restoran namun ini bukan untuk perayaan hari kasih sayang. Aku tidak terlalu peduli dengan trend itu, begitupula dengan istriku.
Kami di sini untuk mengambil nafas diantara sesak Jakarta, kami di sini untuk menyegarkan diri sebelum menghadapi esok pagi, karena besok adalah hari yang sangat-sangat berat untuknya, untuk kami sekeluarga.
Istriku adalah seorang Hakim, besok siang dia harus mengetok palu untuk sebuah kasus PENTING yang selama sebulan terakhir ini menyita perhatian media massa di seluruh penjuru Indonesia.
Bberharap untuk relaks tapi ketegangan itu benar-benar terasa ke ubun-ubun, ditambah lagi bisikan orang-orang di sekitar meja makanku. "Hei, bukannya itu si Hakim cantik yang ada di TV," atau "Itu Hakim cantik yang pulang dijemput Porsche," atau "Beruntung sekali itu cowoknya punya cewek secantik dan setangguh dia," atau "Suaminya itu siapa sih? Nggak terkenal ya?" atau "Rasanya nggak cocok itu suaminya, nggak ada wibawanya," dan sebagainya.
"Kamu nggak ada wibawanya ntuh," tiba-tiba dia berujar sambil tertawa kecil.
"Dari dulu kamu memang bilang begitu, tapi tetap saja pada akhirnya kamu balik lagi ke aku bukan," balasku.
"Iya ya, aneh, dari dulu kita selalu stag di tempat yang sama dengan orang sama,"
Aku tertawa.
Tak lama nasi goreng spesialpun datang, si pelayan tersenyum-senyum gugup di depan istriku. Mereka semua yang di belakang pasti juga membicarakannya.
"Kamu tahu semalam aku membuat tulisan baru,"ucapku sambil melihat dia mengunyah makanan dengan begitu nikmat.
"Oh, apa tuh?"
"Aku menulis, bagaimana jika kita menjadi orang lain,"
"Kita, kamu kali?"
"Nggak, kita bersama, aku dan kamu,"
Kepalanya menggeleng sambil tersenyum konyol.
"Tema-nya tentang dunia paralel," lanjutku. "Bagaimana jika kamu bukan seorang Hakim, kamu tidak pernah kuliah di jurusan Hukum di UI, kamu hidup dengan jalan lain, sesuatu yang berbeda, kamu hanya orang biasa dengan kecerdasan yang biasa, namun kamu tetap cantik seperti sekarang,"
"Hmm, menarik. Terus aku jadi apa?" tanyanya.
"Itu yang aku pikirkan semalaman, kira-kira kamu ngambil jurusan apa jika bukan hukum. Lalu aku teringat dengan masa-masa pacaran kita, kamu sangat menyukai Jejepangan, kita berdua saling konek gara-gara itu bukan, dan iya aku putuskan bagaimana jika kamu versi lain mengambil jurusan Sastra Jepang."
"Sastra Jepang," dia meneguk airnya, lalu tertawa. "Hahaha... itu konyol, kamu tahu jika aku tidak jadi Hakim aku ingin jadi polisi,"
"Iya, aku tahu,' sahutku cepat. "Aku juga memikirkan itu, tapi kalau kamu jadi polisi maka kamu akan bersaing dengan Briptu Eka,"
Dia membelalakan mata dan nyaris menyebur makanannya. "Jadi menurut kamu, Eka lebih cantik daripada aku!"
"Bukan, bukan begitu, maksudku," kedua tanganku terangkat ke udara, mencoba meyakinkannya. "Kamu tetap yang paling cantik, tapi jika kamu menjadi polisi kamu tidak akan se-keren sekarang,"
"Itu berarti Eka, lebih keren daripada aku,"
"Bukan itu maksudku," seandainya ini acara dunia lain pasti aku sudah melambaikan tangan ke kamera. "Di novelku yang lain, aku pernah membuat kamu menjadi AGEN RAHASIA yang super-keren bukan, dan jelas kamu jauh lebih cantik daripada Briptu Eka,"
Huh, wajahnya masih tetap cemberut.
Untuk beberapa saat kami terdiam menghabiskan makanan di piring saji, lalu dia bicara lagi. "Terus apa yang terjadi? Aku ingin dengar kelanjutannya,"
"Kamu kuliah sastra Jepang, tapi karakter kamu masih tetap sama seperti sekarang, kamu seorang idealis yang punya prinsip, namun juga orang yang realistis dalam melihat dunia dengan untung-rugi. Jadi pekerjaan yang cocok untuk kamu adalah menjadi pegawai di bank swasta,"
"Aku jadi Teller Bank?"
"Iya, semacam itu, kamu mungkin juga bisa dibagian admin ataupun back office."
"Terus apa serunya,"
"Serunya karena ada aku di sisi kamu," kembali serangan gombal.
"Ok, jika aku hanya jadi seorang teller cantik di dunia paralel, di sana kamu jadi apa?"
"Aku tetap jadi seorang penulis,"
Wajahnya kembali merengut. "Ah nggak, itu terlalu garing, kamu harus keluar dari zona nyaman. Kira-kira apa yang kamu lakukan jika tidak kuliah di jurusan Matematik?"
"Aku akan kuliah di STAN," jawabku cepat.
"Nggak hidup kamu pasti terlalu lurus jika kamu masuk di STAN, kamu butuh tragedi agar hidup kamu berwarna, kamu tidak lolos ujian STAN dan menganggur selama setahun," kembali si Tuan Putri mendominasi.
"Tapi aku harus kuliah mengimbangi kamu,"
"Iya tentu saja,"
"Dari dulu aku suka berkhayal jadi karyawan biasa dengan kehidupan biasa,"
"Kalau begitu kamu akan mendapat cewek yang biasa-biasa saja, dan itu bukan aku,"
"Nggak, bukan itu, maksudku untuk jadi karyawan biasa aku harus kuliah, dan aku akan mengambil jurusan Manajemen Keuangan,"
"Di UIN Ciputat,"
"Iya, di Ciputat, sama seperti sekarang. Bentar ini rasanya nggak adil kamu juga butuh tragedi, kamu nggak lulus Akpol, malu dan kemudian pergi ke Padang selama beberapa tahun,"
"APA," terlihat dia mengeryitkan dahi, lalu hidungnya terlihat naik ke atas seperti banteng yang ingin menyeruduk. "Ok, kamu butuh tragedi, kamu kuliah di jurusan Manajemen Keuangan, tapi kamu tidak lulus karena kamu tidak punya biaya untuk mengerjakan skripsi, kamu nggak punya laptop, dan nggak punya ongkos buat berangkat ke kampus. Selama 3 tahun kamu nganggur hingga kemudian kamu mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga warnet yang sangat gembel," benar-benar pembalasan yang kejam. Inilah dia Sang Putri auranya begitu kuat memenuhi seluruh ruangan, sampai-sampai aku yang biasanya sangat cerewet bisa kehilangan kata-kata. Bisa dibilang, wajarlah jika kemarin di PN Jakarta Selatan seorang Jenderal pun pudar kewibawaannya ketika Hakim cantik ini mulai bicara.
"Ok, itu ide bagus," Oke otakku benar-benar blank.
"Satu pertanyaan," ucapnya dengan mata yang sangat sinis seperti Ratu dari para vampire. "Kamu tidak kuliah di jurusan matematik, kamu tidak punya gelar S2 dari London, setiap kaki dan tangan kamu aku potong, apakah kamu bisa berada di posisi kamu yang sekarang, mendapatkan Edgar Award dan gelar New York Bestseller?"
SKAK MAT!
Dipikirkan dengan berbagai macam strategipun, rasanya sangat-sangat sulit untuk aku yang di dunia paralel untuk mencapai posisiku sekarang; menjadi penulis Bestseller dengan banyak penghargaan International dan menikah dengan seorang cewek cantik nan luar biasa hebat. Rasanya dia harus berjuang dengan sangat-sangat keras untuk bisa duduk di sini.
"Iya, nasibnya benar-benar na'as. Tapi masih ada harapan, selama dia memiliki orang yang dia cintai, seperti aku mencintai kamu," ujarku.
Tuan Putri pun tertawa. "Hahaha... Kamu tahu, aku yang ada di dunia paralel itu bisa jadi lebih KEJAM daripada aku yang ada di sini, dan di sana mungkin aku tidak akan memberi kamu kesempatan sama sekali," tatapan matanya benar-benar nyata menatapku, seperti hantu dari korban pembunuhan yang membalas dendam.
"Iya kamu benar, tapi aku YAKIN dengan diriku yang ada di sana, dia pasti berusaha keras untuk mengejar MIMPI-nya sekalipun takdir memutilasi hidupnya," ujarku dengan tegas.
Secara ajaib, bibirnya kembali menyunging senyum dan kami berdua tiba-tiba meledakan tawa bersamaan, seolah kami merayakan semua kebahagian yang ada pada hari itu.
Tak lama aku memanggil pelayan dan membayar bill-nya.
Kami berjalan keluar bersama, lalu belum sampai parkiran, seseorang menyapa kami. "Mbak Hakim cantik yang di TV itu ya?" ucapnya seorang ibu-ibu yang mengenakan kerudung warna toska.
"Iya," ucap istriku.
"Boleh minta foto," Ibu-ibu itu berujar disusul dengan Ibu-ibu lain yang langsung berdiri mengapitnya. Lalu di depan kami berdiri seorang lelaki 40an yang berjalan bersama rombongan itu ikut memegang kamera, seolah mereka sudah siap mengantri giliran.
Aku tersenyum-senyum sendiri. Rasanya fenomena ini cuma ada di Indonesia, seorang Hakim cantik yang pulang mengenakan sweater warna pink.
. . .
Bisa dibilang kami adalah pasangan yang anti-mainstream, di saat orang-orang belum melakukan sesuatu kami sudah mengerjakan sesuatu, di saat orang-orang heboh akan hari valentine, kami tidak memperdulikannya.
Sampai malam ini, 15 Febuari.
Kami berada di restoran namun ini bukan untuk perayaan hari kasih sayang. Aku tidak terlalu peduli dengan trend itu, begitupula dengan istriku.
Kami di sini untuk mengambil nafas diantara sesak Jakarta, kami di sini untuk menyegarkan diri sebelum menghadapi esok pagi, karena besok adalah hari yang sangat-sangat berat untuknya, untuk kami sekeluarga.
Istriku adalah seorang Hakim, besok siang dia harus mengetok palu untuk sebuah kasus PENTING yang selama sebulan terakhir ini menyita perhatian media massa di seluruh penjuru Indonesia.
Bberharap untuk relaks tapi ketegangan itu benar-benar terasa ke ubun-ubun, ditambah lagi bisikan orang-orang di sekitar meja makanku. "Hei, bukannya itu si Hakim cantik yang ada di TV," atau "Itu Hakim cantik yang pulang dijemput Porsche," atau "Beruntung sekali itu cowoknya punya cewek secantik dan setangguh dia," atau "Suaminya itu siapa sih? Nggak terkenal ya?" atau "Rasanya nggak cocok itu suaminya, nggak ada wibawanya," dan sebagainya.
"Kamu nggak ada wibawanya ntuh," tiba-tiba dia berujar sambil tertawa kecil.
"Dari dulu kamu memang bilang begitu, tapi tetap saja pada akhirnya kamu balik lagi ke aku bukan," balasku.
"Iya ya, aneh, dari dulu kita selalu stag di tempat yang sama dengan orang sama,"
Aku tertawa.
Tak lama nasi goreng spesialpun datang, si pelayan tersenyum-senyum gugup di depan istriku. Mereka semua yang di belakang pasti juga membicarakannya.
"Kamu tahu semalam aku membuat tulisan baru,"ucapku sambil melihat dia mengunyah makanan dengan begitu nikmat.
"Oh, apa tuh?"
"Aku menulis, bagaimana jika kita menjadi orang lain,"
"Kita, kamu kali?"
"Nggak, kita bersama, aku dan kamu,"
Kepalanya menggeleng sambil tersenyum konyol.
"Tema-nya tentang dunia paralel," lanjutku. "Bagaimana jika kamu bukan seorang Hakim, kamu tidak pernah kuliah di jurusan Hukum di UI, kamu hidup dengan jalan lain, sesuatu yang berbeda, kamu hanya orang biasa dengan kecerdasan yang biasa, namun kamu tetap cantik seperti sekarang,"
"Hmm, menarik. Terus aku jadi apa?" tanyanya.
"Itu yang aku pikirkan semalaman, kira-kira kamu ngambil jurusan apa jika bukan hukum. Lalu aku teringat dengan masa-masa pacaran kita, kamu sangat menyukai Jejepangan, kita berdua saling konek gara-gara itu bukan, dan iya aku putuskan bagaimana jika kamu versi lain mengambil jurusan Sastra Jepang."
"Sastra Jepang," dia meneguk airnya, lalu tertawa. "Hahaha... itu konyol, kamu tahu jika aku tidak jadi Hakim aku ingin jadi polisi,"
"Iya, aku tahu,' sahutku cepat. "Aku juga memikirkan itu, tapi kalau kamu jadi polisi maka kamu akan bersaing dengan Briptu Eka,"
Dia membelalakan mata dan nyaris menyebur makanannya. "Jadi menurut kamu, Eka lebih cantik daripada aku!"
"Bukan, bukan begitu, maksudku," kedua tanganku terangkat ke udara, mencoba meyakinkannya. "Kamu tetap yang paling cantik, tapi jika kamu menjadi polisi kamu tidak akan se-keren sekarang,"
"Itu berarti Eka, lebih keren daripada aku,"
"Bukan itu maksudku," seandainya ini acara dunia lain pasti aku sudah melambaikan tangan ke kamera. "Di novelku yang lain, aku pernah membuat kamu menjadi AGEN RAHASIA yang super-keren bukan, dan jelas kamu jauh lebih cantik daripada Briptu Eka,"
Huh, wajahnya masih tetap cemberut.
Untuk beberapa saat kami terdiam menghabiskan makanan di piring saji, lalu dia bicara lagi. "Terus apa yang terjadi? Aku ingin dengar kelanjutannya,"
"Kamu kuliah sastra Jepang, tapi karakter kamu masih tetap sama seperti sekarang, kamu seorang idealis yang punya prinsip, namun juga orang yang realistis dalam melihat dunia dengan untung-rugi. Jadi pekerjaan yang cocok untuk kamu adalah menjadi pegawai di bank swasta,"
"Aku jadi Teller Bank?"
"Iya, semacam itu, kamu mungkin juga bisa dibagian admin ataupun back office."
"Terus apa serunya,"
"Serunya karena ada aku di sisi kamu," kembali serangan gombal.
"Ok, jika aku hanya jadi seorang teller cantik di dunia paralel, di sana kamu jadi apa?"
"Aku tetap jadi seorang penulis,"
Wajahnya kembali merengut. "Ah nggak, itu terlalu garing, kamu harus keluar dari zona nyaman. Kira-kira apa yang kamu lakukan jika tidak kuliah di jurusan Matematik?"
"Aku akan kuliah di STAN," jawabku cepat.
"Nggak hidup kamu pasti terlalu lurus jika kamu masuk di STAN, kamu butuh tragedi agar hidup kamu berwarna, kamu tidak lolos ujian STAN dan menganggur selama setahun," kembali si Tuan Putri mendominasi.
"Tapi aku harus kuliah mengimbangi kamu,"
"Iya tentu saja,"
"Dari dulu aku suka berkhayal jadi karyawan biasa dengan kehidupan biasa,"
"Kalau begitu kamu akan mendapat cewek yang biasa-biasa saja, dan itu bukan aku,"
"Nggak, bukan itu, maksudku untuk jadi karyawan biasa aku harus kuliah, dan aku akan mengambil jurusan Manajemen Keuangan,"
"Di UIN Ciputat,"
"Iya, di Ciputat, sama seperti sekarang. Bentar ini rasanya nggak adil kamu juga butuh tragedi, kamu nggak lulus Akpol, malu dan kemudian pergi ke Padang selama beberapa tahun,"
"APA," terlihat dia mengeryitkan dahi, lalu hidungnya terlihat naik ke atas seperti banteng yang ingin menyeruduk. "Ok, kamu butuh tragedi, kamu kuliah di jurusan Manajemen Keuangan, tapi kamu tidak lulus karena kamu tidak punya biaya untuk mengerjakan skripsi, kamu nggak punya laptop, dan nggak punya ongkos buat berangkat ke kampus. Selama 3 tahun kamu nganggur hingga kemudian kamu mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga warnet yang sangat gembel," benar-benar pembalasan yang kejam. Inilah dia Sang Putri auranya begitu kuat memenuhi seluruh ruangan, sampai-sampai aku yang biasanya sangat cerewet bisa kehilangan kata-kata. Bisa dibilang, wajarlah jika kemarin di PN Jakarta Selatan seorang Jenderal pun pudar kewibawaannya ketika Hakim cantik ini mulai bicara.
"Ok, itu ide bagus," Oke otakku benar-benar blank.
"Satu pertanyaan," ucapnya dengan mata yang sangat sinis seperti Ratu dari para vampire. "Kamu tidak kuliah di jurusan matematik, kamu tidak punya gelar S2 dari London, setiap kaki dan tangan kamu aku potong, apakah kamu bisa berada di posisi kamu yang sekarang, mendapatkan Edgar Award dan gelar New York Bestseller?"
SKAK MAT!
Dipikirkan dengan berbagai macam strategipun, rasanya sangat-sangat sulit untuk aku yang di dunia paralel untuk mencapai posisiku sekarang; menjadi penulis Bestseller dengan banyak penghargaan International dan menikah dengan seorang cewek cantik nan luar biasa hebat. Rasanya dia harus berjuang dengan sangat-sangat keras untuk bisa duduk di sini.
"Iya, nasibnya benar-benar na'as. Tapi masih ada harapan, selama dia memiliki orang yang dia cintai, seperti aku mencintai kamu," ujarku.
Tuan Putri pun tertawa. "Hahaha... Kamu tahu, aku yang ada di dunia paralel itu bisa jadi lebih KEJAM daripada aku yang ada di sini, dan di sana mungkin aku tidak akan memberi kamu kesempatan sama sekali," tatapan matanya benar-benar nyata menatapku, seperti hantu dari korban pembunuhan yang membalas dendam.
"Iya kamu benar, tapi aku YAKIN dengan diriku yang ada di sana, dia pasti berusaha keras untuk mengejar MIMPI-nya sekalipun takdir memutilasi hidupnya," ujarku dengan tegas.
Secara ajaib, bibirnya kembali menyunging senyum dan kami berdua tiba-tiba meledakan tawa bersamaan, seolah kami merayakan semua kebahagian yang ada pada hari itu.
Tak lama aku memanggil pelayan dan membayar bill-nya.
Kami berjalan keluar bersama, lalu belum sampai parkiran, seseorang menyapa kami. "Mbak Hakim cantik yang di TV itu ya?" ucapnya seorang ibu-ibu yang mengenakan kerudung warna toska.
"Iya," ucap istriku.
"Boleh minta foto," Ibu-ibu itu berujar disusul dengan Ibu-ibu lain yang langsung berdiri mengapitnya. Lalu di depan kami berdiri seorang lelaki 40an yang berjalan bersama rombongan itu ikut memegang kamera, seolah mereka sudah siap mengantri giliran.
Aku tersenyum-senyum sendiri. Rasanya fenomena ini cuma ada di Indonesia, seorang Hakim cantik yang pulang mengenakan sweater warna pink.
. . .
Thursday, February 12, 2015
Bicara Tentang Asisten Detektif
By Ftrohx
Dahulu ketika menulis cerita, saya selalu mengabaikan karakter ini 'asisten detektif'. Saya lebih fokus pada detektif dan kasus-kasusnya.
Asisten menjadi tidak begitu penting, bahkan untuk beberapa kasus, sang detektif yang saya buat tidak menggunakan asisten sama sekali sehingga menjadi monolog yang monoton.
Belakangan saya mencoba mencari apa sih yang salah dengan karakter saya, dengan asisten detektif saya?
Iya, secara keseluruhan asisten detektif yang saya buat, kurang memiliki karakter, dia seolah menjadi bayangan dari si detektif, bayangan pantulan cermin, dan bukannya bayangan yang menguatkan si detektif melainkan jadi pembias cahaya, ini salah.
Dan kedua, karakter AsDef yang saya bikin tidak memiliki keahlian dan fungsi khusus, padahal asisten detektif HARUSlah memiliki fungsi khusus, terutama untuk membantu sang detektif, atau jika dia tidak membantu dalam pemecahan kasus, setidaknya asisten detektif harus membantu menarasikan cerita dengan benar, sayangnya ini tidak (masih) sulit untuk saya lakukan.
Ketiga, asisten detektif mesti memiliki 'karakter' suatu yang membedakan dirinya dengan karakter-karakter yang lain yang beredar dalam novel tersebut. Ini masih jadi masalah buat saya karena, keahlian berbahasa saya sangatlah kurang, asisten detektif mesti memiliki bahasa serta pikiran yang berbeda dari sang detektif.
Asisten detektif menurut saya harus memiliki kemampuan berpikir yang independen, namun memiliki batasan yang jelas sehingga tidak memotong wilayah (pemikiran) dari sang detektif. Seperti karakter Naomi Misora, dia memiliki metode dan analisanya sendiri, namun dia juga punya batasan di mana, ada beberapa hal kunci yang tidak bisa dia pecahkan sendiri.
Ok, dibawah ini adalah beberapa asisten detektif yang jadi favorit saya, yang bisa jadi contoh yang baik bagi pengembangan novel detektif anda.
Pertama, Ipda Eno dari serial detektif Adam Yafrizal
Eno adalah karakter polisi yang lugu, polos, dan jujur apa adanya. Sebenarnya saya nggak ngerti bagaimana seorang Eno bisa jadi seorang polisi. Tapi saya berharap Fandi punya alasan serta latar belakang cerita yang bagus untuk Eno.
Setiap kali datang ke TKP, Eno bersikap seolah dia adalah orang awam yang baru pertama kali menyentuh TKP.
Beda dengan asisten detektif lain, seperti Erik di Metropolis ataupun Naomi Misora di Death Note, Eno adalah orang yang jarang berspekulasi apalagi membuat hipotesa-hipotesanya sendiri. Namun justru disinilah keunggulannya, dengan karakter Eno ini justru karakter sang detektifnya - Adam Yafrizal, benar-benar terlihat nyata. Ibarat Aomine dan Kuroko di Kiseki no Sedai. Adam adalah cahaya terang yang menarik perhatian di lapangan, sementara Eno adalah bayangan gelap yang memperkuat eksistensi dari cahaya.
Paduan keduanya membuat serial ini jadi favorit saya untuk serial detektif asli Indonesia.
Bripda Erik dari Metropolis - Windry Ramadhina.
Beda dengan Eno yang jujur apa adanya, karakter Bripda Erik adalah polisi yang keras kepala.
Meskipun menjadi asisten bagi Inspektur Bram, namun Erik biasa melakukan penyelidikan sendiri yang bahkan tidak diketahui oleh atasannya.
Dia sangat independen dan kadang analitik, karakter yang mengingatkan saya dengan Naomi Misora di Death Note: LA BB Murder.
Ali Topan,
DIa adalah salah satu karakter legend yang saya suka, si Topan pernah bekerja sebagai asisten detektif bagi Robert Oui si detektif partikelir dalam novel Ali Topan Wartawan Jalanan.
Sebagai karakter asisten detektif, Topan membawa karakter aslinya sendiri, anakmuda yang selengean, urakan, nggak bisa diatur, namun memiliki perasaan yang dalam akan sebuah keadilan.
Topan nggak pinter-pinter banget, masalah analisa diurus sendiri oleh sang detektif dan koleganya, Topan hanya mencari informasi di jalanan kemudian melapor pada bossnya. Tapi di sini fungsi dia benar-benar klop menurut saya.
Untuk detektif luar, yang paling mudah kita kenali adalah John Watson.
Watson adalah contoh narator sekaligus asisten detektif yang sangat bagus. Watson sesungguhnya adalah orang yang membuat NAMA Holmes menjadi terkenal, tanpa Watson mungkin Holmes tidak akan se-JAYA sekarang.
Dari obrolan saya dengan Fandi, Watson itu memang tidak se-jenius Holmes, tapi dia memiliki keunggulan tersendiri, dia adalah orang yang sangat jago dalam narasi, dia bisa membuat PoV1 menjadi petualangan yang seru dan memorable.
Dia bisa menggunakan PoV1 nya untuk hal-hal yang rumit, yang harusnya dinarasikan dengan PoV3.
Kedua, Arthur Hastings.
Ini adalah asisten detektif paling terkenal di seluruh dunia setelah John Watson, Arthur adalah sahabat sekaligus asisten dan narator dari petualangan-petualangan detektif Hercule Poirot karya Agatha Christie.
Arthur adalah seorang tentara berpangkat Letnan di awal petualangan Poirot kasus Affair at Style, dan berpangkat kapten di akhir cerita Poirot yaitu The Curtain.
Kesamaannya dengan Watson mereka berdua adalah narator yang hebat, yang dengan PoV1 bisa membawa kisah Poirot menjadi karya yang legendaris, hanya saja, beda dengan Watson yang seorang dokter yang analitik, Arthur lebih ke seorang tentara yang puitis.
Amelia Sachs
Jujur saya lebih suka asisten detektif cewek daripada cowok, dan ini adalah favorit saya Miss Amelia Sachs, asisten dari detektif Lincoln Rhyme.
Jika Lincoln mengurusi masalah analisa TKP yang lebih banyak berkutat pada logika, maka Amelia melihat TKP dengan rasa emosional dan empati seorang wanita.
Dan secara visual pun Amelia juga karakter yang HOT, di novel dia dideskripsikan sebagai cewek yang memiliki tubuh tinggi dan proporsional, serta ciri khasnya rambutnya yang merah menyala.
Selain fisik keunggulan dari Amelia Sachs adalah keahliannya menggunakan pistol dan menenbak cepat, bahkan dia mampu melumpuhkan beberapa polisi bersenjata sekaligus dengan sekali gerak.
Naomi Misora
Saya suka nama karakter ini, Naomi Misora adalah asisten detektif bagi L. Lawliet, di novel Los Angeles BB Murder.
Naomi Misora adalah agen FBI (dan mantan anggota FBI di serial Death Note) namun dia bekerja dengan cara non-police procedural.
Memang ada beberapa kelemahan seperti cara kerja yang seperti detektif amatir, namun disitulah bagusnya dia melihat tempat kejadian perkara dari mata orang awam atau yang baru belajar cara-cara penyelidikan.
Tapi ada hal yang cool juga dari Misora yaitu keahlian beladirinya yang unik yaitu Capoera, yang menginspirasi L. juga untuk mempelajari hal tersebut.
. . .
Nb: sebenarnya masih banyak contoh asisten detektif hebat lainnya, tapi yang ada dibenak saya saat ini adalah beberapa nama di atas saja, mungkin di artikel yang lain akan saya bahas lebih lanjutnya.
Dahulu ketika menulis cerita, saya selalu mengabaikan karakter ini 'asisten detektif'. Saya lebih fokus pada detektif dan kasus-kasusnya.
Asisten menjadi tidak begitu penting, bahkan untuk beberapa kasus, sang detektif yang saya buat tidak menggunakan asisten sama sekali sehingga menjadi monolog yang monoton.
Belakangan saya mencoba mencari apa sih yang salah dengan karakter saya, dengan asisten detektif saya?
Iya, secara keseluruhan asisten detektif yang saya buat, kurang memiliki karakter, dia seolah menjadi bayangan dari si detektif, bayangan pantulan cermin, dan bukannya bayangan yang menguatkan si detektif melainkan jadi pembias cahaya, ini salah.
Dan kedua, karakter AsDef yang saya bikin tidak memiliki keahlian dan fungsi khusus, padahal asisten detektif HARUSlah memiliki fungsi khusus, terutama untuk membantu sang detektif, atau jika dia tidak membantu dalam pemecahan kasus, setidaknya asisten detektif harus membantu menarasikan cerita dengan benar, sayangnya ini tidak (masih) sulit untuk saya lakukan.
Ketiga, asisten detektif mesti memiliki 'karakter' suatu yang membedakan dirinya dengan karakter-karakter yang lain yang beredar dalam novel tersebut. Ini masih jadi masalah buat saya karena, keahlian berbahasa saya sangatlah kurang, asisten detektif mesti memiliki bahasa serta pikiran yang berbeda dari sang detektif.
Asisten detektif menurut saya harus memiliki kemampuan berpikir yang independen, namun memiliki batasan yang jelas sehingga tidak memotong wilayah (pemikiran) dari sang detektif. Seperti karakter Naomi Misora, dia memiliki metode dan analisanya sendiri, namun dia juga punya batasan di mana, ada beberapa hal kunci yang tidak bisa dia pecahkan sendiri.
Ok, dibawah ini adalah beberapa asisten detektif yang jadi favorit saya, yang bisa jadi contoh yang baik bagi pengembangan novel detektif anda.
Pertama, Ipda Eno dari serial detektif Adam Yafrizal
Eno adalah karakter polisi yang lugu, polos, dan jujur apa adanya. Sebenarnya saya nggak ngerti bagaimana seorang Eno bisa jadi seorang polisi. Tapi saya berharap Fandi punya alasan serta latar belakang cerita yang bagus untuk Eno.
Setiap kali datang ke TKP, Eno bersikap seolah dia adalah orang awam yang baru pertama kali menyentuh TKP.
Beda dengan asisten detektif lain, seperti Erik di Metropolis ataupun Naomi Misora di Death Note, Eno adalah orang yang jarang berspekulasi apalagi membuat hipotesa-hipotesanya sendiri. Namun justru disinilah keunggulannya, dengan karakter Eno ini justru karakter sang detektifnya - Adam Yafrizal, benar-benar terlihat nyata. Ibarat Aomine dan Kuroko di Kiseki no Sedai. Adam adalah cahaya terang yang menarik perhatian di lapangan, sementara Eno adalah bayangan gelap yang memperkuat eksistensi dari cahaya.
Paduan keduanya membuat serial ini jadi favorit saya untuk serial detektif asli Indonesia.
Bripda Erik dari Metropolis - Windry Ramadhina.
Beda dengan Eno yang jujur apa adanya, karakter Bripda Erik adalah polisi yang keras kepala.
Meskipun menjadi asisten bagi Inspektur Bram, namun Erik biasa melakukan penyelidikan sendiri yang bahkan tidak diketahui oleh atasannya.
Dia sangat independen dan kadang analitik, karakter yang mengingatkan saya dengan Naomi Misora di Death Note: LA BB Murder.
Ali Topan,
DIa adalah salah satu karakter legend yang saya suka, si Topan pernah bekerja sebagai asisten detektif bagi Robert Oui si detektif partikelir dalam novel Ali Topan Wartawan Jalanan.
Sebagai karakter asisten detektif, Topan membawa karakter aslinya sendiri, anakmuda yang selengean, urakan, nggak bisa diatur, namun memiliki perasaan yang dalam akan sebuah keadilan.
Topan nggak pinter-pinter banget, masalah analisa diurus sendiri oleh sang detektif dan koleganya, Topan hanya mencari informasi di jalanan kemudian melapor pada bossnya. Tapi di sini fungsi dia benar-benar klop menurut saya.
Untuk detektif luar, yang paling mudah kita kenali adalah John Watson.
Watson adalah contoh narator sekaligus asisten detektif yang sangat bagus. Watson sesungguhnya adalah orang yang membuat NAMA Holmes menjadi terkenal, tanpa Watson mungkin Holmes tidak akan se-JAYA sekarang.
Dari obrolan saya dengan Fandi, Watson itu memang tidak se-jenius Holmes, tapi dia memiliki keunggulan tersendiri, dia adalah orang yang sangat jago dalam narasi, dia bisa membuat PoV1 menjadi petualangan yang seru dan memorable.
Dia bisa menggunakan PoV1 nya untuk hal-hal yang rumit, yang harusnya dinarasikan dengan PoV3.
Kedua, Arthur Hastings.
Ini adalah asisten detektif paling terkenal di seluruh dunia setelah John Watson, Arthur adalah sahabat sekaligus asisten dan narator dari petualangan-petualangan detektif Hercule Poirot karya Agatha Christie.
Arthur adalah seorang tentara berpangkat Letnan di awal petualangan Poirot kasus Affair at Style, dan berpangkat kapten di akhir cerita Poirot yaitu The Curtain.
Kesamaannya dengan Watson mereka berdua adalah narator yang hebat, yang dengan PoV1 bisa membawa kisah Poirot menjadi karya yang legendaris, hanya saja, beda dengan Watson yang seorang dokter yang analitik, Arthur lebih ke seorang tentara yang puitis.
Amelia Sachs
Jujur saya lebih suka asisten detektif cewek daripada cowok, dan ini adalah favorit saya Miss Amelia Sachs, asisten dari detektif Lincoln Rhyme.
Jika Lincoln mengurusi masalah analisa TKP yang lebih banyak berkutat pada logika, maka Amelia melihat TKP dengan rasa emosional dan empati seorang wanita.
Dan secara visual pun Amelia juga karakter yang HOT, di novel dia dideskripsikan sebagai cewek yang memiliki tubuh tinggi dan proporsional, serta ciri khasnya rambutnya yang merah menyala.
Selain fisik keunggulan dari Amelia Sachs adalah keahliannya menggunakan pistol dan menenbak cepat, bahkan dia mampu melumpuhkan beberapa polisi bersenjata sekaligus dengan sekali gerak.
Naomi Misora
Saya suka nama karakter ini, Naomi Misora adalah asisten detektif bagi L. Lawliet, di novel Los Angeles BB Murder.
Naomi Misora adalah agen FBI (dan mantan anggota FBI di serial Death Note) namun dia bekerja dengan cara non-police procedural.
Memang ada beberapa kelemahan seperti cara kerja yang seperti detektif amatir, namun disitulah bagusnya dia melihat tempat kejadian perkara dari mata orang awam atau yang baru belajar cara-cara penyelidikan.
Tapi ada hal yang cool juga dari Misora yaitu keahlian beladirinya yang unik yaitu Capoera, yang menginspirasi L. juga untuk mempelajari hal tersebut.
. . .
Nb: sebenarnya masih banyak contoh asisten detektif hebat lainnya, tapi yang ada dibenak saya saat ini adalah beberapa nama di atas saja, mungkin di artikel yang lain akan saya bahas lebih lanjutnya.
Trailer Pedang Takdir
Ost. Sayap pelindungmu - The Overtunes
By Ftrohx
Terlihat dua katana berwarna perak saling menyilang dan menusuk di antara tetesan hujan yang jatuh perlahan. Gambar menyajikan dedaunan hijau, dan butiran air yang jatuh secara lambat hingga menyentuh aspal.
Tubuh seorang pemuda jatuh perlahan, dia melayang vertikal dengan kepala menuju ke bawah. Lalu gambar berganti, di bawah langit yang cerah, terlihat seorang pemuda berdiri dengan tangan kanannya menggenggam keras bahu kirinya yang berdarah, matanya memandang lurus ke kamera seolah berharap seseorang yang telah pergi datang kembali.
Saat kau jatuh, lukai hati
Dimanapun itu I'll find you
Berpindah kembali ke hujan, kamera menyorot ke bawah, terdapat genangan air, dan di sana berlutut seorang gadis cantik. Dia menundukkan kepala, ekspresi wajahnya terlihat seperti menangis. Kamera menyorot gagang pedang yang digenggamnya, yang tenggelam dalam genangan air hujan.
Gambar berpindah ke atap sekolah, ke langit cerah, ada seorang pemuda tampan yang berdiri di tepiannya. Dia tersenyum dengan tangan terbuka seperti merpati yang ingin terbang. Kamera menyorot lorong sekolah yang panjang dan gelap, si gadis cantik berdiri di sana sendirian. Kamera terus mendekatinya, terus mengamati wajahnya yang sendu. Di antara kegelapan, terlihat tangan seorang wanita, tangan itu terus naik, dia seolah berusaha untuk menggapai cahaya.
Saat kau lemah, dan tak berdaya
Lihat diriku, untukmu
Kemudian di sebuah pemakaman, mereka berkumpul, si gadis melihat dari jauh di ujung sana, sementara teman-teman yang lain berada di sisi makam, mereka menabur bunga, lalu di saat semua telah pergi si gadis baru mendekati makam itu.
Kamera menyorot dari atas, terlihat dua orang yang saling memunggungi, dan secara tiba-tiba salah satunya jatuh ambruk ke tanah. Terlihat seorang gadis tidur dengan menundukan kepala di atas meja kelasnya, kemudian kamera menyorot dari arah samping, terlihat tangannya yang menyilang, lalu dari bawah si gadis menangis seunggukan dengan tangannya yang mencengkram keras mejanya.
Kapanpun mimpi terasa jauh, oh ingatlah sesuatu
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si anakmuda tersenyum di ujung jalan di bawah sinar lampu jingga dan butiran hujan. Kamera menyorot tangan putih si gadis cantik, dia ingin menggapai sesuatu namun gambar itu pudar dan berganti menyorot tetesan hujan yang jatuh ke pot bunga. Potongan gambar berganti, memperlihatkan punggung si pemuda seolah ada bayangan dua sayap putih di sana. Dia berdiri di tepi gedung, menatap ke bawah seperti penerjun lompat indah. Kamera menyoroti gedung sekolahnya yang memajang, jendela-jendela kaca, dan lorong seperti sebuah SMA di Jepang.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa hilang
kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Kamera menyorot dari atas, si gadis cantik dan si pemuda saling berhadapan. Masing-masing menggenggam katana, hujan membasahi tubuh mereka dan jatuh dengan begitu lambat. Jarak mereka hanya satu kaki, dan mereka saling berhadapan dengan posisi katana siap menebas. Mereka pun bergerak ke depan dengan pedang yang beradu menyilang. Wajah sepasang kekasih ini begitu dekat seolah nafas mereka menyatuh, hanya dibatasi oleh pedang perak yang saling menyilang.
Saat kau takut, Ooo... dan tersesat
dimanapun itu I'll find you
Airmatamu takkan terjatuh, lihat diriku untukmu
Si gadis didesak oleh lawan yang jauh lebih besar darinya, lawannya menggunakan pedang ganda, dia bergerak seperti gerombolan serigala yang menerjang rusa, Pedang itu terus mengalir deras seperti tarian kipas, seperti melodi yang mengalun sangat cepat. Si gadis terus terdesak mundur dan lawannya terus menyerang dengan akrobatik. Si pemuda dan si gadis berada di atap, mereka mengenakan seragam sekolah, di bawah sinar matahari, mereka tertawa begitu bahagia seolah tidak pernah ada yang lebih bahagia daripada momen-momen itu.
Kapanpun mimpi terasa jauh
Oh ingatlah sesuatu, kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Terjadi sebuah pertarungan yang sangat cepat, si pemuda berhadapan dengan tiga orang lawan, mereka saling menyilangkan tebasan, si pemuda dengan cepat melewati mereka seperti seorang Ace dalam permainan basket. Kamera menyorot sebuah tangan yang memutar pedang searah dengan jarum jam. Di sebuah sore yang kelabu, terlihat sebuah rumah berlantai dua dengan gaya klasik Eropa. Si gadis sedang berdiri di tepat di depannya, melihat ke pintu yang terbuka, lalu secara tiba-tiba rumah itu runtuh, hancur seperti gedung yang dirobohkan dengan bom di pilar-pilarnya. Runtuhnya begitu perlahan dan dramatis. Seolah penonton bisa merasakan rasa sakit dari si gadis.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa hilang
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Huuuu... yeah Ooo...
Di sore yang cerah, terlihat punggung si pemuda, dia berjalan bersama dua orang temannya yang juga berseragam SMA. Kemudian dia berbalik badan, dia mengacungkan jempolnya, dan tersenyum seolah dia tersenyum pada seorang gadis yang dia puja di seluruh dunia. Gambar lalu berganti, memperlihatkan sebuah teh hangat yang dituangkan dari teko putih ke gelas bambu warna hjau. Kamera menyorot wajah si gadis yang tersenyum seolah dia berkata terima kasih pada pemuda yang menuangkannya teh, seolah momen itu sangat-sangat berharga, sebuah ingatan kebahagian sederhana yang tidak terlupakan.
Kamera berputar menyorot dari sisi kanan ke kiri, terlihat seorang gadis berrambut pirang bergelombang, dia mengenakan baju putih dibalut jaket hitam, dia duduk bersandar pada seekor harimau dengan sebuah katana yang tegak di bahunya. Di siang hari, kamera menyorot lorong sekolah, terlihat seorang pemuda berambut cepak dengan toya di bahunya, lalu menyorot seorang pemuda tampan berwajah bule yang sedang tersenyum, lalu menyorot pemuda berbadan tinggi dengan seragam basket, seolah mereka semua memberi salam pada seorang gadis cantik yang berjalan di sana.
Walau kau tak sanggup, kutakkan menyerah
Kuada untukmu, kapanpun mimpi terasa jauh
Oh ingatlah sesuatu, kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si pemuda melihat langit yang cerah, dia menunjuk ke awan, terlihat dia begitu antusias saat berbicara tentang langit, dan tentang mimpi-mimpinya pada gadis cantik di samping, Seolah mimpi-mimpinya dan kebahagian adalah tentang dia.
Terlihat sebuah ruangan putih yang luas, si pemuda sendirian dia bergerak dari satu sisi ke sisi lain, dia menebaskan keras pedangnya, tubuhnya meliuk-liuk, seolah menghadapi lawan yang tidak terlihat. Wajahnya basah oleh keringat, dan dahinya berkerut. Mukanya seperti orang yang sangat marah, dan ingin meledak, lalu saat dia menebaskan keras pedangnya pada udara, dia mengakhirnya dengan berlutut di lantai dan menangis.
Layar memperlihatkan bebatuan kecil yang ada di pinggir kolam, di sana terlihat tangan yang mengambil pedang yang patah. Gambar memperlihatkan si gadis dia berdiri di tepian gedung, di memasang posisi kuda-kuda untuk menyerang dengan katana tepat di genggaman tangannya, tubuhnya menutupi matahari, dan dari punggungnya seolah ada bayangan dari enam sayap terkembang.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa menghilang
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si pemuda dan si gadis saling menebaskan Katana-nya, dua pedang itu saling menyilang, mereka beradu, dan mereka melepaskan, mereka menylangkan pedang lagi dan lagi, mereka bertarung seperti dua penari ballet Angsa Hitam dan Angsa Putih. Dalam gerak lambat di pemuda melompat, dia mengambang di udara, dia tersenyum seolah dia bisa terbang untuk sekian detik, dan itulah yang membuatnya sangat bahagia lebih bahagia daripada Peterpan dan bubuk peri-nya.
Si pemuda berlutut di lantai, sebuah luka panjang menyilang merah di baju putihnya, wajahnya tertunduk seperti orang sudah kalah telak, lalu lawan yang ada di hadapannya, menepuk pelan bahunya dengan mata pedang, perlahan besi tajam itu mengarah ke lehernya, seolah besi itu berbicara ke penonton bahwa nyawa si protagonis sebentar lagi akan berakhir. Kemudian terlihat dari samping, si pemuda menegakkan kepala, dia menatap lawannya, dia menggenggam besi tajam itu. Lalu berteriak melawannya.
Terlihat seorang laki-laki keluar dari mobilnya, dia berjalan memasuki gerbang sekolah, terus berjalan memandangi gedungnya, kamera menyoroti tiap jendela, setiap sudutnya lorong-lorongnya, kemudian berbalik kedua orang lelaki yang berbincang akrab seolah telah puluhan tahun tidak bertemu. Mereka bernostalgia tentang masa-masa mudanya dahulu, mereka bercakap-cakap tentang keluarga dan apa yang mereka hadapi sekarang. Si lelaki berjalan keluar bersama sahabatnya, di depan parkiran mobil terlihat seorang wanita yang menggendong bayi dan dia tersenyum.
. . .
By Ftrohx
Terlihat dua katana berwarna perak saling menyilang dan menusuk di antara tetesan hujan yang jatuh perlahan. Gambar menyajikan dedaunan hijau, dan butiran air yang jatuh secara lambat hingga menyentuh aspal.
Tubuh seorang pemuda jatuh perlahan, dia melayang vertikal dengan kepala menuju ke bawah. Lalu gambar berganti, di bawah langit yang cerah, terlihat seorang pemuda berdiri dengan tangan kanannya menggenggam keras bahu kirinya yang berdarah, matanya memandang lurus ke kamera seolah berharap seseorang yang telah pergi datang kembali.
Saat kau jatuh, lukai hati
Dimanapun itu I'll find you
Berpindah kembali ke hujan, kamera menyorot ke bawah, terdapat genangan air, dan di sana berlutut seorang gadis cantik. Dia menundukkan kepala, ekspresi wajahnya terlihat seperti menangis. Kamera menyorot gagang pedang yang digenggamnya, yang tenggelam dalam genangan air hujan.
Gambar berpindah ke atap sekolah, ke langit cerah, ada seorang pemuda tampan yang berdiri di tepiannya. Dia tersenyum dengan tangan terbuka seperti merpati yang ingin terbang. Kamera menyorot lorong sekolah yang panjang dan gelap, si gadis cantik berdiri di sana sendirian. Kamera terus mendekatinya, terus mengamati wajahnya yang sendu. Di antara kegelapan, terlihat tangan seorang wanita, tangan itu terus naik, dia seolah berusaha untuk menggapai cahaya.
Saat kau lemah, dan tak berdaya
Lihat diriku, untukmu
Kemudian di sebuah pemakaman, mereka berkumpul, si gadis melihat dari jauh di ujung sana, sementara teman-teman yang lain berada di sisi makam, mereka menabur bunga, lalu di saat semua telah pergi si gadis baru mendekati makam itu.
Kamera menyorot dari atas, terlihat dua orang yang saling memunggungi, dan secara tiba-tiba salah satunya jatuh ambruk ke tanah. Terlihat seorang gadis tidur dengan menundukan kepala di atas meja kelasnya, kemudian kamera menyorot dari arah samping, terlihat tangannya yang menyilang, lalu dari bawah si gadis menangis seunggukan dengan tangannya yang mencengkram keras mejanya.
Kapanpun mimpi terasa jauh, oh ingatlah sesuatu
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si anakmuda tersenyum di ujung jalan di bawah sinar lampu jingga dan butiran hujan. Kamera menyorot tangan putih si gadis cantik, dia ingin menggapai sesuatu namun gambar itu pudar dan berganti menyorot tetesan hujan yang jatuh ke pot bunga. Potongan gambar berganti, memperlihatkan punggung si pemuda seolah ada bayangan dua sayap putih di sana. Dia berdiri di tepi gedung, menatap ke bawah seperti penerjun lompat indah. Kamera menyoroti gedung sekolahnya yang memajang, jendela-jendela kaca, dan lorong seperti sebuah SMA di Jepang.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa hilang
kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Kamera menyorot dari atas, si gadis cantik dan si pemuda saling berhadapan. Masing-masing menggenggam katana, hujan membasahi tubuh mereka dan jatuh dengan begitu lambat. Jarak mereka hanya satu kaki, dan mereka saling berhadapan dengan posisi katana siap menebas. Mereka pun bergerak ke depan dengan pedang yang beradu menyilang. Wajah sepasang kekasih ini begitu dekat seolah nafas mereka menyatuh, hanya dibatasi oleh pedang perak yang saling menyilang.
Saat kau takut, Ooo... dan tersesat
dimanapun itu I'll find you
Airmatamu takkan terjatuh, lihat diriku untukmu
Si gadis didesak oleh lawan yang jauh lebih besar darinya, lawannya menggunakan pedang ganda, dia bergerak seperti gerombolan serigala yang menerjang rusa, Pedang itu terus mengalir deras seperti tarian kipas, seperti melodi yang mengalun sangat cepat. Si gadis terus terdesak mundur dan lawannya terus menyerang dengan akrobatik. Si pemuda dan si gadis berada di atap, mereka mengenakan seragam sekolah, di bawah sinar matahari, mereka tertawa begitu bahagia seolah tidak pernah ada yang lebih bahagia daripada momen-momen itu.
Kapanpun mimpi terasa jauh
Oh ingatlah sesuatu, kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Terjadi sebuah pertarungan yang sangat cepat, si pemuda berhadapan dengan tiga orang lawan, mereka saling menyilangkan tebasan, si pemuda dengan cepat melewati mereka seperti seorang Ace dalam permainan basket. Kamera menyorot sebuah tangan yang memutar pedang searah dengan jarum jam. Di sebuah sore yang kelabu, terlihat sebuah rumah berlantai dua dengan gaya klasik Eropa. Si gadis sedang berdiri di tepat di depannya, melihat ke pintu yang terbuka, lalu secara tiba-tiba rumah itu runtuh, hancur seperti gedung yang dirobohkan dengan bom di pilar-pilarnya. Runtuhnya begitu perlahan dan dramatis. Seolah penonton bisa merasakan rasa sakit dari si gadis.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa hilang
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Huuuu... yeah Ooo...
Di sore yang cerah, terlihat punggung si pemuda, dia berjalan bersama dua orang temannya yang juga berseragam SMA. Kemudian dia berbalik badan, dia mengacungkan jempolnya, dan tersenyum seolah dia tersenyum pada seorang gadis yang dia puja di seluruh dunia. Gambar lalu berganti, memperlihatkan sebuah teh hangat yang dituangkan dari teko putih ke gelas bambu warna hjau. Kamera menyorot wajah si gadis yang tersenyum seolah dia berkata terima kasih pada pemuda yang menuangkannya teh, seolah momen itu sangat-sangat berharga, sebuah ingatan kebahagian sederhana yang tidak terlupakan.
Kamera berputar menyorot dari sisi kanan ke kiri, terlihat seorang gadis berrambut pirang bergelombang, dia mengenakan baju putih dibalut jaket hitam, dia duduk bersandar pada seekor harimau dengan sebuah katana yang tegak di bahunya. Di siang hari, kamera menyorot lorong sekolah, terlihat seorang pemuda berambut cepak dengan toya di bahunya, lalu menyorot seorang pemuda tampan berwajah bule yang sedang tersenyum, lalu menyorot pemuda berbadan tinggi dengan seragam basket, seolah mereka semua memberi salam pada seorang gadis cantik yang berjalan di sana.
Walau kau tak sanggup, kutakkan menyerah
Kuada untukmu, kapanpun mimpi terasa jauh
Oh ingatlah sesuatu, kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si pemuda melihat langit yang cerah, dia menunjuk ke awan, terlihat dia begitu antusias saat berbicara tentang langit, dan tentang mimpi-mimpinya pada gadis cantik di samping, Seolah mimpi-mimpinya dan kebahagian adalah tentang dia.
Terlihat sebuah ruangan putih yang luas, si pemuda sendirian dia bergerak dari satu sisi ke sisi lain, dia menebaskan keras pedangnya, tubuhnya meliuk-liuk, seolah menghadapi lawan yang tidak terlihat. Wajahnya basah oleh keringat, dan dahinya berkerut. Mukanya seperti orang yang sangat marah, dan ingin meledak, lalu saat dia menebaskan keras pedangnya pada udara, dia mengakhirnya dengan berlutut di lantai dan menangis.
Layar memperlihatkan bebatuan kecil yang ada di pinggir kolam, di sana terlihat tangan yang mengambil pedang yang patah. Gambar memperlihatkan si gadis dia berdiri di tepian gedung, di memasang posisi kuda-kuda untuk menyerang dengan katana tepat di genggaman tangannya, tubuhnya menutupi matahari, dan dari punggungnya seolah ada bayangan dari enam sayap terkembang.
Saat duniamu mulai pudar, dan kau merasa menghilang
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Kuakan selalu jadi sayap pelindungmu
Si pemuda dan si gadis saling menebaskan Katana-nya, dua pedang itu saling menyilang, mereka beradu, dan mereka melepaskan, mereka menylangkan pedang lagi dan lagi, mereka bertarung seperti dua penari ballet Angsa Hitam dan Angsa Putih. Dalam gerak lambat di pemuda melompat, dia mengambang di udara, dia tersenyum seolah dia bisa terbang untuk sekian detik, dan itulah yang membuatnya sangat bahagia lebih bahagia daripada Peterpan dan bubuk peri-nya.
Si pemuda berlutut di lantai, sebuah luka panjang menyilang merah di baju putihnya, wajahnya tertunduk seperti orang sudah kalah telak, lalu lawan yang ada di hadapannya, menepuk pelan bahunya dengan mata pedang, perlahan besi tajam itu mengarah ke lehernya, seolah besi itu berbicara ke penonton bahwa nyawa si protagonis sebentar lagi akan berakhir. Kemudian terlihat dari samping, si pemuda menegakkan kepala, dia menatap lawannya, dia menggenggam besi tajam itu. Lalu berteriak melawannya.
Terlihat seorang laki-laki keluar dari mobilnya, dia berjalan memasuki gerbang sekolah, terus berjalan memandangi gedungnya, kamera menyoroti tiap jendela, setiap sudutnya lorong-lorongnya, kemudian berbalik kedua orang lelaki yang berbincang akrab seolah telah puluhan tahun tidak bertemu. Mereka bernostalgia tentang masa-masa mudanya dahulu, mereka bercakap-cakap tentang keluarga dan apa yang mereka hadapi sekarang. Si lelaki berjalan keluar bersama sahabatnya, di depan parkiran mobil terlihat seorang wanita yang menggendong bayi dan dia tersenyum.
. . .
Thursday, February 5, 2015
Atlantis dan utopia kota modern
By Ftrohx
"And he explained to me that if I would select any state or country and touch the corresponding button the news of the day, from that state or country, would appear in the MIRROR." - Caesar's Column 1890
Satu nama besar dalam dunia fiksi fantasi, selain tuan H G Wells dan J R R Tolkien, adalah Ignatius Donnelly. Dia merupakan seorang politisi sekaligus penulis hebat pada zamannya, dan melampaui zamannya melalui tulisan. Belakangan ini saya membaca dua bukunya, Atlantis: The Antediluvian World (1882) dan Caesar's Column (1890)
The Antediluvian World adalah buku non-fiksi yang dibuat Donnelly mengenai hipotesa-nya tentang Atlantis, sedangkan Caesar's Colum adalah buku tentang dunia modern, masa depan versi fantasi dari Donnelly. Keduanya saling berkaitan karena bukan hanya membawa unsur fantasi tapi juga mengenai sebuah pulau, sebuah dunia yang ideal versi penulisnya.
Bagi kita yang biasa menulis fiksi, kadang tersirat di benak kita tentang dunia modern, dunia yang super canggih dengan teknologi, dan manusia bisa tinggal dengan nyaman dan mewah di dalamnya. Itupula yang dilakukan oleh sang penulis. Atlantis adalah dunia modern yang ada jauh di peradaban masa lalu manusia, sedangkan Caesar's Colum ada dunia versi futuristik yang mewah di masa depan.
Ok, pertama saya mulai dari Atlantis (1882)
Bisa dibilang ini adalah pelopor dari semua buku tentang Atlantis yang beredar sekarang, termasuk Negara Kelima-nya Om Es Ito. Bagi teman-teman yang sudah banyak membaca buku tentang Atlantis atau buku Negara Kelima, pasti bisa menebak apa isinya.
Atlantis di buka dengan hipotesa-hipotesa Donnelly, terutama bahwa Atlantis itu adalah sejarah nyata umat manusia dan Atlantis itu pernah berada di lautan Atlantik. Memang tidak seperti hipotesa-hipotesa modern bahwa Atlantis justru berada di tempat-tempat lain, namun di sini yang luar biasa adalah risetnya. Donnelly benar-benar detail dalam melakukan riset, termasuk di dalamnya banyak kutipan dari buku-buku sejarah dan kitab-kitab suci.
Dia menelusuri keterkaitan antara mitos yang satu dengan mitos yang lain.
Dia membuat teori bahwa para Dewa yang selama ini dipuja oleh manusia di berbagai peradaban sebenarnya adalah raja-raja Atlantis. Dia membuat persamaan antara Dewa-dewa Yunani, dengan Dewa-dewa Norr, dan Dewa-dewa India serta peradaban Amerika kuno. Sangat menarik karena dia mempertanyakan kenapa para Dewa utama itu berjumlah 12, kenapa banyak Dewa dengan fungsi yang sama namun dengan nama yang berbeda, kenapa para Dewa punya sistem seperti kerajaan manusia, dan seterusnya dan seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu kalau disandingkan dengan fakta-fakta memang sang menohok para pembaca terutama saya. Buku ini jauh lebih detail bicara tentang para Dewa dan keterkaitan mereka dengan kerajaan Atlantis daripada Negara Kelima-nya Om Es Ito. Namun dibalik epic-nya Atlantis: Antediluvian World ini terdapat juga beberapa, terutama yang paling mencolok mengenai lokasi keberadaan Atlantis. Iya, karena buku ini dibuat tahun 1880an, belum banyak penjelajahan, belum banyak penelitian geografi bumi, sehingga meski secara hipotesa buku ini sangat kuat namun tidak secara science-nya.
. . .
Seperti halnya para pengarang legendaris, Donnelly juga memiliki mimpi akan negeri yang sempurna. Sebuah tempat dimana manusia bisa tinggal layaknya Dewa dan kaum abadi. Karena itu dia juga menulis tentang apa yang terjadi di masa depan, utopia/dystopia yaitu Caesar’s Column.
Novel ini bercerita tentang seorang pedagang woll dari negeri Zion Uganda, yang pergi untuk urusan bisnis ke New York City tahun 1980. Artinya 90 tahun ke masa depan versi Donnelly (karena novel ini diterbitkan tahun 1890.) Saya suka penulis-penulis klasik yang melampaui zaman-nya seperti ini.
Membukanya kita bertanya-tanya. “Seperti apa tahun 80an versi orang abad ke 19an?”
Langsung di bab awal dia mendefiniskannya, melalui sebuah kota ajaib yaitu New York City, Kota dengan teknologi alien, di mana penuh dengan cahaya dan setiap gedung-gedung bak istana mewah yang ada di film science fiction.
Kota penuh cahaya dengan energi listrik yang bukan berasal dari dinamo ataupun pembangkit listrik tenaga uap, melainkan dari energi langit sendiri yaitu Aurora. Mereka punya teknologi yang mengubah Aurora Borealis menjadi tenaga listrik. Pemikirannya GOKIL padahal itu tahun 1890an loh, jauh sebelum perang dunia pertama.
Berlanjut tentang detailnya, semua kendaraan yang ada di Caesar’s Colum bebas dari bahan bakar minyak, mereka menggunakan sumber energi ramah lingkungan dari kekuatan Aurora di langit. Dan yang tak kalah menakjubkan dideskripsikan oleh naratornya adalah kereta listrik super cepat dengan jalur yang terbuat dari kaca transparan. Iya, pokoknya semua imajinasi kota indah yang ada di film Hollywood modern sudah ada di benak Ignatius Donnelly seratus tahun yang lalu.
Namun cerita yang paling BANGSAT dari Ignatius Donnelly adalah saat karakter utamanya mencari makan siang di sebuah restoran di New York.
Saat dia duduk di meja makan, tiba-tiba dari bawah meja keluar cermin yang besar, kemudian bayangan di cermin itu berubah menjadi bayangan dari makan-makanan yang ditawarkan oleh pelayannya. Si pelayan restoran menjelaskan, gambar makanan yang ditunjuk di cermin itu akan langsung di masakan oleh koki yang berada di dapur. Donnelly menyebutnya dengan kata MIRROR, karena saat itu kata MONITOR belum ada dalam peradaban manusia. Sintingnya, orang ini sudah punya khayalan jauh tentang TABLET PC padahal dia berada di tahun 1890an.
Sambil menunggu makan di sajikan si tokoh bertanya, "Di mana saya bisa membaca koran?"
Si pelayan lalu menjawab. "Anda bisa membaca berita dari cermin ini," Lalu si pelayan menunjukan caranya. "Ada ingin berita apa, dari negara apa, anda tinggal menekan tombol di layar saja," BANGSAT bukan.
Donnelly sudah punya internet dan tablet PC di tahun 1890an. Memang, bukan hanya Donnelly yang berkhayal tentang internet sebelum perang dunia satu, H G Wells juga, hanya saja dia mempublkasikan karya fiksi tentang internetnya agak telat di tahun 1930an yang berarti tetap lebih SAKTI Donnelly dalam melihat masa depan secara detail.
Namun dari semua kehebatannya dalam meramal masa depan. Ada kelemahan atau tepatnya sebuah diskriminasi, karena dengan sangat-sangat mengecewakan, teknologi yang dimiliki oleh para New Yorker ini sangatlah eksklusif. Si protagonis tidak pernah memiliki teknologi ini di negaranya yaitu Uganda, bahkan mereka nggak tahu ada teknologi seperti ini di dunia.
Kota New York seolah adalah negeri di dimensi lain, Negeri Langit yang tak tersentuh tangan kotor manusia. Orang-orang New York bisa melihat seluruh dunia, seluruh informasi yang ada di dunia berada di genggaman mereka, namun orang-orang di seluruh dunia (mayoritas) nggak tahu seberapa megah dan canggihnya kota New York. Tapi bisa dibilang ini adalah hasrat terdalam manusia untuk menjadi eksklusif, untuk memiliki apa yang orang lain tidak miliki, untuk menjadi mewah dan berharga.
Iya, membaca bab-bab awal ini, bisa dikonklusikan bahwa Caesar’s Colum adalah khayalan Atlantis versi modern-nya tuan Donnelly.
. . .
Terakhir, saya menulis ini juga karena bentar lagi saya mau nonton Jupiter Ascending.
Di trailer youtube-nya, mereka bilang bahwa manusia sebenarnya bukan berasal dari bumi, ada bangsa manusia lain di galaksi lain, di alam semesta lain. Banyak penulis yang juga punya gagasan seperti ini, bahwa Atlantis sebenarnya adalah koloni manusia dari luar angkasa yang migrasi ke bumi. Tapi saat ini saya nggak ingin memikirkan teori-teori yang panjang itu.
Yang ingin saya lihat adalah arsitekturnya dan kemegahannya. Mereka mevisualisasikan sebuah keindahan yang tidak pernah kita lihat di dunia nyata, menjadi ada.
Sama seperti Star Trek, Star Wars, Hunger Games, Lord of The Ring, Tron Legacy dan sebagainya. Trailer fiksi ini menyajikan gambar sebuah kota yang indah, modern yang nyaris sempurna secara arsitektur.Sebuah kota yang membuat kita berkhayal dan berteriak. "RASAnya gw mesti tinggal di sana," atau ketika melihat interior dalam ruangannya kita berujar. "GW MESTI punya kamar seperti itu,"
Meski hanya fiksi, hanya sebuah tulisan tapi tiap kali gw membuka Atlantis dan Caesar Collumns gw punya khayalan yang sama tentang kota-kota megah di film Hollywood itu. Mungkin memang itulah yang dicari oleh manusia, selalu berkhayal berada di sana, di sebuah kota yang sempurna.
. . .
ilustrasi dari trailer Star Trek Into Darkness
"And he explained to me that if I would select any state or country and touch the corresponding button the news of the day, from that state or country, would appear in the MIRROR." - Caesar's Column 1890
Satu nama besar dalam dunia fiksi fantasi, selain tuan H G Wells dan J R R Tolkien, adalah Ignatius Donnelly. Dia merupakan seorang politisi sekaligus penulis hebat pada zamannya, dan melampaui zamannya melalui tulisan. Belakangan ini saya membaca dua bukunya, Atlantis: The Antediluvian World (1882) dan Caesar's Column (1890)
The Antediluvian World adalah buku non-fiksi yang dibuat Donnelly mengenai hipotesa-nya tentang Atlantis, sedangkan Caesar's Colum adalah buku tentang dunia modern, masa depan versi fantasi dari Donnelly. Keduanya saling berkaitan karena bukan hanya membawa unsur fantasi tapi juga mengenai sebuah pulau, sebuah dunia yang ideal versi penulisnya.
Bagi kita yang biasa menulis fiksi, kadang tersirat di benak kita tentang dunia modern, dunia yang super canggih dengan teknologi, dan manusia bisa tinggal dengan nyaman dan mewah di dalamnya. Itupula yang dilakukan oleh sang penulis. Atlantis adalah dunia modern yang ada jauh di peradaban masa lalu manusia, sedangkan Caesar's Colum ada dunia versi futuristik yang mewah di masa depan.
Ok, pertama saya mulai dari Atlantis (1882)
Bisa dibilang ini adalah pelopor dari semua buku tentang Atlantis yang beredar sekarang, termasuk Negara Kelima-nya Om Es Ito. Bagi teman-teman yang sudah banyak membaca buku tentang Atlantis atau buku Negara Kelima, pasti bisa menebak apa isinya.
Atlantis di buka dengan hipotesa-hipotesa Donnelly, terutama bahwa Atlantis itu adalah sejarah nyata umat manusia dan Atlantis itu pernah berada di lautan Atlantik. Memang tidak seperti hipotesa-hipotesa modern bahwa Atlantis justru berada di tempat-tempat lain, namun di sini yang luar biasa adalah risetnya. Donnelly benar-benar detail dalam melakukan riset, termasuk di dalamnya banyak kutipan dari buku-buku sejarah dan kitab-kitab suci.
Dia menelusuri keterkaitan antara mitos yang satu dengan mitos yang lain.
Dia membuat teori bahwa para Dewa yang selama ini dipuja oleh manusia di berbagai peradaban sebenarnya adalah raja-raja Atlantis. Dia membuat persamaan antara Dewa-dewa Yunani, dengan Dewa-dewa Norr, dan Dewa-dewa India serta peradaban Amerika kuno. Sangat menarik karena dia mempertanyakan kenapa para Dewa utama itu berjumlah 12, kenapa banyak Dewa dengan fungsi yang sama namun dengan nama yang berbeda, kenapa para Dewa punya sistem seperti kerajaan manusia, dan seterusnya dan seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu kalau disandingkan dengan fakta-fakta memang sang menohok para pembaca terutama saya. Buku ini jauh lebih detail bicara tentang para Dewa dan keterkaitan mereka dengan kerajaan Atlantis daripada Negara Kelima-nya Om Es Ito. Namun dibalik epic-nya Atlantis: Antediluvian World ini terdapat juga beberapa, terutama yang paling mencolok mengenai lokasi keberadaan Atlantis. Iya, karena buku ini dibuat tahun 1880an, belum banyak penjelajahan, belum banyak penelitian geografi bumi, sehingga meski secara hipotesa buku ini sangat kuat namun tidak secara science-nya.
. . .
Seperti halnya para pengarang legendaris, Donnelly juga memiliki mimpi akan negeri yang sempurna. Sebuah tempat dimana manusia bisa tinggal layaknya Dewa dan kaum abadi. Karena itu dia juga menulis tentang apa yang terjadi di masa depan, utopia/dystopia yaitu Caesar’s Column.
Novel ini bercerita tentang seorang pedagang woll dari negeri Zion Uganda, yang pergi untuk urusan bisnis ke New York City tahun 1980. Artinya 90 tahun ke masa depan versi Donnelly (karena novel ini diterbitkan tahun 1890.) Saya suka penulis-penulis klasik yang melampaui zaman-nya seperti ini.
Membukanya kita bertanya-tanya. “Seperti apa tahun 80an versi orang abad ke 19an?”
Langsung di bab awal dia mendefiniskannya, melalui sebuah kota ajaib yaitu New York City, Kota dengan teknologi alien, di mana penuh dengan cahaya dan setiap gedung-gedung bak istana mewah yang ada di film science fiction.
Kota penuh cahaya dengan energi listrik yang bukan berasal dari dinamo ataupun pembangkit listrik tenaga uap, melainkan dari energi langit sendiri yaitu Aurora. Mereka punya teknologi yang mengubah Aurora Borealis menjadi tenaga listrik. Pemikirannya GOKIL padahal itu tahun 1890an loh, jauh sebelum perang dunia pertama.
Berlanjut tentang detailnya, semua kendaraan yang ada di Caesar’s Colum bebas dari bahan bakar minyak, mereka menggunakan sumber energi ramah lingkungan dari kekuatan Aurora di langit. Dan yang tak kalah menakjubkan dideskripsikan oleh naratornya adalah kereta listrik super cepat dengan jalur yang terbuat dari kaca transparan. Iya, pokoknya semua imajinasi kota indah yang ada di film Hollywood modern sudah ada di benak Ignatius Donnelly seratus tahun yang lalu.
Namun cerita yang paling BANGSAT dari Ignatius Donnelly adalah saat karakter utamanya mencari makan siang di sebuah restoran di New York.
Saat dia duduk di meja makan, tiba-tiba dari bawah meja keluar cermin yang besar, kemudian bayangan di cermin itu berubah menjadi bayangan dari makan-makanan yang ditawarkan oleh pelayannya. Si pelayan restoran menjelaskan, gambar makanan yang ditunjuk di cermin itu akan langsung di masakan oleh koki yang berada di dapur. Donnelly menyebutnya dengan kata MIRROR, karena saat itu kata MONITOR belum ada dalam peradaban manusia. Sintingnya, orang ini sudah punya khayalan jauh tentang TABLET PC padahal dia berada di tahun 1890an.
Sambil menunggu makan di sajikan si tokoh bertanya, "Di mana saya bisa membaca koran?"
Si pelayan lalu menjawab. "Anda bisa membaca berita dari cermin ini," Lalu si pelayan menunjukan caranya. "Ada ingin berita apa, dari negara apa, anda tinggal menekan tombol di layar saja," BANGSAT bukan.
Donnelly sudah punya internet dan tablet PC di tahun 1890an. Memang, bukan hanya Donnelly yang berkhayal tentang internet sebelum perang dunia satu, H G Wells juga, hanya saja dia mempublkasikan karya fiksi tentang internetnya agak telat di tahun 1930an yang berarti tetap lebih SAKTI Donnelly dalam melihat masa depan secara detail.
Namun dari semua kehebatannya dalam meramal masa depan. Ada kelemahan atau tepatnya sebuah diskriminasi, karena dengan sangat-sangat mengecewakan, teknologi yang dimiliki oleh para New Yorker ini sangatlah eksklusif. Si protagonis tidak pernah memiliki teknologi ini di negaranya yaitu Uganda, bahkan mereka nggak tahu ada teknologi seperti ini di dunia.
Kota New York seolah adalah negeri di dimensi lain, Negeri Langit yang tak tersentuh tangan kotor manusia. Orang-orang New York bisa melihat seluruh dunia, seluruh informasi yang ada di dunia berada di genggaman mereka, namun orang-orang di seluruh dunia (mayoritas) nggak tahu seberapa megah dan canggihnya kota New York. Tapi bisa dibilang ini adalah hasrat terdalam manusia untuk menjadi eksklusif, untuk memiliki apa yang orang lain tidak miliki, untuk menjadi mewah dan berharga.
Iya, membaca bab-bab awal ini, bisa dikonklusikan bahwa Caesar’s Colum adalah khayalan Atlantis versi modern-nya tuan Donnelly.
. . .
Terakhir, saya menulis ini juga karena bentar lagi saya mau nonton Jupiter Ascending.
Di trailer youtube-nya, mereka bilang bahwa manusia sebenarnya bukan berasal dari bumi, ada bangsa manusia lain di galaksi lain, di alam semesta lain. Banyak penulis yang juga punya gagasan seperti ini, bahwa Atlantis sebenarnya adalah koloni manusia dari luar angkasa yang migrasi ke bumi. Tapi saat ini saya nggak ingin memikirkan teori-teori yang panjang itu.
Yang ingin saya lihat adalah arsitekturnya dan kemegahannya. Mereka mevisualisasikan sebuah keindahan yang tidak pernah kita lihat di dunia nyata, menjadi ada.
Sama seperti Star Trek, Star Wars, Hunger Games, Lord of The Ring, Tron Legacy dan sebagainya. Trailer fiksi ini menyajikan gambar sebuah kota yang indah, modern yang nyaris sempurna secara arsitektur.Sebuah kota yang membuat kita berkhayal dan berteriak. "RASAnya gw mesti tinggal di sana," atau ketika melihat interior dalam ruangannya kita berujar. "GW MESTI punya kamar seperti itu,"
Meski hanya fiksi, hanya sebuah tulisan tapi tiap kali gw membuka Atlantis dan Caesar Collumns gw punya khayalan yang sama tentang kota-kota megah di film Hollywood itu. Mungkin memang itulah yang dicari oleh manusia, selalu berkhayal berada di sana, di sebuah kota yang sempurna.
. . .
ilustrasi dari trailer Star Trek Into Darkness
Wednesday, February 4, 2015
Cerita Gadis Labirin
By Ftrohx
Ruangan itu putih bersih, dengan sedikit perabotan yang membuatnya menjadi terlihat luas. Terdapat jendela kaca besar di sana yang memberi pemandangan taman hijau di samping.
Aroma teh Earl Grey yang disajikan tuan rumah memenuhi seluruh ruangan.
Sembari meminum teh, si gadis mencoba untuk duduk se-relaks mungkin sebelum menceritakan masalah hidupnya.
"Mimpi buruk lagi?" tanya si psikiater wanita.
"Iya," jawab si gadis sambil menganggukkan kepala.
Si psikiater terlihat cool dengan cangkir teh ditanganya. "Sama seperti kemarin?"
"TIdak, kali ini berbeda,"
"Apa yang paling kamu ingat dalam mimpi itu?"
Si gadis meletakkan cangkirnya, tangannya berganti meremas lutut. "Aku ingat semuanya,"
Psikiater ikut meletakkan cangkirnya. Dia menyilangkan kaki, dan tangannya naik ke dagu, matanya memandang dengan benar-benar intens, seolah dia melakukan analisa pasien sebelum pasien menunjukkan reaksi. "Iya, coba kamu ceritakan,"
Bibir si gadis bergetar namun dia berusaha untuk bicara dan melawan ketakutannya.
“Aku berada di lorong yang gelap, lorong itu seperti di apartemenku, hanya saja jauh lebih panjang, dengan nyaris semua lampunya padam. Aku tidak bisa melihat pintu di sana, tak ada apa-apa seolah semuanya hanyalah dinding tanpa jalan keluar. Udaranya pun lembab dan sesak seolah aku berada di sumur yang dalam. Aku tidak mendengar satu pun suara, aku tidak merasakan ada manusia di dekatku, dan sama-sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan,”
Bulu kuduk si gadis merinding, dia merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. “Aku benar-benar sendirian di sana.“
Psikiater terus menyorot matanya.
“Aku berjalan jauh, aku kedinginan, gemetaran dan ketakutan. Aku putusasa aku tidak menemukan jalan keluar dari tempat tersebut. Dalam perjalanan aku merasakan tanganku menggenggam sesuatu. Aku mengangkatnya dan melihatnya, itu adalah pisau dapur. Pisau dapur yang berkilau, tajam, dan sangat besar seperti golok yang biasa dipakai untuk membelah kelapa. Aku berjalan jauh, kemudian aku menemukan dua belokan, ke kiri dan ke kanan.”
Si gadis di kursi terapi tiba-tiba terdiam, seolah dia menahan diri untuk tidak bercerita.
"Lalu kamu mengambil yang mana?" wanita psikiater mengambil inisiatif.
"Aku mengambil kiri,"
"Lalu apa yang kamu temui?"
"Aku menemukan lorong yang sama, lalu aku menemukan pertigaan yang sama seperti sebelumnya, aku berjalan jauh kemudian aku bertemu lagi dengan pertigaan yang sama, berjam-jam seolah aku melewati satu tempat yang sama, tidak ada jalan keluar, tidak ada harapan. Sampai aku mendengar suara orang yang menertawaiku,”
“Tawa itu semakin dekat, dan aku merasa itu bukan tawa seorang manusia, dan memang itu bukan tawa manusia. Aku melihat mata yang menyala di kegelapan, aku senyum menyeringai dan taring yang tajam. Aku melihat kulitnya yang hitam dan berbulu, aku moncongnya, makhluk itu besar seperti serigala.Dia mendekatiku dan terus tertawa cekikan, Seolah dia bisa membaca pikiranku yang tidak berdaya, seolah dia tahu bahwa aku begitu ketakutan, dia terus tertawa dan aku tahu dari matanya dia sangat ingin memakanku.”
Si gadis di kursi terapi kembali terdiam.
"Lalu apa yang terjadi?" tanya wanita psikiater.
Si gadis cantik mengusap airmatanya.
“Aku berlari menghindarinya, aku terus berlari, aku tidak ingin menoleh ke belakang,” nafas si gadis terengah seolah dia berada di sana berlari. “Makhluk dengan tawa mengerikannya itu terus mengejarku, namun tidak begitu dekat, dia terus tertawa dan membiarkanku berlari hingga kelelahan. Melewati lorong demi lorong, belokan demi belokan, aku benar-benar kelelahan, dan aku terjatuh. Saat itulah makhluk buas itu menerkamku, rahangnya yang besar itu nyaris merobek memenggal leherku.Tapi baru sebuah goresan taringnya menyentuhku, tiba-tiba dia berhenti, dia mengejang, dan jatuh di sampingku.
“Apa yang terjadi?”
“Aku membunuhnya,” si gadis kembali menumpahkan airmatanya, disenggukan dan kedua tangan menjambak rambutnya sendiri. “Tanpa sadar tanganku sudah bersimbah darahnya, tanpa sadar aku telah merobek tubuhnya dengan pisau yang kugenggam. Darah itu tumpah begitu banyak hingga menggenangi lantai. Aku berdiri dan darah itu menempel pada telapak kakiku.”
“Aku berjalan dengan lulai, menjauh dari jasad tersebut, tanganku masih menggenggam pisau itu, ingin rasanya aku lepaskan tapi aku takut ada bahaya lain yang mengancamku. Dan benar saja, belum lama berjalan aku mendengar suara tawa itu lagi, kali ini tawanya menggema di lorong seolah ada lebih dari satu makhluk tersebut, Tawa cekikikan itu semakin keras terdengar, aku menangis dan bersandar di tembok, aku memejamkan mata, dan menutup telinga. Namun suara itu semakin dekat dan terus menerorku. Kubuka mata, dan aku melihat mata bercahaya hijau itu menatapku kali ini mata itu ada dua pasang, dan benar seperti firasatku mereka dengan jauh lebih buruk. Kali ini tidak seperti sebelumnya, tanpa basa basi mereka langsung menyerangku, dan entah bagaimana tubuhku bergerak sendiri, dia bergerak dengan insting untuk bertahan hidup,”
Tangan si psikiater kembali mengangkat dagunya. “Kamu membantai mereka?”
“Iya,” si gadis tertawa kering. “Tanganku menari, menusuk, dan membacok wajah makhluk-makhluk itu, aku benci dan takut melihat matanya, karena aku menebas matanya. Aku menjerit sendirian, aku terengah-engah, dan mereka tergeletak di sana. Mereka tidak bergerak ataupun tertawa lagi, lalu aku terjatuh di lutut dan kehabisan nafas. Mataku terus mengalirkan airnya, hingga membasahi seluruh wajahku. Seolah tubuhku ingin membersihkan diri darah para monster ini. Kemudian aku sadar bahwa akulah yang menjadi monster untuk mereka, akulah yang menghabisi mereka. Mimpi itu benar-benar buruk seolah tiada harapan akan sebuah jalan keluar. Aku bahkan berpikir untuk menusukan pisau itu ke leherku sendiri.
Psikiater memahami arah imajinasi si gadis, dia tahu tipikal mimpi seperti ini mimpi yang cinematic ."Tapi mimpi kamu belum berakhir,"
"Iya, mimpi itu belum berakhir," kembali terdengar tawa keringnya. “Setelah aku bangkit dan berdiri, tak lama mereka muncul lagi, kali ini jumlahnya lebih banyak, mungkin makhluk seperti itu. Mereka tidak tertawa seperti makhluk-makhluk sebelumnya, kali ini mereka langsung mengeram dan mencabik, mereka terlihat sangat marah, mungkin yang kubunuh sebelumnya ada saudara-saudara mereka. Aku mencoba untuk mempertahankan hidupku, namun jumlah mereka terlalu banyak, tusukan dan tebasanku hanya sedikit mengenai mereka. Pada akhir aku terjatuh ke belakang dan pasrah, monster-monster itu mengoyak tubuhku, tangan, kaki, leher, bahkan wajahkupun mereka makan,”
“Kamu terbangun?” tanya psikiater.
Si gadis menggeleng. “Tidak, bukan itu yang terjadi, justru aku aku mendengar suara seperti ledakan petasan, aku mendengarnya berkali-kali, dan cahaya berkelap-kelip di sana. Aku melihat tangan yang menarik tubuhku lalu semuanya kembali gelap. Aku terbangun di sebuah meja, tubuhku di selimut kain putih, aku menyibak kain itu dan turun dari meja. Melihat sekeliling, tempat itu seperti bangsal rumah sakit, ada meja-meja yang sama seperti yang kududuki, dan ada selimut putih yang menyelimuti mereka. Aku bertanya-tanya sendiri apakah aku sudah mati, dan apakah mereka adalah orang-orang mati. Aku melihat tangan dan kakiku, semuanya utuh, tidak ada bekas gigitan ataupun darah, begitupula dengan baju yang kukenakan. Baju itu tetap bersih.”
“Entah bagaimana tubuhku bergerak sendiri, aku turun dan mendekati meja lain di sebelahku, aku menyibab selimut itu, dan di sana ada sosok mayat lelaki yang telanjang, ada luka mengangga di dada dan lehernya. Wajahnya sangat pucat. Lalu secara tiba-tiba matanya membelalak, dan dia menatapku dengan wajah yang marah, seolah akulah yang membuat lubang besar di dadanya. Dia pun bangun dari meja tersebut, dan yang lainpun juga ikut bangun. Mereka semua berwajah pucat dan menyeramkan, mereka semua seolah sangat marah padaku yang mengganggu tidur abadi mereka.”
Si gadis kecil menundukan kepala, dia menangis, dan dia masih merasakan trauma itu, seolah mimpi itu benar-benar nyata.
Psikater wanita pun memberinya tisu. "Lalu,"
"Aku terpojok, aku mengedor-gedor pintu untuk keluar, aku berteriak menjerit, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku hanya menggedor-gedor dan terus menggedor-gedor pintu besi itu. Namun tak ada jawaban, tak ada yang menyelamatkanku kali ini, dan tangan-tangan mayat itu menggapai tubuhku. Aku menutup mata aku pasrah, kemudian aku mendengar suara, "jangan takut," Lalu kita mata kubuka, mereka sudah menghilang, mereka kembali mejanya masing-masing dan ditutup oleh selimut. Namun di hadapanku berdiri seorang bocah laki-laki, dia mengenakan kaos putih lengan panjang dengan jeans biru dan tanpa sepatu. dia berdiri di sana dan berkata. 'Semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja,'dia mendekapku dan aku mendekap dia, aku menangis dipelukannya lalu aku terbangun.”
Si Psikiater wanita menghadapi kasus yang baru yang tidak pernah dia hadapi sebelumnya, biasanya seseorang akan terbangun ketika berhadapan dengan mimpi buruk, dia terbangun dari mimpi ketika dia mati dalam mimpi, Tapi ini berbeda, seolah pasien bisa mengatur mimpinya sendiri, seolah dia membuat pertunjukan cinema-nya sendiri dengan kisah horor namun diakhir dengan happy ending.
Yang pasti pikiran gadis ini jauh lebih kacau daripada pasien sebelumnya yang tak bisa membedakan antara dunia mimpi dan dunia nyata. "Saya rasa kamu hanya butuh istirahat Virli,"
Si gadis itu mengangguk.
"Coba kamu ambil cuti dari pekerjaan kamu 1 atau 2 bulan, pekerjaan forensik memang membutuhkan mental yang kuat dan saya tahu kamu mencoba untuk kuat. Tapi, kamu hanya manusia biasa yang punya batasan, dan saya rasa kamu sudah mencapai titik batas itu."
Si gadis mencoba tersenyum. "Iya, anda benar, saya akan mengambil cuti besok,"
. . .
Ilustrasi dari trailer Hannibal the series
Ruangan itu putih bersih, dengan sedikit perabotan yang membuatnya menjadi terlihat luas. Terdapat jendela kaca besar di sana yang memberi pemandangan taman hijau di samping.
Aroma teh Earl Grey yang disajikan tuan rumah memenuhi seluruh ruangan.
Sembari meminum teh, si gadis mencoba untuk duduk se-relaks mungkin sebelum menceritakan masalah hidupnya.
"Mimpi buruk lagi?" tanya si psikiater wanita.
"Iya," jawab si gadis sambil menganggukkan kepala.
Si psikiater terlihat cool dengan cangkir teh ditanganya. "Sama seperti kemarin?"
"TIdak, kali ini berbeda,"
"Apa yang paling kamu ingat dalam mimpi itu?"
Si gadis meletakkan cangkirnya, tangannya berganti meremas lutut. "Aku ingat semuanya,"
Psikiater ikut meletakkan cangkirnya. Dia menyilangkan kaki, dan tangannya naik ke dagu, matanya memandang dengan benar-benar intens, seolah dia melakukan analisa pasien sebelum pasien menunjukkan reaksi. "Iya, coba kamu ceritakan,"
Bibir si gadis bergetar namun dia berusaha untuk bicara dan melawan ketakutannya.
“Aku berada di lorong yang gelap, lorong itu seperti di apartemenku, hanya saja jauh lebih panjang, dengan nyaris semua lampunya padam. Aku tidak bisa melihat pintu di sana, tak ada apa-apa seolah semuanya hanyalah dinding tanpa jalan keluar. Udaranya pun lembab dan sesak seolah aku berada di sumur yang dalam. Aku tidak mendengar satu pun suara, aku tidak merasakan ada manusia di dekatku, dan sama-sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan,”
Bulu kuduk si gadis merinding, dia merasakan keringat dingin mengalir di dahinya. “Aku benar-benar sendirian di sana.“
Psikiater terus menyorot matanya.
“Aku berjalan jauh, aku kedinginan, gemetaran dan ketakutan. Aku putusasa aku tidak menemukan jalan keluar dari tempat tersebut. Dalam perjalanan aku merasakan tanganku menggenggam sesuatu. Aku mengangkatnya dan melihatnya, itu adalah pisau dapur. Pisau dapur yang berkilau, tajam, dan sangat besar seperti golok yang biasa dipakai untuk membelah kelapa. Aku berjalan jauh, kemudian aku menemukan dua belokan, ke kiri dan ke kanan.”
Si gadis di kursi terapi tiba-tiba terdiam, seolah dia menahan diri untuk tidak bercerita.
"Lalu kamu mengambil yang mana?" wanita psikiater mengambil inisiatif.
"Aku mengambil kiri,"
"Lalu apa yang kamu temui?"
"Aku menemukan lorong yang sama, lalu aku menemukan pertigaan yang sama seperti sebelumnya, aku berjalan jauh kemudian aku bertemu lagi dengan pertigaan yang sama, berjam-jam seolah aku melewati satu tempat yang sama, tidak ada jalan keluar, tidak ada harapan. Sampai aku mendengar suara orang yang menertawaiku,”
“Tawa itu semakin dekat, dan aku merasa itu bukan tawa seorang manusia, dan memang itu bukan tawa manusia. Aku melihat mata yang menyala di kegelapan, aku senyum menyeringai dan taring yang tajam. Aku melihat kulitnya yang hitam dan berbulu, aku moncongnya, makhluk itu besar seperti serigala.Dia mendekatiku dan terus tertawa cekikan, Seolah dia bisa membaca pikiranku yang tidak berdaya, seolah dia tahu bahwa aku begitu ketakutan, dia terus tertawa dan aku tahu dari matanya dia sangat ingin memakanku.”
Si gadis di kursi terapi kembali terdiam.
"Lalu apa yang terjadi?" tanya wanita psikiater.
Si gadis cantik mengusap airmatanya.
“Aku berlari menghindarinya, aku terus berlari, aku tidak ingin menoleh ke belakang,” nafas si gadis terengah seolah dia berada di sana berlari. “Makhluk dengan tawa mengerikannya itu terus mengejarku, namun tidak begitu dekat, dia terus tertawa dan membiarkanku berlari hingga kelelahan. Melewati lorong demi lorong, belokan demi belokan, aku benar-benar kelelahan, dan aku terjatuh. Saat itulah makhluk buas itu menerkamku, rahangnya yang besar itu nyaris merobek memenggal leherku.Tapi baru sebuah goresan taringnya menyentuhku, tiba-tiba dia berhenti, dia mengejang, dan jatuh di sampingku.
“Apa yang terjadi?”
“Aku membunuhnya,” si gadis kembali menumpahkan airmatanya, disenggukan dan kedua tangan menjambak rambutnya sendiri. “Tanpa sadar tanganku sudah bersimbah darahnya, tanpa sadar aku telah merobek tubuhnya dengan pisau yang kugenggam. Darah itu tumpah begitu banyak hingga menggenangi lantai. Aku berdiri dan darah itu menempel pada telapak kakiku.”
“Aku berjalan dengan lulai, menjauh dari jasad tersebut, tanganku masih menggenggam pisau itu, ingin rasanya aku lepaskan tapi aku takut ada bahaya lain yang mengancamku. Dan benar saja, belum lama berjalan aku mendengar suara tawa itu lagi, kali ini tawanya menggema di lorong seolah ada lebih dari satu makhluk tersebut, Tawa cekikikan itu semakin keras terdengar, aku menangis dan bersandar di tembok, aku memejamkan mata, dan menutup telinga. Namun suara itu semakin dekat dan terus menerorku. Kubuka mata, dan aku melihat mata bercahaya hijau itu menatapku kali ini mata itu ada dua pasang, dan benar seperti firasatku mereka dengan jauh lebih buruk. Kali ini tidak seperti sebelumnya, tanpa basa basi mereka langsung menyerangku, dan entah bagaimana tubuhku bergerak sendiri, dia bergerak dengan insting untuk bertahan hidup,”
Tangan si psikiater kembali mengangkat dagunya. “Kamu membantai mereka?”
“Iya,” si gadis tertawa kering. “Tanganku menari, menusuk, dan membacok wajah makhluk-makhluk itu, aku benci dan takut melihat matanya, karena aku menebas matanya. Aku menjerit sendirian, aku terengah-engah, dan mereka tergeletak di sana. Mereka tidak bergerak ataupun tertawa lagi, lalu aku terjatuh di lutut dan kehabisan nafas. Mataku terus mengalirkan airnya, hingga membasahi seluruh wajahku. Seolah tubuhku ingin membersihkan diri darah para monster ini. Kemudian aku sadar bahwa akulah yang menjadi monster untuk mereka, akulah yang menghabisi mereka. Mimpi itu benar-benar buruk seolah tiada harapan akan sebuah jalan keluar. Aku bahkan berpikir untuk menusukan pisau itu ke leherku sendiri.
Psikiater memahami arah imajinasi si gadis, dia tahu tipikal mimpi seperti ini mimpi yang cinematic ."Tapi mimpi kamu belum berakhir,"
"Iya, mimpi itu belum berakhir," kembali terdengar tawa keringnya. “Setelah aku bangkit dan berdiri, tak lama mereka muncul lagi, kali ini jumlahnya lebih banyak, mungkin makhluk seperti itu. Mereka tidak tertawa seperti makhluk-makhluk sebelumnya, kali ini mereka langsung mengeram dan mencabik, mereka terlihat sangat marah, mungkin yang kubunuh sebelumnya ada saudara-saudara mereka. Aku mencoba untuk mempertahankan hidupku, namun jumlah mereka terlalu banyak, tusukan dan tebasanku hanya sedikit mengenai mereka. Pada akhir aku terjatuh ke belakang dan pasrah, monster-monster itu mengoyak tubuhku, tangan, kaki, leher, bahkan wajahkupun mereka makan,”
“Kamu terbangun?” tanya psikiater.
Si gadis menggeleng. “Tidak, bukan itu yang terjadi, justru aku aku mendengar suara seperti ledakan petasan, aku mendengarnya berkali-kali, dan cahaya berkelap-kelip di sana. Aku melihat tangan yang menarik tubuhku lalu semuanya kembali gelap. Aku terbangun di sebuah meja, tubuhku di selimut kain putih, aku menyibak kain itu dan turun dari meja. Melihat sekeliling, tempat itu seperti bangsal rumah sakit, ada meja-meja yang sama seperti yang kududuki, dan ada selimut putih yang menyelimuti mereka. Aku bertanya-tanya sendiri apakah aku sudah mati, dan apakah mereka adalah orang-orang mati. Aku melihat tangan dan kakiku, semuanya utuh, tidak ada bekas gigitan ataupun darah, begitupula dengan baju yang kukenakan. Baju itu tetap bersih.”
“Entah bagaimana tubuhku bergerak sendiri, aku turun dan mendekati meja lain di sebelahku, aku menyibab selimut itu, dan di sana ada sosok mayat lelaki yang telanjang, ada luka mengangga di dada dan lehernya. Wajahnya sangat pucat. Lalu secara tiba-tiba matanya membelalak, dan dia menatapku dengan wajah yang marah, seolah akulah yang membuat lubang besar di dadanya. Dia pun bangun dari meja tersebut, dan yang lainpun juga ikut bangun. Mereka semua berwajah pucat dan menyeramkan, mereka semua seolah sangat marah padaku yang mengganggu tidur abadi mereka.”
Si gadis kecil menundukan kepala, dia menangis, dan dia masih merasakan trauma itu, seolah mimpi itu benar-benar nyata.
Psikater wanita pun memberinya tisu. "Lalu,"
"Aku terpojok, aku mengedor-gedor pintu untuk keluar, aku berteriak menjerit, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku hanya menggedor-gedor dan terus menggedor-gedor pintu besi itu. Namun tak ada jawaban, tak ada yang menyelamatkanku kali ini, dan tangan-tangan mayat itu menggapai tubuhku. Aku menutup mata aku pasrah, kemudian aku mendengar suara, "jangan takut," Lalu kita mata kubuka, mereka sudah menghilang, mereka kembali mejanya masing-masing dan ditutup oleh selimut. Namun di hadapanku berdiri seorang bocah laki-laki, dia mengenakan kaos putih lengan panjang dengan jeans biru dan tanpa sepatu. dia berdiri di sana dan berkata. 'Semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja,'dia mendekapku dan aku mendekap dia, aku menangis dipelukannya lalu aku terbangun.”
Si Psikiater wanita menghadapi kasus yang baru yang tidak pernah dia hadapi sebelumnya, biasanya seseorang akan terbangun ketika berhadapan dengan mimpi buruk, dia terbangun dari mimpi ketika dia mati dalam mimpi, Tapi ini berbeda, seolah pasien bisa mengatur mimpinya sendiri, seolah dia membuat pertunjukan cinema-nya sendiri dengan kisah horor namun diakhir dengan happy ending.
Yang pasti pikiran gadis ini jauh lebih kacau daripada pasien sebelumnya yang tak bisa membedakan antara dunia mimpi dan dunia nyata. "Saya rasa kamu hanya butuh istirahat Virli,"
Si gadis itu mengangguk.
"Coba kamu ambil cuti dari pekerjaan kamu 1 atau 2 bulan, pekerjaan forensik memang membutuhkan mental yang kuat dan saya tahu kamu mencoba untuk kuat. Tapi, kamu hanya manusia biasa yang punya batasan, dan saya rasa kamu sudah mencapai titik batas itu."
Si gadis mencoba tersenyum. "Iya, anda benar, saya akan mengambil cuti besok,"
. . .
Ilustrasi dari trailer Hannibal the series
Subscribe to:
Posts (Atom)