Tuesday, January 27, 2015

Manusia Hujan

By Ftrohx


Mereka masih duduk di dalam mobil memandangi pemuda itu menghilang di bawah hujan gerimis. 

"Kenapa dia disebut Manusia Hujan?" tanya si gadis kecil.

"Karena dia suka hujan, dia menikmati setiap tetes hujan yang jatuh di Jakarta," ucap Ayahnya.

Tapi bukan itu yang alasan sebenarnya pemuda itu dipanggil manusia hujan. Mereka berdua tahu itu. Si Ayah menyimpan rahasianya. Ini bukan tentang Negeri Angin di mana semuanya dikendali oleh angin. Ini adalah Negeri Hujan, negeri yang penuh dengan arus informasi. Tidak ada orang yang bisa menangkap angin, sama halnya dengan tidak ada orang yang bisa menangkap hujan kecuali manusia hujan.

Si Ayah mengingatnya, pertamakali bertemu dengan manusia hujan. Saat itu dia berada di mobil patroli dan melihat bocah yang berdiri di tengah hujan sendirian.



Dia adalah bocah yang memandang langit dan menerima setiap tetesnya seolah bagian dari tubuhnya.

Saat itu juga sore seperti sekarang, Si Ayah baru pulang dari tugasnya di mobil patroli dan melihat bocah ajaib itu. Pemandangan yang aneh, seolah semesta sedang berbicara kepadanya melalui pemandangan itu. Bocah hujan dengan kepala yang mengadah ke langit. Minggu dan minggu berlalu, di sore yang sama di bawah kolong jalan tol yang sama, bocah itu selalu muncul terutama di saat hujan. Dan si Ayahpun penasaran, dia keluar dari mobil patrolinya dan menyapa si bocah hujan.

"Apa yang kamu lihat?"

"Saya melihat hujan?"

"Kenapa kamu melihat hujan?"

"Karena hujan selalu menarik, hujan selalu membawa cerita berbeda walaupun di tempat yang sama,"

Si Ayah sudah menduganya, dia tahu bocah ini sangat pintar, dia tahu potensinya, bocah ini bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain. Pembicaraan pun berlanjut dan si bocah hujan pun tahu, bahwa selama ini Si Ayah mengawasinya dari mobil patroli, diapun tahu apa isi mobil tersebut tanpa masuk ke dalamnya.

Satu informasi bagaikan satu tetes air hujan, dan ada milyaran tetesan hujan yang jatuh di negeri ini. Setiap tetesan memiliki arti, setiap tetesan menuliskan makna, dan setiap tetesan bisa jadi adalah kunci dari tetesan yang lain.

"Mereka bilang kasus-kasus yang datang ke kantor polisi selalu hilang ditiup angin, apa itu benar Ayah?" tanya si gadis kecil.

"Tidak sayang, kasus-kasus itu tidak pernah hilang, kasus itu tetap ada di sana, hanya saja selalu datang yang baru dan yang baru, menumpuk kasus yang lama. Belum sempat Ayah membaca, yang lain sudah datang. Tumpukan itu begitu banyak seperti air hujan yang jatuh tanpa pernah reda," ucap si Ayah.

"Jadi karena itulah Ayah membutuhkan bantuan Manusia Hujan?" tanya si gadis kecil.

"Iya sayang, karena dia bisa melihat tiap tetes hujan jatuh dalam warna berbeda, karena dia bisa menemukan tetesan hujan diantara lumpur yang sudah bertumpuk,"

Manusia hujan membuka laptopnya, dia melihat semuanya, Setiap data bergerak dengan sangat cepat, satu garis kalimat diganti oleh kalimat yang lain dan di bawahnya diganti lagi oleh yang lain, setiap baris seperti jalur kereta api dengan ribuan rel dan gerbong. Mereka melaju secara acak, namun dari yang acak itu dapat terlihat harmoni, seperti rinai yang turun ke bumi.  

.  .  .

Friday, January 23, 2015

Jakarta di tahun 2025

Cerpen By Ftrohx


Kamu adalah anakmuda usia 18 tahun di tahun 1995.

Kamu tinggal di Jakarta bersama kedua orang tua yang standar, kamu sekolah di SMA yang standar, dan punya teman-teman yang standar.

Kehidupan kota Jakarta membosankan buat kamu, mendengarkan musik yang sama di radio, pergi ke bioskop nonton film yang nggak bermutu, dan televisi cuma punya 3 pilihan TVRI, RCTI, dan SCTV.

"Benar-benar dunia yang membosankan!" kamu berharap seandainya kamu terlempar ke dimensi lain, dunia paralel yang punya kehidupan berbeda dari yang pernah kamu bayangkan.

Lalu secara kebetulan kamu bertemu dengan Paman kamu, seorang professor yang tidak pernah lulus menjadi professor.

Dia membuat sebuah eksperimen dengan kulkasnya, yang dia bilang bisa digunakan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama, sayangnya belum ada sukarelawan yang mau tidur di dalam kulkasnya.

Kemudian dia meminta kamu untuk menjadi sukarelawan.

Kamu bertanya. "Berapa lama saya akan tidur di dalam sini,"

"Kamu bisa tidur 2 sampai 3 tahun,"

 "Kalau lebih dari itu?" pertanyaan kamu mengejutkan si paman, tapi dia sudah menduga apa yang kamu mau.

"Bisa, kamu mau berapa lama? 5 tahun?"

"Nggak saya mau tidur selama 20 tahun,"

Mata paman kamu melotot, dia sangat terkejut dengan ide gila itu.

Tapi setelah dipertimbangkan ide tertidur selama 20 tahun itu cukup bagus, akhirnya dia setuju untuk mengabulkan permintaan kamu.

Jadilah kulkas itu sebagai mesin waktu yang melempar kamu ke masa depan.
.  .  .


Jakarta, 2025.

Kamu terbangun dari kulkas dengan kedinginan, rasanya seperti tidur tanpa alas di teras villa Ayah kamu yang ada di puncak.

Membuka mata, kamu masih berada di gudang bawah tanah yang sama.

Lampu yang sama, tembok yang sama, meja yang sama, kursi yang sama, hanya saja ada seorang anak muda yang seusia kamu sedang tersenyum di sana.

"Akhirnya paman bangun juga," ucap si anakmuda itu. "Seperti apa tahun 95,"

Kamu masih pusing dan tidak mengiraukan ucapnya.

Dia pun membantu kamu keluar dari kulkas, membawamu duduk di sofa panjang, memberi kamu selimut dan secangkir coklat panas.

"Sekarang tahun berapa?" tanya kamu.

"Ini tahun 2025,"

Mendengar itu kamu sedikit tersentak, hampir saja coklat yang kamu pegang masuk ke hidung kamu. "Dua ribu dua puluh lima?" Itu artinya kamu bukan tertidur selama 20 tahun melainkan 30 tahun

"Iya,"

"Apa saja yang sudah terjadi?"

"Panjang ceritanya," kemudian berbunyi sebuah kotak pipih di genggamannya. Dia melihatnya sebentar menekan layarnya lalu bicara lagi. "Hampir lupa saya belum memperkenalkan diri, saya Arif anak dari Bunda Rosa,"

"Rosa?"

"Iya, Rosa adik anda,"

Kamu tahu, pasti banyak kejutan yang akan menanti kamu.




Adik kamu sudah menikah, kedua orang tua kamu sudah meninggal, paman kamu yang memasukan kamu ke dalam kulkas juga sudah dikubur.

Kamu jadi punya banyak pertanyaan, seperti apa teman-teman kamu sekarang? Mereka bekerja di mana? Seperti apa wujud mereka sekarang? Apakah mereka sudah punya anak? Mereka tinggal di mana? dan kamu teringat dengan seorang gadis di SMA seperti apa dia sekarang?

Banyak pertanyaan, tapi terucap justru pertanyaan mendasar. "Apa yang kamu pegang itu?"

Arif menunjukannya, seperti potongan cermin. "Ini handphone,"

"Handphone?"

"Iya, handphone. Oh saya hampir lupa, di zaman sekarang semua handphone sudah tidak makai tombol konvesional, tidak seperti di tahun 2000an."

"2000an? Apa yang terjadi?"

Sebenarnya Arif sudah dipesankan oleh Ibunya untuk menjelaskan kepada kamu timeline apa saja yang terjadi semenjak kamu tidur di kulkas.

Dia pun memulai penjelasan dari benda-benda ajaib yang ada di sekeliling kamu. Pertama dari handphone semua handphone sekarang sudah touch screen.

Handphone dengan tombol sudah sangat langka, kebanyakan handphone dengan tombol hanya jadi pajangan atau barang koleksi.

Dia menjelaskan bahwa sekarang sudah tidak ada lagi kamera foto, tidak ada walkman, karena semua fungsi tersebut sudah ada pada benda ajaib berbentuk potongan kaca tersebut.

"Gimana cara kerjanya?"

"Ya disentuh layarnya,"

"Kenapa dengan menyentuh layar gambarnya bisa bergerak,"

"Karena ada sensornya?"

"Bagaimana cara sensornya bekerja?"

"Saya tidak tahu, saya bukan anak elektro,"

"Lalu kamu anak apa?"

"Saya kuliah di jurusan Sejarah,"

"Apa,"

Ternyata banyak yang tidak berubah, teknologi semakin ajaib namun otak manusia kebanyakan masih tetap sama seperti dulu.

Kamupun jadi ingat pertanyaan seorang sepupu kamu yang datang dari kampung waktu itu. Dia bertanya tentang televisi. Kenapa ada gambar? Darimana asal gambarnya? Kok channelnya bisa diganti hanya menggunakan remote? dan seterusnya. Tapi kamu tidak bisa menjawab.

Kamu sadar, bahwa Arif tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kamu tentang teknologi, jadi kamupun mengganti topik. Kamu bertanya tentang apa saja yang terjadi di tahun 90an setelah kamu masuk ke dalam kulkas?

Arif pun dengan sangat bersemangat bercerita tentang lengsernya Presiden Soeharto, dia bercerita tentang pergantian rezim, dibercerita tentang kerusuhan besar yang terjadi antara tahun 97 sampai 98, kemudian posisi Presiden diganti oleh BJ Habibie. Lalu Habibie lengser, terjadi rapat paripurna hingga terpilihlah Gusdur sebagai Presiden dan Megawati sebagai wakil, cerita terus berlanjut sampai 2010-an. Semua cerita tentang politik yang tidak kamu pahami.

Kamupun bosan dan beranjak keluar ruangan, sebuah benda mirip seperti UFO melayang di atas kepala kamu.

Kamu terkejut, kamu panik hingga jatuh di lantai. "Apa itu?" teriak kamu ke Arif.

Arif yang melihat kamu ketakutan hanya tertawa. "Nggak usah takut paman, ini cuma Drone,"

"Drone?"

"Iya, ini buat mengamankan rumah,"

Kamu tetap tidak mengerti.

"Apa semua rumah harus diamankan oleh Drone?"

"Nggak juga sih, kalau yang kemalingan, ya kemalingan aja,"

"Jadi apa fungsi Drone?"

"Fungsinya banyak paman, dia bisa melihat tempat-tempat yang jauh, yang sulit dijangkau seperti loteng, dia bisa mencari barang yang hilang, dia bisa memotret dan merekam video, hingga bisa mengawasi anak yang sedang main di taman,"

Kamu masih bingung dan tidak mengerti. "Mengawasi anak kecil? Lah memang orang tuanya kemana?"

"Ya, orangtuanya mengawasi dari handphone atau dari laptop,"

"Memangnya kamu nggak merasa takut dengan Drone?"

"Kenapa mesti takut,"

"Lihat mata kamera itu mengawasi kamu terus, bukankah itu menyeramkan?"

"Nggak, itu sudah biasa, memang itu fungsi Drone, menyoroti wajah kita,"

Kamu makin tidak mengerti dengan dunia yang kamu tinggal. Kamu bertanya-tanya apa sih yang sudah terjadi dengan manusia, kenapa mereka begitu biasa dengan kamera, kenapa mereka begitu suka di sorot oleh mata merah mesin tersebut.?
.  .  .

24 jam berlalu di masa depan.

Sekarang minggu pagi, perlahan kamu mulai beradaptasi dengan 2025.

Dengan membawa cangkir berisi kopi panas, kamu berjalan ke ruang depan, di sana kamu melihat Arif sedang asik dengan Laptopnya. Dia terlihat serius melihat gambar di layarnya. Kamu merasa familiar dengan layout-nya, seperti tampilan pada majalah-majalah remaja yang kamu baca, hanya saja tulisannya seperti hidup, terus bergerak dan berganti, disertai dengan foto-foto yang banyak.

Kemudian Arif tertawa sendiri.

Kamu makin bingung apakah ini yang namanya masa depan, terkurung semua manusia terkurun di dalam kotak dan dia awasi robot bermata merah berbentuk piring terbang yang berputar-putar di dalam ruangan.

"Apa yang kamu lihat?"

"Oh, ini paman, namanya social media, tempat kita berkomunikasi dengan orang banyak,"

"Lah bukannya kamu sudah punya handphone?"

"Itu lain lagi, social media itu tempat kita mencurahkan hati," Arif menunjuk ke banner di layar. "Lihat tulisannya, 'apa yang sedang kamu pikirkan?', 'Apa yang sedang kamu lakukan?'."

Kamu makin ngeri melihat kelakukannya. "Memangnya kita harus nulis apa yang 'sedang' kita lakukan?"

"Ya, tentu saja, untuk EKSIS paman,"

Kamu ingat masa lalu kamu, biasanya seseorang yang eksis adalah orang yang bawa motor tiger dan nongkrong di pinggir jalan ngecengin orang, 'hei cewek' atau nongkrong di lapangan basket dengan kaos buntung dan kulit yang berkeringat, itu baru eksis, baru gaul. Tapi sekarang, apa yang mereka lakukan dengan komputer dan social media, tidak masuk di akal kamu.

"Itu apa?" Kamu menunjuk ke layar. "Itu kok banyak foto-foto cewek,"

"Nah, itu yang saya maksud dengan eksis di Sosmed paman,"

Kamu membaca nama di bawah foto tersebut, Rianti. Kamu juga mengenali latar tempat si cewek mengambil foto.

"Ini teman kampus saya paman," lanjutnya.

"Oh gituh, ngomong-ngomong rasanya saya tahu lokasi fotonya, kolam itu bukannya Bundaran HI?"

"Iya, itu memang HI,"

"Tapi itu kok ada foto dia yang di sorot dari atas ya? Rasanya nggak mungkin ngambil gambar dari situ,"

"Kecual terbang," potong Arif. "Betulkan paman,"

"Iya, dia harus terbang. Kok bisa ya?"

Keponakan kamu kembali tertawa. "Tentu saja bisa, dia kan pakai Drone, itulah fungsi asli dari Drone paman, untuk foto-foto, untuk eksis,"

Arif pun menunjukan foto-foto temannya yang lain, ada yang di gunung, ada yang di pantai, ada yang sedang mendaki, ada yang di tepi jurang, bahkan ada yang di atas menara Eifel. Foto-foto tersebut diambil dari sudut pandang yang tidak mungkin diambil kecuali ada tukang foto yang bisa terbang.

Kepala kamu sedikit pusing memahami generasi ini.
.  .  .

Setelah menyelesaikan sarapan, Arif pun mengajak kamu keluar, dia menceritakan banyak hal tentang Jakarta versi modern.

Sekerang di tengah jalan Jenderal Sudirman sudah ada Monorail, tapi naik monorail kamu di larang untuk memakai atau membawa Drone, jadi Arif memutuskan untuk naik mobil saja biar bisa bawa Drone.

Pintu terbuka dan mobil melaju melewati halaman, baru sampai jalan depan rumah, mata kamu sudah melihat belasan drone beterbangan. Mereka seperti sekawanan capung warna-warni yang pernah kamu lihat di rawa belakang sekolah.  Tapi bedanya, capung itu makhluk hidup yang indah, sementara drone adalah monster besi yang dingin dengan bola mata besar yang mengerikan.

Kamu melihat ada anakmuda yang sedang balapan dengan drone-nya, kamu melihat seorang pemain skateboard yang papan terus diburu oleh drone, kamu melihat orang yang jogging dengan drone putih yang mengikutinya seperti hantu di film horor. Bukan hanya orang dewasa ataupun remaja, di jalan kamu melihat gadis kecil berjalan dengan mata yang menatap ke bawah ke layar handphone yang digenggamnya, sementara itu drone berwarna pink mengikuti dengan terbang di atas kepala.

Dahulu kamu pernah berkhayal seandainya masa depan dipenuhi dengan mobil terbang, seperti film Back To The Future sehingga tidak perlu ada kemacetan di Jakarta, namun apa yang kamu lihat Jakarta tetap sama, mobil, motor, sepada, dan orang yang berjalan kaki. Semua sama seperti tahun 95.

Kamu berkhayal masa depan ada robot-robot yang bisa membantu manusia seperti di film Star Wars, iya inilah jawabannya, hanya saja ini jauh lebih banyak, sangat banyak. Arif menjelaskan bahwa penduduk Jakarta saat ini ada 30 juta, dan seperti tiganya memiliki drone yang berarti ada 10 juta drone yang terbang di Jakarta saat ini. Jumlah yang ratusan kali jauh lebih banyak daripada pasukan The Empire. Jika semuanya dikendalikan oleh seorang penjahat maka drone itu bisa menguasai planet bumi.

Melihat ribuan drone dalam perjalanan, membuat satu pertanyaan penting dalam benak kamu. "Ada nggak sih orang yang nggak pakai Drone?"

Arif tersenyum. "Ada, biasanya orang-orang yang idealis, contohnya artis ini Reza Hardian," tunjuknya ke pria berwajah Arab di layar. "Dia nggak punya Sosmed, dan dia juga bilang Drone nggak cocok untuknya,"

"Jadi ada orang yang nggak punya sosial media?"

"Iya, biasanya mereka itu idealis, klasik, dan nggak mau ribet."

"Apa kamu tahu sejarah done, bagaimana mereka bisa sampai di Indonesia?"

"Sama seperti handphone di tahun 2000an, banyak beredar handphone murah dari China dan semua orang bisa membelinya,"

"Apa?"

"Oh sorry, paman kan tidur di tahun 95an, jadi nggak tahu era handphone China,"

Kamu hanya menggaruk kepala. "Ok, jadi semua terjadi karena trend handphone itu?"

"Iya bisa dibilang itu salah satunya, tapi bukan itu yang menjadi faktor utama drone berkembang,"

"Jadi apa?"

"Yang saya bilang tadi di rumah, karena anakmuda ingin eksis, begitu juga para pekerja menengah atas, mereka ingin terlihat keren namun tidak pasaran."

"Drone bukan produk massal?"

"Memang bukan, sampai tahun 2015,"

"2015? Apa yang terjadi?"

"Sama seperti jaman sekarang, di era itu ada juga yang namanya selfie, atau di tahun 2000an mereka menyebutnya foto narsis?"

"Narsis? Itu bukannya sejenis penyakit jiwa ya?"

"Iya semacam itu,"

"Masa depan benar-benar gila," gerutu kamu.

"Yang akan saya ceritakan belum seberapa, di zaman itu ada yang namanya TONGSIS,"

"Apa tongsis?"

"Iya singkatan dari tongkat narsis," Arif tertawa keras. "Itu jadul dan konyol banget, bentuknya seperti tongkat golf dengan handphone di ujungnya,"

Kamu hanya bisa menggelengkan kepala.

"Di tahun 2012 sampai 2014, tongsis begitu laku, seiring dengan maraknya social media dan akses mudah internet. Semua orang ingin foto, semua orang ingin selfie, semua orang ingin eksis, mereka ingin menunjukan mereka liburan ke mana, sedang mengejarkan apa, hingga sedang pacaran dengan siapa, dan bahkan anak bayi yang baru lahir pun di foto dan di upload di social media."

"Semua orang ingin terlihat keren,"

"Iya itu alasan utamanya, dan tahun itu banyak beredar handphone China yang bisa buat memotret dan untuk memotret dengan keren orang-orang di zaman itu menghubungkan handphone dengan tongsis. Tapi ada orang-orang yang malu dan bosan dengan tongsis, terutama kalangan selebritis dan pekerjaan kantor menengah atas, mereka ingin melakukan hal yang beda dari apa yang orang awam lakukan."

"Saya bisa membayangkan, terus?"

"Di tahun 2012 mulai marak yang namanya helicopter dengan kamera, biasa digunakan oleh para kru film ataupun televisi, terutama acara-acara TV yang bertema traveling kayak 'My Trip My Adventure' mereka menggunakan mini-helicopter dengan kamera untuk mengambil gambar di tempat-tempat yang sulit dijangkau. Tapi mini-helicopter berat dan tidak praktis, jadi belakangan para crew televisi ini menggunakan drone atau bahasa kunonya quadcopter. Sebenarnya quadcopter sudah dikembangkan lama, di tahun 90an hingga 2000an hanya digunakan oleh kalangan militer dan intelijen, baru pada tahun 2010 quadcopter dengan nama drone dikembangkan untuk bisnis komersial, saat pameran teknologi di Las Vegas. Dan mulai dari situ pameran teknologi selalu menghadirkan drone-drone dengan teknologi dan fitur terbaru. Dan di tahun 2014 para selebritis mulai menggunakan drone untuk selfie dan narsis, kemudian tahun 2015 para pekerja kantoran di Jakarta juga ikutan membeli drone.

"Jadi sebenarnya di tahun 2014 itu masyarakat nggak butuh-butuh banget,"

"Memang tidak. Tapi, para pebisnis besar melihat peluang, dan mereka menciptakan demand tersendiri untuk penjualannya. Di tambah lagi promosi gratis dari para selebritis, kebanyakan paman tahun para artis itu hobinya travelling dan sebagai orang berada mereka malu menggunakan tongsis, mereka menggunakan drone. Di pertengahan 2015 terjadilah booming trend drone di Jakarta. Kemudian di susul bulan-bulan berikutnya ke kota-kota lain. Para pejabat pemerintah pun akhirnya ikutan eksis juga dengan drone. Lalu pada tahun 2016-2017 muncul drone-drone murah dari China, sehingga orang-orang dengan ekonomi menengah ke bawah bisa membeli drone. Tapi tetap ada drone yang mahal dengan teknologi yang terus di improve, ditahun itu drone sudah nggak pakai radio controler. drone dikendalikan visual controler sama seperti sistem di handphone ini," Arif menyapu layar tanpa menyentuh dan gambar di layar tersebut berubah. "Seperti yang paman lihat sekarang, penggunaan drone jauh lebih mudah, dia akan terbang ke mana yang kita hanya dengan memainkan jari tangan."

Mendengar semua cerita panjang itu, kamu makin menyadari bahwa kekuatan dari teknologi semakin mengerikan, apa yang dahulu cuma ada di komik seperti kekuatan telekinesis sekarang dipraktekan oleh orang awam bahkan anak-anak balita. 
.  .  .

Melewati jalan Jend. Sudirman, semuanya tampak beda dari yang kamu kenal sebelumnya.

Gedung-gedung tinggi memagari kanan dan kiri jalan, kamu seperti melaju di tengah aliran sungai di dasar jurang yang dalam. Jurang itu dihuni oleh makhluk-makhluk mengerikan mereka seperti kepik raksasa, mereka berterbangan di mana-mana, mereka mengikuti manusia seperti hantu penasaran di film horor Jepang.

Karena Car Free Day, Arif memarkir mobil di daerah Semanggi lalu kalian melanjutkan dengan naik monorail, sebuah kereta listrik raksasa yang membelah Jakarta.

Turun di Bundaran HI, kamu merasa seperti berada di dalam lautan memandang ke langit dan puluhan ribu drone beterbangan di sana, mereka berputar secara random namun harmoni karena tidak saling betabrakan satu sama lain. Arif menjelaskan bahwa drone sekarang sudah punya algoritma canggih yang membuat mereka bisa menghindari benturan sesama drone bahkan dalam jumlah yang sangat banyak itu.

Inilah mimpi kamu, ini bukanlah bumi yang selama ini kamu kenal, kamu berada di planet lain di peradaban lain hanya dengan tidur di dalam kulkas selama 30 tahun.

"Mereka sangat berbahaya," ucap kamu pelan.

"Tidak mereka tidak berbahaya, tidak seperti di film Star Wars mereka tidak dipasangi senjata laser,"

"Mungkin itu yang para penjual itu bilang, tapi kita tidak tahu apa yang ada di dalam perut drone bukan,"

"Tidak mereka tidak dilengkapi senjata apapun tidak juga senjata api atau jarum beracun, semuanya aman."

"Oh iya, paman tahu 3 hukum robot," Arif melanjutkan. "Itu protokol khusus yang membuat robot tidak akan menyakiti manusia, dan mereka juga sudah di program dengan itu. Bahkan, jika melihat ada seseorang yang dalam bahaya mereka akan menyelamatkannya meski menghancurkan tubuh mereka sendiri."

"Tapi aturan itu dibuat oleh manusia bukan, dan kadang manusia melanggar aturan yang dia buat sendiri," ucap kamu.

"Itu untuk manusia paman, bukan untuk drone, para mesin ini di desain dengan logika biner yang hanya mengetahui benar dan salah, dan bukan zona abu-abu. Lagipula selama ini semuanya aman-aman saja kok,"

Ucapan Arif mengingatkan kamu dengan hal buruk yang pernah kamu lakukan, bermain petasan, nonton film bokep, ngecengin cewek, kamu akan selalu bilang selama ini semuanya aman-aman saja kok.

Tiba-tiba kamu melihat sebuah drone jatuh dan menabrak seorang wanita yang sedang berdiri di pinggir kolam. Terdengar suara wanita yang lain menjerit, kamu juga mendengar suara pria yang berkata. "Apa itu? Kelihatannya ada yang jatuh?"Kamu melihat dengan tepat bahwa hantaman drone ke wajah wanita itu begitu keras seperti orang yang ditabrak motor tepat di wajahnya. Dalam hati kamu bertanya-tanya apakah wanita meninggal? Namun belum sempat kamu bergerak drone yang lain menabrak laki-laki yang berada di pinggir kolam, kemudian jatuh lagi drone yang menabrak orang yang sedang jogging, juga ada drone yang jatuh menabrak pengendara sepeda, ini benar-benar serius kamu melihat darah muncrat di sana. Suasana berubah menjadi horor, kamu ketakutan, kamu masuk ke dalam Nightmare of Elf Street yang pernah kamu tonton.

Mimpi buruk kamu menjadi kenyataan, bukan satu atau dua, bukan belasan ataupun puluhan, tapi ratusan mungkin ribuan drone yang berterbangan di Bundaran HI menyerang manusia. Kamu tidak sempat berkata-kata kamu menarik Arif untuk menjauh dari wilayah HI, kamu berlari masuk ke jalan-jalan kecil di pinggirannya, kamu masuk ke gang-gang yang tidak kamu kenal.

Kamu menengok ke belakang dan drone bermata merah milik Arif terus mengejar kamu, kamu berlari dari satu belokan ke belokan lain, namun drone tetap mengejar kamu. Arif kehabisan nafas dan dia meminta untuk berhenti, namun kamu begitu ketakutan, kamu tidak ingin berhenti. 

"Nggak perlu berlari, kita sudah jauh paman!" teriak Arif sambil menghentikan langkahnya, namun drone itu tetap ada di sana di atas kepalanya.

Kamupun balas berteriak. "Drone itu akan membunuh kamu,"

"Tidak paman itu sebuah kesalahan, ada seseorang di sana yang meng-hack sistem pengendali drone,"

Aku masih tidak mengerti, menatap drone milik Arif dia tetap ada di sana tidak bergerak atau melakukan penyerangan. Kamu berpikir ulang apakah benar ada drone yang menjadi jahat dan ada drone yang tetap sama berpihak pada manusia?

"Hack? Apa itu dan kenapa drone kamu tidak mengikuti mereka?"

"Karena punya saya X-7 adalah model terbaru dia punya sistem enkripsi yang baru dan dia tidak mudah di hack seperti drone yang tadi jatuh,"

"Memang apa bedanya?"

"Yang menyerang orang-orang tadi adalah drone yang murah, model lama, dan mereka bisa di hack oleh teroris,"

Arif pun menunjukkan laman berita di handphonenya, peristiwa yang terjadi di HI tadi adalah serangan teroris, banyak meninggal namun banyak juga yang selamat. "Lihat," ucapnya dengan mata yang sangat serius.

Kemudian ada tayangan video dari pembantaian tersebut, drone-drone turun dari langit dan langsung menghantam wajah orang-orang yang sedang asik berjogging. Tapi ada drone yang memang tetap terbang, dan ada drone yang menabrakan dirinya drone lain. "Lihatkan, itulah protokolnya, drone akan menyelamatkan manusia dari bahaya sekalipun itu menghancurkan tubuh mereka sendiri,"

"Nggak, nggak ini tetap sebuah kesalahan, sesuatu yang lebih buruk bisa saja terjadi,"

"Sesuatu yang buruk memang selalu terjadi,"

Kamu semakin marah. "Bukan, bukan seperti ini, robot dan manusia tidak bisa hidup berdampingan,"

"Tidak paman, anda terlalu paranoid, terlalu banyak nonton film Hollywood,"

Kamu menarik leher baju Arif, kamu nyaris meninjunya. Namun kamu berhenti, lalu berbisik. "kita bisa memperbaikinya, semua ini tidak perlu terjadi."

Kamu pun berpikir tentang kulkas dan kulkas, kamu hanya tidur sekejab di sana.

"Tidak perlu terjadi? Maksudnya?"

"Kita bisa kembali ke masa lalu dengan mesin waktu?"

"Mesin waktu?"

"Kulkas itu adalah mesin waktu, saya hanya tertidur sekejab di sana dan terbangun di dunia aneh ini,"

"Kulkas itu bukan mesin waktu paman, kulkas itu adalah mesin Cryo, mesin untuk membuat manusia masuk dalam tahap super-hibernasi,"

"Aku tidak peduli, aku benci dengan dunia versi ini, aku ingin masuk ke dalam kulkas dan kembali lagi ke duniaku,"

Arif pun menyerah, dia mengantarkan kamu pulang, dan dia pun memasukan kamu kembali ke dalam kulkas. Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah kamu terbangun di masa lalu atau masa depan? Kamu pun tidak akan menduga apa yang akan kamu temui selanjutnya setelah pintu kulkas itu terbuka lagi.
.  .  .

Ilustrasi Drone dari wired.com



Wednesday, January 21, 2015

Tolkien dan Penciptaan Mitologi

By Ftrohx


Beberapa hari ini gw kembali nonton Trilogy Lord of The RIng.

Film yang luar biasa, dan dahulu gw nggak pernah nyangka kalau novel asli-nya dibuat sebelum perang dunia kedua. Tadinya gw kira Lord of The Ring itu angkatannya Harry Potter tahun 90an-2000an ternyata dibuat tahun 1930an.

Dari semua serial LOTR yang paling memorable menurut gw adalah film pertamanya Fellowship of The Ring. Ada satu kalimat yang gw kenang dari film ini, di bagian openingnya. "Sebuah peristiwa yang besar lama kelamaan terkikis oleh waktu, sebuah fakta menjadi hanya sejarah, sebuah sejarah berubah menjadi legenda, dan sebuah legenda berubah menjadi mitos, lalu mitos kadang diceritakan kembali sebagai fiksi." Kalimat ini membuat gw sangat penasaran, membuat gw bertanya-tanya. "Beneran kisah nyata atau hanya fiksi?"

Apalagi saat itu promosinya besar-besaran, yang nge-promoin di TV para VJ MTV, mereka bilang film ini berkisah tentang dunia 6000 tahun yang lalu. Pertanyaannya "Apakah itu BENAR?" Lalu ketika gw lihat trailernya memang sangat mempesona, tapi ada beberapa kali gw menonton ulang ada keresahan dibenak gw, hal-hal yang gw nggak setuju, terutama dengan pakaian yang mereka kenakan, para karakter di sini justru lebih mirip orang-orang Mediaval atau Eropa sebelum Renaisance, bahkan makin mendekati akhir terutama pada Return of The King gw melihat para ksatria Gondor kok jadi mirip para Crusader dari perang salib. Meski begitu kita tetap tidak (benar-benar) tahu apa yang terjadi di masa ribuan tahun yang lalu, seperti banyak rumor yang mengatakan sudah ada pesawat Jet di zaman kerajaan Atlantis.



Sebenarnya keseluruhan cerita dari Lord of The RIng adalah drama peperangan. Ini adalah kisah peperangan fiksi yang dibuat oleh J R R Tolkien, hanya fiksi. Tapi kembali lagi pertanyaan mendasar gw. "Kenapa bisa seolah-olah begitu NYATA?"

Membaca riwayat hidup Tolkien, gw menemukan bahwa dia pernah ikut dalam Perang Dunia Pertama, meski bukan sebagai tentara yang berada di garis depan, namun dia merasakan seperti apa peperangan sesungguhnya. Begitu banyak teman yang dia kenal tewas di medan tempur, mulai dari teman-teman yang dia kenal sejak masa sekolah sampai orang-orang baru yang dia kenal di barak tentara, begitu banyak yang tewas disekelilingnya. Banyak emosi, banyak kesedihan dan kemarahan di sekujur tubuhnya.

Dan inilah yang menurut gw membuatnya menjadi penulis yang KUAT, karena dia mengalami peristiwa tersebut 'peperangan' dan karena itu dia memiliki jiwa dari karakter prajurit yang bertarung untuk negara dan orang-orang yang dicintainya.

Tapi memiliki jiwa seorang Ksatria saja tidak cukup, Tolkien harus punya banyak bahan. Karena itu dia kembali ke kampus, mengambil pekerjaan setelah perang sebagai dosen bahasa Inggris.

Selain Inggris dia juga mempelajari bahasa German dan Prancis, dia juga membaca banyak kisah Norwegia dan juga Balkan seperti Beowolf. Dia tahu legenda-legenda, dan dia punya banyak materi dibenaknya, Plus dia juga seorang cryptographer ahli pemecah sandi saat Perang Dunia, dan itu memberi kekuatan tersendiri bagi tulisan.

Gw nggak ingin mengkritisi, tapi memang banyak orang yang mencoba untuk menjadi J R R Tolkien, namun tentu saja mereka tidak bisa menjadi Tolkien.

Siapapun yang mencoba untuk mendekati Tolkien, menurut gw minimal harus setara dulu dengan John LeCarre yang punya pengalaman di Badan Intelijen Inggirs atau minimal pernah mengambil S2 dibidang Matematik dan Sastra sekaligus, tentu saja nggak semua orang bisa seperti itu.

Bicara tentang Tolkien, untuk bahasa Elf saja misalnya, itu merupakan bahasa tersendiri yang merupakan penyandian dari beberapa bahasa Eropa, dan hasil tidak ngasal melainkan KEREN.

Selain itu yang saya salut dari Tolkien adalah dia seorang penyair. Jarang sekarang ada seorang penulis yang juga seorang penyair, bahkan beberapa novel New York Bestseller yang sedang populer saat ini; Hunger Games Trilogy, Divergent, NumberFour, dan sejenisnya tidak ada syair-syair seperti di Lord of the ring dan The Hobbit. Syair-syair peperangan begitu nyata, sama nyatanya dengan syair-syair peperangan di zaman Mediaval dan Reinaisance.

Sebenarnya saya menulis ini karena kemarin kebetulan saja saya buka kembali blog fiksi fantasi dan membaca review novel Nibiru dari Tasaro GK, novel yang bisa bahwa Atlantis berada di Indonesia, Nibiru bukan novel pertama di Indonesia yang membahas Atlantis, ada Negara Kelima dari Es Ito dan ada beberapa buku indies juga yang mengambil tema itu.

Para penulis muda ini mencoba menciptakan yang sesuatu yang Grande yaitu dengan mengambil tema Atlantis. Melihat ini bagaimana dengan Tolkien? Untuk saya penulis yang jenius itu buka hanya memikirkan karya yang sedang dia godok sekarang tapi juga karya yang akan dia godok selanjutnya. Atlantis adalah tema yang sangat besar dan tentu saja untuk menuliskan harus sangat berhati-hati, harus believable, harus lebih dari sekedar buku, harus menjadi matra yang menyihir pembaca untuk percaya apa yang terjadi ribuan tahun yang lalu.

Dan Tolkien menciptakan novel itu 'The Silmarillion' novel yang bercerita tentang hilangnya daratan Numinor atau yang disebut juga dengan Atlantis.

Lebih dari itu, Silmarillion bukan hanya bercerita tentang Atlantis, dia bercerita tentang penciptaan Middle Earth, dia bercerita kelahiran para Elf, Manusia, Dwarf, dan Hobbit.

Dia juga bercerita tentang Eru Iluvatar yaitu entitas tunggal dari alam semesta, sang pencipta yang menciptakan simfoni Ainur yaitu eternal spirit atau makhluk-makhluk keabadian, atau yang biasa kita kenal dalam agama Ibrani dengan Malaikat. Kemudian yang terkuat diantara para Ainur adalah Melkor, dia memutuskan untuk memberontak, dia menjadi sumber segala kejahatan dan kegelapan di Middle Earth.  Novel ini juga bercerita tentang Valar yaitu 14 Ainur yang turun untuk menjaga bumi, para Valar inipun dikenal sebagai para Dewa bagi penduduk middle earth.

The Silmarillion juga bercerita tentang asal-usul Sauron yang awalnya adalah Maiar yang mengabdi untuk Melkor, dan yang pasti buku ini bercerita tentang perang besar yang jauh sebelum perang-perang dalam legenda Hobbit ataupun Lord of The Ring.

Puncak dari peperangan di masa pra-sejarah itu adalah tenggelamnya daratan Numinor oleh Illuvatar yang juga menjadi akhir bagi Melkor.

Lalu diantara yang selamat lahirlah Isildur yang menjadi pendiri sekaligus raja pertama Gondor, di sisi lain Sauron yang merupakan anak buah dari Melkor juga selamat dari insiden Numinor. Sauron pun menciptakan kerajaan kegelapannya sendiri dan meneruskan cita-cita Melkor untuk menguasai planet bumi, dan cerita pun berlanjut sampai ke perang besar yang melibatkan Cincin Sakti The One.

Oh iya sedikit bocoran ternyata Gandalf merupakan reinkarnasi dari salah satu Ainur (yang berarti Gandalf merupakan reinkarnasi dari Dewa) melihat posisi White Wizard ini, kok gw jadi ingat dengan karakter Krishna dalam Mahabarata. Hm, nggak dia bukan Krishna, dia lebih kayak reinkarnasi dari Dewa Indra.

Terakhir, gw berharap jika Silmarillion di bikin versi film oleh Peter Jackson bakal kembali menjadi Trilogy seperti The Hobbit, dan gw berharap visualnya jauh lebih spektakuler. Dalam khayalan gw bagian pertama dari Silmarillion akan seperti Interstellar-nya Christopher Nolan di fusion dengan Avatar-nya James Cameron namun tanpa menghilangkan tradisi dari Lord of Thr Ring ! Aaaaaaaaaa... Gw banyak maunya. Yang pasti, cerita ini nggak kalah keren dengan Fabula Nova Chrystallis-nya Tetsuya Nomura.

.  .  .

Thursday, January 15, 2015

Bicara Tentang Hannibal

By Ftrohx


Mata Azra memandang lurus ke depan, wajahnya terlihat sangat suntuk.

Mobil-mobil yang ada di hadapannya persis sama dengan dirinya, nyaris tidak dapat bergerak. Padahal waktu sudah menunjukan hampir jam 7 malam. Sophia yang duduk di sampingnya menyalahkan radio. Dia memutar-mutar mencari lagu Indonesia yang dia kenal, hingga berhenti sebuah station yang memutar lagu LDR dari Raisa.

"Kita terlambat," ujar pemuda yang duduk di belakang yaitu Lufin.

"Pastinya," Sophia menengok.

Azra melirik spion atas dia melihat si Lufin sedang melempar muka ke jendela luar.

Semuanya suntuk, namun sekelebat ide muncul di benak Azra.

"Gimana kemarin, sudah nonton serial Hannibalnya?"

"Udah," ucap Lufin. "Tapi aneh, kenapa tidak ada seorangpun yang curiga dengan Hannibal?"

"Karena dia tokoh utamanya, tanpa dia judulnya bukan Hannibal dong?" Sophia ikut berbicara. 

"Hahaha... Iya benar itu," ucap Azra.

Mobil-mobil di depan sedikit bergerak.

"Yang paling ngeselin si Lauren FIshburn, penyelidik yang sotoy dan kolot itu, kecurigaannya selalu jauh dari Hannibal padahal jelas-jelas dia itu penjahat, orang yang nggak lulus SD pun bisa lihat aura jahatnya?" protes Lufin.



"Iya, kalau di kehidupan nyata, tapi ini kan fiksi drama,” ujar Azra sambil perlahan menginjak gas.

"Sama kasusnya dengan Light Yagami,”

“Terlalu hebat, tapi para penyelidik itu juga bego-nya sangat tidak wajar,"

"Itu sengaja,” sahut Azra. “Biar penonton gregetan, sekaligus penasaran, dia memancing pemirsa untuk nonton lagi dan lagi,"

“Iya, pendapat lo masuk akal,”

“Oh iya bagaimana dengan si protagonis Will Graham,” tanya Azra lagi. 

“Aku suka Will Graham, dia aktingnya natural,” Sophia pun ikut antusias. 

“Gw malah nggak suka dengan Will, pengembangan karakternya nggak berhasil menurut gw,” Lufin menggerakan tangannya ke atas seperti menulis sesuatu.

“Kenapa?” tanya Sophia.

“Iya, coba lihat di awal-awal, Will adalah penyelidik yang hebat dan mandiri, namun begitu masuk ke kasus 2 dan 3 Will seolah kehilangan apa yang dia miliki di episode pertama,”

Azra menengok ke belakang. “Mereka sengaja membuat Will jadi lemah begitu supaya Will tidak bisa menyentuh Hannibal,”

Lufin mengangguk. “Benar sih tapi nggak ada desakannya, maksud gw kurang greget nggak seperti L. Lawliet vs Light Yagami,”

“Kembali ke Death Note,”

Si Rookies tidak menghiraukan. “Tentu saja, memang Hannibal di ciptakan di level yang berbeda dan menurut gw secara spiritual pun Will juga terlihat lemah,”

“Iya Will memang lemah, dia bukan orang lapangankan, dia teoritis,”

“Nah ini yang jadi pertanyaan, jika dia memang dosen profiling di akademi FBI, harusnya dia lebih dari itu, harusnya dia jadi orang yang tangguh, yang bisa mengendalikan orang dan bukannya dikendalikan. Namun seperti yang kubilang di beberapa episode selanjutnya dia menjadi makin lemah,”

“Ok, membahas tentang Will Graham akan jadi perdebatan panjang,”

Berbelok ke kiri mereka melewati pertigaan Mayestik, mobil terus melaju ke arah Gandaria City.

“Menurut kamu film ini masuk kategori apa? Horror atau detektif?” ucap Azra ke telinga Sophia.

“Aku rasa keduanya,”

“Menurut gw lebih ke drama supranatural," ujar Lufin dari belakang. "karena penyelidikan ala detektif-nya begitu sedikit,”

“Memang agak sulit di definisikan," Azra menangguk. "Tapi menurut gw ini lebih ke detektif, sisi supranatural ada tapi tidak terlalu horor, unsur horor di sini hanya sebagai pecutan atau gimmick,”

Si Rookies tertawa.

“Hahaha… Pintar, gw bahkan tidak menganalisa sampai sejauh itu."

“Jangan-jangan kamu pengen bikin yang seperti itu di Indonesia?” Sophia menepuk Azra..

“Seandainya aku punya modal aku akan bikin yang lebih bagus dari itu,”

“Hahaha…”

Sophia pun membuka kembali tablet-nya. Dia membuka file The Hannibal series dan mengklik episode pertama.

Sedangkan Azra tetap fokus pada setir, matanya melirik ke atas kali ini perempatan Gandaria.

“Kenapa mesti sesadis itu," Tiba-tiba Sophia berujar. "Tiap kali menyentuh TKP dia menjadi sang penjahat, dia tidak merekontruksi melainkan dialah yang menjadi pembunuhnya. Sang protagonis menjadi pelaku dan terus mengulanginya hingga dia kehilangan akal,”

“Itu memang disiplin mereka, anak-anak CS dilatih untuk berpikir seperti sang pelaku kejahatan. Dialah yang berada di TKP dan dialah pelaku pembunuhannya,”

“Iya, aku tahu,” ucap Sophia dengan alisnya yang ditarik ke bawah. “Tapi Will terlalu berlebihan, dia melakukannya dengan sangat ekstrim, dia merekontruksi pembunuhan dari sudut pandang orang pertama, dia terlalu terobsesi dan dia menjadi kerasukan,”

“Bukan kerasukan, aku rasa dia ketakutan,”

Mobil mengambil arah kanan di perempatan lampu merah.

“TIdak, tidak, dia tidak takut, tapi sangat ketakutan. Namun Will berusaha untuk menyangkalnya, dia berusaha untuk merasionalkan apa yang dia lihat,”

"Iya, kita sebut apalagi selain itu, delusional atau paranoid, ketakutan berlebihan yang menciptakan ilusi, atau schizophrenia?"

Tangan Lufin tiba-tiba menepuk Azra dan Sophia. “Bagaimana jika dia sebenarnya memang bisa melihat hantu, tapi menyangkalnya karena tidak masuk di logika dia?”

“Melihat hal-hal yang aneh di TKP adalah hal yang wajar bagi petugas forensik," ujar si cantik. "Menurutku sebenarnya dia tidak takut, dan para penampakannya juga tidak terlalu seram, yang membuat heboh hanyalah back sound-nya. Selalu film horor yang membuat seram memang back sound-nya.”

“Bicara tentang fenomena supranatural TKP, bukankah kita semua pernah mengalaminya?” pancing Azra.

“Tapi kita tidak pernah pergi ke dokter, dan kita tidak pernah saling cerita,”

Sophia kembali menengok ke belakang. "Sebagai pakarnya, apa yang sebenarnya kamu lihat di TKP? Apa kamu takut?"

"Tentu saja aku takut dan takut itu normal,”

Azra pun tersenyum. "Lufin itu pernah lari ngibrit dari TKP,"

Bukkk, tangan Lufin memukul kursi di depannya. "Sial elo, sayangnya elo nggak bisa lihat apa yang gw lihat di sana!" teriaknya.

“Bentar-bentar pertanyaannya belum terjawab, apa yang kamu lihat di TKP?”

Sophia memandang Lufin dengan serius.

Namun Lufin balas memelototinya. “Kamu sendiri apa yang kamu lihat?”

Sophia tidak bisa menjawab dan Azra pun juga hanya terdiam.

"Kadang ada hal-hal yang memang tidak perlu diceritakan,"

Lufin pun tertawa. “Hahaha... Syukurnya kita orang Indonesia dan kita tidak perlu ke psikiater setelah mengalami peristiwa mistis,”

Si cantik juga ikut tertawa.

“Menurut kamu apa seorang psikiater juga akan percaya dengan hal-hal seperti itu?”

“Tergantung, kalau dia orang Indonesia aku rasa dia akan percaya,”

“Oh iya, bagaimana dengan karakter Dr. Maurier?” Azra melanjutkan pertanyaan.

“Kelihatannya dia cukup keren, psikiater dari seorang psikiater?

“Tentang Maurier, aku sempat berpikir, mungkin dia yang akan memecahkan kasus ini, mungkin dia yang akan mengungkap siapa Hannibal. Di awal kemunculannya dia menganalisa Hannibal dengan begitu intens seolah dia sedang menginterogasi dan bukannya melakukan terapi,” 

“Sama gw juga berpikir begitu, gw berharap Maurier dan Jack bekerjasama untuk membuka kedok Hannibal,”

“Ternyata gw salah,”

“Sialan para penulis skenarionya,”

“Iya mereka sengaja, di dunia nyata nggak ada hal yang seperti itu. Bahkan agen ganda pun, tidak akan mempermainkan penonton dengan cara selicik itu,”

“Gw juga merasakan hal yang sama, dia benar-benar berengsek,” umpat Azra. “Awalnya gw percaya bahwa Maurier akan memecahkan kasus karena dia adalah psikiater dari sang psikiater. Kemudian semakin menuju akhir, gw berpikir mungkin Maurier memang pihak netral, tapi di endingnya begitu, bangsat banget, pengkhianat,”

“Mungkin Maurier punya motif tersendiri, mungkin dia juga seorang sociopath,”

“Tapi nggak mungkin di sequelnya dia akan jadi pasangan Hannibal, dia bukan tipe-nya tentu saja,”

Perbincangan begitu seru tanpa disadari Lexus hitam Azra sudah sampai di depan pintu masuk Gandaria City.

“Tentang endingnya sendiri, harusnya para ahli dari FBI itu melakukan penjebakan,” kembali perdebatan ala otaku dari seorang Lufin.

Azra hanya tersenyum simpul.

“Betul, shady detective trap, harusnya mereka melakukan itu,”

“Bukannya mereka memang melakukan itu?” ucap Azra.

“Huh, di mana?”

“Episode Ripper itu, si dokter yang kabur bedah yang kabur dari rumah sakit jiwa dan melakukan aksi mutilasinya di dalam observatorium.”

“Oh iya itu si dokter memancing Hannibal untuk keluar dan melakukan aksi Ripper lagi, namun dia tetap tidak terpancing,”

“Salah Lufin, mereka berhasil, si dokter dal WIll berhasil bertemu dengan Hannibal, tapi mereka tetap tidak bisa berbuat apa-apa,”

“Tekanan psikologis,” sahut Sophia. 

“Iya bodohnya atau mungkin skenario mereka memanjang-manjangkan cerita. Sang detektif kejang-kejang di saat yang sangat penting, harusnya bisa diselesaikan di situ, harusnya menang.

“Tapi mereka membuatnya menjadi 13 episode dan tigak ingin kehilangan momen tersebut,”

Mobil sudah sampai di parkiran, terlihat sebuah Camry dan sebuah Humpy serta BMW warna Silver. Jelas Azra mengenali mobil-mobil milik siapa itu.

“Menonton Hannibal, muncul dua kata dibenak gw "masalah pembuktian" ini masalah terbesar dalam cerita detektif. Bukan whodunnit atau howdunnit tapi howtoproveits? Bagaimana cara membuktikan bahwa dialah penjahat sebenarnya, dialah sang pembunuh berantai yang selama ini tak tersentuh hukum? Sama seperti di Death Note tentunya, kita sudah tahu siapa pelakunya tuan Light Yagami, dan kita tahu bagaimana Light melakukan aksi pembunuhannya, masalahnya yang dihadapi sang detektif L adalah bagaimana membuktikannya?”

"Iya, masalah pembuktian,"

Sophia membuka pintu dan melirik ke mobil silver. "Itulah yang akan kita kerjakan di TKP ini."

.  .  .

Nb: tadinya gw mau nge-review dengan cara biasa, menulis sembilan babak, dan semacamnya. Namun mengulang hal yang sama rasanya begitu membosankan. Jadi, review Hannibal The Series ini gw buat dalam bentuk percakapan.

Ilustrasi, sumber wikipedia.org

Friday, January 9, 2015

Deduksi: Bagus vs Maksa


By Ftrohx


Sore kemarin, saya membaca sebuah cerita detektif karya seorang anak muda, karakter detektif yang dia buat benar-benar show off, dia bicara panjang lebar tentang deduksi seolah dialah yang menciptakan skema pembunuhannya.

Membacanya, saya justru merasa aneh sendiri, sang penulis terlalu percaya dengan apa yang dia ucapkan. Padahal di dunia nyata selalu ada ratusan bahkan ribuan kemungkinan dari satu peristiwa pembunuhan.

Harusnya sebuah cerita detektif melalui proses, tapi kebanyakan anakmuda ini. Menulis cerita detektif se-enak udelnya, mereka ingin memaparkan deduksi secepat-cepatnya, mereka ingin terlihat sebagai karakter yang brilliant.

Padahal apa yang mereka lakukan justru sebaliknya. Dan pola yang mereka tulis juga selalu sama.

Sang detektif membuka bab pertama langsung dengan deduksi, contoh:

"Kamu dari pasar Cipulir ya?"

"Kok tahu,"

"Tubuh kamu bau ini... bau bla bla bla... dan seterusnya,"

"Profesi kamu SPG ya?"

"Kok tahu,"

"Karena kamu bla bla bla... berpakaian bla bla bla... dan seterusnya,"

Terus klien datang, lalu si detektif bilang. "Saya tahu apa permasalahan anda, masalah anda ini bukan bla bla bla..."

"Wah kok bisa tahu?"

"Karena anda bla bla bla..."

Terus sampai di TKP sang detektif akan ceramah. "Korban terbunuh karena bla bla bla... dan bla bla bla..."

"Kok anda bisa tahu?"

"Karena bla bla bla... dan bla bla bla... seterusnya,"

Apa yang dilakukan para penulis ini justru membuat deduksi menjadi monolog yang garing, sang detektif hanya jadi wayang untuk menceritakan sebuah skema dari si penulis yang monoton.

Si detektif hanya memceritakan ulang kejadiannya seolah dia adalah cenayang dan bukannya seorang pengamat. Ini jauh dari realitanya, di dunia nyata seorang detektif sungguhan tidak akan melakukan hal seperti itu. Mereka melihat sebuah masalah dan mereka merenunginya, bukannya asal nyerocos bla bla bla...



Ok, ada perbedaan antara 'deduksi' dan nembak mengarah bebas. Deduksi dilakukan dengan mengumpulkan data-data, dan bukannya pamer informasi yang entah datang darimana sumbernya.

Saya pernah baca sebuah komen di Goodreads bahwa kebanyakan cerita detektif itu menipu pembaca. Menipu dalam artian menahan informasi penting dan menyebarkan informasi yang ambigu. Kita para pembaca akan bilang. "Ah mereka curang,"

Dan kadang ada beberapa penulis yang membuat logika-nya tidak masuk akal, beberapa penulis justru membuat pembaca tersesat, atau lebih dari itu membodohi pembaca dengan hipotesa yang belum tentu kebenarannya. Contoh Sang detektif menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa teorinya benar karena "Yang namanya penjahat itu tidak akan kembali ke TKP,"

Pernyataan ini bisa jadi benar, juga bisa jadi salah. Beberapa ahli bahkan berkata sebaliknya, bahwa pembunuh kadang kembali ke TKP beberapa jam setelah pembunuhan terjadi untuk menghapus jejaknya sendiri dan membuat kontaminasi. Ini hanya satu contoh masih banyak permasalahan lain yang mirip dengan itu.
.  .  .

DI dunia nyata, ketika kita berada di TKP, menyelami sebuah masalah dan berada dalam tekanan mental.

Rasanya sangat sulit (terutama bagi saya) untuk bisa melakukan deduksi dengan benar.

Apalagi mengucapkan ratusan kata sekali mangap, rasanya itu nyaris mustahil. Saya nggak punya nafas untuk melakukan hal itu.

Saya tipikal interovert yang lebih banyak berpikir dan merenungi sebuah masalah, dibanding dengan mengucapkan sebuah solusi yang belum tentu kebenarannya.

Dan bicara tentang detektif, kebanyakan para detektif adalah seorang interovert. Mereka fokus pada apa yang mereka kerja, mereka fokus pada pemikiran dan bukan asal jeblak bicara panjang lebar.

Saya ingin mengkritisi bahwa para penulis muda ini terlalu terikat dengan Sherlock Holmes dan Conan Edogawa, padahal mereka bukan Arthur C. Doyle ataupun Gosho Aoyama.

Terlihat mereka menjabarkan deduksi dengan memaksakan diri, dengan sangat bernafsu. Dan hal itu justru mengurangi (terutama untuk saya) kenikmatan membaca ceritanya.

Kalau kata anak sastra, "Show don't Tell," Tapi mereka belum sampai ke 'telling' mereka dibawah itu. Mereka asal nembak dengan deduksi.

Bukan hanya karena terlalu banyak deduksi, tapi kualitas deduksinya, mereka memaksakan diri.

Saya suka detektif yang memecahkan kasus dengan sabar, detektif yang lebih banyak SHOW daripada TELL Favorit saya saat ini adalah Mr. George Smiley dari TInker Tailor Soldier and Spy.

Smiley adalah mantan petinggi MI6 (Badan Intelijen Inggris) yang ditugaskan untuk melacak mole (mata-mata/agen ganda) diantara empat orang petinggi MI6 yang lain.

Beda dengan Sherlock Holmes yang suka pamer deduksi. Smiley sebaliknya dia adalah orang yang lebih banyak merenung, dia lebih suka mengamati keadaan sekeliling, dia hanya mengucapkan kata-kata yang perlu diucapkan, dan dia lebih banyak berjalan daripada bicara.

Sedangkan Sherlock, saya juga nge-fans dengan dia. Sherlock memang bagus, tapi tidak semua orang bisa menjadi Sherlock apalagi orang Indonesia. Tidak itu sangat tidak tepat. Bukan maksud saya orang Indonesia nggak ada yang seperti Holmes, tapi memaksakan diri menggunakan metode dan cara Holmes biasa akan berakhir menjadi versi KW yang tidak laku dipasaran.

Holmes memang karakter yang suka ngebacot, tapi dia adalah yang terbaik di zamannya. Dan memaksakan diri menjadi Holmes menurut saya adalah hal yang salah. Anda harus punya model karakter anda sendiri dan bukannya Holmes.

Ok, ambil contoh Shinichi Kudo, Kudo memang nge-fans dengan Sherlock Holmes, tapi Kudo bukanlah Sherlock Holmes. Aoyama Gosho justru mengambil materi lain di luar detektif barat, dia mengambil juga contoh dari negerinya sendiri yaitu Edogawa Rampo.

Atau contoh yang lebih signifikan adalah detektif L. Lawliet, dia punya gaya tersendiri, punya emosi tersendiri, dan prinsip tersendiri yang langsung membuat kita bisa membedakannya dengan detektif lain.

Untuk Indonesia sendiri ada dua detektif yang saya suka, Inspektur Bram dari novel Metropolis dan Detektif Adam Yafrizal dari serial Fandi Sido. Inspektur Bram punya motivasi sendiri kenapa dia menjadi polisi kemudian menjadi detektif yang bekerja di Sat Reskrim Narkoba.

Sedangkan Adam Yafrizal, saya suka karakternya yang sederhana dan mampu berpikir dingin. Dia karakter yang tenang dan bersabar dalam melakukan penyelidikan-penyelidikannya, dia juga bukan tipe detektif yang suka pamer, karena itu Detektif Adam menurut saya patut untuk dicontoh.
.  .  .

Ok kembali lagi ke masalah deduksi.

Menurut saya fungsi dari deduksi dan hipotesa, bukan sekedar penjabaran solusi dari sebuah kasus. Deduksi juga bagian untuk memainkan emosi pembaca, hal-hal yang tidak terduga muncul dari deduksi, seseorang yang dipercaya bisa jadi seorang pengkhianat dan itu memberi emosi tersendiri bagi para pembaca.

Deduksi adalah tombol menuju plot twist, dengan momentum yang tepat, dan kuantitas tepat, deduksi bisa membuat sebuah cerita menjadi sangat keren.

Sebuah fiksi itu butuh drama sekaligus realita. Kita nggak bisa cuma 'telling' panjang sebuah deduksi, harus ada prosesnya, harus ada penundaan.

Deduksi yang bagus itu momentnya harus tepat. Jangan tiap scene deduksi semua, pembacanya bisa mual lihat terlalu banyak deduksi.

Ok, karakter detektif boleh jadi menyebalkan. Tapi, dia harus bisa masuk ke hati para pembaca, dan hal ini tentu saja tidak mudah, butuh banyak latihan dan banyak membaca karya-karya detektif lain. 

.  .  .

Tuesday, January 6, 2015

My Name Is Red


Novel Review
By Ftrohx


Saya pernah baca sebuah artikel dari Raymond Chadler bahwa 'sastra' dan 'cerita detektif' berada di ranah yang berbeda.

Tapi bagaimana jika ada orang yang cukup brilliant yang bisa menggabungkan keduanya. Satu nama yang saya kenal menggabungkan 'sastra' dan 'cerita detektif' saat ini adalah Orhan Pamuk dengan karyanya My Name Is Red.



Sebelum bahas lebih lanjut tentang novel ini. Saya ingin bilang bahwa My Name Is Red ini bagus, sangat bagus, novel ini berhasil membawa sang penulis meraih hadiah nobel di bidang sastra. Novel ini masuk jajaran International best seller di luar negeri setara dengan karya-karyanya Dan Brown. Namun di Indonesia,  sayangnya novel ini tidak terlalu sukses.

Beberapa waktu lalu, saya agak terkejut ketika seorang teman memberikan buku ini dalam versi bahasa Indonesia. Ternyata buku ini sudah lama (2007-an) diterjemahkan oleh Mizan. Tapi di tahun itu saya nggak pernah mendengar ada teman-teman lain yang membicarakan buku ini. Mereka lebih banyak membicarakan Laskar Pelangi, Supernova, Sherlock, Digital Fortress, Twilight, atau Hunger Games. Dan benar saja ketika saya baca versi bahasa Indonesia. Rasanya kok aneh ya? Mungkin memang buku ini kurang cocok diterjemahkan bahasa Indonesia.

Namun saya pikir lagi ini bukan kesalahan si penerjemah tapi memang sudah dari Orhan Pamuk-nya. Mungkin novel ini memang tidak terlalu cocok untuk orang Indonesia kebanyakan, karena novel ini banyak drama-dramanya, masuk gw drama yang dipanjang-panjangin. Harusnya ada beberapa bagian yang bisa di CUT saja, dan novel ini jadi lebih efektif. Misalkan beberapa bab tentang Shekure di CUT saja, menurut saya tidak akan menghilangkan esensi cerita. Maksud saya rada capek baca drama sinetron 200 halaman untuk menuju bagian crime thriller-nya. Iya, disitu saja kelemahannya.

Tapi secara keseluruhan novel ini sangat keren.
.  .  .


Bab pertama dibuka dengan monolog dari orang mati, iya ini PoV dari arwah korban pembunuhan.

Si penulis membuat opening dengan melihat dunia dari sosok korban pembunuhan, kedengarannya memang tidak logis, tapi dia berhasil membawa emosinya. Si mayat bernama Elegan Effendi, seorang miniaturis (ilustrator) ternama di kerajaan Turki.

Saya suka cerita misteri apalagi misteri yang brilliant, si tokoh mayat ini, dia sendiri bahkan tidak tahu siapa yang telah membunuhnya. Bagaimana seorang detektif bisa memecahkan hal itu. Yang pasti dia tidak melakukan tindak bunuh diri ataupun kesengajaan seperti di kisah Misteri Yellow Room di Prancis. 

Cerita berlanjut, di Bab kedua muncul sang detektif. Dia juga seorang miniaturis yang pernah berguru pada miniaturis hebat di Turki. Sang detektif kita berinitial Black. Sayangnya sang detektif kita ini tidak langsung masuk kasus. Tuan Black punya petualangan sendiri atau lebih tepatnya romansa melankoli, Ok ini bukan untuk bagian saya. Jadi kita skip saja ke bab-bab selanjutnya.

Yang menarik selanjutnya adalah sudut pandang dari karakter-karakter yang ajaib. Dia bab ketiga cerita dikisahkan dari seekor anjing yang menjadi saksi pembunuhan. Kemudian di bab sepuluh ada cerita dari sebuah pohon yang melihat dunia.

Bab sebelas barulah sang detektif menemukan kasusnya, di saat Tuan Black bertemu dengan Tuan Osman, sang pemimpin projek miniaturis untuk Sultan itu bilang bahwa sudah 6 hari Elegan Effendi tidak muncul di bengkel miniaturis. Sang detektif pun merasa sangat aneh, mana mungkin seseorang yang memiliki dedikasi tinggi tiba-tiba menghilang di tengah projek penting untuk Sang Sultan. Petualangan panjang pun dimulai dari sini.

Bab selanjutnya adalah membiarkan pembaca untuk menebak-nebak di mana jasad Elegen Effendi dan siapa pelakunya. Ada tiga Red Herrings dalam cerita ini; Butterfly, Stork, dan Olive. Mereka adalah orang-orang jenius, mereka bertiga adalah miniaturis terbaik yang dimiliki kerajaan Turki. Dan hanya seseorang miniaturis pula yang bisa menemukan sang pembunuh sebenarnya diantara mereka bertiga. Plot ini mengingatkan saya dengan Tinker Tailor Soldier and Spy yang saya bahas kemarin, tentang George Smiley yang sudah pensiun dan menjadi orang luar dari The Circus, namun harus kembali ke sana, menemukan seorang pengkhianat diantara empat petinggi Badan Intelijen Inggris. Cerita yang hampir sama, Tuan Black adalah juga seorang miniaturis yang sangat ahli, namun dia baru kembali setelah lama meninggalkan kotanya, di sini secara kebetulan dia dihadapkan dengan sebuah kasus yang hanya dia bisa memecahkannya.

Bukan hanya karakter sang detektif, sang penjahatnya juga sangat menarik.

Sang pembunuh misterius ini sempat mengingatkan saya dengan karakter Mal'akh di novel Dan Brown The Lost Symbol.

Dia jenius, dia punya banyak pemikiran yang berputar di kepalanya, dia punya filosofi tersendiri, dan dia berbicara dengan para pembacanya, bahkan menantang pembaca untuk menemukan siapa dia sebenarnya, sebelum membalik halaman-halaman terakhir. Apakah dia adalah Butterfly, Olive, atau Stork?

Pada bab-bab awal kemunculannya, sang pembunuh ini mengalami konflik batin, apakah yang dia lakukan benar atau salah? Kemudian belakangan dia melawan rasa bersalah dan dia merasa apa yang dia lakukan adalah sebuah kebenaran? Sang Pembunuh ini juga sempat mengingatkan saya dengan Light Yagami di Death Note, pada bagian-bagian awal dimana dia menerima buku yang bisa membunuh orang dari jarak jauh itu.

Sang penulis juga membuat hubungan antara Sang Detektif dan Sang Penjahat menjadi lebih kuat lagi dengan membuat si pembunuh mencintai wanita yang sama yang dicintai sang detektif. Si suara anonymous ini bilang bahwa dia begitu iri dengan Black bisa begitu dengan Shekure. Ini bagus, Orhan benar-benar tahu apa yang harus dia lakukan dan bagaimana mengembangkan karakternya menjadi dalam. Kasus pembunuhan ini bukan sekedar kasus yang mesti dikejar oleh pihak berwenang tapi juga menjadi sesuatu yang bersifat personal. Saya sangat suka ide ini.

Petunjuk demi petunjuk bertebaran di mana-mana, justru semakin banyak informasi semakin banyak penulis menyesatkan pembaca atas apa yang sebenarnya terjadi.

Walaupun saya suka misteri ada beberapa hal dari buku ini yang membuat saya tidak ingin memecahkan misterinya.

Mungkin baiknya misteri tersebut tidak perlu dipecahkan.

Selain itu yang luar biasa dari Orhan Pamuk adalah risetnya, buku ini begitu mendetail membahas tentang dunia ilustrasi miniaturis, seni membuat lukisan dan kaligrafi serta perdebatan antara style menggambar orang Timur (Asia) dengan dunia Barat (Eropa). Sebenarnya banyak materi berat di sini. Sayangnya ini bukan bidang yang saya minati, jadi kebanyakan teori-teori seni itu saya lewati begitu saja.

Dari bagian tengah ke akhir muncul karakter-karakter yang lebih ajaib. Seperti koin emas yang berbicara, lukisan kematian yang mendengar perdebatan para miniatirus, dan bagaimana warna merah melihat dunia, serta sudut pandang dari Setan yang membisikan hati manusia untuk melakukan tindak kejahatan. Tapi saya ragu kalau Merah dan Setan itu memang benar-benar Merah dan Setan.

Saya pernah dengar ada penyakit kejiwaan dimana pengidamnya ketika bertemu dengan orang lain, maka seolah dia melihat dirinya sendiri, seolah orang lain tersebut adalah cermin yang memantulkan jiwanya, jadi tiap kali dia bertemu dengan seseorang dia seolah bisa melihat dari sudut pandang orang tersebut. Mungkin itu kiranya yang terjadi pada Sang Pembunuh miniaturis. Jauh lebih menarik menurut saya jika karakter Merah dan Setan adalah karakter yang sama dengan Sang Pembunuh, seperti melihat dunia dari orang jenius yang sakit jiwa.

Bicara tentang solusi untuk menemukan Sang Penjahat, solusi benar-benar dibuat berkelas.

Kebanyakan kita membaca novel detektif, di mana sang detektif menemukan jejak mikro dari pelaku pembunuhan, kemudian teori Locard Exchange Principe, terus teknik interogasi dan semacamnya.

Tapi tidak untuk dibuku ini.

Cara sang detektif untuk menemukan tersangka adalah dengan menganalisa lukisan yang dia tinggal di TKP pembunuhan. Lukisan tersebut memiliki suatu keunikan, signature yang hanya dimiliki oleh sang pelaku sebenarnya. Cara mereka menganalisa lukisan tersebut juga sangat panjang, jauh lebih panjang daripada Robert Langdon saat menganalisa lukisan Monalisa dan Last Suffer di THe Da Vinci Code.

Dengan berbagai macam analisa, sang detektif menyimpulkan bahwa lukisan tersebut hanya bisa dibuat oleh seorang miniaturis yang sangat ahli, dan saat ini hanya ada tiga nama yang mungkin bisa melakukan hal tersebut yaitu; Butterfly, Stork, dan Olive. Jadi sang detektif membuat PENJEBAKAN, dia mengadakan kontes melukis pada ketiga terduga itu, dengan melukis lukisan berbentuk kuda. Jika gambar tersebut sama dengan gambar orang yang ditinggalkan di TKP, maka orang tersebut adalah pelakunya.

Namun sang pembunuh sudah tahu hal itu akan terjadi, dia tahu kompetisi itu dibuat untuk menemukan dirinya.

Tapi yang tidak diketahui oleh Black bahwa sang pembunuh kita ini sangat jenius, dia bukan hanya bisa melukis dengan satu cara namun dengan banyak cara, bukan hanya itu dia bisa meniru gaya pelukis lain hanya dengan sekali melihatnya, dan selalu dia bisa mengubah gaya melukiskannya bahkan Sang Guru Elegan Effendi sekalipun tidak mengetahui kemampuan rahasia murid (sekaligus pembunuhnya) itu. Dan kontes melukis kuda pun menjadi sia-sia karena tetap mereka tidak bisa mendeteksi siapa pelaku pembunuhan sebenarnya dia antara ketiga tersangka.

Secara circumstantial nyaris mustahil untuk menemukan sang pembunuh, namun sang detektif kita Tuan Black punya cara lain untuk membongkar topeng sang pembunuh. Caranya bagaimana? Semua ada di dua bab terakhir dari novel ini, sekaligus motif sebenarnya dari sang pembunuh, motif yang elegan seperti halnya Samurai yang percaya dengan kemurnian jalan hidupnya.

Konklusi secara keseluruhan novel ini saya kasih 3 1/2 bintang dari 5 bintang.

.  .  .

Ilustrasi, sumber wikipedia.org

Sunday, January 4, 2015

Tinker Tailor Soldier and Spy (2011)


Best of Mister Gary Oldman
Review by Ftrohx


Film detektif itu selalu memaparkan deduksi, selalu sang detektif melakukan penjelasan panjang dengan banyak paragraf eksposisi. Baik itu Sherlock Holmes, Philip Marlow, Dr. Carl Lightman, Robert Langdon, dan sebagainya.

Mereka suka menjelaskan banyak hal, mereka suka memamerkan ilmu-ilmu yang mereka miliki.

Tapi, bagaimana jika ada film detektif tanpa deduksi, atau minim deduksi. FIlm yang lebih banyak show akan ekspresi para karakternya, dan membebaskan deduksi kepada para penonton. Biar saja para penonton yang melakukan analisa, biar para penonton yang mencari tahu sendiri pemecahan kasusnya. Inilah Tinker Tailor Soldier Spy.

Sebelum bicara panjang lebar, pertama-tama saya ingin bilang bahwa film ini berbeda dari apa yang saya khayalkan. Saya memulainya dengan membaca sinopsis di wikipedia.

Di benak saya, ada beberapa pilihan (prediksi) mengenai film ini.

Pertama dibuat full action namun klasik seperti Mission Impossible yang pertama ataupun Casino Royale. Kedua ala detektif gelap dan dingin seperti film Angels & Demons (Dan Brown) atau Perfect Number (Keigo Higashino). Atau versi film edgy ala Inception-nya Christopher Nolan.

Ternyata semua prediksi saya meleset, semua jauh dari yang saya perkirakan. Film ini klasik, sangat klasik.

Sebelum membaca lebih jauh lagi, saya ingin bilang bahwa film ini tidak direkomendasikan untuk ditonton dikala suntuk, karena film ini cukup berat. Dia mengajak anda bukan hanya sebagai penonton tapi juga pengamat yang menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi, dan menurut saya film ini tidak bisa dinikmati dengan santai sebagai hiburan selepas pulang kantor.

Untuk menonton ini anda harus menyempatkan waktu khusus (mungkin dihari libur), sediakan kopi di meja, dan harus senyaman mungkin agar anda bisa menikmati detail sebagai penonton sekaligus detektif. Jika semua syarat untuk konsentrasi terpenuhi, barulah anda bisa nonton film ini.
.  .  .


Prolog

Sebuah kasus dimulai seperti cerita detektif-detektif klasik.

Seorang lelaki tua datang ke sebuah rumah, dia mengetuk pintu, dan yang membukakan adalah kakek tua. Kakek tua ini sangat tua, seolah umurnya tinggal besok pagi. Si kakek tua berkata. "Ada yang mengikuti kamu,"

"Tidak ada," jawab si lelaki tua.

"Sebaiknya masuk," mereka pun masuk ke ruangan yang penuh dengan kertas berserakan. "Jangan percaya siapapun Jim, terutama  yang bukan mainstream,"

Ini opening yang klasik. Saya suka opening karena saya nggak tahu akan kemana jalan cerita selanjutnya.

Lalu Jim si agen rahasia pergi ke Budapest. Dia menjalankan misi untuk bertemu dengan seorang Jenderal yang konon memiliki informasi mengenai siapa Mole (musuh dalam selimut) diantara para petinggi MI6.

Di Budapest dia bertemu dengan seorang penghubung, yang juga merupakan seorang lelaki tua. Ini film benar-benar ajaib karena menghadirkan banyak orang tua berusia diatas 40 tahun sebagai aktornya. Memang kehidupan Riil-nya begitu, semua pejabat tinggi biasanya adalah orang tua, dengan usia di atas 40 tahun.

Film ini memang sangat tidak menghibur secara komersil, atau lebih tepatnya cukup idealis, baik itu konten dan materi actor yang disajikan. Tapi film ini mendapat banyak penghargaan diberbagai festival film. Tentu saja selain nama besar John LeCarre sebagai sang penulis, kita juga punya aktor Gary Oldman dan Benedict Cumberbatch yang bisa bikin cewek dari berbagai generasi menjerit.

Ok kembali ke Budapest.

Terjadi sebuah insiden di kafe, ternyata pertemuan si agen Jim dengan penghubung itu adalah jebakan. Mereka sengaja menarik Jim ke Budapest untuk ditangkap dengan tuduhan perencanaan pembunuhan terhadap Sang Jenderal. Pemutarbalikan fakta, dan dalam baku tembak tersebut bukan hanya Jim yang terkena peluru, seorang wanita yang tidak bersalah juga ikut tewas di sana.

Belakangan diketahui bahwa peristiwa berdarah di Budapest itu didalangi oleh Karla yaitu pimpinan tinggi KGB (Badan intelijen Rusia)

Kemudian beberapa bulan berlalu sejak peristiwa itu.

Si kakek tua yang muncul di prolog sekarang mengundurkan diri dari MI6, dia juga mengajukan nama George Smiley untuk keluar bersamanya dari MI6. Film berjalan dengan lambat seolah potongan frame yang klasik, musiknya pun juga sangat mendukung. Mereka turun menapaki tangga dan orang-orang melihat mereka dengan pandangan aneh, seperti memandang peti jenasah yang sedang diusung orang-orang ke pemakaman.

Si kakek tua dan George Smiley pun berpisah dipintu keluar Gedung MI6. Berpisah tanpa kata-kata.

Kemudian gambar menyajikan dinginnya kota London, dan George Smiley menapaki jalan-jalan sepi di sana, mulai dari trotoar sampai dengan jalan setapak di taman. Kamera menyoroti George Smiley masuk ke sebuah toko, dia memeriksakan mata, kemudian mengganti kacamata baru. Mungkin minus-nya sudah bertambah parah. George pulang ke rumahnya, dia meletakkan surat-surat lalu duduk di kamarnya dia memandang sebuah lukisan kubik di hadapannya, sambil merenungi sesuatu hal

Dari opening ini, saya memprediksi bahwa film akan berjalan dingin dan dingin, tidak ada adegan action ataupun sebuah kejutan kecuali hanya untuk pemecahan kasus di akhir cerita.





Kita masuk ke babak selanjutnya.

Sebuah telepon masuk ke Menteri Dalam Negeri Lancon. Dari agen lapangan MI6 bernama Rikki Tarr, dia mengaku berada di Paris Prancis. Rikki kemudian memaparkan sebuah informasi rahasia, informasi bahwa ada Mole diantara para petinggi MI6

Di sini sang Menteri membutuhkan seorang investigator, penyelidik handal untuk menemukan Mole diantara para petinggi tersebut. Satu orang yang diharapkan bisa membongkar siapa Mole ini, adalah mantan petinggi MI6 lain yaitu George Smiley. Seperti yang saya bahas di atas, ini adalah cerita detektif. Meski ini adalah film dengan tema intelijen tapi orinsipnya sama, menemukan sang penjahat diantara banyak herring merah. Membahas tentang spionase dan dunia detektif bisa jadi satu artikel tersendiri.

Langsung saja, ada empat kandidat yang diduga sebagai Mole; Tinker (Percy Alleline) yang merupakan pengganti Sang Ketua, Tailor (Bill Haydon) wakil ketua satu, Soldier (Roy Bland) wakil ketua dua, dan Poorman (Toby Esterhase) wakil ketua tiga. Sedangkan George Smiley sendiri sebagai penyelidik juga diberi kode oleh Sang Ketua dengan nama Beggerman.

Jika ini penyelidikan detektif biasa, harusnya sih simple.

Tapi cerita ini menjadi GRANDE karena yang diselidiki adalah para petinggi MI6 (Badan Intelijen Inggris). Bisa dibilang di era-nya belum ada cerita seperti ini sebelumnya. Mungkin ada kasus Sherlock Holmes yaitu His Last Bow, tapi dia hanya masuk ke tahap pencarian dokumen yang hilang dan bukannya Mole.
.  .  .


Penyelidikan dimulai, ada sembilan babak (versi saya) dari awal penyelidikan sampai dengan sang mole tertangkap.

Pertama, Mengumpulkan Crew

Ini yang harus dilakukan ketika anda menyelidiki kasus yang besar, kasus yang melibatkan para petinggi. Anda tidak bisa menyelidikinya sendirian, kecuali jika anda adalah Sherlock Holmes atau James Bond.

Sederhananya mengumpulkan orang-orang terbaik anda, orang-orang yang bisa anda percaya. Smiley, meminta Peter Guilliam (Benedict Cumberbatch) sebagai tangan kanannya, sekaligus sumber informasinya dari dalam The Circus. Selain itu dia mempekerjakan seorang pesiunan MI6 dan seorang asisten lagi untuk menjaga markasnya.

Tentang markas, Smiley menggunakan unsur klasik, hotel sebagai markas operasi. Seperti kembali ke zaman Edgar Allan Poe dengan Hotel D. dari cerita Man of The Crowd.

Hotel Islay, sebuah hotel yang sebenarnya bukan hotel. Melainkan sebuah tempat yang bisa berpindah-pindah, sebuah kode. Mereka bisa membuat kantor dimana saja, di gudang pelabuhan, di warehouse, di kamar hotel, flat apartemen, dan lain sebagainya.

Metode yang sama yang digunakan Tsugumi Ohba untuk L. Lawliet di bagian-bagian awal Death Note. Saya suka ide-nya.


Kedua, Penyelidikan Awal

Jika saya adalah Smiley, begitu mendapatkan kasus dari Lacon, jujur saya tidak tahu harus mulai darimana penyelidikannya. Mungkin jika saya adalah anggota militer yang radikal, saya pastinya akan langsung menginterogasi Tinker Tailor and Soldier satu per satu tanpa ampun. Sialnya, mereka adalah para petinggi dari Badan Intelijen Inggris, dan anda tidak bisa langsung tangkap mereka satu per satu, apalagi sampai menginterogasinya.

Di sini anda butuh pendekatan yang berbeda.

Kuncinya anda harus mencari sumber pertama darimana hipotesa itu berasal. Hipotesa "bahwa ada mole diantara petinggi MI6?"

Tentu saja kita dapati satu nama, almarhum Sang Ketua. Dia yang memulainya dan Smiley harus melanjutkan pekerjaan Sang Ketua. Bersama Peter Guilliam mereka ke apartemen almarhum dan mengambil data-data. Memang kebanyakan adalah informasi yang tidak berguna karena Sang Ketua pun tidak punya petunjuk siapa Mole diantara para anakbuahnya. Namun darisana George Smiley ingat satu hal penting di memorinya, rapat terakhir yang dia jalani bersama para petinggi tersebut.

Mereka bicara tentang Operation Witchcraft, yaitu operasi intelijen dimana Percy Alleline menggunakan penghubung orang Rusia untuk mendapat informasi penting terutama perkembangan militer dari Pemerintahan RUsia.

Smiley bertanya "Apakah ini asli? Darimana sumbernya? Terlalu banyak yang janggal?"

Tapi Alleline kukuh dengan projeknya, Witchcraft adalah data asli yang tidak dapat diganggu-gugat, karena dia punya sumber rahasia yang terhubung langsung pada pengambil kebijakan penting Rusia.

Kembali ke apartemen Sang Ketua, Smiley melihat beberapa bidak catur yang ditempelkan nama-nama petinggi MI6, kemudian dia melihat bidak Raja Putih di sana terdapat nama Karla.


Ketiga, Penyelidikan Lebih Lanjut

Kali ini Smiley butuh informasi-informasi lebih dalam.

Dia menugaskan Peter Guilliam untuk mengambil data-data mengenai para staff yang pesiun dari MI6 serta diagram reorganisasi Circus dibawah pimpinan Alleline, serta beberapa laporan keuangan dan pendanaan reptile. Data-data inilah yang dibutuhkan seorang detektif. Dengan data dia mencari informasi yang tepat. Suatu informasi yang mencurigakan, sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Brilliantnya, film ini tidak menjabarkan bagaimana Smiley melakukan deduksi, melainkan emosi apa yang terjadi pada Smiley saat melakukan deduksi.

Mereka tidak menjabarkan metode, karena metode hanyalah untuk para penonton detektif atau mungkin penonton Amerika dan Inggris sudah terlalu banyak nonton deduksi ala CSI (yang kurang manusiawi) jadi mereka membuat TTSS ini dengan bermain emosi. 

Kembali ke Hotel Islay, Peter Guilliam membawa data-data mentah ke Smiley.

Ada beberapa orang yang berhenti dari staf kepegawaian MI6. Beberapa nama Smiley kenal sebagai orang-orang penting di Circus. Tapi satu nama yang membuatnya tertarik adalah Connie Sach. Tak beberapa lama, Smiley ke tempat Connie Sach, dia menanyakan kenapa Connie mengundurkan diri dari Circus. Sebaliknya Connie bilang bahwa dia tidak mengundurukan diri, mereka yang justru mengeluarkan Connie.

Alasannya karena satu nama, Connie mencurigai atase kebudayaan Rusia di London, dia bernama Polyarkov.


Keempat, Kecurigaan demi kecurigaan bermunculan.

Dari laporan keuangan yang diberikan oleh Peter Guilliam, Smiley menemukan transfer rekening yang aneh ke akun bernama Ellis yang merupakan kode nama bagi almarhum Jim Prideaux saat bekerja sebagai agen rahasia.

Anehnya dana itu dikirim 2 bulan setelah insiden meninggalnya Prideaux di Hungaria.

Pertanyaan apakah Jim Prideaux benar-benar meninggal atau hanya cerita buatan untuk menyelamatkannya dari musuh. Seperti yang kita semua tahu, cara bagi agen lapangan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya hanyalah kematian atau membuat skenario (pura-pura) mati seperti James Bond atau Ethan Hunt.

Dan kenyataan Jim tidak benar-benar mati, melainkan dia sudah pulang ke Inggris dengan identitas baru. Sebagai seorang guru honorer di sebuah sekolah dasar.

Cerita pun berlanjut ke rumah Smiley.

Secara mengejutkan Rikki Tarr berada di sana, dan Rikki punya banyak cerita tentang misinya di Turki. Bicara tentang Rikki Tarr yang diperankan oleh Tom Hardy, bisa dibilang di satu-satu sosok agen rahasia ala Hollywood di film ini. Baik Smiley, Guilliam, ataupun Jim Prideaux ketiganya lebih mirip polisi intel daripada agen rahasia yang charming. Sedangkan Rikki Tarr dialah satu-satunya hiburan untuk para cewek (yang nggak kenal dengan Benedict Cumberbatch.) Dia memiliki tubuh yang atletis, hidung mancung, dan rahang besar serta rambut pirang yang gondrong. Sosok agen rahasia yang Menly dan menawan hati perempuan.

Rikki bercerita tentang misinya di Istanbul Turki. Dia mengawasi pengusaha Rusia yang diduga agen KGB, namun dalam perjalanan misinya justru dia bercinta (nge-sex) dengan istri dari orang yang diintai tersebut, layaknya James Bond. Tapi bedanya dengan Bond, Rikki Tarr tidak bisa membela dirinya sendiri dari serbuan para penjahat yang mengincar kepalanya, karena itu dia butuh bantuan dari George Smiley untuk melindunginya di London.

 
Kelima, Penyelidikan Mendalam

Bisa dibilang babak ini adalah favorit saya.

Sutradara-nya berhasil menangkap emosi dan ketegangan yang dialami oleh Peter Guilliam. Iya, saat ini Guilliam adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan oleh George Smiley. Dia harus kembali Circus dan mengambil data-data petugas jaga di bulan November.

Kali ini keadaan jauh lebih buruk daripada sebelumnya. Aturan keamanan kepegawaian semakin diketatkan, bahkan untuk seorang pejabat menengah seperti Guilliam. Di sini dimainkan trik sederhana untuk mengambil dokumen, syukurnya cerita ini bermain pada tahun 70-an awal dimana belum ada kamera CCTV. Guilliam melewati pos keamanan secara biasa, menaruh tas dan menulis catatan, lalu pergi ke ruang arsip. Dia mengambil dokumennya, lalu dikejutkan oleh Alwyn si penjaga pos keamanan. Alwyn bilang ada telepon untuknya, telepon itu sebenarnya adalah trik untuk memindahkan dokumen yang dia ambil ke dalam tasnya.

Tapi kejutan lain datang, dari belakang punggungnya muncul Toby Esterhese.

Dia meminta Guilliam untuk ikut ke ruang rapat.

Di sana di ruang rapat, hadir keempat petinggi MI6. Toby, Alleline, Roy, dan Bill Haydon. Sang Ketua menanyakan kabar Rikki Tarr, yang merupakan bawah dari Peter Guilliam. Dengan santai Guilliam, bilang bahwa dia dan Rikki hampir tiap sore minum teh bersama. Namun Alleline memandang dengan serius. Guilliam sadar bahwa ini adalah sesi interogasi.

Empat orang pemimpin Mi6 ini menggiling Guilliam untuk bicara tentang Rikki Tarr.

Bahwa Tarr adalah pengkhianat, dialah yang menghabis agen MI6 di Istanbul, dan dia kembali ke sini ke London untuk mengobrak-abrik Circus dengan informasi palsunya. Jika Guilliam mengetahui Rikki dan menyembunyikannya maka dia akan dihukum penjara seumur hidup atau hukum mati, ancam Alleline.

Keluar dari gedung Circus, wajah Peter Guilliam terlihat sangat-sangat gusar, meski berhasil mengambil dokumen kepegawaian bulan November, saya bisa merasakan betapa stress-nya Peter Guilliam.

Jika saja dia membuat satu saja kesalahan kecil tadi, dia bisa ditembak mati di sana.


Keenam, Informasi Kunci

Drama masih berlanjut sampai di markas Smiley.

Peter Guilliam menemukan Rikki Tarr sedang bersantai di sofa, sementara dia harus mempertaruhkan nyawa untuk mengambil dokumen penting di sarang singa. RIkki meminta maaf pada atasannya karena lama tak memberi kabar, namun Guilliam sudah penuh dengan amarah setelah berbagai masalah yang sudah dibuat oleh anakbuahnya itu.

Dia pun menghajar Rikki sampai dipisahkan oleh anakbuah Smiley yang lain.

Guilliam berteriak bahwa Rikki adalah agen ganda untuk Rusia, bahwa semua issue tentang petinggi Circus adalah Mole hanyalah omong kosong yang dibuat Karla untuk menghancurkan integritas MI6. Tapi fakta menunjukan sebaliknya, dari catatan yang diambil oleh Guilliam terdapat sobekan, tanggal 20 November menghilang dari catatan.

"Seseorang Mole diantara para petinggi Circus mencoba menutupi jejaknya," ucap George Smiley.

Dari sini mereka mendapatkan informasi kunci. Smiley kembali menelusuri nama-nama staff MI6 yang diberhentikan, satu nama penting yaitu Jerry, dia adalah petugas jaga di malam terbunuhnya Jim Prideaux di Hungaria. Sore itu mereka menemui Jerry di kafe-nya, dan si staff bercerita tentang peristiwa Budapest dari sudut pandangnya. Terjadi kepanikan saat itu, bahkan Sang Ketua tidak bisa berbuat apa-apa ketika mengetahui Jim Prideuax tewas di sana.

Jerry lalu menelpon nomor-nomor darurat, satu nomor yang paling dia ingat adalah rumah George Smiley. Sayangnya, sang ahli ini sedang tidak berada di rumah, dia sedang dalam perjalanan dinas ke Jerman.

Kemudian di pagi buta itu Bill Haydon datang, dia melakukan protokol penyelamatan, dia menelpon para pejabat tinggi Hungaria, dan meminta Esterhase untuk menarik semua agen Inggris dari Hungaria. Pagi itupula Bill Haydon meminta Jerry untuk pergi bersamanya membereskan catatan-catatan Jim Prideaux dari rumahnya. Membersihkan semua seolah tidak terjadi apa-apa.

Mendengar semua cerita itu, Peter Guilliam bertanya-tanya. "Bagaimana mungkin Bill Haydon tahu tentang peristiwa itu? Bagaimana mungkin, karena radio pun belum menyala pukul 1 pagi itu?"

Tapi George Smiley bilang itu mungkin saja, karena Bill Haydon berada di rumahnya saat Jerry menelpon rumahnya, karena Haydon berselingkuh dengan istrinya Smiley.


Ketujuh, Mewawancari Hantu

Satu lagi kunci yang akan membongkar kasus ini adalah Jim Prideaux

Smiley menemukan alamat serta identitas baru Jim sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar di pinggiran London. Mereka pun ke sana dan mewawancari JIm.

Si agen lapangan bercerita apa yang terjadi dari sudut pandangnya. Setelah tertembak mereka mengangkut tubuhnya ke dalam truk, membawanya ke rumah sakit mengeluarkan pelurunya, lalu membawanya terbang jauh ke timur. Jim bercerita bahwa dia diinterogasi oleh orang-orang Rusia. Interogasi yang berat dengan penyiksaan fisik dan mental.

Lalu muncul pria tua misterius dengan postur seperti seorang pendeta. Si pria misterius inilah yang berhasil mengekstrak semua informasi penting dari otak Jim Prideaux. Kemudian muncul seorang tahanan wanita yang tidak dia kenal, tahanan itu langsung ditembak di depan mukanya. Jim bilang bahwa orang-orang ini tahu semua tentang apa yang dia cari di Hungaria, yang mereka lakukan sebenarnya hanyalah untuk mengetahui sejauh mana penyelidikan Sang Ketua tentang mole diantara para petinggi Circus.

Terakhir sebelum dia dibebaskan orang Rusia itu meminta Jim untuk menceritakan semua yang dialaminya di tempat itu kepada Alleline. Smiley pun bertanya, apakah mereka juga mengetahui tentang dirinya.

"Iya, ada satu orang si pendeta itu, dia memiliki pematik api bertuliskan,"

"To George from Ann, All my love." ucap George Smiley. Dia adalah Karla, lanjutnya.

Inilah petunjuk paling penting dalam pemecahan kasus. Seperti yang kita semua tahu, seorang psikopat, seorang sociopath, seorang pelaku pembunuhan berantai, mereka selalu punya petunjuk, mereka selalu meninggalkan jejak untuk ditemukan. Dan apa yang dilakukan Karla di Budapest adalah teka-teki yang ditinggalkan untuk George Smiley. Keterangan selanjutnya setelah Jim kembali ke London, Toby Esterhase mengunjunginya, dia memberikan uang seribu poundsterling dan sebuah mobil. Esterhase bilang bahwa Jim sebaiknya melupakan semua yang terjadi di Budapest, lupakan juga tentang Tinker Tailor dan Soldier.

Dari sini Smiley tahu siapa yang harus diwawancari selanjutnya.


Kedelapan, Interogasi

Selain scene Peter Guilliam yang mengambil dokumen di Circus, Interogasi Toby Esterhase adalah bagian favorit saya.

Siang begitu pintu lift terbuka, Toby Esterhase langsung diciduk oleh Peter Guilliam, ini seperti ajang balas dendam Guilliam setelah sebelumnya Toby membuat dia diinterogasi oleh Alleline. Toby dibawa masuk ke mobil dan George Smiley menyusul masuk mengambil kursi di belakang. Ketegangan di wajah Toby sudah mulai terlihat sejak dia memberi salam dan mesin mobil dinyalahkan.

Mereka membawa Toby Esterhase ke sebuah bandara yang sepi.

Toby semakin ketakutan, bukan hanya wajah, tapi kaki dan tangannya juga ikut gemetaran. Dia melangkah dengan berat seperti orang yang segera dieksekusi mati. Sementara Gary Oldman si George Smiley hanya tersenyum ringan. Saya agak sulit mendeskripsikannya, tapi George Smiley terlihat sebagai orang yang sangat berbahaya yang bisa melakukan apapun. Sering saya dengar bahwa interogasi adalah masalah mental. Para profesional biasanya tidak perlu menggunakan kekuataan fisik pada orang yang diinterogasi. Mereka cukup menatap mangsa dan dia akan berbicara semua yang dia tahu. Itulah yang dilakukan George Smiley, dia tidak perlu menggunakan penyiksaan ataupun kekerasan fisik, karena dia bisa menyerang langsung ke dalam pikiran.

Dia tahu apa yang harus dia lakukan, Smiley bisa menciptakan teror, dia bisa membangkit ketakutan terdalam Estherhase. Trauma yang dialami Toby sewaktu kecil terlihat muncul bersama ekspresi wajahnya. 

Bibir yang ketakutan dan matanya yang menangis, walaupun cuma akting tapi seolah semua begitu nyata. Toby bicara tentang lokasi rumah tempat pertemuan para petinggi The Circus dengan Polyarkov si penghubung Rusia.

Tim Smiley pun pergi ke alamat rumah pertemuan tersebut.


Kesembilan, Detective Trap

Inilah puncaknya, penyelesaian kasus panjang yang dikerjakan Smiley.

Solusi klasik untuk menyelesaikan sebuah kasus dalam kisah detektif yaitu PENJEBAKAN atau memakai istilah kerennya Shady Detective Trap.

Sejak awal yang para penjahat ini cari dari Jim Prideaux adalah satu nama yaitu Rikki Tarr, dan Smiley memilikinya sebagai kartu As untuk Karla.

Rikki 'konon' kabarnya memiliki informasi rahasia atau mother of all secret yaitu siapa Mole diantara para petinggi The Circus. Si pirang ini pun pergi ke Paris, dia mendatangi salah satu agen MI6 dan pos mereka di sana. Dia mengirim telegram ke Circus ke Alleline, mengatakan bahwa dia "punya informasi penting untuk menyelamatkan Circus,"

Dengan hanya sebuah kalimat, Rikki Tarr berhasil membuat keempat petinggi MI6 panik.

Tengah malam Tinker, Tailor, and Soldier mengadakan rapat darurat di kantor The Circus. Alleline pun mengirim telegram balasan bahwa dia butuh konfirmasi sebelum memenuhi permintaannya, bahwa kalimat yang dia sampaikan belum begitu valid.

Rikki Tarr tertawa lepas, dia tahu ini adalah kesengajaan Alleline untuk membuat penundaan, tapi ini juga menunjukan kebodohan mereka karena Rikki sebenarnya tidak punya informasi tersebut.

Kepanikan diantara para petinggi Circus otomatis juga akan membuat panik Mole yang selama ini bersembunyi, si Mole ini pasti akan langsung berkomunikasi dengan Karla di Rusia. Dan tepat seperti yang diperkirakan oleh Smiley, sang Mole pun langsung pergi ke rumah Witchcraft bersama dengan Polyarkov, dan di sana Smiley sudah menunggu.

Tirai pun terbuka, dan sang Mole tidak lain adalah Tailor.

Yang saya tulis di atas adalah SALAH.

Sebenarnya, adegannya tidak sesederhana itu.

Semuanya begitu mengejutkan, saya butuh 3 kali nonton untuk sampai ke kesimpulan di atas.

Sutradara-nya berhasil membuat pertunjukan ala magician professional, beberapa adegan yang tidak perlu di CUT, langsung ke adegan-adegan penting, namun adegan-adegan yang penting ini seperti potongan puzzle yang harus anda rangkai sendiri.

Apa yang dikerjakan oleh Rikki Tarr memang terlihat jelas, tapi yang dikerjakan oleh Smiley dan Tim-nya hanya berupa potongan-potongan gambar. Smiley mengangkat telepon dan Mendel yang mengawasi The Circus berbicara, sementara itu Peter Guilliam berada dalam posisi menunduk di parkiran yang gelap dan sepi, dia menunggu tanda untuk melakukan penyergapan.

Peter melihat jam dengan sangat gelisah, tidak ada tanda-tanda ataupun signal dari George Smiley.

Waktu habis, Peter memutuskan untuk masuk ke rumah itu dan naik ke atas.

Di sana dia mendengar dua orang berbicara bahasa Rusia. Dia semakin khawatir dengan keselamatan atasannya, “Apakah Smiley meninggal atau tidak?” Dan secara mengejutkan dia melihat Polyarkov berdiri di muka Smiley. Sang ahli spionase menodongkan pistol ke sosok di hadapannya. Polyarkov melangkah keluar dan di depan Smiley terlihat Bill Haydon. Dialah Mole yang selama ini bekerja untuk Karla.


Ending yang dingin

Suatu siang yang hujan di asrama militer, tempat yang sama dimana Jim dirawat setelah pulang dari Hungaria.

Di pintu gerbang George Smiley berpapasan dengan Percy Alleline, berbeda dari saat menginterogasi Peter Guilliam, kali ini Alleline terlihat seperti kakek tua yang kelelahan.

George memasuki rumah tahanan tersebut. Bill Haydon sang Mole terlihat seperti orang sakit yang tidak mandi dan tidak tidur selama seminggu. Dan Bill memaparkan apa saja yang terjadi, kenapa dia memilih bekerja untuk Karla, dia juga memberikan pesan-pesan terakhir pada George Smiley, memang faktanya dia akan dieksekusi mati beberapa detk lagi.

Lalu tentang Ann dan perselingkuhannya, Bill bilang bahwa tidak ada yang personal, Karla tahu Smiley adalah yang terbaik, tapi Smiley juga punya kelemahan yaitu masalah cinta. Dengan mengambil Ann membuat titik buta pada penglihatan Smiley, dan itu benar terjadi sampai titik tertentu.

Smiley pun meninggalkan Bill Haydon, tidak beberapa lama. Jim Prideaux pergi ke asrama tersebut, dia membawa senapan. Bill sedang berdiri di depan pagar rumah tahanannya, dan “Bukkk” satu peluru menembus langsung kepala Bill Haydon.

Kemudian kamera menyorot Jim Prideauv ada air mata yang mengalir di pipinya.

Di level seperti para petinggi MI6 sebuah tindak kejahatan tidak akan melalui pengadilan formal ataupun militer, mereka punya cara mereka sendiri. Saya jadi ingat kisah Shinshengumi, ketika mereka menemukan kegagalan ataupun pengkhianatan, maka mereka sendiri yang akan memberi hukuman, mereka yang akan langsung menghukum mati tersangka.


Epilog

Gambar kembali flashback ke acara pesta natal di The Circus. Saya suka musik latarnya, mereka memperdengarkan lagu klasik berbahasa Prancis. Saya tidak tahu judulnya, tapi lagu itu keren habis, Grande! Bersama dengan lagu itu kamera menyoroti wajah Bill Haydon yang tampak aneh dan kesepian, lalu menyorot wajah Jim Prideaux, kemudian eksekusi matipun terjadi. Mayat Bill Haydon tergeletak di tanah bertaburan daun maple yang kering.

Kamera lalu berpindah ke perjalanan pulang George Smiley ke rumahnya, di sana dia disambut oleh Ann istri yang telah lama meninggalkannya. Lagu latar pun semakin mendekati klimaks.

Pintu dibuka, dan George Smiley terlihat mengenakan jas hitam yang keren, dia berjalan dengan gagah menyalami penjaga pintu. Dia naik ke atas tangga, lalu melewati para staf, serta Peter Guilliam berdiri dihadapannya, si anakmuda ini mengenakan jas warna karamel, dia tersenyum kemudian melewati George Smiley.

Kamera menyoroti ruang rapat dan Smiley mengambil posisi duduk di tempat Sang Ketua. Dia tersenyum dan terdengar tepuk tangan para penonton, Bravo, Bravo, George Smiley.


Konklusi

Film ini saya kasih nilai 84 skala 100

.  .  .