Tuesday, January 9, 2018

Detektif Chilock: Belajar Di Mikrolet

Review by Ftrohx


Peringatan, tulisan di bawah ini mengandung banyak spoiler.

Detektif Chilock: Belajar di Mikrolet
Penulis: Agung Al Badamy
Penyunting: Selfietera
Desain Cover: SER Art
Penerbit: Phoenix Publisher, Aglitera .com
Dimensi: 13x20cm, viii+ 207 halaman
ISBN: 978-602-5416-21-7


Membaca dua bab dari novel ini, mendadak saya ingat sebuah kalimat sakral dari Joker di film Dark Knight. "This what happen when an unstoppable force meet an immovable object."

Itulah yang juga terjadi di novel ini.

Gaston seorang pemain sepak bola yang mengalami cedera engkel yang dipaksa pesiun dini dari dunia atlet. Bertemu dengan Chilock, sopir angkot yang bekerja freelance sebagai detektif swasta. Dua-duanya, huh, sama-sama sinting. Gaston adalah narator yang paling lebay yang pernah saya lihat. Jika tingkat kelebay John Watson adalah 71, maka tingkat kelebay'an Gaston adalah 157. Dua kali lipat dibanding si narator dari kisah-kisah Sherlock Holmes. Sedangkan Chilock, dia adalah pemuda songong, aneh, yang melakukan banyak hal yang tidak masuk akal. Mereka berdua bertemu dan berpetualangan yang menjadi inti dari novel saklek ini, ckckck.

Ok, dari judulnya kamu bisa menebak, bahwa Detektif Chilock memang plesetan dari Sherlock Holmes: Study in Scarlet. Aslinya, saya nggak berekspektasi tinggi terhadap novel ini. Ah, paling cuma novel lelucon biasa. Namun ternyata saya salah. Dia lebih dari sekedar plesetan, dia menciptakan kasus sendiri, kritik sastra detektif, dan legendanya sendiri.


Sinopsis

Alkisah, Gaston mantan atlet sepak bola yang pincang karena cedera engkel ingin pulang kampung, dia naik angkot menuju station. Kebetulan sopir angkot itu adalah seorang pemuda dengan penampilan aneh yaitu Chilock. Si pemuda lalu memberi Gaston helm, tanpa memberikan alasannya, hahaha.  Kemudian Chilock mulai berdeduksi panjang tentang Gaston, layaknya Sherlock bicara ke Dokter Watson, cuma kali ini lebih kocak dan gembel. Gaston yang sedang lesu dan menyedihkan pun terkejut dengan paparan Chilock, baik pada dirinya sendiri, maupun pada penumpang lain yang naik angkot.

Nyaris di tiap halaman, saya melihat Gaston yang melonjak terkejut dan berteriak “mustahil”, “nggak mungkin!” dan seterusnya dengan begitu lebay, terutama pas Chilock memaparkan deduksi. Seolah seumur hidup, dia tidak pernah melihat keajaiban tebak-tebakan manusia seperti Chilock, huhuhu.

Chilock si pengemudi ugal-ugalan dengan kacamata hitam, yang ketika Gaston membuka kacamatanya dia tidur sambil nyetir. Lalu secara kebetulan atau tidak kebetulan berhasil menangkap seorang penjahat di angkot mereka, plus seorang buronan yang sedang kabur menggunakan sepeda motor. Dengan semua peristiwa itu, akhirnya Gaston memutuskan tidak jadi pulang kampung dan memilih ikut Chilock ke kontrakannya di jalan Bakery no. 122 A. Dari kontrakan itu, Gaston baru menyadari bahwa Chilock punya pekerjaan lain selain sopir angkot yaitu menjadi detektif swasta, hahaha. Dari sinilah petualangan sesungguhnya dimulai.

Keesokan harinya, tiba-tiba muncul lelaki tua yang minta tolong pada mereka untuk menemukan orang yang sudah maling di rumahnya yaitu Tuan Sugeng. Satu-satunya petunjuk dari lelaki tua itu adalah jengkol yang mencurigakan, sebab setelah dicuri oleh si maling, tak beberapa lama jengkol itu dikembalikan, huhuhu. Nggak masuk akal dan tidak menggugah selera. Tapi jangan salah, akan ada pembunuhan berantai di balik kasus pencurian jengkol ini, pembunuhan dengan plot twist yang cukup bangsat untuk ukuran novel kriminal Indonesia.

Ok, masuk review.


Gaya bahasa dan latar

Dari gaya bahasa, saya melihat si penulis (Agung Al Badamy) menggunakan bahasa yang ringan tapi nyolot. Gaya bercerita mengingatkan saya dengan Om Eka Kurniawan dalam buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Serius, meski si narator Gaston mengaku sebagai mantan atlet, tapi dari gaya berceritanya yang penuh dengan twist di tiap halaman, malah membuat saya teringat dengan si tokoh Tokek dari buku "Seperti Dendam..."

Latarnya juga, dia mengambil setting dari Jakarta ke tempat kejadian perkara di daerah Tunjungan (saya belum ngecek peta, Tunjungan itu di mana), lalu ada di Semarang dan Sidoarjo, huhuhu, tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi. Pokoknya Indonesia banget!

Saya merasa karya Al Badamy ini bukan sekedar menonjok Arthur Conan Doyle tapi juga Om Eka Kurniawan dan Soji Shimada. Jika di buku "Seperti Dendam..." si tokoh utama adalah supir truk sekaligus seorang assassins, maka di cerita ini "Belajar di Mikrolet" si tokoh utama adalah supir angkot sekaligus detektif. Benar-benar anti-tesis, hahaha.


Para Tokoh

Pertama Gaston si narator.

Saya nggak percaya kalau dia adalah mantan pemain sepak bola. Sungguh, dari bahasa dan dialog yang dia keluarkan di tiap halaman, nyaris tak menunjukkan bahwa dia adalah bekas atlet sepak bola nasional. Justru menurut saya, dia lebih mirip seorang sastrawan lebay yang pernah satu padepokan dengan Om Eka Kurniawan (jikalau Eka Kurniawan pernah berguru, mungkin dia adalah adik seperguruannya) hahaha. Atau jika Gaston memang seorang pemain sepak bola, mungkin bukan hanya engkelnya yang cedera tapi juga kepalanya. Saya membayangkan otak tengahnya sudah terbentur keras dengan tiang gawang di pertandingan terakhir yang ia lakui, huhuhu.

Detektif Chilock.

Chilock menurut saya bukan plesetan dari Sherlock Holmes, dia justru sosok yang berbeda. Saya membayangkan Chilock seperti Sherlock Robert Downey Jr yang eksentrik dan rada gembel difusion dengan Stephen Chow dalam film Fight Back To School. Itulah Chilock. Dia penuh dengan kejutan yang cerdik sekaligus goublokkkk. Apa yang dia lakukan selalu jadi plot twist dan di akhir cerita pasti dia selalu membuat pembenaran atas tindakan-tindakan gobloknya, hahaha.

Inspektur Gembret

Entah ini karakter plesetan dari mana, yang pasti dia adalah seorang polisi gendut yang galak dan suka ngotot kala memaparkan deduksi. Sebenarnya karakter seperti ini banyak yang mirip-mirip, di film Batman ada -saya lupa namanya, terus di film Jackie Chan juga ada seperti ini, polisi gendut yang suka bikin masalah.

Tuan Sugeng.

Nah ini, si klien yang sangat mencurigakan. Sejak kemunculan pertamanya, Chilock sudah menebar spoiler bahwa Tuan Sugeng bisa jadi adalah Moriarty atau minion dari Moriarty dalam novel ini. Dia adalah lelaki tua dengan wajah yang misterius dan menyeramkan serta cerita yang tidak logis tentang jengkol, aduh saya spoiler, pokoknya nanti kamu baca sendiri, hihihi.

Sisanya, si penulis menggunakan nama-nama orang Indonesia yang akrab di telinga kita. Mulai dari Erna si pelayan warung kopi, Dul Kenyut, Tofik, Enteng Rinoto, dan lain-lain.


Plot dan Penyajian

Buku ini dibuat dua bagian, bagian pertama dari halaman 01 sampai 137, bercerita tentang Chilock yang memecahkan kasus pembunuhan berantai di sebuah kompleks di Kebumen. Lalu bagian kedua dari halaman 141 sampai selesai yaitu flashback ke sepuluh tahun sebelumnya, yang jadi penyebab kenapa kasus pembunuhan di Kebumen itu terjadi. Jika penulis cerita detektif lain, kebanyakan menyajikan plot twist di akhir klimaks atau ending novel. Al Badamy, justru memberikan twist nyaris di tiap bab.

Meski beberapa twist-nya memang goblok, tapi di situlah kekuatannya. Apa yang muncul di depan halaman akan berbeda lagi di belakangnya, sesuatu yang kamu nggak akan duga.

Sebagai contoh, bagaimana mungkin sebuah jengkol yang hilang menjadi petunjuk akan sebuah kasus pembunuhan, itu benar-benar nggak masuk akal. Atau bahas tentang rokok dan tidak semua detektif harus merokok. Kemudian sopir ugal-ugalan dengan mata terpejam, namun nyatanya dia tidak terpejam, hingga ke masalah kuda lumping pun dia bahas, hahaha. Saya nggak ingin mengulang lagi, bahwa nyaris di tiap dialog antar karakter terdapat kejutan; baik itu dari Gaston, Chilock, Gembret, Tuan Sugeng, dan lain-lain.


Kritik dan Konklusi

Kekurangan dari novel ini menurut saya adalah cover dan judulnya. Covernya, kesannya terlalu fun dan ringan. Padahal isinya sungguh tidak seperti itu. Seperti yang saya bilang di atas, isinya cukup berat dan bisa diadu dengan karya-karya Om Eka Kurniawan, hahaha.

Sedangkan judul, ini pengalaman saya kemarin. Saya meletakkan buku ini di sofa, lalu dilihat oleh sepupu saya, dan dia bilang. "Buku apa nih, Belajar Mikrolet? Lo mau narik angkot Troh?" Hahaha, ya begitulah. Menurut saya, dibanding "Belajar di Mikrolet" lebih bagus jika novel ini judulnya "Study in Mikrolet". Hanya sekedar saran, semoga saya salah, hihi.

Masuk konklusi. Dari gaya bahasa, latar, konten, penokohan, plot, dan penyajiannya. Novel ini saya kasih nilai 95 skala 100 atau bisa dibilang novel terbaik yang saya baca di awal tahun ini. Tambahan, saya sangat menunggu jika ada versi bahasa Inggris dari novel.

Nb: Thank you tuk teman-teman yang sudah mampir, hihihi.

Monday, January 8, 2018

Kaleidoskop Buku n Film di 2017

By Ftrohx


Ok, mungkin agak telat, tapi saya coba review apa aja yang sudah saya baca dan tonton di tahun 2017.


Platinum End Tsugumi Ohba

Nah, ini dia komik dari sang master, Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata yang terbaru. Saya baca komik ini di awal 2017, mereka update tiap bulan di shounen jump. Satu chapternya bisa 40an halaman.

Bercerita tentang manusia-manusia malang, yang menjalani hidup dengan begitu sulit. Mereka depresi dan melakukan tindak bunuh diri. Namun ternyata Dewa punya rencana lain. Dewa mengirim malaikatnya untuk menyelamatkan mereka yang bunuh diri dan memberi mereka kesempatan kedua, serta kekuataan super untuk masuk dalam sebuah permainan saling membunuh. Di mana yang terakhir bertahan hidup menjadi Dewa yang baru. Huhuhu, premis yang grande.

Para kandidat Dewa ditemani oleh satu malaikat dengan level tertentu. Dan si tokoh utama, adalah remaja SMA yang ditemani malaikat level atas yang memberinya dua panah. Satu panah pembunuh dan satu panah cinta. Dengan dua panah itu dia harus mengalahkan para kandidat lain dan menjadi satu-satu calon Dewa yang baru.

Awalnya, komik ini sangat serius dan kompleks. Begitu banyak permainan teka-teki dan logika yang dihadapi oleh si tokoh utama. Namun makin ke bab akhir, cerita komik ini justru lebih ke cerita pertarungan ala shounen jump biasa. Untuk bab-bab awal komik ini saya kasih 5 bintang. Sayangnya, memasuki bab-bab akhir saya kasih cukup 3 bintang.


Vigilante aka. Serial Detektif Rena

Ini komik lokal karya Ringgo Alaudin Syah yang beredar mingguan di situs Ciayo Comic. 

Saya suka opening, detektifnya adalah Rena anak SMA, perempuan yang hobi melakukan deduksi dari apapun yang dia lihat. Di bab dua, dia bertemu dengan sahabatnya, lalu dia berdeduksi tentang sepatu baru yang ia kenakan, sampai tentang sarapan apa ia di rumah. Hahaha, benar-benar lelucon. Rena yang cantik, dingin, dan takuti sekaligus dikagum anak-anak satu sekolah. Mereka sampai menjulukinya Sherlock Holmes di sekolah.

Premisnya cukup asik dan dari bab-bab saya merasa nostalgia sewaktu masa muda, hahaha. Namun sayang begitu masuk kasus, kasusnya di bawah standar. Hanya tentang pencurian laptop di sekolah. Tapi di sini, Ringgo (si penulis) benar-benar ‘all out’ semua kartu yang membuat Rena menjadi detektif yang keren nyaris dia keluarkan. Jujur, saya khawatir ketika semua konten deduksi itu dia keluarkan, materi apa yang tersisa untuk bab-bab selanjutnya. Tapi dia bilang, dia masih punya cukup amunisi untuk kasus-kasus berikutnya. Iya, Detektif Rena memang masih punya banyak potensi untuk dikembangkan. 


Koin Terakhir

Ini juga novel lokal yang saya baru baca di tahun ini. Untuk Koin Terakhir, sebenarnya dia adalah novel lama, cuma saya baru membacanya di bulan November kemarin. Novel ini bercerita tentang Zen Wibowo, agen rahasia dari BIN yang mendapatkan misi untuk mencari sebuah koin di mana terdapat informasi rahasia milik Lembaga Sandi Negara. Si tokoh utama pun berpetualang hingga ke Prancis untuk menemukan koin tersebut. Bab-bab awalnya keren. Mas Yogie, benar-benar “in depth” meriset tentang lembaga intelijen di Indonesia. Namun begitu masuk ke tengah, dia mulai me-mix cerita ala-ala Jason Bourne. Saya suka premisnya, novel ini mengambil tema yang berani, yang bahkan saya pun merasa tertinggal jauh dari mereka. Untuk ukuran novel lokal bisa dibilang, novel ini sangat keren.


Intelijensia Embun Pagi

Nah ini, karya penutup dari serial Supernova. Awalnya saya berekspektasi tinggi terhadap novel ini. Semua tokoh dari cerita-cerita sebelum bertemu. Dan misi serta misteri utama dari Supernova pun terungkap. Namun sayang, saya salah, dia tidak seperti itu. Tidak seperti ekspektasi saya.

Meski buku ini tebal, tapi dia tidak seberat kertasnya. Cenderung ringan dan lebih banyak ke cerita petualangan. Dari kota ke pedesaan, dari perkebunan ke hutan, kemudian dari lembah ke atas gunung. Iya, ini lebih seperti catatan perjalanan orang yang pertama kali naik ke puncak gunung. Tak ada hal yang baru ataupun kejutan yang berarti. Aduh saya nggak ingin banyak spoiler. Penokohannya pun juga, seperti kritik teman-teman di goodreads, layaknya Power Ranger versus Rita Repulsa. Seolah mereka hanya, kumpulan boneka yang disiapkan hanya untuk bertarung, itupun cuma satu scene yang tak lebih dari 7 detik. Meski begitu, novel ini cukup menghibur, walau nggak sekeren pendahulunya yaitu Supernova KPBJ, Akar, dan Petir.


Supernova Petir

Ok, saya tahu, saya sangat-sangat telat baca novel ini. Tadinya saya hanya iseng, berada di perpus mencari sebuah novel, saya lupa novel apa yang saya cari. Lalu secara kebetulan, boom, saya menemukan novel ini Supernova Petir.

Dahulu, saya pernah baca tapi hanya bab-bab awalnya saja. Saya nggak tahu cerita dari tengah sampai ke akhir. Namun ternyata ini jauh lebih bagus daripada yang saya duga. Novel ini membuat saya bernostalgia dengan tahun 2004an. Tentang warnet, tentang Friendster, dan Counterstrike. Saya membayangkan bagaimana jika dunia ini diedit, bagaimana jika buka Facebook yang membeli Whatapps dan Instragam, bagaimana jika Friendster-lah yang membeli mereka. Hahaha.

Sungguh, novel ini membuat saya bernostalgia dengan era 2000an awal. Mungkin pembaca lain juga (terutama) yang melewati masa 2000an akan merasakan hal itu.


Decagon House Murder Mystery.

Thanks to Irfan, ini adalah novel terbaik yang saya baca di tahun 2017. Decagon benar-benar rumit, keren, dan menghibur. Teka-teki berada di level berbeda yang mungkin nggak bisa dibuat oleh orang Indonesia, pada masa itu, hahaha.

Decagon bercerita pembunuh berantai yang terjadi di sebuah pulau, penyelidikan dilakukan oleh sekelompok anak muda. Yang satu menyelidiki di daratan dan kelompok yang satu lagi menyelidiki di pulau tersebut. Sialnya, kelompok yang ada di pulau terbunuh oleh seorang pembunuh berantai yang membalas dendam. Novel ibarat dua kastil dengan dua buah taman labirin raksasa, dua-duanya berliku membuat orang bertanya-tanya di mana jalan keluarnya. Benar-benar sebuah master piece.

Catatan: review lengkap novel ini ada di artikel saya sebelumnya.


Moai Island Puzzle.

Selain Decagon, Moai Island Puzzle adalah novel yang saya incar untuk saya baca.  Syukurnya, saya mendapatkannya, kembali berkat sahabat saya.

Pada awalnya ekspektasi saya tinggi terhadap novel ini. Namun ternyata (menurut saya) dia tidak se-grande Decagon House Murder Mystery. Cerita dimulai dengan gagasan yang hampir sama, terdapat sebuah kasus kematian di sebuah pulau terpencil. Lalu sekumpulan anak muda pergi ke sana dan kembali terjadi pembunuhan berantai. Bedanya, si detektif muda berhasil memecahkan kasus di pulau tersebut, sebelum mereka semua meninggal, hahaha. Tapi untuk masalah teknikal dan plotting kriminal, mereka tidak semulus Decagon. Review lengkap untuk Moai Island Puzzle, akan menyusul nanti. Jika buka di blog ini, langsung di halaman goodreadsnya.


The Professional 2017

Ok, yang di ataskan kebanyakan novel, yang satu ini adalah film. The Professional, mereka mencoba membawa Ocean Eleven atau Italian Job ke dalam perfilman Indonesia. Tema yang berat dan saya nggak yakin, apa film ini bagus. Namun ternyata dugaan saya salah. Film ini lumayan bagus, meski saya nontonnya di Youtube, hahaha, sebab mereka hanya tayang sebentar di bioskop, kalau nggak salah kurang dari seminggu dan langsung turun layar.

Saya lupa nama-nama tokohnya, tapi saya ingat para aktornya. Ada Fahri Albar, Arifin Putra, Imelda Karin, dll. Kisahnya, si Fahri Albar ditipu oleh rekannya, yaitu Arifin Putra. Dia mengambil alih seluruh bisnis milik Fahri dan membuatnya masuk penjara atas kesalahan yang katanya tidak dia lakukan. Si Fahri pun membuat rencana balas dendam dengan mengambil alih kepemilikan saham milik Arifin, rencana yang sangat terperinci untuk ukuran film Indonesia, hahaha. Meski belum se-granden Ocean Eleven, tapi mereka cukup bagus untuk memulai langkah itu. Mungkin satu-satunya film Indonesia yang berkesan untuk saya di tahun 2017, hahaha. 


Jakarta Undercover

Ini juga saya tonton, kebetulan di youtube. Ceritanya lebih ke drama sih. Berkisah tentang seorang wartawan (Oka Antara) yang kebetulan bertemu dengan seorang penari striptis laki-laki (Ganindra Bimo). Yang memperkenalkannya dengan dunia malam Jakarta. Lalu si wartawan ini bertemu dengan boss mafia yang masih muda yang diperankan oleh Baim Wong.  Secara kebetulan, dia menolong si boss muda yang sedang berlumuran darah di belakang sebuah klub. Lalu cerita menjadi panjang, sebab dia bertemu dengan seorang high class prostitute, yang ternyata adalah simpanan dari si boss muda.  Konflik pun belakangna terjadi di antara mereka semua, sebab si wartawan menulis cerita tentang mereka, dan mengirimnya ke editor. Ceritanya ringan dan cukup menghibur -menurut saya- bahkan sampai membuat Ganindra Bimo mendapatkan piala di sebuah aja festival film.


The Arrival (2016)

Nah, ini juga saya agak telat nonton. Film ini sudah banyak dibahas orang-orang, terutama para kritikus film.

Temanya berat, science fiction tentang bahasa alien, huhuhu. Cerita dimulai dengan kisah Amy Adams si dosen linguistik yang pernah membantu intelijen Amerika. Si dosen punya kisah sedih tentang anaknya yang meninggal karena sebuah penyakit. Lalu tiba-tiba datanglah alien dalam sebuah pesawat berbentuk kampak batu raksasa. Mereka mencoba berkomunikasi dengan manusia, awalnya dengan suara. Namun sayang, suara mereka berbeda dengan tulisan mereka. Maka dibentuklah tim untuk bisa berkomunikasi dengan alien tersebut dengan Amy Adam sebagai translator untuk intelijen Amerika.

Asli, sudah lama saya nggak nonton film sci fi seperti ini semenjak Interstellar dan Inception-nya Christopher Nolan, hahaha. Walaupun minim adegan action, tapi film ini sangat menghibur saya dengan plot dan teka-tekinya. Highly recommended.


Dilemma (2015)

Ini film Indonesia lagi. Saya agak telat menontonnya.

Tadinya, saya pikir ini film action, namun ternyata hanya film drama biasa. Dibintangi oleh Reza Rahardian, Pevita Pearch, Roy Martin, Wulan Guritno, dll. Sebenarnya, ini adalah film antalogi, tapi penonton dibuat terfokus pada cerita Reza Rahardian sebagai arsitek muda yang sukses yang ternyata adalah anak dari seorang Big Boss Mafia. Memang ceritanya tidak terlalu signifikan, namun endingnya, saya suka.

Si Reza membawa laptop, lalu secara tiba-tiba muncul Abimana Aryasatya. Dan ‘jleb” si Reza ditusuk oleh rekannya sendiri. “Lebih baik gue yang lakukin semua ini, percaya sama gue,” ucap si Abimana, lalu Reza pun jatuh dengan perut yang berlumuran darah di parkiran kantor polisi, itu saja sih bagian terbaiknya, hahaha.