Tuesday, June 24, 2014

Rain & Nekomata


Rain & Nekomata
By Ftrohx


Pernahkah kamu mendengar cerita tentang seorang pertapa sakti? Dia seorang pendekar yang sangat hebat?

Dia mampu melakukan hal-hal yang musthahil dilakukan oleh pendekar lain. Dia mampu bertarung melawan ribuan orang sendirian. Dia mampu untuk membebaskan sebuah negera dari Tirani. Tapi, dia memilih untuk bertapa. Dia memilih untuk meninggalkan segala hal keduniawian. Dia memilih untuk berdiam dan mengasingkan diri jauh di puncak gunung. Hanya bernafas dengan tenang dan duduk di atas batu seharian

Dia tidak ingin memikirkan apa-apa.



Menurut kamu apakah tindaknya itu egois, padahal dengan kekuataannya itu, dia bisa melakukan banyak hal. Menurut kamu apakah dia menyerah dengan kehidupan dunia ini. Menurut kamu apakah dia orang yang benar, di saat punya kekuataan yang sangat besar bukankah sudah seharusnya dia mengemban tanggung jawab. Tapi dia malah memilih untuk pergi jauh dan hidup tenang sendirian. Apakah dia terlalu mencintai dirinya sendiri? Padahal dia tidak perlu banyak berkorban karena dia punya kekuataan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Hal-hal ini yang sudah seharian kurenungkan.

Terkadang orang-orang hebat menjadi nyaman dengan kekuataan, sehingga mereka melupakah bahwa kekuataan mereka itu adalah anugerah. Sang pertapa lupa bahwa orang lain tidak memiliki kekuataan seperti dirinya, seberapa pun orang-orang biasa itu bermimpi tidak akan pernah punya kekuataan seperti yang dia miliki.

Sang pertapa berada di puncak gunung dia berharap dia hanya orang biasa yang tidak punya kekuataan apa-apa. Sedangkan seorang pemuda lemah di bawah gunung bermimpi seandainya dia memiliki kekuataan dia bisa menyelamatkan negeri-nya dari Tirani. Tidak ada yang bertemu, sang pemuda memiliki banyak keinginan sementara sang pertapa berharap dia tidak punya keinginan.

Kedua nya memiliki kesamaan menurut saya. Yang satu memiliki kekuataan tapi tidak ingin bertindak apa-apalagi, karena dia sudah bosan dengan tindakannya yang sudah dia ketahui hasilnya akan itu lagi dan itu lagi. Sedangkan sang pemuda lemah tidak bisa bertindak karena dia memang lemah, dia tidak bisa membuat perubahan sekalipun keinginannya sangat besar untuk menciptakan perubahan. Keduanya sama-sama tidak melakukan tindakan.

Ah, narasiku menjadi terlalu filosofis

Aku hanya merasakan hal yang sama dengan sang pertapa sakti itu. Aku terlalu nyaman dengan keadaan dan tidak ingin ada perubahan lagi. Aku sudah mendapatkan apa yang aku mau. Aku memiliki kekuataan super tapi tidak ingin menjadi super-hero.
*  *  *

Enam bulan sudah berlalu sejak aku memiliki kekuataan ini. Justru aku tak benar-benar beranjak dari hidupku. Aku menyadari bahwa menjadi seorang pahlawan bukan lah hanya dibutuhkan kekuataan. Tapi juga nyali untuk keluar dari zona nyaman.

Mungkin itu kelemahan utamaku, masalah keberanian

Aku sudah terlalu nyaman dengan kekuataanku ini seperti seorang pertapa sakti yang tidak berbuat apa-apa dengan anugerah kekuataan yang dimilikinya.

Kamu tahu, kekuataan ini pada awalnya membuatku sangat senang. Seperti seorang bocah pengangguran yang tiba-tiba mendapat hadiah rumah dan mobil tanpa harus bekerja keras. Mungkin itu permasalahan utamanya. Kekuataan ini datang begitu saja, seperti hujan yang tidak pernah diduga.

Setelah Nekomata, aku melakukan beberapa eksperimen lagi tentang retrocognition terhadap orang lain. Aku menggunakan orang asing yang kutemui di jalan sebagai objek-nya.

Retrocognition ku memang punya keterbatasaan hanya bisa melihat apa yang terjadi sampai maksimal 48 jam sebelum kusentuh. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk melakukan hal-hal yang luar biasa. Awalnya menarik kamu bisa melihat apa yang dilihat orang lain dari matanya, Kamu bisa melihat ingatan seseorang, kamu bisa tahu apa yang orang tahu, kamu bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, kamu bisa memiliki pengalaman-pengalaman orang lain hanya dari menyentuhnya beberapa detik. Rasa itu, sensasi mendapatkan pengalaman-pengalaman baru membuatku ketagihan. Aku kecanduan akan memori orang.

Aku kecanduan akan melihat dunia dari sudut pandang orang lain.

Rasa melihat memori orang itu, seperti kamu menonton sebuah film di bioskop yang box office yang sudah kamu nanti sejak setahun sebelumnya. Dan kamu kadang merasa lebih daripada Raja, kamu seperti Dewa yang bisa hidup ribuan tahun.

Tahu kenapa? Karena dalam enam bulan ini aku sudah menyentuh ribuan orang dan merasakan pengalaman hidup dari ribuan orang.

Sayangnya meski melihat memori ribuan orang, tetap saja karakterku tidak banyak berubah, semua memori itu seperti film di layar dan otakku hanya otak manusia normal, jadi begitu film selesai kadang aku lupa detailnya. Tapi, sensasi bahagia masih terasa meski aku sudah melangkah keluar keluar dari teater.
.  .  .

Kamu pasti bertanya-tanya, Apa selanjutnya? Bagaimana duet ku dengan Nekomata?

Iya kami tidak pernah jadi, tentu saja.

Dia memiliki prinsip, seorang superhero haruslah bekerja sendirian. Ketika superhero bekerja dalam kelompok dia tak lagi dilihat sebagai seorang superhero. Sekalipun ada sidekick, seorang superhero modern lebih suka mencari sidekick dari lawan jenisnya.

“Gw butuh nya sidekick seorang perempuan, bukan laki-laki.”

Aku juga tidak terlalu peduli dengan aksi superhero-nya. Nekomata menurutku hanya pemuda frustasi yang mencari kesenangan dengan memukuli orang asing di jalan. Menghajar orang asing yang dianggapnya penjahat ataupun preman yang memalak anak sekolah, memberi dia sensasi tersendiri seperti candu.

Aku tahu dia ketagihan akan hal itu. Tapi dia tidak bisa bertarung melawan penjahat sungguhan. Dia belum punya nyali untuk itu.

.  .  .

Nb: sebuah cerpen lama, tapi baru di upload.
Ilustrasi; Anbu Mask, devianart.com

Review Film 21 Jump Street


Review Film 21 Jump Street
By Ftrohx


Banyak teman-teman yang menyarankan. "Coba nonton 21 Jump Street dah? Film bagus ntuh, lucu, tentang polisi yang menyamar jadi anak SMA." 

Mereka bilang ini film komedi ringan, tapi nggak menurut gw, film ini terlalu banyak dramanya daripada komedi.

Namun yang spektakuler dari film ini, dua aktor utamanya Jonah Hill dan Channing Tatum sukses memainkan perannya. Mereka benar-benar menunjukan REGRET dari masa-masa sekolah dan membawanya masuk ke dalam film ini.



Ok, langsung saja, cerita dimulai dengan si bocah gendut culun (Jonah Hill) yang jatuh cinta dengan cewek tercantik di SMA-nya. Si bocah gendut ini mengajak si cewek cantik untuk berangkat bersama ke prom night. Tapi dengan tegas si cewek yang langsung menolaknya. Si gendut culun itu benar-benar menyesal kenapa dia harus mengucapkannya.

Lalu di sudut lorong, si pria tampan berotot (Channing Tatum) menertawainya. "Dasar pecundang!" begitu ucapnya.  Tapi si tampan ini juga tidak bernasib baik, dia tidak lulus ujian sekolah dan dia tidak diperbolehkan ikut prom night.

Pada akhirnya dua bocah ini cuma bisa nangis di teras sekolah.

Kemudian tujuh tahun berlalu, secara kebetulan mereka berdua bertemu di akademi polisi. Yang dulunya sering ribut dan mencela, kini di Akademi kepolisian, mereka saling membantu satu sama lain, mereka jadi sahabat selama pelatihan. Mereka berdua bermimpi menjadi polisi jagoan yang menghajar penjahat seperti di film-film Hollywood, penuh ledakan, penuh aksi, dari tembak-tembakan hingga kebut-kebutan. Namun kenyataannya, setelah lulus, mereka hanya jadi polisi penjaga taman yang berpatroli dengan sepeda. Pekerjaan mereka hanya menolong para lansia atau mengomeli anak bandel yang memberi makan ikan di kolam.

Lalu karena sebuah insiden, di mana mereka memaksakan diri dan gagal untuk menangkap beberapa preman (sekaligus bandar narkoba) bermotor di taman. Atasan mereka memberi memindah tugaskan mereka ke Jump Street, sebuah kantor polisi rahasia dengan konsep kuno, di mana para polisi ditugaskan untuk menyamar ke dalam sebuah sekolah untuk menyelidiki peredaran narkoba di kalangan remaja.

Iya, secara skenario, ceritanya simple sih. Tapi ada sesuatu yang lain di sini, sesuatu yang tidak diucapkan dengan kata-kata.

Ketika dua aktor utama ini menyamar menjadi siswa SMA, ada sesuatu yang lain di wajah mereka.

Penyesalan, sedih, marah, dendam, regret, keinginan untuk mengubah masa lalu, dan sebagainya. Itu semua terpancar dari gesture dan postur mereka, dari ekspresi wajah mereka, dari sikap mereka yang kadang arogan. Seperti kata Slamet Raharjo (aktor senior Indonesia) bahwa film yang bagus itu. "Not only tell something, but SHOWing something," dan SHOW-nya itu lebih baik daripada kata-kata.

Saat nonton film ini, pikiran gw bukan hanya tertuju pada gambar dan ceritanya, tapi juga ke diri gw sendiri. "Apa yang bisa gw lakukan? Masa lalu tidak bisa diperbaiki, lalu apa yang akan terjadi nanti?" Gw terbawa ke banyak hal, mulai dari ingatan akan kehidupan gw di SMP dan SMA, sampai dengan mimpi-mimpi gw di masa depan.

.  .  .

Ilustrasi poster movie, wikipedia.org

Monday, June 16, 2014

Surat Dari Elang

Cerita Tentang Putih Salju
By Ftrohx


Akhirnya, amplop coklat itu datang juga. Azra membawanya ke ruang tengah dan membukanya sembari duduk di sofa menghadapi ke televisi yang mati. Sebuah laporan atau lebih tepatnya catatan dari seorang anggota pasukan khusus yang tidak dipublikasikan secara resmi. Nama yang tertera adalah Elang, entah itu nama asli atau bukan Azra tidak terlalu peduli. Yang dia peduli adalah cerita di dalamnya, sebuah kisah yang selama ini menarik rasa penasaran.

Kalimat pembukannya benar-benar menarik. Apakah rasa takut itu? Apakah kematian?

Matanya lalu turun ke bawah, begitupula dengan kalimat yang selanjutnya. 
.  .  .


Kata-kata itu kembali terngiang di telingaku, baru seminggu kemarin sensei berfilosofi tentang 'Apa itu rasa takut?' dan apakah aku pernah mengalaminya selama ini. selama menjalani berbagai misi intelegen atau operasi militer atau aksi infiltrasi.

Tanganku menggenggam lebih erat Dragonuv.

Untuk pertama kalinya aku merasakan ketakutan sebelum pertempuran, aku mendengar alunan detak jantungku sendiri, rasanya kabin pesawat ini begitu sepi padahal setiap kursi penuh oleh kami.

Unit special force yang akan melakukan penyerangan.

Aku berada di Tim C. aka Charlie, kami adalah Tim back up. Dua tim sebelumnya telah berangkat setengah jam yang lalu, mereka pasti sedang melakukan penyergapan di gedung itu. 

Aneh, hawa dingin seolah menyelimutiku, menenggelamkanku. Aku tidak bisa mengatakannya karena tak ingin mengganggu para rekan se-tim ku. Mungkin karena memang masih jam 5 pagi jadi hawa dingin begitu menusuk. Lagipula tempat ini memang berada di daerah dataran tinggi. Wajar pula karena kami akan melakukan penyerangan dengan cara terjun dari helikopter ini.

Aku terus mencari alasan logis tapi semuanya ini benar-benar janggal.

“Tim Bravo dan Tim Alpha telah sampai di sana terlebih dahulu, kita adalah back up yang akan mendesak mereka dari atas sini...” Komandan Jaka sedikit menjelaskan kembali strategi operasi yang akan kami lakukan. Ku duga dalam benaknya pasti Tim Alpha dan Bravo telah menyelesaikan tugas-nya dan Tim kami hanya membersihkan sisa-sisa sampah di sana.

Sasaran kami adalah gedung berlantai 30 yang dihuni oleh para kriminal paling angkuh yang ada di Kota ini. Tim Alpha dan Bravo melakukan serangan dari pintu gerbang. Totalnya sekitar 40 orang pasukan khusus bersenjata lengkap menyerang dari lantai bawah ke lantai teratas. Dan kami Tim Charlie terdiri dari 10 orang menyelesaikan operasi ini dari lantai teratas turun ke lantai terbawah. mengepung mereka hingga satu-satunya jalan keluar adalah menyerah atau melompat dari jendela.

Iya, itu hanya jika keadaan sesuai dengan rencana kami. Tapi Komandan Jaka terus mengingatkan situasi bisa berubah setiap detiknya di lapangan.


Pukul 5.30 pagi , helikopter kami telah memasuki kompleks itu.

Aku siap melakukan penerjunan, aku berada di urutan kelima dalam penerjunan. Turun dari ketinggian 5 meter dan mendarat di roof top gedung dengan tali dari bahan campuran nilon fiber.

Begitu menginjakan kaki di lantai, kami langsung membentuk formasi bertahan dan mengintai. Edward maju paling depan dia yang membuka pintu di susul Komandan Jaka dan yang lain. Aku berada di bagian belakang pertahanan.

Tepat seperti yang diduga Komandan Jaka saat briefing tadi, mereka telah mematikan semua lampu di seluruh lantai. Para kriminal itu pasti bertahan di suatu tempat diantara lantai teratas. mengawasi langkah semua orang melalui CCTV.

Namun, sejak awal nuraniku berteriak ada yang salah di sini. Terlalu sepi, sangat sepi, ini tidak wajar. Jangankan suara pertempuran, tembak-tembakan, ataupun perkelahian. Suara derap kaki saja hanya suara dari langkah kaki kami sendiri.

Elang kamu tahu apa rasa takut itu? Itu bukan emosi, bukan juga sebuah pilihan. Rasa takut adalah bagian dari insting manusia. Insting yang membuatnya berusaha untuk tetap bertahan hidup.

Aku mencoba mengingatnya, kapan terakhir kali aku mengalami rasa takut?

Memori itu seperti kepingan yang pecah berserakan. Aku tidak ingat kapan pastinya? mungkin sebelum aku berada di akademi militer itu.

Yang terlihat hanya bayang-bayang suram seperti mimpi buruk. Tangan hitam besar mengangkat tubuhku menyeretnya ke dalam lorong lalu masuk mendobrak pintu melemparku ke dalam ruang sempit yang gelap. Hanya itu ingatan masa kecil yang ku punya. Mungkin itu yang namanya rasa takut.

Kami terus menuruni tangga menelusuri dengan cepat setiap lantai, aku rasa kami tidak perlu memeriksa dengan detail karena semuanya begitu senyap, hanya langkah sepatu kami yang terdengar.

Lalu saat aku sampai di lantai delapan, sekejab aku melihat sebuah bayangan yang bergerak.

Aku mengajukan laras senapanku dengan postur tubuh yang siaga untuk menembak.

Kami berlari mengejar bayangan itu ke tikungan lorong yang gelap. Namun dia menghilang lagi. Tidak ada apa-apa, hal logis yang bisa ku terangkan saat ini mungkin bayangan itu hanya halusinasi ku atau bayangan itu memang hantu

Terdengar tidak logis, tapi menurutku apa yang tidak masuk akal adalah apa yang paling masuk akal.

Orang-orang seperti kami memang didoktrin untuk berpikir logis, sangat logis. Kami mengabaikan hal-hal yang tidak masuk akal. Tapi bukan berarti kami tidak percaya dengan dunia supranatural. Justru sebaliknya kamilah yang paling depan berhadapan dengan hal-hal seperti ini.

“Aaaaaaaaa...” terdengar jeritan dari rekan ku, yang sedang memeriksa tangga tengah untuk menuju lantai tujuh.

Aku segera bergegas berlari ke sana.

Apa anda pernah melihat neraka? Maksudku ilustrasi tentang Neraka atau Inferno? Dante pernah menggambarkannya ratusan mayat bertumpuk-tumpuk bermandikan darah, mereka menjerit, mereka kesakitan, mereka ketakutan. Semua ekspresi menyeramkan ada di wajah mereka. Seperti itulah tumpukan puluhan mayat yang terlihat di hadapanku di tangga tengah yang besar.

Banyak pertanyaan muncul dibenak ku.

Siapa pelakunya? Berapa orang pelakunya? Bagaimana mungkin mereka melakukan? Menumpuk-numpuk mayat di tangga ini? Apa yang ada dibenak pelaku saat melakukan pembantaian ini? Dan masih banyak pertanyaan lain. Namun belum selesai aku terkejut dengan pemandangan ini. Di telingaku terdengar tawa seorang perempuan, tawa itu begitu dekat “Hihihihi...”

“Suara apa itu?” tanganku dengan bergetar menepuk bahu Tara rekan setim-ku.

“Suara?” tanyanya balik.

“Iya, suara tawa perempuan.”

“Nggak ada suara Dan?”

Yang lain juga melihat ke arahku, seolah mereka tidak mengerti atau mereka tidak mendengar apa yang kudengar. Mungkin mereka memang juga mendengar tapi karena terlalu takut jadi mereka menyangkalnya.

Aku melihat ke arah lain, Komandan Jaka menghubungi seseorang di telepon. Sepertinya dia meminta bantuan tambahan orang untuk mengevakuasi jasad-jasad yang tergelatak di sini.


Sampai pukul 10 pagi kami masih berada di sana, kami memeriksa satu per satu kamar. Kami tidak menemukan lagi orang yang hidup di sana. Semuanya tewas dari lantai delapan ke bawah hanya ada mayat-mayat yang tergeletak. Aku tidak mendramatisir cerita ini, dan aku berharap cerita ini tidak perlu dibuat dokumenter apalagi dibuat video klip musik.

Insiden ini terlalu besar dan sangat tidak masuk akal bagi orang awam, karena hanya dalam satu malam, hanya dalam beberapa jam saja, ratusan orang tewas secara misterius. Tidak ada racun kimia, tidak ada senjata pemusnah massal, dan tidak ada baku tembak. Seolah-olah ada malaikat maut berwujud manusia yang mampir di gedung ini dan menarik satu per satu jiwa penghuninya semudah mencabut lilin dari kue Tar.

Kejadian ini sangat luar biasa, sampai pemerintah harus menyuap awak media supaya tidak mengedarkan beritanya dan kalau perlu menghapus semuanya. Tidak ada artikel, tidak ada arsip, dan tidak ada keterangan tertulis apapun.

Polisi, tentara, badan intelijen, dan instansi pemerintah lainnya menyangkal –bahwa kejadian ini pernah terjadi. Namun di sana ada sesuatu yang kulihat, sesuatu yang tidak kuceritakan kepada atasanku ataupun rekan-rekanku. Sesungguhnya, aku menemukan petunjuk yang menarik setelah membereskan jasad-jasad itu.

Tapi sebelumnya anda pernah mendengar dilema petugas TKP. Petugas TKP selalu berkata “Tidak ada yang namanya hantu di sini,” padahal mata mereka melihat wajah berlumuran darah yang persis sama dengan jasad yang baru saja dimasukan ke kantong mayat, wajah yang sama berdiri menatapnya di antara keramaian orang di belakang ambulance. Iya, aku juga pernah mengamalinya sekali, melihat hal seperti itu tapi di tempat yang lain. Namun di sini yang sangat membuatku penasaran justru hal itu tidak ada. Aku mengangkut mayat-mayat itu, aku menatap wajah mereka. Berharap bisa melihat hantu salah seorang dari mereka dan menemukan petunjuk siapa pelakunya, namun tidak ada yang nampak.

Justru ada hal lain yang membuatku merinding, membuat jantungku berdegup kencang seperti berlari sepuluh kilometer. Aku merasakan ketakutan. Tapi aku tidak tahu apa yang membuatku takut, aku tidak mengerti kenapa aku bisa gemetaran. Mentorku pernah berkata aku bisa merasakan aura seseorang, aku bisa mengetahui bakat seseorang yang ada di sekitarku. Aku memiliki sensitifitas yang lebih daripada orang lain.

Siang itu, aku kembali mendengar tawa cekikikan dari hantu perempuan yang menerorku di lorong lantai delapan. Siang itu aku bisa melihat lebih jelas darimana sumber tawa itu berasal.

Di seberang sana, aku melihat senyum dari bibir seorang perempuan, bibir itu pucat aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tertutup oleh poni sampai ke hidung. Dia berjalan ke samping sehingga aku hanya bisa melihat sebelah sisi siluet tubuhnya. Dia berkulit putih mengenakan baju warna putih dan rok warna biru. Seperti seragam anak sekolah. Dia masih tersenyum dan tertawa cekikikan seolah menghina kelemahanku.

Tidak ada rekan atau orang-orang di sekitarku yang menyadari bahwa dia sedang melintas.

Satu hal yang kutahu pasti. wajah itu, tubuh itu, dan pakaian itu. Tidak ada diantara para korban yang meninggal. Hipotesisku jika perempuan itu hantu maka dia bukan hantu dari salah satu korban pembantaian. Atau jika dia adalah hantu maka bisa jadi kami belum menemukan jasadnya atau jasad disembunyikan dengan sangat rapih seperti di semen dalam tembok.

Sungguh, pengalaman hari itu menciptakan mimpi buruk hingga berbulan-bulan lamanya.

Sampai setahun setelah itu, aku melakukan penyelidikan panjang atas fenomena yang menghantuiku. Dan menemukan sebuah fakta, bahwa perempuan itu bukan hantu. Dia nyata, dia adalah manusia.

Atas bantuan salah seorang temanku di Tim penyelidik khusus. Aku menemukan rekaman CCTV yang tersembunyi di sudut gedung yang menjadi kotak hitam atas insiden itu. Aku menemukan rekaman apa yang terjadi sebelum pembantaian. Tentu saja aku merahasiakannya. Tapi sampai saat ini aku masih tidak mengetahui siapa perempuan itu.

Satu-satunya petunjuk adalah tattoo burung berwarna biru di lehernya. Menurut temanku yang ahli simbol, tattoo itu adalah lambang dari Phoenix, burung api legendaris yang bangkit dari kematian.
.  .  .

Azra menggeleng, surat yang dia baca bukanlah sebuah laporan, tulisan itu lebih mirip sebuah cerpen thriller yang diupload random di laman Storial, terlalu penny dreadful. Namun dari cerita itu, samar-samar ia tahu siapa si wanita misterius yang dimaksud Elang itu. Dia tak lain adalah teman lamanya, dia adalah si Putih Salju wanita yang melegenda karena membunuh orang satu gedung sendirian.

Tangan Azra naik ke leher, menggenggam tengkuknya yang menggidik. Ia bisa membayangkan begitu banyak mayat yang bergelimpangan dari lantai ke lantai, dari lorong ke lorong, dan tangga ke tangga. Itu dia, sang pembunuh yang tak dapat dihentikan. []

Saturday, June 14, 2014

Review Film Zodiac (2007)



Review Film Zodiac (2007)
By Ftrohx


Akhirnya gw nonton juga film ini setelah sekian lama PENASARAN ! Aaaaaaaaaaaa... Secara kebetulan kemarin malam film ini tayang di Global TV jam 23:30 beneran begadang gw.

Bagi teman-teman yang sudah sering riset atau baca cerita-cerita kriminal pasti sudah nggak asing lagi dengan nama 'Zodiac' si pembunuh berantai legendaris dari Amerika yang membuat kasus tak terpecahkan antara tahun 1960an - 1970an. Iya, film ini berdasarkan kisah nyata, begitupula dengan para karakternya.

Sebenarnya cerita dari film ini sama seperti kisah crime thriller pada umumnya, seorang pembunuh berantai melakukan aksinya, kemudian mengirim surat ancaman ke kepolisian dan media bahwa dia akan melakukan aksinya lagi dan lagi. Zodiak bukan yang pertama mengirim surat ancaman ke publik akan aksinya, jauh sebelumnya sudah ada Jack The Ripper. Namun, yang membuat Zodiac berbeda adalah pesan teka-teki yang dia kirim dalam bentuk matrik cipher yang sangat sulit untuk dipecahkan, dari empat matrik cipher yang dikirim 'konon' hanya satu yang berhasil terpecahkan, tiga lainnya masih misteri sampai sekarang.

Tapi bukan hanya cerita tentang pesan terenkripsi yang membuat film ini menjadi hebat, melainkan cara David Fincher (sang sutradara) dan James Vanderbilt (penulis skenario) menyajikannya, film ini menurut saya bahkan jauh lebih baik daripada buku aslinya yang hanya linier dari satu sudut pandang. 

Dari sudut pandang saya, film ini dibagi menjadi dua babak, pertama penyelidikan oleh Paul Avery (Robert Downey Jr.) dan babak kedua penyelidikan oleh Graysmith (Jake Gyllenhaal)



Seperti biasa cerita dimulai dengan aksi pembunuhan yang menyeramkan yang terjadi pada Darlene (seorang janda muda) dan Mike (teman kencan barunya). Darlene tewas seketika di lokasi oleh serangan si pembunuh sementara Mike terluka parah namun selamat.

Adegan pun berganti, ke perkotaan sibuk San Francisco, memasuki sebuah perkantoran, mengikuti puluhan surat yang disortir lalu masuk ke ruang redaksi. Sebuah surat pengakuan aksi pembunuhan serta ancaman dari Zodiac, plus sebuah pesan teka-teki dalam bentuk matrik cipher.

Wartawan kriminal Paul Avery ditugaskan oleh Boss-nya untuk menulis dan mengikuti perkembangan kasus ini, dia bekerja sama dengan Graysmith seorang ilustrator muda yang bekerja di perusahaan koran itu. Paul bukan sekedar wartawan biasa. Dia cerdas dan eksentrik, dia melakukan penyelidikan sendiri layak Sherlock Holmes. Mulai dari menganalisis tulisan tangan Zodiac, mencoba memecahkan puzzle-nya, mencari keterkaitan motif antara pembunuhan pasangan pertama dan pembunuhan di danau, dan analisis-analisis detektif amatir lainnya. Karakter ini pas banget diperankan oleh Robert Downey Jr.

Seperti yang saya bilang, sutradara dan penulis skenarionya menyajikan cerita ini dengan brilliant. Mereka membawa penonton untuk terus penasaran, terus bertanya-tanya "Apa sih yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku sebenarnya? Apakah dia ada diantara mereka para penyelidik itu sendiri?" Selama film diputar, saya sendiri menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan di sini dibabak pertama, penulis skenario mengarahkan penonton pada kesimpulan yang salah atau benar tapi seolah salah. Mereka menyajikan Graysmith sebagai karakter yang misterius, Smith adalah pemuda tampan namun juga seorang duda. Tidak dijelaskan bagaimana masalalu hingga dia menjadi seorang duda? Hanya dijelaskan bahwa dia tinggal di Apartemen bersama dengan anaknya. Penonton dibuat bertanya-tanya siapa istri sebelumnya? Saya sendiri bertanya-tanya apakah ada hubungan antara Darlene (korban pembunuhan pertama) yang janda kembang dengan Graysmith si duda tampan?

Sebagai rekan dari Paul Avery, Graysmith begitu genius. Dia mengaku sejak kecil sudah belajar memecahkan teka-teki, sandi-kode, dan semacamnya. Itu sudah jadi bagian dari hobinya selain menjadi ilustrator. Selain itu fakta-fakta mencurigakan muncul, dengan cepat penyelidikan bergulir duet Paul dan Graysmith bahkan lebih cepat dua langkah daripada para detektif kepolisian, sampai-sampai Inspektur Toschi marah besar pada Paul Avery. Namun semakin diselidik, semakin banyak petunjuk yang mendekati fakta, secara tiba-tiba pada satu titik mengalami jalan buntu. Tulisan tangan tersangka yaitu Allan Leigh berbeda dengan tulisan tangan yang dikirim oleh Zodiac. Mereka harus memulai lagi dari nol, terlebih Zodiak berhenti mengirimkan surat-surat ancamannya. 

Paul sangat frustasi, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk mabuk-mabukan. Di satu sisi Paul semakin curiga dengan Graysmith, rekannya itu terlalu genius, dialah yang pertama kali memecahkan sandi dari Zodiak sebelum orang-orang lain berusaha memecahkannya, Smith jugalah yang mengajukan teori motif pembunuhan berdasarkan lokasi dan hubungannya dengan kalender perbintangan yang tidak terpikirkan oleh para penyelidik lain. Tapi Paul tidak pernah punya bukti, bahkan secara teori circumstantial pun Graysmith seolah tidak memiliki koneksi sama sekali dengan para korban pembunuhan, juga Smith selalu memiliki alibi yang sempuran dimana dia berada di tempat lain di saat Zodiak beraksi, bahkan di saat Zodiak mengirim surat ancaman ataupun telepon Smith sedang mengerjakan hal lain. Di sini saya melihat hubungan antara Paul dan Graysmith ibarat L. Lawliet yang menyelidiki Light Yagami secara langsung, selama alat bukti belum ditemukan dia tidak bisa berbuat apapun. Penyelidikan Paul berlangsung selama delapan tahun, dari 1971 sampai 1978 dan makin hari dia semakin putus asa. Ujung-ujung dia mengundurkan diri dari koran Chronicle dan tidak mengurusi lagi kasus Zodiak. Babak pertamapun berakhir.

Babak kedua dimulai dengan Graysmith, yang melakukan penyelidikan ulang secara independen. Dia juga melakukan riset ulang ini untuk membuat buku tentang Zodiac. Nah loh!

Di babak kedua, bagi teman-teman yang sudah nonton pasti berucap "Sangat-sangat janggal!" Iya, karakter Graysmith dibagian ini berubah, seolah orang yang berbeda dari Graysmith yang sebelumnya. Di sini Smith terlihat seperti orang yang kehilangan INGATAN, dan dia harus memulai semua penyelidikan dari awal lagi. Dia menanyai rekan-rekan di kantornya, terus polisi-polisi yang pernah bertugas dalam kasus ini, hingga menanyai saksi-saksi. Di sini penalaran Smith bergerak lebih lambat daripada saat dia bersama Paul.

Smith yang diduga sebagai tersangka sekarang malah menjadi penyelidik. Ini sangat aneh, tapi yang lebih aneh lagi obsesi Smith untuk membuat buku tentang Zodiac, seolah dialah Zodiac yang ingin terus eksis, dikenang sepanjang masa. Tapi dari bukti-bukti Smith bukanlah Zodiac atau mungkin Zodiac adalah alter-ego dari Graysmith yang terpendam sangat dalam dibawah alam sadarnya. Memasuki bagian kedua otak saya makin banyak berimajinasi, bagaimana jika Zodiac tidak pernah ada bagaimana jika itu semua hanya manipulasi oleh perusahaan koran Chronicle untuk mencari keuntungan, atau bagaimana jika pelakunya adalah detektif kepolisian itu sendiri, atau bagaimana jika Zodiac adalah misi propaganda Pemerintah Amerika untuk mempengaruhi warganya sendiri, dan yang paling ekstrem bagaimana jika Graysmith melakukan perjanjian dengan Shinigami lalu ketika perjanjian itu selesai maka ingatan Graysmith tentang pembunuhan itupun hilang ! Aaaaaaaaaaaaaaaaa... #sinting gokil gokil. Jake Gyllenhall sukses berperan sebagai Graysmith.

Cerita menuju klimaks dengan Graysmith, bertemu seorang informan di Valejo, seorang operator bioskop tua yang mengaku kenal dengan Allan Leigh, tersangka pertama yang telah dibebaskan tahun 1970an karena kurangnya bukti. Konon dari info yang didapatkan bahwa si operator memiliki potongan negatif film yang memuat simbol Zodiac, Graysmith juga menanyakan masalah poster film yang diterdapat tanda tangan dari Allan Leigh, ternyata poster itu justru dibuat oleh si operator. Di sini Smith menjadi paranoid, dia ketakutan bahwa si informan adalah Zodiac yang sengaja menjebaknya di rumah yang sepi. Tapi ternyata si informan bukanlah Zodiac. Waktu berlalu ke tahun 1991, para polisi akhirnya menemukan Mike Mageau - saksi yang selamat dari kasus Zodiac di Valejo (20 tahun sebelumnya.) Mike mengidentifikasi bahwa Allan Leigh adalah pelaku pembunuhan itu, gambar berlalu mengikut polisi, dia sebuah rak terdapat tumpukan buku, kamera menyorotnya lebih detail "Zodiac karya Graysmith yang telah menjadi buku best seller." Ceritapun berakhir dengan kejutan lagi, bahwa Allan Leigh meninggal di tahun 1991 sebelum sempat di interogasi oleh polisi. Lalu pada tahun 2002 hasil tes DNA Leigh tidak sesuai dengan DNA yang ada di surat kiriman Zodiac, yang berarti kasus Zodiac masih belum terpecahkan sampai sekarang. 

Sebagai penutup, ada tiga gimmick yang saya suka dari film ini. Pertama, adegan saat pakar analisis tulisan berkata "Yang paling aneh dari teks ini adalah huruf K. nya? Biasanya huruf K dibuat dengan dua goresan tapi dia membuatnya dengan tiga." Kedua saat Graysmith berkata "L adalah huruf konsonan yang paling sering muncul dalam bahasa Inggris." Dan terakhir saat Paul Avery berujar "Sumpah, gw benci kata yang dimulai dari huruf L."

.  .  .

Tuesday, June 10, 2014

Proses kreatif dibalik Death Note?



Proses kreatif dibalik Death Note?
By Ftrohx

"Pertama-tama, saya percaya sebagian besar penulis belajar dari penulis lain. Mereka membaca, dan mereka memuntahkannya kembali dalam bentuk tulisan lain. Apa dan bagaimana mereka mencurinya dari bacaan, mungkin itulah yang berbeda dari satu penulis dengan penulis lain." - Eka Kurniawan.



Ada satu adegan yang sangat menarik di Bakuman, kalau gak salah di season 2 cerita sebelum duet Mashiro Moritaka dan Akito Shujin menciptakan komik Shady Detective Trap.

Suatu ketika Akito Shujin dikagetkan oleh suara bell pintu rumahnya, lalu ketika dia membuka pintu ada enam kardus besar yang bertumpuk tepat di depan pintunya, pas dia buka isi kardus itu ternyata adalah novel-novel detektif dan film-film detektif lawas yang dikirim oleh Hatori editor mereka. Hatori mengirimkan semua novel detektif itu sebagai bahan bagi Akito menulis cerita yang baru. Menurut saya secara tidak langsung adegan ini menggambarkan proses kreatif dibalik kesuksesan Tsugumi Ohba sebelumnya, dalam hal ini saat dia menciptakan Death Note. Fakta bahwa gambar kepala dari karakter utama Shady Detektif Trap persis habis dengan L. Lawliet di Death Note, cuma kostumnya saja yang beda.

Lalu cerita bergulir, Tim Ashirogi Muto kembali bekerja sama, mereka bekerja keras menciptakan cerita detektif yang mendekati sempurna, mereka banyak membaca, mereka banyak menulis, mereka jarang tidur, dan bahkan mereka minta bantuan dari Miyoshi untuk nulis resensi dan ide-ide kecil dari film-film detektif lawas yang mereka tonton.

Untuk menciptakan NAME, untuk menciptakan sepuluh bab awal saja dari Shady Detective Trap, mereka melakukan riset baca yang sehebat itu. Maksud saya, enam kardus besar mereka lahap hanya untuk bisa sepuluh bab, kalau orang Indonesia apa ada yang seperti itu?

Saya jadi ingat tulisannya Brahmanto Anindito di blognya "Untuk menciptakan karya yang hebat ada dua cara; buat cerita fantasy yang menarik imajinasi pembaca seperti Harry Potter-nya J K Rowling atau buat buku dengan RISET yang kuat seperti Dan Brown." Dan mereka duet Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata melakukan riset dan eksperimen yang sangat dalam untuk menciptakan Death Note.

Selama bertahun-tahun saya melihat Death Note sebagai master piece yang original. Namun kenyataannya tentu saja "tidak ada yang baru di bawah matahari!" Seperti kata TS Eliot (saya tidak kenal siapa dia) “Mediocre Writers Borrow; Great Writers Steal” Semua penulis hebat selalu mengambil ide (atau bentuk sopan-nya 'terinspirasi') dari penulis lain.



Ok langsung saja, dibawah ini adalah riset saya untuk membokar apa sih yang ada dibalik otaknya Tsugumi Ohba saat menciptakan Death Note?

Yang mana yang diciptakan lebih dahulu Light Yagami si psikopat atau Detektif L. Lawliet ?

Ini pertanyaan yang sangat menarik, kalau dilihat dari kemunculan karakternya tentu saja Light Yagami lah yang pertama, tapi saya melihat Light Yagami adalah karakter yang mentah pada Bab-bab awal. Justru L meski muncul di Bab kedua, dia benar-benar terlihat sudah jadi karakter yang matang.

Kenapa saya bilang Light Yagami karakter yang mentah? Karena tidak ada hal yang baru yang bisa disajikan oleh Light Yagami (kecuali buku shinigami yang bisa bunuh banyak orang.) Kenapa tidak ada yang baru dari Light Yagami, karena seperti yang kita semua tahu, terutama bagi teman-teman yang sudah baca Crime & Punishment karya Doestoyevsky tahun 1866. Iya, begitulah kerjanya Sensei Ohba, terlihat jelas bahwa karakter Light Yagami mengambil ide dari Raskolnikov. Yang sayangnya, Raito tetap tidak bisa mengalahkan Raski (Seperti kata Nisio Issin di Los Angeles BB Murder, bahwa versi copy tidak bisa mengalahkan yang asli.) Raski meski tidak punya kekuatan supranatural tapi dia sudah jadi karakter SPEKTAKULER dengan kedalaman jiwanya. Bahkan Doestoyevsky sampai-sampai mendapat julukan "Sang Kaisar" gara-gara menciptakan Raski. Sebenarnya bukan hanya masalah Light Yagami, tapi secara struktural kita juga bisa melihat banyak kesamaan antara Crime & Punishment (1866) dengan Death Note (2001-2006) Pembahasan tentang ini nanti pada note yang lain.

Membaca Bakuman sebagai rahasia dibalik dapur Death Note ada satu lagi yang menarik perhatian saya, yaitu saat Akito Shujin dan Mashiro mendapat ide untuk menciptakan Reversi. Seperti yang kita ketahui Shujin selalu punya ide-ide untuk projek komik yang Non-mainstream (projek yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu) dengan ide-ide yang berat dan rumit. Ini seperti Doestoyevsky, Edgar Allan Poe, Wilkie Collins, dan nama-nama legendaris lainnya. Mereka menciptakan novel-novel yang luar biasa hingga selalu bikin dahi pembacanya mengernyit. Tapi yang dipikirkan Shujin dan Mashiro adalah bagaimana membawakan ide-ide yang berat itu supaya bisa dinikmati remaja SMA. Nah di sini kreatifnya Ohba-sensei, dia menggunakan medium fantasy untuk mempermudah penyampaian idenya, dalam hal ini memasukan unsur supranatural yaitu Shinigami. Dia menciptakan karakter mainstream (shounen jump) di dalam cerita yang non-mainstream (philosophical thriller). Bingungkan, penjelasan panjang lengkapnya baca di Bakuman chapter 151.



Ok, lanjut lagi tentang Death Note, seperti yang saya bilang di atas L menurut saya jauh lebih matang. L itu beda dari semua detektif yang pernah saya kenal sebelumnya atau dalam hal ini dia terlihat original, meski dibalik itu pasti ada sumber idenya. 

Pertanyaannya bagaimana L. bisa tercipta? Apa yang menginspirasi Ohba dan Obata menciptakan L ?

Kenapa L ? Kenapa tidak huruf lain? Kenapa tidak A, B, C, D, F, atau G ? Kenapa harus L ? Karena L. adalah huruf yang paling signifikan.

L adalah huruf yang paling dekat dengan M atau huruf sebelum M. Tahu M yang saya maksud adalah kode untuk pimpinan Badan Intelijen Inggris. Sebagai seseorang yang berada dibalik bayangan mengatur para agen rahasia dari MI6. L seolah menyatakan bahwa dirinya berada setara (bahkan di atas) orang paling rahasia dibalik rahasia, seperti yang kita baca di bab 02 Death Note dan bab 03 LA BB Murder. Juga fakta bahwa banyak ahli matematik tingkat dunia yang terkenal dengan huruf L seperti Leibniz (ahli matematik yang menginspirasi Edgar Allan Poe), La Place (yang terkenal dengan teori Demon-nya), dan Lindenmayer pencipta L-System untuk teknologi Artificial Inteligence modern. Menurut saya L adalah huruf yang jauh lebih signifikan daripada huruf A (Alpha) ataupun X (Xenon). L adalah alegori dari genius yang bekerja dibalik bayangan, dan inilah berhasilnya Ohba dan Obata. Nggak ada penulis detektif lain, baik itu dari barat maupun timur yang kepikiran menciptakan L. Ide yang brilliant sebagai warisan untuk budaya fiksi populer.

Sayangnya, eksekusi karakter L begitu jelek. Menurut saya, L minimal bisa setara dengan Geogre Smiley pimpinan Intelijen di novel John La Carre. Seperti kata senior saya "Ide bagus kalau eksekusinya jelek hasilnya mediocre," L memang sangat bagus tapi ketika memasuki Bab 11 dimana dia muncul di depan para polisi Jepang itu, sosok L di sini sudah hancur. Saya berharap semoga bocah kurus dengan kaos putih lengan panjang dan berwajah zombie itu bukan L yang sebenarnya. L versi manga dan anime tidak terlalu berhasil menurut saya, tapi ketika L diperankan oleh Kenichi Matsuyama, nah ini baru L yang saya cari, ini baru karakter L yang menginspirasi.


Kembali lagi ke tema utama kita "Apa yang ada dibalik Death Note?" saya memang tidak bisa menyebutkan semuanya, tapi ada beberapa gimmick di Death Note yang terlihat jelas darimana sumber idenya.

Pertama huruf L besar dengan font Old English MT di layar komputer setiap kali L muncul atau berkomunikasi dengan para polisi. L adalah huruf yang signifikan, pertanyaannya gimana membuat L itu sebagai simbol dan Old English MT adalah font yang tepat, ini juga berkaitan dengan sejarah panjang fiksi detektif di Inggris dan Amerika. Font itu tepat dan klasik. Ide tentang L sebagai simbol itu, ya tentu saja kita semua tahu, darimana lagi kalau Dark Knight-nya Frank Miller "Sebagai seorang manusia kita dapat hancur, tetapi sebagai simbol kita bisa melakukan apapun." Kedua gimmick L yang populer yaitu duduk jongkok di atas bangku, dengan alasan pose ini membuat dia berkonsentrasi, gimmick konyol ini sudah ada sejak seratus tahun yang lalu dari Sherlock Holmes di kasus Red-Headed League.

.  .  .

Ilustrasi:
- Death Note movie, sumber beyondbirthday.blogspot.com
- AshirogiMuto, sumber mangareader.net