Tuesday, June 24, 2014

Rain & Nekomata


Rain & Nekomata
By Ftrohx


Pernahkah kamu mendengar cerita tentang seorang pertapa sakti? Dia seorang pendekar yang sangat hebat?

Dia mampu melakukan hal-hal yang musthahil dilakukan oleh pendekar lain. Dia mampu bertarung melawan ribuan orang sendirian. Dia mampu untuk membebaskan sebuah negera dari Tirani. Tapi, dia memilih untuk bertapa. Dia memilih untuk meninggalkan segala hal keduniawian. Dia memilih untuk berdiam dan mengasingkan diri jauh di puncak gunung. Hanya bernafas dengan tenang dan duduk di atas batu seharian

Dia tidak ingin memikirkan apa-apa.



Menurut kamu apakah tindaknya itu egois, padahal dengan kekuataannya itu, dia bisa melakukan banyak hal. Menurut kamu apakah dia menyerah dengan kehidupan dunia ini. Menurut kamu apakah dia orang yang benar, di saat punya kekuataan yang sangat besar bukankah sudah seharusnya dia mengemban tanggung jawab. Tapi dia malah memilih untuk pergi jauh dan hidup tenang sendirian. Apakah dia terlalu mencintai dirinya sendiri? Padahal dia tidak perlu banyak berkorban karena dia punya kekuataan yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Hal-hal ini yang sudah seharian kurenungkan.

Terkadang orang-orang hebat menjadi nyaman dengan kekuataan, sehingga mereka melupakah bahwa kekuataan mereka itu adalah anugerah. Sang pertapa lupa bahwa orang lain tidak memiliki kekuataan seperti dirinya, seberapa pun orang-orang biasa itu bermimpi tidak akan pernah punya kekuataan seperti yang dia miliki.

Sang pertapa berada di puncak gunung dia berharap dia hanya orang biasa yang tidak punya kekuataan apa-apa. Sedangkan seorang pemuda lemah di bawah gunung bermimpi seandainya dia memiliki kekuataan dia bisa menyelamatkan negeri-nya dari Tirani. Tidak ada yang bertemu, sang pemuda memiliki banyak keinginan sementara sang pertapa berharap dia tidak punya keinginan.

Kedua nya memiliki kesamaan menurut saya. Yang satu memiliki kekuataan tapi tidak ingin bertindak apa-apalagi, karena dia sudah bosan dengan tindakannya yang sudah dia ketahui hasilnya akan itu lagi dan itu lagi. Sedangkan sang pemuda lemah tidak bisa bertindak karena dia memang lemah, dia tidak bisa membuat perubahan sekalipun keinginannya sangat besar untuk menciptakan perubahan. Keduanya sama-sama tidak melakukan tindakan.

Ah, narasiku menjadi terlalu filosofis

Aku hanya merasakan hal yang sama dengan sang pertapa sakti itu. Aku terlalu nyaman dengan keadaan dan tidak ingin ada perubahan lagi. Aku sudah mendapatkan apa yang aku mau. Aku memiliki kekuataan super tapi tidak ingin menjadi super-hero.
*  *  *

Enam bulan sudah berlalu sejak aku memiliki kekuataan ini. Justru aku tak benar-benar beranjak dari hidupku. Aku menyadari bahwa menjadi seorang pahlawan bukan lah hanya dibutuhkan kekuataan. Tapi juga nyali untuk keluar dari zona nyaman.

Mungkin itu kelemahan utamaku, masalah keberanian

Aku sudah terlalu nyaman dengan kekuataanku ini seperti seorang pertapa sakti yang tidak berbuat apa-apa dengan anugerah kekuataan yang dimilikinya.

Kamu tahu, kekuataan ini pada awalnya membuatku sangat senang. Seperti seorang bocah pengangguran yang tiba-tiba mendapat hadiah rumah dan mobil tanpa harus bekerja keras. Mungkin itu permasalahan utamanya. Kekuataan ini datang begitu saja, seperti hujan yang tidak pernah diduga.

Setelah Nekomata, aku melakukan beberapa eksperimen lagi tentang retrocognition terhadap orang lain. Aku menggunakan orang asing yang kutemui di jalan sebagai objek-nya.

Retrocognition ku memang punya keterbatasaan hanya bisa melihat apa yang terjadi sampai maksimal 48 jam sebelum kusentuh. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk melakukan hal-hal yang luar biasa. Awalnya menarik kamu bisa melihat apa yang dilihat orang lain dari matanya, Kamu bisa melihat ingatan seseorang, kamu bisa tahu apa yang orang tahu, kamu bisa merasakan apa yang orang lain rasakan, kamu bisa memiliki pengalaman-pengalaman orang lain hanya dari menyentuhnya beberapa detik. Rasa itu, sensasi mendapatkan pengalaman-pengalaman baru membuatku ketagihan. Aku kecanduan akan memori orang.

Aku kecanduan akan melihat dunia dari sudut pandang orang lain.

Rasa melihat memori orang itu, seperti kamu menonton sebuah film di bioskop yang box office yang sudah kamu nanti sejak setahun sebelumnya. Dan kamu kadang merasa lebih daripada Raja, kamu seperti Dewa yang bisa hidup ribuan tahun.

Tahu kenapa? Karena dalam enam bulan ini aku sudah menyentuh ribuan orang dan merasakan pengalaman hidup dari ribuan orang.

Sayangnya meski melihat memori ribuan orang, tetap saja karakterku tidak banyak berubah, semua memori itu seperti film di layar dan otakku hanya otak manusia normal, jadi begitu film selesai kadang aku lupa detailnya. Tapi, sensasi bahagia masih terasa meski aku sudah melangkah keluar keluar dari teater.
.  .  .

Kamu pasti bertanya-tanya, Apa selanjutnya? Bagaimana duet ku dengan Nekomata?

Iya kami tidak pernah jadi, tentu saja.

Dia memiliki prinsip, seorang superhero haruslah bekerja sendirian. Ketika superhero bekerja dalam kelompok dia tak lagi dilihat sebagai seorang superhero. Sekalipun ada sidekick, seorang superhero modern lebih suka mencari sidekick dari lawan jenisnya.

“Gw butuh nya sidekick seorang perempuan, bukan laki-laki.”

Aku juga tidak terlalu peduli dengan aksi superhero-nya. Nekomata menurutku hanya pemuda frustasi yang mencari kesenangan dengan memukuli orang asing di jalan. Menghajar orang asing yang dianggapnya penjahat ataupun preman yang memalak anak sekolah, memberi dia sensasi tersendiri seperti candu.

Aku tahu dia ketagihan akan hal itu. Tapi dia tidak bisa bertarung melawan penjahat sungguhan. Dia belum punya nyali untuk itu.

.  .  .

Nb: sebuah cerpen lama, tapi baru di upload.
Ilustrasi; Anbu Mask, devianart.com

No comments:

Post a Comment