Review by Ftrohx
Peringatan, tulisan di bawah ini mengandung banyak spoiler.
Detektif Chilock: Belajar di Mikrolet
Penulis: Agung Al Badamy
Penyunting: Selfietera
Desain Cover: SER Art
Penerbit: Phoenix Publisher, Aglitera .com
Dimensi: 13x20cm, viii+ 207 halaman
ISBN: 978-602-5416-21-7
Membaca dua bab dari novel ini, mendadak saya ingat sebuah kalimat sakral dari Joker di film Dark Knight. "This what happen when an unstoppable force meet an immovable object."
Itulah yang juga terjadi di novel ini.
Gaston seorang pemain sepak bola yang mengalami cedera engkel yang dipaksa pesiun dini dari dunia atlet. Bertemu dengan Chilock, sopir angkot yang bekerja freelance sebagai detektif swasta. Dua-duanya, huh, sama-sama sinting. Gaston adalah narator yang paling lebay yang pernah saya lihat. Jika tingkat kelebay John Watson adalah 71, maka tingkat kelebay'an Gaston adalah 157. Dua kali lipat dibanding si narator dari kisah-kisah Sherlock Holmes. Sedangkan Chilock, dia adalah pemuda songong, aneh, yang melakukan banyak hal yang tidak masuk akal. Mereka berdua bertemu dan berpetualangan yang menjadi inti dari novel saklek ini, ckckck.
Ok, dari judulnya kamu bisa menebak, bahwa Detektif Chilock memang plesetan dari Sherlock Holmes: Study in Scarlet. Aslinya, saya nggak berekspektasi tinggi terhadap novel ini. Ah, paling cuma novel lelucon biasa. Namun ternyata saya salah. Dia lebih dari sekedar plesetan, dia menciptakan kasus sendiri, kritik sastra detektif, dan legendanya sendiri.
Sinopsis
Alkisah, Gaston mantan atlet sepak bola yang pincang karena cedera engkel ingin pulang kampung, dia naik angkot menuju station. Kebetulan sopir angkot itu adalah seorang pemuda dengan penampilan aneh yaitu Chilock. Si pemuda lalu memberi Gaston helm, tanpa memberikan alasannya, hahaha. Kemudian Chilock mulai berdeduksi panjang tentang Gaston, layaknya Sherlock bicara ke Dokter Watson, cuma kali ini lebih kocak dan gembel. Gaston yang sedang lesu dan menyedihkan pun terkejut dengan paparan Chilock, baik pada dirinya sendiri, maupun pada penumpang lain yang naik angkot.
Nyaris di tiap halaman, saya melihat Gaston yang melonjak terkejut dan berteriak “mustahil”, “nggak mungkin!” dan seterusnya dengan begitu lebay, terutama pas Chilock memaparkan deduksi. Seolah seumur hidup, dia tidak pernah melihat keajaiban tebak-tebakan manusia seperti Chilock, huhuhu.
Chilock si pengemudi ugal-ugalan dengan kacamata hitam, yang ketika Gaston membuka kacamatanya dia tidur sambil nyetir. Lalu secara kebetulan atau tidak kebetulan berhasil menangkap seorang penjahat di angkot mereka, plus seorang buronan yang sedang kabur menggunakan sepeda motor. Dengan semua peristiwa itu, akhirnya Gaston memutuskan tidak jadi pulang kampung dan memilih ikut Chilock ke kontrakannya di jalan Bakery no. 122 A. Dari kontrakan itu, Gaston baru menyadari bahwa Chilock punya pekerjaan lain selain sopir angkot yaitu menjadi detektif swasta, hahaha. Dari sinilah petualangan sesungguhnya dimulai.
Keesokan harinya, tiba-tiba muncul lelaki tua yang minta tolong pada mereka untuk menemukan orang yang sudah maling di rumahnya yaitu Tuan Sugeng. Satu-satunya petunjuk dari lelaki tua itu adalah jengkol yang mencurigakan, sebab setelah dicuri oleh si maling, tak beberapa lama jengkol itu dikembalikan, huhuhu. Nggak masuk akal dan tidak menggugah selera. Tapi jangan salah, akan ada pembunuhan berantai di balik kasus pencurian jengkol ini, pembunuhan dengan plot twist yang cukup bangsat untuk ukuran novel kriminal Indonesia.
Ok, masuk review.
Gaya bahasa dan latar
Dari gaya bahasa, saya melihat si penulis (Agung Al Badamy) menggunakan bahasa yang ringan tapi nyolot. Gaya bercerita mengingatkan saya dengan Om Eka Kurniawan dalam buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Serius, meski si narator Gaston mengaku sebagai mantan atlet, tapi dari gaya berceritanya yang penuh dengan twist di tiap halaman, malah membuat saya teringat dengan si tokoh Tokek dari buku "Seperti Dendam..."
Latarnya juga, dia mengambil setting dari Jakarta ke tempat kejadian perkara di daerah Tunjungan (saya belum ngecek peta, Tunjungan itu di mana), lalu ada di Semarang dan Sidoarjo, huhuhu, tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi. Pokoknya Indonesia banget!
Saya merasa karya Al Badamy ini bukan sekedar menonjok Arthur Conan Doyle tapi juga Om Eka Kurniawan dan Soji Shimada. Jika di buku "Seperti Dendam..." si tokoh utama adalah supir truk sekaligus seorang assassins, maka di cerita ini "Belajar di Mikrolet" si tokoh utama adalah supir angkot sekaligus detektif. Benar-benar anti-tesis, hahaha.
Para Tokoh
Pertama Gaston si narator.
Saya nggak percaya kalau dia adalah mantan pemain sepak bola. Sungguh, dari bahasa dan dialog yang dia keluarkan di tiap halaman, nyaris tak menunjukkan bahwa dia adalah bekas atlet sepak bola nasional. Justru menurut saya, dia lebih mirip seorang sastrawan lebay yang pernah satu padepokan dengan Om Eka Kurniawan (jikalau Eka Kurniawan pernah berguru, mungkin dia adalah adik seperguruannya) hahaha. Atau jika Gaston memang seorang pemain sepak bola, mungkin bukan hanya engkelnya yang cedera tapi juga kepalanya. Saya membayangkan otak tengahnya sudah terbentur keras dengan tiang gawang di pertandingan terakhir yang ia lakui, huhuhu.
Detektif Chilock.
Chilock menurut saya bukan plesetan dari Sherlock Holmes, dia justru sosok yang berbeda. Saya membayangkan Chilock seperti Sherlock Robert Downey Jr yang eksentrik dan rada gembel difusion dengan Stephen Chow dalam film Fight Back To School. Itulah Chilock. Dia penuh dengan kejutan yang cerdik sekaligus goublokkkk. Apa yang dia lakukan selalu jadi plot twist dan di akhir cerita pasti dia selalu membuat pembenaran atas tindakan-tindakan gobloknya, hahaha.
Inspektur Gembret
Entah ini karakter plesetan dari mana, yang pasti dia adalah seorang polisi gendut yang galak dan suka ngotot kala memaparkan deduksi. Sebenarnya karakter seperti ini banyak yang mirip-mirip, di film Batman ada -saya lupa namanya, terus di film Jackie Chan juga ada seperti ini, polisi gendut yang suka bikin masalah.
Tuan Sugeng.
Nah ini, si klien yang sangat mencurigakan. Sejak kemunculan pertamanya, Chilock sudah menebar spoiler bahwa Tuan Sugeng bisa jadi adalah Moriarty atau minion dari Moriarty dalam novel ini. Dia adalah lelaki tua dengan wajah yang misterius dan menyeramkan serta cerita yang tidak logis tentang jengkol, aduh saya spoiler, pokoknya nanti kamu baca sendiri, hihihi.
Sisanya, si penulis menggunakan nama-nama orang Indonesia yang akrab di telinga kita. Mulai dari Erna si pelayan warung kopi, Dul Kenyut, Tofik, Enteng Rinoto, dan lain-lain.
Plot dan Penyajian
Buku ini dibuat dua bagian, bagian pertama dari halaman 01 sampai 137, bercerita tentang Chilock yang memecahkan kasus pembunuhan berantai di sebuah kompleks di Kebumen. Lalu bagian kedua dari halaman 141 sampai selesai yaitu flashback ke sepuluh tahun sebelumnya, yang jadi penyebab kenapa kasus pembunuhan di Kebumen itu terjadi. Jika penulis cerita detektif lain, kebanyakan menyajikan plot twist di akhir klimaks atau ending novel. Al Badamy, justru memberikan twist nyaris di tiap bab.
Meski beberapa twist-nya memang goblok, tapi di situlah kekuatannya. Apa yang muncul di depan halaman akan berbeda lagi di belakangnya, sesuatu yang kamu nggak akan duga.
Sebagai contoh, bagaimana mungkin sebuah jengkol yang hilang menjadi petunjuk akan sebuah kasus pembunuhan, itu benar-benar nggak masuk akal. Atau bahas tentang rokok dan tidak semua detektif harus merokok. Kemudian sopir ugal-ugalan dengan mata terpejam, namun nyatanya dia tidak terpejam, hingga ke masalah kuda lumping pun dia bahas, hahaha. Saya nggak ingin mengulang lagi, bahwa nyaris di tiap dialog antar karakter terdapat kejutan; baik itu dari Gaston, Chilock, Gembret, Tuan Sugeng, dan lain-lain.
Kritik dan Konklusi
Kekurangan dari novel ini menurut saya adalah cover dan judulnya. Covernya, kesannya terlalu fun dan ringan. Padahal isinya sungguh tidak seperti itu. Seperti yang saya bilang di atas, isinya cukup berat dan bisa diadu dengan karya-karya Om Eka Kurniawan, hahaha.
Sedangkan judul, ini pengalaman saya kemarin. Saya meletakkan buku ini di sofa, lalu dilihat oleh sepupu saya, dan dia bilang. "Buku apa nih, Belajar Mikrolet? Lo mau narik angkot Troh?" Hahaha, ya begitulah. Menurut saya, dibanding "Belajar di Mikrolet" lebih bagus jika novel ini judulnya "Study in Mikrolet". Hanya sekedar saran, semoga saya salah, hihi.
Masuk konklusi. Dari gaya bahasa, latar, konten, penokohan, plot, dan penyajiannya. Novel ini saya kasih nilai 95 skala 100 atau bisa dibilang novel terbaik yang saya baca di awal tahun ini. Tambahan, saya sangat menunggu jika ada versi bahasa Inggris dari novel.
Nb: Thank you tuk teman-teman yang sudah mampir, hihihi.
haha..cover seperti hujan yang tertutup pelangi. mungkin buat bikin shock pembacanya.
ReplyDeleteduh, jd pengin beli buku nya gan. menjadi Angkot (mikrolet) n supirnya jadi tokoh utama adalah hal yang seru, menantang, mantab jiwa.
ayo gan, ditunggu novel buatan you.. siap review nih.
@ Gogo, wahahaha, thank you sudah mampir.
DeleteIya, Insya Allah tahun ini buku saya keluar, hihihi.
btw mas agung al badamy ikut grup WA sherlock holmes fans indonesia gan. beberapa anggota juga penulis novel detektif. kalo agan mau, saya masukin ke grup
ReplyDelete@ Aditya, thank you sudah mampir.
DeleteWah, Sherlock Holmes Fans Indonesia ya.
Delete