Tuesday, January 6, 2015

My Name Is Red


Novel Review
By Ftrohx


Saya pernah baca sebuah artikel dari Raymond Chadler bahwa 'sastra' dan 'cerita detektif' berada di ranah yang berbeda.

Tapi bagaimana jika ada orang yang cukup brilliant yang bisa menggabungkan keduanya. Satu nama yang saya kenal menggabungkan 'sastra' dan 'cerita detektif' saat ini adalah Orhan Pamuk dengan karyanya My Name Is Red.



Sebelum bahas lebih lanjut tentang novel ini. Saya ingin bilang bahwa My Name Is Red ini bagus, sangat bagus, novel ini berhasil membawa sang penulis meraih hadiah nobel di bidang sastra. Novel ini masuk jajaran International best seller di luar negeri setara dengan karya-karyanya Dan Brown. Namun di Indonesia,  sayangnya novel ini tidak terlalu sukses.

Beberapa waktu lalu, saya agak terkejut ketika seorang teman memberikan buku ini dalam versi bahasa Indonesia. Ternyata buku ini sudah lama (2007-an) diterjemahkan oleh Mizan. Tapi di tahun itu saya nggak pernah mendengar ada teman-teman lain yang membicarakan buku ini. Mereka lebih banyak membicarakan Laskar Pelangi, Supernova, Sherlock, Digital Fortress, Twilight, atau Hunger Games. Dan benar saja ketika saya baca versi bahasa Indonesia. Rasanya kok aneh ya? Mungkin memang buku ini kurang cocok diterjemahkan bahasa Indonesia.

Namun saya pikir lagi ini bukan kesalahan si penerjemah tapi memang sudah dari Orhan Pamuk-nya. Mungkin novel ini memang tidak terlalu cocok untuk orang Indonesia kebanyakan, karena novel ini banyak drama-dramanya, masuk gw drama yang dipanjang-panjangin. Harusnya ada beberapa bagian yang bisa di CUT saja, dan novel ini jadi lebih efektif. Misalkan beberapa bab tentang Shekure di CUT saja, menurut saya tidak akan menghilangkan esensi cerita. Maksud saya rada capek baca drama sinetron 200 halaman untuk menuju bagian crime thriller-nya. Iya, disitu saja kelemahannya.

Tapi secara keseluruhan novel ini sangat keren.
.  .  .


Bab pertama dibuka dengan monolog dari orang mati, iya ini PoV dari arwah korban pembunuhan.

Si penulis membuat opening dengan melihat dunia dari sosok korban pembunuhan, kedengarannya memang tidak logis, tapi dia berhasil membawa emosinya. Si mayat bernama Elegan Effendi, seorang miniaturis (ilustrator) ternama di kerajaan Turki.

Saya suka cerita misteri apalagi misteri yang brilliant, si tokoh mayat ini, dia sendiri bahkan tidak tahu siapa yang telah membunuhnya. Bagaimana seorang detektif bisa memecahkan hal itu. Yang pasti dia tidak melakukan tindak bunuh diri ataupun kesengajaan seperti di kisah Misteri Yellow Room di Prancis. 

Cerita berlanjut, di Bab kedua muncul sang detektif. Dia juga seorang miniaturis yang pernah berguru pada miniaturis hebat di Turki. Sang detektif kita berinitial Black. Sayangnya sang detektif kita ini tidak langsung masuk kasus. Tuan Black punya petualangan sendiri atau lebih tepatnya romansa melankoli, Ok ini bukan untuk bagian saya. Jadi kita skip saja ke bab-bab selanjutnya.

Yang menarik selanjutnya adalah sudut pandang dari karakter-karakter yang ajaib. Dia bab ketiga cerita dikisahkan dari seekor anjing yang menjadi saksi pembunuhan. Kemudian di bab sepuluh ada cerita dari sebuah pohon yang melihat dunia.

Bab sebelas barulah sang detektif menemukan kasusnya, di saat Tuan Black bertemu dengan Tuan Osman, sang pemimpin projek miniaturis untuk Sultan itu bilang bahwa sudah 6 hari Elegan Effendi tidak muncul di bengkel miniaturis. Sang detektif pun merasa sangat aneh, mana mungkin seseorang yang memiliki dedikasi tinggi tiba-tiba menghilang di tengah projek penting untuk Sang Sultan. Petualangan panjang pun dimulai dari sini.

Bab selanjutnya adalah membiarkan pembaca untuk menebak-nebak di mana jasad Elegen Effendi dan siapa pelakunya. Ada tiga Red Herrings dalam cerita ini; Butterfly, Stork, dan Olive. Mereka adalah orang-orang jenius, mereka bertiga adalah miniaturis terbaik yang dimiliki kerajaan Turki. Dan hanya seseorang miniaturis pula yang bisa menemukan sang pembunuh sebenarnya diantara mereka bertiga. Plot ini mengingatkan saya dengan Tinker Tailor Soldier and Spy yang saya bahas kemarin, tentang George Smiley yang sudah pensiun dan menjadi orang luar dari The Circus, namun harus kembali ke sana, menemukan seorang pengkhianat diantara empat petinggi Badan Intelijen Inggris. Cerita yang hampir sama, Tuan Black adalah juga seorang miniaturis yang sangat ahli, namun dia baru kembali setelah lama meninggalkan kotanya, di sini secara kebetulan dia dihadapkan dengan sebuah kasus yang hanya dia bisa memecahkannya.

Bukan hanya karakter sang detektif, sang penjahatnya juga sangat menarik.

Sang pembunuh misterius ini sempat mengingatkan saya dengan karakter Mal'akh di novel Dan Brown The Lost Symbol.

Dia jenius, dia punya banyak pemikiran yang berputar di kepalanya, dia punya filosofi tersendiri, dan dia berbicara dengan para pembacanya, bahkan menantang pembaca untuk menemukan siapa dia sebenarnya, sebelum membalik halaman-halaman terakhir. Apakah dia adalah Butterfly, Olive, atau Stork?

Pada bab-bab awal kemunculannya, sang pembunuh ini mengalami konflik batin, apakah yang dia lakukan benar atau salah? Kemudian belakangan dia melawan rasa bersalah dan dia merasa apa yang dia lakukan adalah sebuah kebenaran? Sang Pembunuh ini juga sempat mengingatkan saya dengan Light Yagami di Death Note, pada bagian-bagian awal dimana dia menerima buku yang bisa membunuh orang dari jarak jauh itu.

Sang penulis juga membuat hubungan antara Sang Detektif dan Sang Penjahat menjadi lebih kuat lagi dengan membuat si pembunuh mencintai wanita yang sama yang dicintai sang detektif. Si suara anonymous ini bilang bahwa dia begitu iri dengan Black bisa begitu dengan Shekure. Ini bagus, Orhan benar-benar tahu apa yang harus dia lakukan dan bagaimana mengembangkan karakternya menjadi dalam. Kasus pembunuhan ini bukan sekedar kasus yang mesti dikejar oleh pihak berwenang tapi juga menjadi sesuatu yang bersifat personal. Saya sangat suka ide ini.

Petunjuk demi petunjuk bertebaran di mana-mana, justru semakin banyak informasi semakin banyak penulis menyesatkan pembaca atas apa yang sebenarnya terjadi.

Walaupun saya suka misteri ada beberapa hal dari buku ini yang membuat saya tidak ingin memecahkan misterinya.

Mungkin baiknya misteri tersebut tidak perlu dipecahkan.

Selain itu yang luar biasa dari Orhan Pamuk adalah risetnya, buku ini begitu mendetail membahas tentang dunia ilustrasi miniaturis, seni membuat lukisan dan kaligrafi serta perdebatan antara style menggambar orang Timur (Asia) dengan dunia Barat (Eropa). Sebenarnya banyak materi berat di sini. Sayangnya ini bukan bidang yang saya minati, jadi kebanyakan teori-teori seni itu saya lewati begitu saja.

Dari bagian tengah ke akhir muncul karakter-karakter yang lebih ajaib. Seperti koin emas yang berbicara, lukisan kematian yang mendengar perdebatan para miniatirus, dan bagaimana warna merah melihat dunia, serta sudut pandang dari Setan yang membisikan hati manusia untuk melakukan tindak kejahatan. Tapi saya ragu kalau Merah dan Setan itu memang benar-benar Merah dan Setan.

Saya pernah dengar ada penyakit kejiwaan dimana pengidamnya ketika bertemu dengan orang lain, maka seolah dia melihat dirinya sendiri, seolah orang lain tersebut adalah cermin yang memantulkan jiwanya, jadi tiap kali dia bertemu dengan seseorang dia seolah bisa melihat dari sudut pandang orang tersebut. Mungkin itu kiranya yang terjadi pada Sang Pembunuh miniaturis. Jauh lebih menarik menurut saya jika karakter Merah dan Setan adalah karakter yang sama dengan Sang Pembunuh, seperti melihat dunia dari orang jenius yang sakit jiwa.

Bicara tentang solusi untuk menemukan Sang Penjahat, solusi benar-benar dibuat berkelas.

Kebanyakan kita membaca novel detektif, di mana sang detektif menemukan jejak mikro dari pelaku pembunuhan, kemudian teori Locard Exchange Principe, terus teknik interogasi dan semacamnya.

Tapi tidak untuk dibuku ini.

Cara sang detektif untuk menemukan tersangka adalah dengan menganalisa lukisan yang dia tinggal di TKP pembunuhan. Lukisan tersebut memiliki suatu keunikan, signature yang hanya dimiliki oleh sang pelaku sebenarnya. Cara mereka menganalisa lukisan tersebut juga sangat panjang, jauh lebih panjang daripada Robert Langdon saat menganalisa lukisan Monalisa dan Last Suffer di THe Da Vinci Code.

Dengan berbagai macam analisa, sang detektif menyimpulkan bahwa lukisan tersebut hanya bisa dibuat oleh seorang miniaturis yang sangat ahli, dan saat ini hanya ada tiga nama yang mungkin bisa melakukan hal tersebut yaitu; Butterfly, Stork, dan Olive. Jadi sang detektif membuat PENJEBAKAN, dia mengadakan kontes melukis pada ketiga terduga itu, dengan melukis lukisan berbentuk kuda. Jika gambar tersebut sama dengan gambar orang yang ditinggalkan di TKP, maka orang tersebut adalah pelakunya.

Namun sang pembunuh sudah tahu hal itu akan terjadi, dia tahu kompetisi itu dibuat untuk menemukan dirinya.

Tapi yang tidak diketahui oleh Black bahwa sang pembunuh kita ini sangat jenius, dia bukan hanya bisa melukis dengan satu cara namun dengan banyak cara, bukan hanya itu dia bisa meniru gaya pelukis lain hanya dengan sekali melihatnya, dan selalu dia bisa mengubah gaya melukiskannya bahkan Sang Guru Elegan Effendi sekalipun tidak mengetahui kemampuan rahasia murid (sekaligus pembunuhnya) itu. Dan kontes melukis kuda pun menjadi sia-sia karena tetap mereka tidak bisa mendeteksi siapa pelaku pembunuhan sebenarnya dia antara ketiga tersangka.

Secara circumstantial nyaris mustahil untuk menemukan sang pembunuh, namun sang detektif kita Tuan Black punya cara lain untuk membongkar topeng sang pembunuh. Caranya bagaimana? Semua ada di dua bab terakhir dari novel ini, sekaligus motif sebenarnya dari sang pembunuh, motif yang elegan seperti halnya Samurai yang percaya dengan kemurnian jalan hidupnya.

Konklusi secara keseluruhan novel ini saya kasih 3 1/2 bintang dari 5 bintang.

.  .  .

Ilustrasi, sumber wikipedia.org

2 comments:

  1. "motif yang elegan seperti halnya Samurai yang percaya dengan kemurnian jalan hidupnya" ,bocorin motif nya donk

    ReplyDelete
  2. Motifnya ya,

    Kemurnian dari seni lukis Islami/Turki.

    Di sini ceritanya Turki tengah berada dalam invasi budaya asing (Eropa) dan si pelaku pembunuhan ini.
    Memberontak terhadap hal itu.

    Dan wujud pemberontakannya adalah dengan pembunuhan berantai yg dilakukan pada seniman kerajaan di sana.

    ReplyDelete