Bersama Fitrah Tanzil
Finn R Setiawan, pertama kali saya kenal nama ini dari group Author DID. Ia sudah punya dua karya buku cetak yaitu Pendosa Suci di Stiletto Publisher dan Subliminal Assassins di Scritto Books. Dibanding yang lain, saya melihat Finn sebagai anak muda yang sangat antusias di genre kriminal & spionase. Dia punya banyak koleksi buku kriminal mulai dari Jason Bourne hingga ke Pierre Lamitre. Hmm, dengan asupan-asupan kontan yang berat itu, saya rasa dia bakal jadi penulis besar di masa mendatang. Oke, untuk mengenal FInn lebih lanjut, teman-teman bisa baca wawancara saya dengan dia, silahkan.
FT: Halo Finn, apa kabar?
FN: Baik-baik saja, saya sehat Alhamdulillah. Semoga mas Fitrah sehat juga.
FT: Oke, basic question, kamu besar dan tinggal di mana ...
FN: Lahir di Kuningan [sekampung sama mbak Mia, mas Irfan Nurhadi, Maudy Koesnaedi, dan Anis Baswedan] wkwk. Lalu dari remaja hingga sekarang tinggal di Tangerang karena ikut orang tua untuk mutasi kerja pada awalnya.
FT: SMA dan kuliah di ...
FN:SMA Isvill Tangerang dan Univ. Gunadarma.
FT: Sejak kapan Finn tertarik dengan dunia fiksi, terutama fiksi kriminal?
FN: Novel fiksi kriminal yang saya baca pertama itu Perfume karya Patrick Suskind, semenjak itu nagih baca novel sejenis, lalu saat kuliah ikutan Teater dan masuk kelas Akting. Teater saya beraliran/berkiblat ke Richard Stanilavski. Di teater bertemu dengan senior saya yang suka nulis, disitu saya kasih unjuk draft novel pertama saya ke dia dalam bentuk print setebal 90 halaman A4 yang berjudul “The Isolation” bisa dibilang itu novel pertama saya yang berhasil rampung. Dia bilang “kamu corak menulisnya dark” itu ciri kamu, pertahankan.
FT: Apa buku fiksi kriminal dan terutama novel spionase yang sangat mempengaruhi Finn?
FN: Saya suka Robert Ludlum dan karakter ciptaannya Jason Bourne, tokoh protagonis tersebut sangat mempengaruhi saya dalam segala aspek [keseriusan, kemurungan, kecerdasan, intelektual, kecepatan, efektifitas dan efisiensi]. Dalam beberapa hal, karakter Bourne ini juga bisa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari / dunia pekerjaan, salah satu contohnya adalah karakter dia yang erat dengan semboyan “Velox et Exactus” yang artinya cepat dan akurat.
FT: Terlalu banyak data yang masuk ke kepala saya, jadinya saya agak lupa. Kalau nggak salah, sebelum nerbitin Pendosa Suci dengan Yogie Nugraha, Finn menulis di beberapa platform menulis Wattpad, Storial, dll.
FN: Iya saya nulis di aplikasi/web tersebut.
FT: Bisa jelasin tentang karya-karya Finn yang sebelumnya itu?
FN: Saya nulis campur-campur sih, tetapi kebanyakan di genre spy thriller dan misteri thriller, ada juga romance hehe.
FT: A Quiet Man itu salah satu karya Finn yang paling awal ya? Bisa diceritakan itu tentang apa?
FN: AQM saya tuangkan di storial.co , kisahnya dibuat pada 2016, formulanya simpel aja sih sebenarnya, mengikuti pakem kisah spionase ala “Jason Bourne” seperti menggunakan latar keramaian untuk kejar-kejaran, konspirasi, ada ruang situasi untuk “live” dari dalam kantor untuk ngejar pelaku, si jagoan juga punya basic skill berkelahi yang mumpuni, tokohnya pendiam dan hidupnya selalu penuh dalam paranoid karena terkait pelatihan keras dan masa lalunya.
FT: Dan yang di wattpad yang sempat viral juga, Woman in The Motel? Bisa diceritakan itu apa?
FN:The Women in the Motel [TWITM] itu naskah misteri thriller, yang diikutkan dalam program Thrilling Mystery Club [TMC] di wattpad yang digagas anak-anak DID, adminnya Mbak Ayu dan Mas Fadli, pada 31 Desember 2017 [bentar lagi ultah nih]. Novel tersebut latar kisahnya lebih ke kidnapping & survival seorang cewek kantoran bernama Clarisa yang karena suatu sebab dia habis balik dari acara dan harus nginep di motel dulu, dan akhirnya Clarisa diburu oleh seorang pembunuh maniak, dan ternyata motel itu juga menyimpan banyak misteri di dalamnya, dan ternyata lagi penculikan terhadap Clarisa juga terkait dengan orang-orang terdekatnya. Jadi bukan penculikan acak, grand by design gitu.
FT: Oke, masuk ke bagian utama. Buku-buku Finn yang sudah terbit cetak. Pertama tentang Pendosa Suci, apa itu? Kenapa judulnya Pendosa Suci?
FN: Novel pertama saya The Isolation [2015, nulisbuku.com], Pendosa Suci novel ke dua dan yang pertama kalau untuk karya duet. Itu adalah naskah asli milik Mas Yogie Nugraha [penulis Koin Terakhir, bentang pustaka 2013], saya dikasih lihat sama dia akan naskah tersebut dan diminta re-writing, alias menulis ulang novel tersebut, jadi semua dirombak mulai dari jalan cerita, tokoh, dan lainnya. Judul Pendosa Suci menurut keterangan beliau, diambil dari kisah Mafia Rockefeller.
FT: Nah itu dia si Argo, bisa terangin sedikit kenapa namanya Argo? Dan satu lagi Kartika Putri (benar nggak sih namanya) saya suka karakter cewek ini, badass, hahaha. Tolong jelasin tentang mereka?
FN: Argo diambil dari film Argo-nya Ben Affleck, nama itu dipilih karena unik saja sih, mas Yogie minta nama yang unik dan gampang diingat oleh pembaca untuk protagonis utamanya. Kalau karakter Kartika saya ciptain gara-gara melihat cover novel versi Prancis karya Olen Steinhauer yang berjudul “All the Old Knives.” Di cover itu ada sepasang manusia [cowok di belakang, dan cewek di depan pakai uniform kantoran, pegang pistol dengan latar bandar udara].Dan karakter Kartika itu emang style nya seperti itu, saya nyebutnya “Feminist Killer”. Istilahnya, gayanya cewek karir banget, tapi megang pistol haha.
FT: Bicara tentang Pendosa Suci, penulisnya ada dua nih. Finn R dan Yogie Nugraha? Gimana kalian bisa ketemu n bisa sampai nulis bareng?
FN: Seperti disebutkan di atas, saya ditawari via FB dan berlanjut via Whatsapp, dan saya pribadi belum pernah bertemu mas Yogie Nugraha di dunia nyata wkwk.
FT: Satu pertanyaan yang hampir terlewat, kenapa n bagaimana bisa sampai terbit di Stiletto Publisher?
FN: Awalnya cari-cari penerbit yang sekiranya terlihat profesional meski itu independen, dan saya kasih beberapa opsi ke dia, dan akhirnya mas Yogie merasa “klik” dengan Stiletto, karena di sana sudah banyak karya yang terbit dan paketnya juga lengkap [cover,editing, layouting, dll] semua sudah all in, tugas kita ya nulis aja sama revisi saat tektok dari mereka.
FT: Nah ini dia, kita masuk ke menu utama. Subliminal Assassin. Tolong Finn jelaskan, apa itu Subliminal Assasin?
FN: Subliminal Assassin [SA] ini ditulis tahun 2016-an, sesuai makna kata ‘Subliminal” yang artinya alam bawah sadar. Di sini para tokoh yang berada dalam program “Pisau Belati” harus bisa memerintah kepada dirinya sendiri tanpa harus disuruh-suruh lagi sama atasan, mereka harus terlatih dalam berbagai kondisi, mereka juga harus tahu kapan bertindak, kapan hanya mengawasi, dan memiliki efektifitas tinggi dalam setiap penyelesaian tugasnya.Pisau Belati ini mirip “Treadstone” nya Jason Bourne gitu lah. :D
FT: Hal menarik dari novel ini adalah tema-nya itu, ala-ala novel/film spionase luar negeri. Saya kepikiran satu judul film, tapi sayangnya saya lupa, hahaha.
FN: Iya benar, mengambil setting luar negeri dengan tempat yang berberda-beda, durasi cepat, banyak aksi, dan memicu adrenalin adalah konsepnya. Ala film aksi spionase tapi dengan nuansa yang lebih realistis, mereka lebih banyak bergerak secara manual dan menggunakan alam serta lingkungan sekitar untuk bertahan hidup dan menyelesaikan misi.[jangan bayangkan kayak James Bond yang kadang menurut saya, maaf agak alay dalam setiap aksinya, tapi saya juga tetep nonton dan pecinta Bond kok]
FT: By the way, tokoh utamanya si Issa, bisa ceritakan tentang dia?
FN: Issa ini sebenarnya bisa dibilang kembaran Argosih, maksudnya karakter mereka gak jauh beda, Dulunya bekas pasukan khusus, tipe yang gak terlalu banyak bicara, memiliki kesiagaan tinggi, bekerja sendirian, ia tinggal di sebuah safe house di Roma.
FT: Pertanyaan seputar dunia literasi. Menurut Finn, bagaimana perkembangan fiksi kriminal di Indonesia, terutama genre spionase lokal?
FN: Cukup maju meski kalau dibandingkan di dunia barat ya kita ketinggalan jauh, tapi tetap optimis suatu saat genre ini bakal disenangi oleh banyak orang.
FT: Kira-kira seperti apa SWOT (Strength, weakness, oppurtinity, & threat) nya?
FN: Strenghnya kita punya basis komunitas yang kuat, mungkin karena ada perasaan kalau grup tersebut [sebut saja Detective ID] adalah satu-satunya yang menyatukan para pecandu fiksi kriminal ini. Weaknessnya adalah beberapa di antara kita masih suka jalan sendiri-sendiri dan minim konsep, kayak kita ini mau ngapain sih ke depannya, wacana itu memang ada tapi selalu buyar pada akhirnya, meski pelan-pelan beberapa program sudah mulai kelihatan berjalan.
Opportunitynya adalah para penulis lokal di genre ini sudah mulai tumbuh, mereka juga sudah gak malu-malu lagi pamer karya mereka dan ini bagus menurut saya.
Threatnya adalah Ego. Misal seseorang merasa ilmunya lebih baik dari yang lainnya dan dalam setiap hal dia kekeuh dengan pendapatnya, padahal di luar sana ada penulis yang juga punya ilmu yang sama baiknya dan bahkan bisa jadi lebih luas daripadanya. Karena dunia ilmu itu bagi saya seluas lautan yang ada di dunia, dan ilmu yang dimiliki seseorang individu itu sebenarnya hanya remahan roti aja yang kalau remahan itu kita lempar ke lautan, itu jadi kecilll sekali terlihatnya.
FT: Ada peluang nggak kita bisa bermain di kancah international untuk genre ini, thriller spionase?
FN: Peluang pasti ada dan sangat terbuka, saran saya kita menyasarnya ke orang-orang bule, mereka antusias dengan genre ini. Pakemnya adalah jangan menulis kisah yang sama [istilahnya cuma ganti baju aja, padahal kisah model yang kita tulis ternyata hanya meniru halus aja dengan karya-karya mereka] dengan orang-orang pendahulu di genre ini, yaitu kisah-kisah spionase yang pernah di tulis oleh Ludlum, Forsyth, Lee Child, Vince Flynn dll. Ini yang harus kita pikirkan matang-matang, meracik kisah spionase yang belum pernah atau berbeda dengan orang-orang yang saya sebut di atas tadi.
FT: Oh gituh, great! Oke, lanjut. Ini bagian penting dalam wawancara di blog saya, hahaha. Di sini semua yang saya wawancara harus melewati pertanyaan ini 'Fans Question" siap?
FN: Ready !
FT: Apa musik/lagu-lagu yang biasa menemani Finn saat menulis?
FN: Tergantung sikon, kalau lagi psikopat atau Gore scene, biasanya musik-musik klasik, kalau memicu adrenalin, saya suka musik metal, tapi selebihnya saya pribadi malah lebih suka menulis dalam kesunyian. Wkwkwk.
FT: Fans question kedua, kenapa Finn suka upload foto manusia berkepala kambing? Hahaha.
FN: Gak hanya kepala kambing sih, tapi ‘Devil’ pada umumnya dan makna tersiratnya banyak mas, pada dasarnya manusia punya ‘iblis’ dalam jiwanya, dan setiap orang berusaha mengeluarkan ‘setan’ itu dengan caranya masing-masing dari dalam dirinya.
Adapun kepala kambing itu sebenarnya kan simbol satanic, tapi sebenarnya bisa juga jadi simbol perayaan idul Qurban, hehe. Jadi ibarat ada dua sisi makna. Tergantung dari sisi mana kita mau melihatnya. Positif atau negatif.
FT: Kalau misalnya bisa ketemu n dapat endorse buku dari artis cantik (dalam & luar negeri) yang Finn ingin untuk endorse?
FN: Hmm. Saya kalau artis cewek kurang ngefans sih, tapi akhir-akhir ini suka Gisela Anastasia wkwk. Kalau cowok yah jelas, idola saya cuma satu yaitu Iko Uwais. Kalau artis luar, mungkin Katheryn Winnick [ini artis tercantik di dunia versi saya, wuihhh], kalau pria Denzel Washington [My fave actor all of time]
FT: Dua pertanyaan terakhir. Adakah saran Finn untuk anak-anak muda yang ingin menulis fiksi kriminal, terutama di genre thriller spionase?
FN: Silahkan saja, sejauh ini kisah spionase sudah banyak ditulis sama para penulis wattpad, tapi kebanyakan spionase hanya penyangga cerita aja, tapi aslinya itu lebih ke drama, romance, adults atau suspense. Kisah spionase kalau mau jago lebih banyakin riset dengan membaca buku non fiksi [dan ini gak bisa baca satu buku terus kita tiba-tiba jadi ahlinya, minimal yah 10 buku lah], kalau cara menyajikan kisah dalam bentuk fiksi silahkan tentukan sendiri gaya kalian [kebanyakan spionase yang asli itu pakai gaya non linier alias acak-acakan kayak benang kusut], tapi banyak juga kok dengan gaya misteri suspense yang rapih dan runtut. It’s up to you!
FT: And last, apa Finn ada projek buku yang akan terbit atau sedangkan dikerjakan saat ini?
FN: Yang terdekat thriller suspense - Bisikan Hutan Pinus [bareng Ina Marlina Lin],untuk proyek sendiri saya lagi re-write naskah saya sendiri yaitu “The Isolation” yang nantinya akan improvisasi judul baru dan para tokoh baru serta jalan cerita yang lebih luas, semoga bisa rampung. Semua masih proses, doakan ya bisa tembus pasar.
FT: Wow, selesai. Thank you Finn untuk wawancaranya. Semoga lain waktu bisa chat-chat panjang lagi.
FN : Terimakasih untuk kesempatannya, suatu kehormatan buat saya diwawancarai oleh kritikus sastra seperti bung Fitrah :D
. . .
Wednesday, December 12, 2018
Monday, December 10, 2018
My interview with Tsugaeda
By Fitrah Tanzil
Ini interview lama dua tahun yang lalu, tapi kelihatannya masih sangat relevan jadi saya upload
Ok, ini wawancara saya (Ftroh) dengan penulis Crime Thriller muda Indonesia, yang belakangan ini sedang bersinar yaitu Ade Agustian atau yang lebih kita kenal dengan nama Tsugaeda.
Beberapa waktu yang dia menerbitkan novel terbarunya Sudut Mati, sebuah novel bertema kejahatan korporasi. Saya penasaran dengan ide-ide darimana dia bisa membuat novel yang cukup greget ini.
1. Langsung saja, meski saya sudah membaca cepat novel baru anda. Tapi, saya masih belum mengerti kenapa novel ini disebut Sudut Mati? Apa arti dan maknanya?
Sudut Mati itu maknanya ada dua:
a) Terpojok, nggak ada jalan buat lari lagi. Nggak bisa ngeles. Nggak bisa ditunda. Ancaman nyata udah di depan. Kalau kau ada di sudut mati, kau tak bisa kemana-mana. Semua harus diberesin, right here, right now.
b) Bisa juga bermakna blind spot. Sesuatu yang nggak disangka datang dari sana, nggak diantisipasi. Tiba-tiba aja muncul. Kalo nyetir mobil kan ada istilah blind spot di spion. Spion mobil itu ada sudut matinya. Di mana di situ tiba-tiba aja ada motor nyelonong entah dari mana, gak keliatan sama kita. Sesuatu yang sangat nggak diprediksi datang.
Dua hal itu ada di novelnya.
2. Seperti yang ditulis disampulnya novel ini mengambil tema Corporate Thriller? Apa alasannya dan kenapa Corporate Thriller?
Sejujurnya, thriller korporasi itu istilah kita-kita (saya dan editor) aja sih, hahaha. Masalahnya mau bilang karanganku itu genre-nya apa susah juga. Oke, ini jelas thriller. Tapi jelas beda pula dengan sebangsa tulisannya Dan Brown atau John Grisham. Nah karena naskah ini settingnya bisnis/korporasi, maka kita sebut aja thriller korporasi.
Tapi memang istilah corporate thriller juga dipakai di luar negeri sana (Amerika). Belum populer, sih. Kalau mau tahu karya yang murni corporate thriller, coba tonton film "The Insider". Itu pure corporate thriller, dan keren!
Alasan kenapa saya pilih genre ini. Alasan utamanya pragmatis aja: gampang cari data. Kebetulan kerjaan saya ketika siang hari dan melepas jubah penulis (kayak Batman yak) memang berhubungan dengan dunia bisnis/korporasi gitu. Jadi untuk data-data bisa dibilang nggak usah nyari lagi. Riset bisa cepet.
3. Dari apa yang saya baca, novel ini seolah lebih kearah mafia daripada cerita tentang perusahaan Investasi. Iya, cerita dua keluarga besar yang saling berseteru, bersaing dalam dunia bisnis yang abu-abu antara legal dan ilegal? Benar-benar seperti mafia? Apa sekelam itu dunia korporasi dan investasi di Jakarta dan apakah novel ini adalah kritik akan hal itu?
Iya, jatuhnya memang ke cerita gangster. Kalau mau diurut inspirasinya bisa panjang: film-filmnya Martin Scorsese (The Departed, Goodfellas), novelnya Mario Puzo (The Godfather), serial TV The Sopranos, Boardwalk Empire. Memang pengen bikin cerita yang tone-nya (nuansanya) kayak gitu.
Tapi ceritanya juga harus masuk ke konteks Indonesia. Makanya saya adaptasikan ke masalah-masalah korporasi di Indonesia, berikut karakter-karakter mafia di sini. Kan nggak sama yah gangster Italian-American sama geng-geng di Jakarta.
Sisi gelap korporasi di Jakarta ya jelas ada. Dan di novel Sudut Mati juga yang diangkat baru sebagian aja. Kritik? Yes.
4. Bicara tentang karakter, saya suka dengan karakter Kath, mengingatkan saya dengan beberapa karakter yang saya buat juga cewek cantik, tangguh, dan punya rahasia yang berbahaya. Ngomong-ngomong apa yang menginspirasi anda menulis karakter Kath?
Semua karakter saya persiapkan dengan baik. Masing-masing perannya udah dirancang dari awal. Kath memang unik, soalnya dia outsider. Saya suka bikin peran cewek yang jadi subyek, bukan cuma obyek. Dia aktif, bukan reaktif.
Dan di cerita thriller, karakter cewek itu enak banget dijadikan game changer. Karena..yah..pada dasarnya cewek memang tak bisa diprediksi dan sukar dimengerti, hehehe. Di novel Rencana Besar saya melakukannya dengan Amanda, dan di Sudut Mati ini dengan Kath.
5. Berbeda dengan novel sebelumnya Rencana Besar, dimana anda memiliki Makarim Ghanim sebagai karakter jagoan. Di novel Sudut Mati, saya nggak bisa melihat siapa tokoh jagoannya, semua begitu abu-abu, siapa penjahat -siapa jagoan? Sempat saya berpikir semua karakter utama di sini adalah penjahat kecuali dua orang polisi yang menyelidiki Teno itu. Apa yang memotivasi anda membuat karakter seperti Titan, Titok, dan Teno yang anti-hero ini? Dan apakah tidak cukup riskan (untuk para pembaca) ketika karakter utamanya adalah penjahat juga?
Emang Titan jahat ya? Hahaha. Saya bosan ama orang baik.
Eh, nggak, deng. Gini, lho. Kadang-kadang untuk membuat sebuah cerita itu dinamis, terutama di thriller, kita nggak bisa pakai tokoh yang 100% baik. Misalnya di Sudut Mati, kalau jagoannya anak baik sempurna, penyabar, saleh. Apa yang akan dia lakukan? Tabah dan berdoa lalu menasihati ke jalan yang benar? Kelar dong ceritanya beberapa halaman doang.
Nggak lah kalau riskan. Saya nggak nganggep Titan jahat. Nah di situ ada relativitas antara baik dan jahat. Baik atau jahat dibandingkan apa/siapa dulu? Dalam kondisi seperti di cerita Sudut Mati, jagoannya itu nggak berhadapan dengan pilihan gampang Benar atau Salah. Dalam kehidupan nyata yang kejam, protagonisnya harus milih di antara pilihan-pilihan yang buruk semua.
6. Bicara tentang Titok dan Teno, bau-baunya saya mencium Naoki Urasawa? Apa dia sangat menginspirasi anda dalam novel ini?
Titok dan Teno nggak sih ya. Nggak tahu juga.
Tapi memang Naoki Urasawa ngasih banyak influence ke cara saya bercerita. Khususnya ke cara memotong adegan, dan gimana memanfaatkan flashback.
7. Kemudian tentang dokter, tentu saja dia karakter yang paling menarik yang anda tulis dalam novel ini. Iya meski ada beberapa kelemahan tapi dia tetap yang terbaik, apa yang menginspirasi anda menciptakan Si Dokter ini? Apa jangan-jangan dari Ide "The Doctor" -nya Valetino Rossi!? Hahaha...
Ini inspirasi dari cerita-cerita Amerika sih. Kan suka ada tuh pembunuh dinamain dengan istilah profesi: The Butcher, The Mechanic. Itu jadi menginspirasi buat bikin juga Si Dokter. Kebetulan juga waktu itu abis baca biografi dokter pembunuh dari Amerika Serikat, namanya Michael Swango.
8. Banyak penulis senior yang bilang, untuk mendalami karakter sebaiknya menggunakan PoV 1 tapi di sini di kedua novel anda, anda menggunakan PoV 3, apa alasannya? Dan bagaimana bisa anda membuat karakter yang begitu dalam hanya dengan PoV 3?
PoV 1 dan PoV 3 itu sesuai kebutuhan aja. Nggak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Saya pakai PoV 3 karena itu lebih sesuai untuk cerita semacam ini. Pindah-pindah adegannya itu gampang dan cepat.
Membuat karakter yang dalam itu sama aja prinsipnya baik PoV 1 dan PoV 3. Emang kudu dirancang dari awal. Bab bikin karakter yang baik itu panjang deh (bisa satu buku sendiri lho). Mungkin coba googling dulu aja, ada banyak tips-nya di internet. Tapi intinya memang harus disiapkan dari awal.
9. Ok, ini diluar novel Sudut Mati, apa pendapat anda tentang perkembangan fiksi Crime Thriller di Indonesia?
Belum terlalu berkembang. Tapi gelagatnya akhir-akhir ini mulai menggeliat. Sebenarnya potensinya besar. Lihat aja novel terjemahan tentang thriller kriminal itu nggak pernah absen di toko buku (James Patterson misalnya)
10. Terakhir, apa tips anda untuk teman-teman muda yang ingin terjun ke dunia fiksi Crime Thriller?
a) banyak baca fiksi, banyak nonton film. Jadilah pembaca/penonton kritis. Artinya kalau baca atau nonton, coba dikritisi juga. Ini aku suka kenapa ya? Atau kok ini jelek kenapa ya?
b) banyak referensi fakta juga. Jadi harus perbanyak ilmu pengetahuan betulannya. Intinya sih kembali ke banyak baca tadi.
c) latihan menulis. Karena nulis itu emang perlu latihan. Nggak ada yang langsung bisa dan bagus.
d) Jangan lupain untuk hidup normal! Hahaha. Oke, kau penulis, tapi lebih penting dari itu, kau itu manusia. Butuh bersosialisasi, bergaul, to keep your level of sanity.
d) Sabar. Nggak ada yang instan.
Ok, terima kasih banyak atas wawancara-nya, di sini Ftroh sign out ! Hihihi.
Ini interview lama dua tahun yang lalu, tapi kelihatannya masih sangat relevan jadi saya upload
Ok, ini wawancara saya (Ftroh) dengan penulis Crime Thriller muda Indonesia, yang belakangan ini sedang bersinar yaitu Ade Agustian atau yang lebih kita kenal dengan nama Tsugaeda.
Beberapa waktu yang dia menerbitkan novel terbarunya Sudut Mati, sebuah novel bertema kejahatan korporasi. Saya penasaran dengan ide-ide darimana dia bisa membuat novel yang cukup greget ini.
1. Langsung saja, meski saya sudah membaca cepat novel baru anda. Tapi, saya masih belum mengerti kenapa novel ini disebut Sudut Mati? Apa arti dan maknanya?
Sudut Mati itu maknanya ada dua:
a) Terpojok, nggak ada jalan buat lari lagi. Nggak bisa ngeles. Nggak bisa ditunda. Ancaman nyata udah di depan. Kalau kau ada di sudut mati, kau tak bisa kemana-mana. Semua harus diberesin, right here, right now.
b) Bisa juga bermakna blind spot. Sesuatu yang nggak disangka datang dari sana, nggak diantisipasi. Tiba-tiba aja muncul. Kalo nyetir mobil kan ada istilah blind spot di spion. Spion mobil itu ada sudut matinya. Di mana di situ tiba-tiba aja ada motor nyelonong entah dari mana, gak keliatan sama kita. Sesuatu yang sangat nggak diprediksi datang.
Dua hal itu ada di novelnya.
2. Seperti yang ditulis disampulnya novel ini mengambil tema Corporate Thriller? Apa alasannya dan kenapa Corporate Thriller?
Sejujurnya, thriller korporasi itu istilah kita-kita (saya dan editor) aja sih, hahaha. Masalahnya mau bilang karanganku itu genre-nya apa susah juga. Oke, ini jelas thriller. Tapi jelas beda pula dengan sebangsa tulisannya Dan Brown atau John Grisham. Nah karena naskah ini settingnya bisnis/korporasi, maka kita sebut aja thriller korporasi.
Tapi memang istilah corporate thriller juga dipakai di luar negeri sana (Amerika). Belum populer, sih. Kalau mau tahu karya yang murni corporate thriller, coba tonton film "The Insider". Itu pure corporate thriller, dan keren!
Alasan kenapa saya pilih genre ini. Alasan utamanya pragmatis aja: gampang cari data. Kebetulan kerjaan saya ketika siang hari dan melepas jubah penulis (kayak Batman yak) memang berhubungan dengan dunia bisnis/korporasi gitu. Jadi untuk data-data bisa dibilang nggak usah nyari lagi. Riset bisa cepet.
3. Dari apa yang saya baca, novel ini seolah lebih kearah mafia daripada cerita tentang perusahaan Investasi. Iya, cerita dua keluarga besar yang saling berseteru, bersaing dalam dunia bisnis yang abu-abu antara legal dan ilegal? Benar-benar seperti mafia? Apa sekelam itu dunia korporasi dan investasi di Jakarta dan apakah novel ini adalah kritik akan hal itu?
Iya, jatuhnya memang ke cerita gangster. Kalau mau diurut inspirasinya bisa panjang: film-filmnya Martin Scorsese (The Departed, Goodfellas), novelnya Mario Puzo (The Godfather), serial TV The Sopranos, Boardwalk Empire. Memang pengen bikin cerita yang tone-nya (nuansanya) kayak gitu.
Tapi ceritanya juga harus masuk ke konteks Indonesia. Makanya saya adaptasikan ke masalah-masalah korporasi di Indonesia, berikut karakter-karakter mafia di sini. Kan nggak sama yah gangster Italian-American sama geng-geng di Jakarta.
Sisi gelap korporasi di Jakarta ya jelas ada. Dan di novel Sudut Mati juga yang diangkat baru sebagian aja. Kritik? Yes.
4. Bicara tentang karakter, saya suka dengan karakter Kath, mengingatkan saya dengan beberapa karakter yang saya buat juga cewek cantik, tangguh, dan punya rahasia yang berbahaya. Ngomong-ngomong apa yang menginspirasi anda menulis karakter Kath?
Semua karakter saya persiapkan dengan baik. Masing-masing perannya udah dirancang dari awal. Kath memang unik, soalnya dia outsider. Saya suka bikin peran cewek yang jadi subyek, bukan cuma obyek. Dia aktif, bukan reaktif.
Dan di cerita thriller, karakter cewek itu enak banget dijadikan game changer. Karena..yah..pada dasarnya cewek memang tak bisa diprediksi dan sukar dimengerti, hehehe. Di novel Rencana Besar saya melakukannya dengan Amanda, dan di Sudut Mati ini dengan Kath.
5. Berbeda dengan novel sebelumnya Rencana Besar, dimana anda memiliki Makarim Ghanim sebagai karakter jagoan. Di novel Sudut Mati, saya nggak bisa melihat siapa tokoh jagoannya, semua begitu abu-abu, siapa penjahat -siapa jagoan? Sempat saya berpikir semua karakter utama di sini adalah penjahat kecuali dua orang polisi yang menyelidiki Teno itu. Apa yang memotivasi anda membuat karakter seperti Titan, Titok, dan Teno yang anti-hero ini? Dan apakah tidak cukup riskan (untuk para pembaca) ketika karakter utamanya adalah penjahat juga?
Emang Titan jahat ya? Hahaha. Saya bosan ama orang baik.
Eh, nggak, deng. Gini, lho. Kadang-kadang untuk membuat sebuah cerita itu dinamis, terutama di thriller, kita nggak bisa pakai tokoh yang 100% baik. Misalnya di Sudut Mati, kalau jagoannya anak baik sempurna, penyabar, saleh. Apa yang akan dia lakukan? Tabah dan berdoa lalu menasihati ke jalan yang benar? Kelar dong ceritanya beberapa halaman doang.
Nggak lah kalau riskan. Saya nggak nganggep Titan jahat. Nah di situ ada relativitas antara baik dan jahat. Baik atau jahat dibandingkan apa/siapa dulu? Dalam kondisi seperti di cerita Sudut Mati, jagoannya itu nggak berhadapan dengan pilihan gampang Benar atau Salah. Dalam kehidupan nyata yang kejam, protagonisnya harus milih di antara pilihan-pilihan yang buruk semua.
6. Bicara tentang Titok dan Teno, bau-baunya saya mencium Naoki Urasawa? Apa dia sangat menginspirasi anda dalam novel ini?
Titok dan Teno nggak sih ya. Nggak tahu juga.
Tapi memang Naoki Urasawa ngasih banyak influence ke cara saya bercerita. Khususnya ke cara memotong adegan, dan gimana memanfaatkan flashback.
7. Kemudian tentang dokter, tentu saja dia karakter yang paling menarik yang anda tulis dalam novel ini. Iya meski ada beberapa kelemahan tapi dia tetap yang terbaik, apa yang menginspirasi anda menciptakan Si Dokter ini? Apa jangan-jangan dari Ide "The Doctor" -nya Valetino Rossi!? Hahaha...
Ini inspirasi dari cerita-cerita Amerika sih. Kan suka ada tuh pembunuh dinamain dengan istilah profesi: The Butcher, The Mechanic. Itu jadi menginspirasi buat bikin juga Si Dokter. Kebetulan juga waktu itu abis baca biografi dokter pembunuh dari Amerika Serikat, namanya Michael Swango.
8. Banyak penulis senior yang bilang, untuk mendalami karakter sebaiknya menggunakan PoV 1 tapi di sini di kedua novel anda, anda menggunakan PoV 3, apa alasannya? Dan bagaimana bisa anda membuat karakter yang begitu dalam hanya dengan PoV 3?
PoV 1 dan PoV 3 itu sesuai kebutuhan aja. Nggak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Saya pakai PoV 3 karena itu lebih sesuai untuk cerita semacam ini. Pindah-pindah adegannya itu gampang dan cepat.
Membuat karakter yang dalam itu sama aja prinsipnya baik PoV 1 dan PoV 3. Emang kudu dirancang dari awal. Bab bikin karakter yang baik itu panjang deh (bisa satu buku sendiri lho). Mungkin coba googling dulu aja, ada banyak tips-nya di internet. Tapi intinya memang harus disiapkan dari awal.
9. Ok, ini diluar novel Sudut Mati, apa pendapat anda tentang perkembangan fiksi Crime Thriller di Indonesia?
Belum terlalu berkembang. Tapi gelagatnya akhir-akhir ini mulai menggeliat. Sebenarnya potensinya besar. Lihat aja novel terjemahan tentang thriller kriminal itu nggak pernah absen di toko buku (James Patterson misalnya)
10. Terakhir, apa tips anda untuk teman-teman muda yang ingin terjun ke dunia fiksi Crime Thriller?
a) banyak baca fiksi, banyak nonton film. Jadilah pembaca/penonton kritis. Artinya kalau baca atau nonton, coba dikritisi juga. Ini aku suka kenapa ya? Atau kok ini jelek kenapa ya?
b) banyak referensi fakta juga. Jadi harus perbanyak ilmu pengetahuan betulannya. Intinya sih kembali ke banyak baca tadi.
c) latihan menulis. Karena nulis itu emang perlu latihan. Nggak ada yang langsung bisa dan bagus.
d) Jangan lupain untuk hidup normal! Hahaha. Oke, kau penulis, tapi lebih penting dari itu, kau itu manusia. Butuh bersosialisasi, bergaul, to keep your level of sanity.
d) Sabar. Nggak ada yang instan.
Ok, terima kasih banyak atas wawancara-nya, di sini Ftroh sign out ! Hihihi.
Subscribe to:
Posts (Atom)