By Ftrohx
Nama gue Rizal, pekerjaan gue asisten dari laki-laki bernama Azra.
Rumah?
Gue nggak punya rumah, beberapa bulan belakangan ini gue lebih banyak tidur dan terbangun di kantor Azra sang Informan, teman sekaligus Boss gue.
Sejak sepuluh tahun yang lalu Azra bekerja sebagai informan, dia adalah orang yang bekerja mencari dan mengumpulkan informasi-informasi penting untuk klien.
Pekerjaan yang aneh memang. Menurut gue, dia lebih mirip detektif sih daripada informan. Kemudian sekitar dua tahun yang lalu dia membeli tempat ini. Rumah model minimalis berlantai dua di Kepala Dua, Jakarta Barat. Lokasinya juga strategis dekat dengan jalan raya.
Entah dia dapat duit darimana? Kalian sendiri tidak akan percaya darimana seorang detektif atau informan ini mendapatkan cukup banyak uang untuk membeli banyak barang. Sebenarnya tempat ini lebih mirip perpustakaan daripada kantor. Beda dengan kantor detektif yang kalian khayalkan. Laboratorium Azra adalah tumpukan buku, tulisan, dan data-data.
Ada ribuan buku di sini, dari lantai satu sampai dengan lantai dua, lemari-lemari, rak-rak semua terisi buku. Begitu pula dengan lertas-kertas printer dan majalah-majalah yang berserakan di meja. Azs selalu berujar jangan ada yang dipindahkan. Bisa dibilang selain sebagai kantor, tempat ini digunakan untuk relaksasi jika dia tidak ada panggilan job. Iya, dunia modern seperti sekarang tentu saja. Kantor sudah tersedia secara mobile yaitu handphone. Tidak perlu markas atau apapun.menerima klien.
Azra memang tidak pernah membagi pengetahuannya dalam penyelidikan kasus, tapi dia sering sharing ke gue tentang film detektif. Mulai dari yang komedi sampai yang benar-benar drama serius.
Ada detektif yang lumpuh, tidak bisa bergerak dari kasur dan hanya mengandalkan otak serta analisisnya dalam memecahkan kasus. Ada detektif yang punya kemampuan luar biasa seperti Ninja dan bahkan bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Ada detektif yang dengan menyentuh benda atau tempat dia bisa melihat secara 3D apa yang terjadi di masa lalu dari tempat atau benda itu. Ada detektif setengah android yang memburu robot yang telah membunuh manusia, dan seterusnya.
Namun satu yang unik yang dibahas oleh Azra sejak seminggu yang lalu adalah tentang seorang detektif yang mengamali amnesia akut, dia selalu lupa apa yang terjadi, dia lupa siapa dirinya setiap kali dia tertidur semua ingatannya hilang, kosong. Semua dimulai dari NOL tiap pagi.
Setiap malam dia selalu membuat catatan tersendiri untuk mengingat siapa dirinya dan siapa yang dia temui kemarin. Cerita yang unik hingga setiap scene tidak terduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Sama seperti penonton yang pertama kali menonton, si detektif tidak tahu siapa yang dia temui dan apa yang telah dia lakukan sebelumnya. Tiap rekaman hanyalah sebuah petunjuk kecil, sebuah fragmen dari puzzle yang belum terpecahkan.
Satu yang sangat gue suka dari film ini adalah opening-nya yang klasik, suatu pagi si detektif terbangun dengan tidak apa yang sudah terjadi, hanya ada memo dari rekaman suaranya sendiri semalam bahwa 'siapapun yang mengetuk pintu tolong jangan dibukakan.' Iya, si detektif memang tidak membuka pintu namun si wanita misterius itu langsung menyelonong masuk ke kantor detektif. Melihat adegan itu gue selalu bertanya-tanya asik kalau jadi detektif yang punya kantor sendiri. Apapun dan siapapun bisa muncul dari balik pintu itu? Tak peduli penjahat atau orang yang meminta bantuan? Karena sebuah petualangan yang baru akan muncul setiap kali pintu itu dibuka.
Ttttttt.. Bel pintu berbunyi,
Gue baru saja mau mengangkut sampah sisa dari bocah-bocah rusuh semalam. Berjalan ke pintu lalu gue mengintip dari jendela samping. Siapa gerangan pagi-pagi memencet Bel?
Azra dan teman-teman, rasanya nggak mungkin. Mereka biasanya langsung membuka pintu tanpa memencet Bell. Gue pun menyibak tirai itu. Terlihat seorang perempuan cantik, masih muda, mungkin usia 17an mungkin juga di bawah 20an.
Damn!!
"Ini kantor detektif ya?" ujar cewek itu ketika pintu ku buka.
"Bukan," jawab gue langsung.
"Di sini tertera nama Azra," dia menunjuk alamat di sebuah kartu nama.
Tentu saja, beda dengan kantor detektif yang elo lihat di film-film mereka dengan mentereng menulis nama 'kantor detektif'. Betapa konyol. Hal seperti itu di Jakarta hanya akan memancing kerusuhan.
"Iya, ini memang kantornya. Tapi dia bukan detektif, dia informan."
"Oh gitu ya? Saya bisa bertemu dengannya?"
Nah loh, situasi seperti ini tidak muncul dua kali. Tidak bahkan dalam sebuah film. Elo tahu gue mesti bilang apa kan? Jujur atau bohong? Kalau jujur sebenarnya Azra sedang tidak berada di sini. Dia pergi liburan ke Raja Ampat sama tunangan dan teman-teman geng-nya. Tapi jika gue jujur gue bisa kehilangan kesempatan buat dekatin ini cewek cantik.
"Iya, saya sendiri," gue mengulurkan tangan menyalami-nya.
"Wah tidak seperti yang saya pikirkan, saya kira anda jauh lebih tua."
"Hahaha... Memang banyak orang yang berasumsi begitu. Mari silakan masuk."
Dia melangkah masuk dengan mata yang menerawang dari sudut ke sudut di ruang tamu.
"Harap maklum, kamar laki-laki selalu berantakan," ujarku sambil membereskan majalah yang berserakan di meja.
"Tidak seperti yang saya bayangkan."
"Hahaha... kantor detektif memang tidak seperti yang terlihat di film."
Dia pun ikut tertawa. "Tidak seperti di Baker Street."
Gue tahu, pandangan matanya itu berujar kagum akan ruang ini, rak-rak buku seperti perpustakaan khusus studi kriminal dan koleksi novel detektif sepanjang zaman. Dia pasti pernah melihat satu atau dua judul buku yang di pajang Azra di antara rak ini.
"Anda ingin minum apa?"
"Air putih saja."
Gue membawakannya sebotol air mineral dingin dari kulkas. "Jadi apa yang bisa saya bantu?"
Dia pun berkata. "Nama saya Sarah, saya menghadapi sebuah masalah..."
Dan ceritanya pun bisa kalian lanjutkan sendiri.
. . .
Lhoh? nggak ente lanjutin?
ReplyDelete