Petualangan Baru Dimulai
By Ftrohx
WANDA
Namaku Wanda, aku pernah kuliah, namun tak sampai lulus. Aku ingin sekali bekerja di kantoran, seperti teman-temanku yang lain, tapi sialnya aku tak memiliki ijasah S1. Jadi beginilah aku, berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Aku pernah bekerja sebagai penjaga warnet, lalu penjaga toko elektronik, aku pernah jadi cleaning service, lalu bekerja di tempat fotocopy, penggandaan DVD, hingga terakhir aku bekerja sebagai SPG alat gelang kesehatan. Jujur, itu pekerjaan paling absurd yang pernah kujalani. Mereka menjual sesuatu yang sebenarnya nggak penting-penting banget, tapi dengan harga ratusan ribu. Dan aku yang berada di belakang meja tahu, harga sesungguhnya tidak semahal itu. Kemudian trend-nya berganti, barang-barang itu mulai tidak terjual, bossku tidak bisa membayar karyawan, dan kami berakhir dengan pemutusan hubungan kerja. Menganggur selama beberapa bulan, kemudian aku mendapati lowongan dari tetangga jauh.
"Hei, ada lowongan ini di Kalideres," ujarnya sambil memberikan sebuah kartu nama dengan alamat sebuah kantor.
Keesokan harinya aku ke sana.
Sialnya, aku terlambat, seharusnya interview pukul sembilan, namun aku sampai di sana pukul sepuluh. Sungguh, peluang itu terbuang begitu saja.
Jujur, aku belum pernah ke Kalideres, dan sejak pagi aku sudah berangkat ke sana, namun supir bus itu membuatku nyasar. Aku naik ojek pun juga salah alamat, hingga pukul sepuluh aku baru sampai di sana. Impianku untuk punya pekerjaan kantoranpun pupus.
Dua minggu berlalu setelah itu, seorang teman muncul di depan pintu rumahku.
"Ada lowongan ini," ucapnya sambil memberiku sebuah kartu nama.
Aku memicing dan membacanya. "Baker Street? Gue baru dengan nama itu?"
"Itu ada di dekat Sabang, Jakarta Pusat."
"Asli, gue baru tahu kalau ada nama jalan seperti ini?"
"Ya, di sanakan banyak bule dan kafe, mungkin karena itu mereka memberinya nama tersebut."
Aku menekuk bibir. "Mungkin."
Aku pernah beberapa kali ke jalan Sabang. Tempat itu punya banyak kafe dan jadi markas untuk para turis asing yang mencari penginapan murah. Aku ingat, dulu aku juga pernah berjalan ke sana untuk melamar sebuah pekerjaan. Ada sebuah kantor BUMN yang katanya butuh karyawan. Tetanggaku meyakinkan bahwa aku bisa masuk di sana. Namun begitu lamaran kutaruh di sana, berbulan hilang tak ada jawaban. Tapi aku suka petualangannya, entah mungkin karena jauh dari rumahku di Selatan, Jakarta Pusat memiliki aura magis. Sesuatu yang bikin aku selalu penasaran untuk menelusurinya.
Bertanya ke beberapa orang, akhirnya aku sampai di alamat yang terterah. Ruko Hudson di jalan Baker no. 22. Sialnya, panas begitu menyengat, keringat menetes dari dahi hingga ke daguku. Make up-ku pasti lutur. Tapi aku tak peduli, aku juga tidak begitu yakin dengan pekerjaan ini.
Baker no. 22, aku sempat berpikir bahwa ini adalah toko roti, namun melihat halaman depannya jelas bukan. Dia juga tidak tampak seperti perkantoran. Aku curiga, tempat ini adalah tempat penyalur tenaga kerja, dimana kamu harus bayar beberapa ratus ribu untuk kemudian diterima dan dikirim entah kemana. Tapi aku tetap penasaran apa yang ada dibalik pintu itu. Melangkah masuk, seluruh lantai satu adalah ruang yang kosong. Tak ada apapun, tapi aku bisa melihat jejak seretan di lantai, mungkin pernah ada yang berkantor di sini, kemudian masa kontrak mereka habis dan mereka pergi dari sini.
"Permisi, ada orang?" teriakku di ruang yang sepi.
Sialnya, tak ada jawaban selain gema dari suaraku sendiri.
Harusnya aku melangkah keluar meninggalkan tempat itu. Namun entah intuisi, insting, rasa penasaran, firasat bodoh, menuntunku untuk terus berjalan ke dalam. Di ujung ada tangga menuju ke lantai atas. Aku melangkah di sana, menaikan anak tangga, dan sampai di lantai 2. Di sana terdapat sebuah pintu bertulisan 22 B.
Ada suara televisi di sana, yang menjadi tanda ada penghuni di dalamnya.
"Permisi," ucapku sambil mengetuk.
Dan tak lama pintu terbuka dengan jantungku yang berdetak kencang.
"Hmm, iya ada apa?" ucap lelaki tinggi dengan rambut yang ikal.
"Saya Wanda, saya diberi kartu alamat ini, kata teman saya ada lowongan pekerjaan di sini."
"Oh begitu," wajahnya setengah jijik. "Sayang sekali kantornya sudah pindah."
"PIndah?"
"Iya, pindah," diapun langsung menutup pintu.
Untuk beberapa detik aku termenung di sana, memandang pintu yang bercat warna karamel. Harusnya aku tidak naik ke sana, tapi entahlah aku sendiri tidak mengerti apa yang terjadi. Kemudian aku balik badan dan melangkah ke bawah. Belum sempat aku melangkah ke pintu keluar, aku mendengar suara langkah terburu mengejarku.
"Tunggu, ada lowongan," teriak pemuda di belakangku. "Sungguh saya butuh bantuan anda, untuk bisnis yang sedang saya jalani."
Aku termenung. Kali ini dia sudah mengenakan jakat dan ada tas gunung di tangan kanannya.
"Bisnis?" tanyaku.
"Iya, saya buka firma detektif, belum resmi tapi saya butuh perempuan sebagai asisten saya di lapangan."
Aku membelalak, detektif? Sungguh, aku tidak pernah mendengar ada orang yang bekerja sebagai detektif swasta di Jakarta. Maksudku, pekerjaan detektif hanya ada di cerita fiksi, lebih buruk lagi, aku nyaris tidak pernah melihat cerita detektif di pertelevisian Indonesia.
"Apa ini lelucon?" ucapku spontan.
"Tidak, ini sungguhan, dan saya akan bayar anda."
Kembali aku termenung. Aku sangat ingin bilang tidak, tapi lidahku tak mampu mengeluarkan suara.
Sementara itu dengan cepat dia berjalan ke mukaku. "Ok, saya jelaskan sambil jalan."
. . .
SAKTI
Akhir-akhir ini keadaan makin memburuk. Tak ada klien baru yang berarti tak ada pemasukan bagiku. Namaku Sakti, pekerjaanku detektif swasta, tepatnya detektif masalah cinta. Tidak banyak yang bisa kudeskripsikan tentang kehidupanku yang buruk belakangan ini..
Aku tinggal di lantai 2 ruko Hudson di gang Baker no. 22. Tepatnya berada di daerah Sabang, Jakarta Pusat. Ruko ini adalah rumah sekaligus kantorku. Kamu bisa membayangkan betapa panasnya siang hingga sore di sini.
Bagaimana aku bisa berada di tempat ini? Huh, ceritanya panjang.
Dahulu, setelah aku resign dari pekerjaan sebagai satpam, aku mendapati pekerjaan baru sebagai sopir dari seorang manajer bank bernama Pak Akbar. Singkat cerita, Pak Akbar ini punya teman yang konon katanya si istrinya selingkuh. Aku kemudian ditugaskan oleh si boss –disela pekerjaan rutin sebagai supir pribadi– untuk menyelidiki si wanita tersebut. Aku diberi handphone kamera untuk memfoto setiap kegiatan si target. Aku mengumpulkan data-data serta fakta bahwa si istri memang selingkuh.
Selama dua bulan melakukan penyelidikan, data-data yang kudapati cukup banyak yang mengarahkan ke fakta bahwa perselingkuhan itu memang terjadi. Aku diberi hadiah oleh bossku. “Mobil ini buat kamu saja,” plus uang juga dari si klien. Lalu namaku dibicarakan banyak orang, hingga tak beberapa lama kasus lain serupapun datang. Aku memutuskan resign dari pekerjaan sebagai supir dan menyewa ruko ini sebagai kantor. Pekerjaan terus datang lagi dan aku merekrut beberapa orang sebagai asistenku di lapangan.
Tapi masa suram pun datang tanpaku antisipasi. Klien mulai jarang muncul dan tagihan makin menumpuk. Beberapa teman, menyarankanku untuk kembali ke pekerjaan lamaku, menjadi satpam atau menjadi supir taksi online.
Sungguh, aku tidak ingin kembali seperti dulu. Meski bossku yang terakhir itu sangat baik, tapi aku sudah berjanji padanya untuk menjadi sosok yang mandiri.
Sejujurnya, aku sulit berinteraksi dengan orang-orang yang tak sepaham denganku, apalagi harus bekerja dengan mereka yang tidak satu selera denganku. Seorang psikolog bilang, bahwa aku memang terlahir introvert dan sulit beradaptasi dengan lingkungan kerja. Tapi, aku sadar aku cukup pintar. Kepintaranku ini ku yakini sangat berguna untuk menjadi orang yang bebas mengerjakan apa yang aku mau.
Mereka bilang ini soal ego, aku adalah orang yang egois.
Aku pernah punya seorang kekasih. Dia wanita yang sangat pintar, dia bekerja di pengadilan. Namun karena pekerjaanku kadang ada dan kadang tidak ada, membuatnya memilih orang lain, seseorang yang punya kepastian gaji datang tepat tiap awal bulan. Mungkin gara-gara dia belakangan ini aku berpikir hal-hal negatif, semua menjadi suram, dan alam semesta membuat apa yang ada dibenakku menjadi sebuah realita. Kesuraman di mana-mana, termasuk klien yang lebih memilih ke agensi lain.
Aku punya saingan, mereka adalah Rana Agency.
Bangsatnya, mereka berkantor di ujung jalan ini juga. Dengan front office yang cerah gemilang ber-interior modern minimalis dengan tembok warna putih gading dan wangi lemon, plus para SPG cantik. Mereka punya banyak wanita yang bekerja di lapangan, dan para wanita ini bisa pergi kemanapun yang mereka mau tanpa diketahui. Jelas, mereka lebih efektif daripadaku yang laki-laki dengan tampilan mencolok. Tanpa pemasukan, jelas aku jadi pengangguran sungguhan. Tagihan terus menumpuk dan rasanya tak ada jalan keluar selain menutup kantor kecilku ini.
Tapi semua itu berubah sejak munculnya dia.
Pagi itu aku terbangun pukul 10. Samar-samar aku ingat semalaman, berada di kios rokok di depan gang., ngobrol dengan si penjaga kios dan seorang satpam yang selalu membicarakan artis dangdut. Sungguh, perbincangan sampah. Lalu pukul 3 pagi aku baru kembali ke ruko sambil menimbang-nimbang, apakah aku akan kembali menjadi supir di tempat bossku yang dulu atau tidak. Lalu aku jatuh tertidur di sofa.
Bangun tidur dengan tubuh serasa remuk, aku memasak mie instan seperti biasa dan menyalahkan televisi. Entah, tak ada yang jelas kutonton selain mendengar suara penyiar infotaiment. Lalu dering telepon itupun muncul, nama yang tertera adalah Fadil, si anak muda yang menggantikanku menjadi supir di kantor Pak Akbar setahun lalu.
“Iya, Dil ada apa?”
“Sudah dengar kabarnya Pak Akbar, Sak?”
“Belum ada apa?”
“Dia meninggal kemarin sore.”
“Innalillahi wa innaillaihi rojiun.”
“Bukan itu aja Sak, katanya dia meninggal bunuh diri.”
“Apa bunuh diri?”
“Iya, dia melompat dari gedung kantornya?”
“Serius?”
“Iya, serius.”
“Lah kok gue nggak dengar, gak ada di berita TV.”
“Mungkin belum disiarin kali.”
“Eh, ini serius?”
“Iya.”
“Terus ada apalagi?” aku nggak ingin berbasa-basi.
“Nyonya Akbar, Sak, dia yang meminta gue untuk menelpon lo.”
“Nelpon gue, ada apa?”
“Dia nggak percaya kalau suaminya bunuh diri lompat dari gedung, karena menurut dia semuanya baik-baik aja. Paginya mereka masih sarapan bareng, dan siangnya mereka masih teleponan dan semua baik seperti hari biasa.”
Aku menyernyit. “Iya, asli, gue juga kaget dengarnya sih.”
“Maka-nya itu, mending lo ke sini deh, bantu kami di sini.”
“Bantu gimana?”
“Lo kan detektif swasta, kami dengar juga pekerjaan lo bagus akhir-akhir ini. Jadi, keluarga meminta lo untuk menyelidiki kematian Pak Akbar.”
“Hei, gue memang detektif swasta, tapi gue bukan detektif swasta macam itu, lagipula kalau ini memang pembunuhan, kenapa nggak lo hubungi polisi?”
“Justru itu, kemarin polisi sudah memeriksa ke sini, dan kata mereka kematian Pak Akbar murni bunuh diri, karena nggak didapati tanda-tanda trauma lain ditubuhnya selain jatuh dari gedung dan lagipula saat dia melompat pintu di atap itu dia kunci dari luar hingga hanya dia sendiri yang ada di sana.”
“Fadil, asli gue bukan detektif macam itu, sungguh gue nggak bisa banyak bantu lo.”
“Ok, kalaupun lo nggak bisa bantu, lo ke sini deh ke pemakamannya, sebab banyak yang ingin kami bicarakan.”
Aku menghela napas dan terdiam untuk beberapa detik, sebelum menjawab. “Ok, gue ke sana.”
Huh sial, sungguh sial. Jantungku berdetak kencang dan tanganku bergetar menggenggam gagang telepon. Aku sudah lama tidak mengalami perasaan seperti ini, rasa cemas sekaligus excited yang sulit untukku deskripsikan.
Tok tok tok… Ketukan pintu mengejutkanku.
“Permisi,” lebih mengejutkan lagi itu suara seorang wanita.
Akupun membukanya. Demi Tuhan, aku tidak pernah menyangka ada SPG cantik yang tiba-tiba muncul di sini di depan pintuku. “Hmm, iya ada apa?”
"Saya Wanda, saya diberi kartu alamat ini, kata teman saya ada lowongan pekerjaan di sini."
Butuh beberapa detik untuk mencerna kata-katanya. “Oh begitu,” dan aku ingat, dia pasti mencari kantor travel yang di bawah. "Sayang sekali kantornya sudah pindah."
"PIndah?"
"Iya, pindah,” otakku masih rada kacau dan mendadak pintu kututup.
Aku menarik napas dalam, mencoba berkonsentrasi. Apa yang harusku lakukan?
Dan layar-layar itu muncul di hadapanku, ingatan tentang Pak Akbar, ingatan tentang ruko ini, dan saingan kami Rana Agency. Sial, sial, sial. Aku harus berimporvisasi, aku harus bertindak lebih, melakukan sesuatu yang belum kucoba sebelumnya. Dan kesempatan itu tidak boleh.
Pintu kembali kubuka.
"Tunggu, ada lowongan," teriakku ke wanita yang beranjak pergi. "Sungguh saya butuh bantuan anda, untuk bisnis yang sedang saya jalani."
Dia menoleh. "Bisnis?"
"Iya, saya buka firma detektif, belum resmi tapi saya butuh perempuan sebagai asisten saya di lapangan."
"Apa ini lelucon?" balasnya.
"Tidak, ini sungguhan, dan saya akan bayar anda.”
Wanita itu termenung, begitupula denganku, entah aku harus bayar dia dengan apa, itu urusan nanti. Mungkin keluarga almarhum akan bayar di muka atau apalah. “Ok, saya jelaskan sambil jalan,” ucapku sambil mengenakan jaket dan melintas di sampingnya.
Sekilas, aku bisa melihat bibir yang naik tersenyum.
Aku merasakan hangat mentari menerpa wajahku. Dan dari sini, kisah panjang itupun dimulai.
. . .
Wednesday, September 27, 2017
Sunday, September 24, 2017
Talk About World Greatest Detective
By Ftrohx
Gelar "World Greatest Detective" ibarat sebuah tropi dari pertandingan tinju kelas berat. Dia tidak hanya milik satu orang, tapi oleh beberapa. Dan kadang gelar itu berpindah dari satu ke yang lainnya.
Ok, langsung saja, di bawah ini adalah karakter yang punya julukan sebagai World Greatest Detective.
01. Sherlock Holmes
"Well, I have a trade of my own. I suppose I am the only one in the world. I'm a consulting detective, if you can understand what that is." - Sherlock Holmes, Study in Scarlet
Holmes, memang bukan detektif fiksi pertama, tapi dengan lahirnya dia, kata detektif menjadi begitu populer. Lebih dari itu, bahkan sekarang nama 'Sherlock' sendiri sering menjadi kata ganti untuk 'detektif' atau 'jenius' (selain Einstein).
Sherlock Holmes lahir di akhir abad 19, di mana Eropa sedang begitu gencar-gencarnya melakukan ekspansi ke Asia, ilmuwan tumbuh subur di era itu dan begitu banyak penemuan-penemuan baru yang mencengangkan yang menjadi headline di media. Begitu juga dengan berita-berita sensasional, penny dreadful yang mengisi halaman-halaman majalah.
Lalu Holmes muncul di sana di Baker street 221B, di mana datang seorang dokter veteran bernama John Watson yang juga sedang butuh tempat tinggal sementara. Holmes memperkenalkan diri, bahwa dia adalah konsultan detektif. Satu-satunya yang terbaik yang ada di dunia. Dia mengaku sebagai penemu di bidang metodologi pengungkapan kasus kejahatan. Dia menemukan metode deduksi yang tidak pernah dimiliki oleh penyelidik lain.
Baginya, semua orang begitu lambat dan tak berilmu. Semua begitu bodoh dalam memecahkan kasus yang jelas solusi begitu nyata di bawah hidungnya. Begitu angkuh, sombong, dan arogan itu Holmes. Dan itulah yang membuat kita begitu menyukainya, dia begitu komikal. Begitu percaya diri namun kadang bikin kesalahan juga.
Memang Holmes versi Conan Doyle tidak begitu menunjukan bahwa sang detektif adalah yang terbaik di seluruh dunia. Namun di versi-versi modernnya, seperti yang diperankan Robert Downey Jr. dan Benedict Cumberbatch, dengan kasus-kasus super-berat yang nyaris mustahil dipecahkan oleh orang lain. Holmes menunjukan bahwa dirinya lebih dari sekedar penyelidik swasta, dia the greatest detective in the world.
02. Hercule Poirot
"My name is Hercule Poirot, and I'm probably the greatest detective in the world." - Hercule Poirot, Murder in the Orient Express.
Jika diibaratkan, Sherlock Holmes dan Hercule Poirot adalah Mike Tyson dan Holyfield. Mereka petinju kelas berat dan sama-sama memegang gelar juara dunia. Meski -seperti yang saya bilang di atas- gelar itu berpindah-pindah.
Hercule Poirot menunjukkan kelasnya di debut novel Mysterious Affair at Style karya Agatha Christie. Jujur, novel itu adalah salah satu favorit saya. Di saat pembunuh lain memikirkan cara membunuh yang efektif, di novel ini sang pembunuh fokus pada strategi lolos dari hukum sebelum dia melakukan aksi pembunuhan. Gilanya, dengan plot yang berlapis-lapis Hercule Poirot tetap bisa membongkar si penjahat dengan bukti-bukti yang signifikan.
Lalu masterpiece lainnya adalah Murder in the Orient Express. Ini kasus pembunuhan yang nyaris sempurna. Ada banyak saksi sekaligus terduga pelaku pembunuhan. Dan yang lebih brilliant, masing-masing dari saksi mata yang ditanya melemparkan kecurigaan pembunuh ke yang lain dan yang lain membeli alibi pada tiap mereka yang ada di sana. Seperti mozaik rumit yang saling menyilang antara satu dengan yang lain. Kasus super-rumit yang mustahil dipecahkan, namun Poirot sang detektif bisa memecahkan apa yang detektif lain tidak bisa pecahkan. Jelas, kasus yang dia tangani setara dengan gelar yang disematkan kepadanya, world greatest detective.
Sejujurnya, jikalau kita menengok ke masa lalu, ke era golden age. Menurut penulis, tingkat kerumitan dan kedalaman kasus, apa yang ditulis Agatha Christie dalam kisah-kisah Poirot jauh lebih dalam daripada Sherlock karya Arthur Conan Doyle. Dan dari kesulitan-kesulitan yang dia hadapi, Poirot sangat layak menyandang gelar world greatest detective.
03. Bruce Wayne
"Batman is regarded as one of the world's greatest detectives, if not the world's greatest crime solver." - Mike Conray, 500 Great Comic Book Heroes.
Dari empat film Batman sebelumnya, versi Micheal Keaton, Val Kilmer, dan George Clooney. Saya melihat dia cuma sebagai orang kaya yang freak yang hobi menghajar para penjahat yang juga berpenampilan aneh. Sungguh, dia jauh dari seorang penyelidik legendaris macam Holmes.
Sampai kemudian hadir, Batman versi Christopher Nolan. Di sinilah evolusi itu terjadi. Cerita jauh lebih dalam, dengan musuh yang lebih filosofis dan very sophisticated.
Cerita Batman dimulai dari awal lagi, bagaimana seorang Bruce Wayne bertumbuh dan bertransformasi menjadi sosok Batman, apa latar belakangnya dan siapa sang guru sebenarnya? Lebih besar lagi, mereka memulainya dengan Ras’ Al Ghul. Bagian pertama memang hebat, tapi yang kedua dia jauh lebih hebat lagi. Masuk ke Dark Knight, muncullah sang Joker Heath Ledger, di sini saya melihat Batman lebih dari karakter-karakter Batman yang ada sebelumnya. Dia bukan sekedar pria bertopeng yang gebukin penjahat di malam hari, dia adalah detektif super. Kasus yang ditanganinya berada di level ikan paus dengan plot dibalik plot dibalik plot, penuh dengan kejutan. Gilanya, Batman bisa meng-counter apa yang terjadi selanjutnya. Itu kenapa menurut saya dia layak disebut world greatest detective.
Dan seperti yang saya bilang ditulisan sebelumnya, gelar itu jadi beban tersendiri untuk film-film Batman selanjutnya. Bahkan naskah Batman versi Ben Affleck pun ditolak. Asli, saya bisa membayangkan semakin ke sini semakin tinggi standar cerita untuk The Caped Crusader ini.
04. L. Lawliet
"For him, this case was just one of many parallel investigations. How else could he maintain his reputation as the world’s greatest detective?" - Mello, Los Angeles BB Murder
Sejujurnya, L. lah detektif yang pertama yang benar-benar saya kenal. Saya membaca komik Death Note dari bab pertama sampai yang terakhir, jauh sebelum saya baca novel Sherlock Holmes ataupun kisah Hercule Poirot. Di saat teman-teman yang lain belajar fiksi detektif dari Conan Edogawa, justru saya belajar dari si kurus berwajah vokalis band emo ini.
L. awalnya seperti Batman, dia adalah sosok rahasia, seorang jenius yang bersembunyi dibalik bayangan. Dia yang hanya dikenal melalui simbol huruf L. besar dengan font. Old English MT. Dari narasi Tsugumi Ohba, L. adalah legenda, dia adalah detektif bayangan yang sering membantu ICPO (Interpol) untuk memecahkan kasus-kasus kejahatan besar yang tak terpecahkan. Namun kemudian L. yang selama ini berada di dalam bayangan, tiba-tiba muncul di permukaan saat dia berhadapan dengan Kira (si pembunuh berantai) dengan Death Note-nya.
L. memiliki seluruh keahlian yang harus dimiliki detektif super, dia ahli dalam mengamati perilaku dan juga ahli merangkai plot. Namun L. diikat oleh aturan, dia harus bisa menemukan bukti pembunuhan yang dilakukan Kira. Bukti yang jelas nyaris tidak ada karena dengan Death Note, Kira bisa membunuh orang dari jauh tanpa jejak dan seolah tanpa sebab yang nyata. Bagi detektif lain yang terikat police procedural, jelas nyaris memustahil memecahkan kasus sebesar itu, namun L. terus membuat analisa logis tentang apa yang terjadi, termasuk juga alat pembunuh yaitu buku yang bisa mengambil nyawa orang dari nama yang ditulis di atas kertasnya.
Dari novel prequel-nya yaitu Los Angeles BB Murder, L. dibuat lebih besar lagi. Si narator mendeskripsikannya sebagai otak paling brilliant yang ada di dunia pada saat itu. Apa yang L. kerjakan sendirian, setara dengan apa yang dikerjakan Kepolisian, Departemen Keamanan, dan Badan Intelijen sekaligus. Asli, si narator mendeskripsikannya dengan sangat berlebihan. Dengan segala kemampuannya itu, si narator menjuluki L. the world greatest detective.
Sialnya, L. versi komik tidak cukup pintar menghadapi Kira, dan berakhir dengan kematian yang begitu mudah. Syukurnya, di versi film mereka memperbaiki itu dan membuat L. menang atas Kira. Huhuhu. Tetap saja, di luar itu, Tsugumi Ohba tidak punya cerita L. yang cukup signifikan untuk membuatnya menjadi the greatest detective.
05. Robert Langdon
Aslinya, Langdon bukan seorang detektif, dia adalah ilmuwan sekaligus dosen simbologi di Harvard.
Dia adalah ahlinya mengungkap sejarah dan simbol-simbol kuno, sekaligus pakar dalam mengungkap teori-teori konspirasi. Dia begitu ahli di bidang ini, sampai-sampai tak ada yang menandinginya memecahkan plot historical dan ancient mystery –sampai saat ini– yang bahkan membuat William Baskerville dan Alan Grant menjadi produk antik di hadapannya
Sebagai protagonis utama, fungsi Robert Langdon bukan sebagai dosen atau konsultan yang didatangi polisi dan dimintai bantuan keahliannya, bukan. Dia ibarat Indiana Jones si pemburu harta karun yang dikawinkan dengan Sherlock Holmes si pemecah puzzle di The Dancing Men. Langdon berada di jalanan dan bertaruh nyawa di tiap liku plot yang dia lalui.
Secara garis besar, Langdon memulai debut di novel Angels and Demons, lalu The Da Vinci Code, kemudian The Lost Symbol, dan Inferno. Tahun ini dia juga akan muncul di novel terbaru Dan Brown yaitu The Origin (yang saya belum tahu premisnya seperti apa).
Kenapa Robert Langdon saya masukan di list world greatest detective?
Sebab dalam novel-novelnya, dia masuk dalam petualangan memecahkan misteri yang nyaris mustahil dipecahkan oleh manusia biasa.
Tiap novel Langdon adalah sebuah petualangan panjang, ratusan halaman, namun dengan timeline yang sangat ketat. Dari 500 halaman, biasanya itu merupakan petualangan sangat pelik Langdon yang dia hadapi dalam waktu satu hari. Bahkan novel Angels and Demon yang lebih dari 500 halaman itu, merupakan kisah petualangan Robert Langdon selama satu malam di Vatican City.
Kejeniusan dari Dan Brown adalah bagaimana dia bisa meliukan waktu yang begitu panjang (plus dengan kasus yang begitu pelik) menjadi sebuah kisah yang dilalui Langdon hanya dalam satu malam.
. . .
Beban berat gelar world greatest detective.
Saat ini kebanyakan pembaca sudah pintar dan mereka bisa dengan mudah mengetahui yang mana yang berkualitas dan yang mana yang kurang berkualitas. Kita nggak bisa menipu pembaca hanya dengan menyematkan gelar world greatest detective di depan karakter kita, karena gelar dan julukan saja nggak cukup.
Pembaca butuh bukti, mereka ingin melihat si tokoh struggling dengan hidupnya. Mereka ingin lihat si tokoh menghadapi kasus, menghadapi sesuatu yang mustahil untuk dipecahkan. Mereka butuh cerita petualgan, mereka ingin melihat drama-nya, kematian dan keputusasaan. Mereka butuh gagasan besar, konflik yang world class dan musuh yang layak disebut grande.
Singkatnya, dibutuhkan dedikasi, kontinuitas, banyaknya canon, dan berbagai versi adaptasi untuk membuat seorang tokoh detektif, layak disematkan gelar world greatest detective.
Dan menurut saya ada tiga tokoh kuat yang cukup stabil memegang gelar itu, mereka adalah Sherlock Holmes, Hercule Poirot, dan Bruce Wayne. Nama mereka terus muncul, terus dibicarakan orang, dan saya yakin akan terus dibuat versi baru dan barunya lagi di masa depan.
Di bawahnya yang akan menyusul –menurut saya– ada Rorschach dari Watchmen, Robert Langdon dari Dan Brown, dan L. Lawliet dari Death Note. Tapi kandidat yang paling kuat menurut saya adalah Langdon, karena originalitasnya dan specialisasi misteri yang dia pecahkan.
L. lawliet juga saya rasa akan menyusul, sebab dia nerd young detective yang khas milenial banget. Saya yakin akan dibuat versi adaptasi lagi, dan mungkin versi turunannya, hacker-detective atau semacamnya. Sedangkan Rorschach, dia legenda dari Watchmen versi Zack Synder, dan rumor bahwa mereka akan membuat versi baru dari Watchmen, namanya tetap akan dibicarakan banyak orang.
. . .
Gelar "World Greatest Detective" ibarat sebuah tropi dari pertandingan tinju kelas berat. Dia tidak hanya milik satu orang, tapi oleh beberapa. Dan kadang gelar itu berpindah dari satu ke yang lainnya.
Ok, langsung saja, di bawah ini adalah karakter yang punya julukan sebagai World Greatest Detective.
01. Sherlock Holmes
"Well, I have a trade of my own. I suppose I am the only one in the world. I'm a consulting detective, if you can understand what that is." - Sherlock Holmes, Study in Scarlet
Holmes, memang bukan detektif fiksi pertama, tapi dengan lahirnya dia, kata detektif menjadi begitu populer. Lebih dari itu, bahkan sekarang nama 'Sherlock' sendiri sering menjadi kata ganti untuk 'detektif' atau 'jenius' (selain Einstein).
Sherlock Holmes lahir di akhir abad 19, di mana Eropa sedang begitu gencar-gencarnya melakukan ekspansi ke Asia, ilmuwan tumbuh subur di era itu dan begitu banyak penemuan-penemuan baru yang mencengangkan yang menjadi headline di media. Begitu juga dengan berita-berita sensasional, penny dreadful yang mengisi halaman-halaman majalah.
Lalu Holmes muncul di sana di Baker street 221B, di mana datang seorang dokter veteran bernama John Watson yang juga sedang butuh tempat tinggal sementara. Holmes memperkenalkan diri, bahwa dia adalah konsultan detektif. Satu-satunya yang terbaik yang ada di dunia. Dia mengaku sebagai penemu di bidang metodologi pengungkapan kasus kejahatan. Dia menemukan metode deduksi yang tidak pernah dimiliki oleh penyelidik lain.
Baginya, semua orang begitu lambat dan tak berilmu. Semua begitu bodoh dalam memecahkan kasus yang jelas solusi begitu nyata di bawah hidungnya. Begitu angkuh, sombong, dan arogan itu Holmes. Dan itulah yang membuat kita begitu menyukainya, dia begitu komikal. Begitu percaya diri namun kadang bikin kesalahan juga.
Memang Holmes versi Conan Doyle tidak begitu menunjukan bahwa sang detektif adalah yang terbaik di seluruh dunia. Namun di versi-versi modernnya, seperti yang diperankan Robert Downey Jr. dan Benedict Cumberbatch, dengan kasus-kasus super-berat yang nyaris mustahil dipecahkan oleh orang lain. Holmes menunjukan bahwa dirinya lebih dari sekedar penyelidik swasta, dia the greatest detective in the world.
02. Hercule Poirot
"My name is Hercule Poirot, and I'm probably the greatest detective in the world." - Hercule Poirot, Murder in the Orient Express.
Jika diibaratkan, Sherlock Holmes dan Hercule Poirot adalah Mike Tyson dan Holyfield. Mereka petinju kelas berat dan sama-sama memegang gelar juara dunia. Meski -seperti yang saya bilang di atas- gelar itu berpindah-pindah.
Hercule Poirot menunjukkan kelasnya di debut novel Mysterious Affair at Style karya Agatha Christie. Jujur, novel itu adalah salah satu favorit saya. Di saat pembunuh lain memikirkan cara membunuh yang efektif, di novel ini sang pembunuh fokus pada strategi lolos dari hukum sebelum dia melakukan aksi pembunuhan. Gilanya, dengan plot yang berlapis-lapis Hercule Poirot tetap bisa membongkar si penjahat dengan bukti-bukti yang signifikan.
Lalu masterpiece lainnya adalah Murder in the Orient Express. Ini kasus pembunuhan yang nyaris sempurna. Ada banyak saksi sekaligus terduga pelaku pembunuhan. Dan yang lebih brilliant, masing-masing dari saksi mata yang ditanya melemparkan kecurigaan pembunuh ke yang lain dan yang lain membeli alibi pada tiap mereka yang ada di sana. Seperti mozaik rumit yang saling menyilang antara satu dengan yang lain. Kasus super-rumit yang mustahil dipecahkan, namun Poirot sang detektif bisa memecahkan apa yang detektif lain tidak bisa pecahkan. Jelas, kasus yang dia tangani setara dengan gelar yang disematkan kepadanya, world greatest detective.
Sejujurnya, jikalau kita menengok ke masa lalu, ke era golden age. Menurut penulis, tingkat kerumitan dan kedalaman kasus, apa yang ditulis Agatha Christie dalam kisah-kisah Poirot jauh lebih dalam daripada Sherlock karya Arthur Conan Doyle. Dan dari kesulitan-kesulitan yang dia hadapi, Poirot sangat layak menyandang gelar world greatest detective.
03. Bruce Wayne
"Batman is regarded as one of the world's greatest detectives, if not the world's greatest crime solver." - Mike Conray, 500 Great Comic Book Heroes.
Dari empat film Batman sebelumnya, versi Micheal Keaton, Val Kilmer, dan George Clooney. Saya melihat dia cuma sebagai orang kaya yang freak yang hobi menghajar para penjahat yang juga berpenampilan aneh. Sungguh, dia jauh dari seorang penyelidik legendaris macam Holmes.
Sampai kemudian hadir, Batman versi Christopher Nolan. Di sinilah evolusi itu terjadi. Cerita jauh lebih dalam, dengan musuh yang lebih filosofis dan very sophisticated.
Cerita Batman dimulai dari awal lagi, bagaimana seorang Bruce Wayne bertumbuh dan bertransformasi menjadi sosok Batman, apa latar belakangnya dan siapa sang guru sebenarnya? Lebih besar lagi, mereka memulainya dengan Ras’ Al Ghul. Bagian pertama memang hebat, tapi yang kedua dia jauh lebih hebat lagi. Masuk ke Dark Knight, muncullah sang Joker Heath Ledger, di sini saya melihat Batman lebih dari karakter-karakter Batman yang ada sebelumnya. Dia bukan sekedar pria bertopeng yang gebukin penjahat di malam hari, dia adalah detektif super. Kasus yang ditanganinya berada di level ikan paus dengan plot dibalik plot dibalik plot, penuh dengan kejutan. Gilanya, Batman bisa meng-counter apa yang terjadi selanjutnya. Itu kenapa menurut saya dia layak disebut world greatest detective.
Dan seperti yang saya bilang ditulisan sebelumnya, gelar itu jadi beban tersendiri untuk film-film Batman selanjutnya. Bahkan naskah Batman versi Ben Affleck pun ditolak. Asli, saya bisa membayangkan semakin ke sini semakin tinggi standar cerita untuk The Caped Crusader ini.
04. L. Lawliet
"For him, this case was just one of many parallel investigations. How else could he maintain his reputation as the world’s greatest detective?" - Mello, Los Angeles BB Murder
Sejujurnya, L. lah detektif yang pertama yang benar-benar saya kenal. Saya membaca komik Death Note dari bab pertama sampai yang terakhir, jauh sebelum saya baca novel Sherlock Holmes ataupun kisah Hercule Poirot. Di saat teman-teman yang lain belajar fiksi detektif dari Conan Edogawa, justru saya belajar dari si kurus berwajah vokalis band emo ini.
L. awalnya seperti Batman, dia adalah sosok rahasia, seorang jenius yang bersembunyi dibalik bayangan. Dia yang hanya dikenal melalui simbol huruf L. besar dengan font. Old English MT. Dari narasi Tsugumi Ohba, L. adalah legenda, dia adalah detektif bayangan yang sering membantu ICPO (Interpol) untuk memecahkan kasus-kasus kejahatan besar yang tak terpecahkan. Namun kemudian L. yang selama ini berada di dalam bayangan, tiba-tiba muncul di permukaan saat dia berhadapan dengan Kira (si pembunuh berantai) dengan Death Note-nya.
L. memiliki seluruh keahlian yang harus dimiliki detektif super, dia ahli dalam mengamati perilaku dan juga ahli merangkai plot. Namun L. diikat oleh aturan, dia harus bisa menemukan bukti pembunuhan yang dilakukan Kira. Bukti yang jelas nyaris tidak ada karena dengan Death Note, Kira bisa membunuh orang dari jauh tanpa jejak dan seolah tanpa sebab yang nyata. Bagi detektif lain yang terikat police procedural, jelas nyaris memustahil memecahkan kasus sebesar itu, namun L. terus membuat analisa logis tentang apa yang terjadi, termasuk juga alat pembunuh yaitu buku yang bisa mengambil nyawa orang dari nama yang ditulis di atas kertasnya.
Dari novel prequel-nya yaitu Los Angeles BB Murder, L. dibuat lebih besar lagi. Si narator mendeskripsikannya sebagai otak paling brilliant yang ada di dunia pada saat itu. Apa yang L. kerjakan sendirian, setara dengan apa yang dikerjakan Kepolisian, Departemen Keamanan, dan Badan Intelijen sekaligus. Asli, si narator mendeskripsikannya dengan sangat berlebihan. Dengan segala kemampuannya itu, si narator menjuluki L. the world greatest detective.
Sialnya, L. versi komik tidak cukup pintar menghadapi Kira, dan berakhir dengan kematian yang begitu mudah. Syukurnya, di versi film mereka memperbaiki itu dan membuat L. menang atas Kira. Huhuhu. Tetap saja, di luar itu, Tsugumi Ohba tidak punya cerita L. yang cukup signifikan untuk membuatnya menjadi the greatest detective.
05. Robert Langdon
Aslinya, Langdon bukan seorang detektif, dia adalah ilmuwan sekaligus dosen simbologi di Harvard.
Dia adalah ahlinya mengungkap sejarah dan simbol-simbol kuno, sekaligus pakar dalam mengungkap teori-teori konspirasi. Dia begitu ahli di bidang ini, sampai-sampai tak ada yang menandinginya memecahkan plot historical dan ancient mystery –sampai saat ini– yang bahkan membuat William Baskerville dan Alan Grant menjadi produk antik di hadapannya
Sebagai protagonis utama, fungsi Robert Langdon bukan sebagai dosen atau konsultan yang didatangi polisi dan dimintai bantuan keahliannya, bukan. Dia ibarat Indiana Jones si pemburu harta karun yang dikawinkan dengan Sherlock Holmes si pemecah puzzle di The Dancing Men. Langdon berada di jalanan dan bertaruh nyawa di tiap liku plot yang dia lalui.
Secara garis besar, Langdon memulai debut di novel Angels and Demons, lalu The Da Vinci Code, kemudian The Lost Symbol, dan Inferno. Tahun ini dia juga akan muncul di novel terbaru Dan Brown yaitu The Origin (yang saya belum tahu premisnya seperti apa).
Kenapa Robert Langdon saya masukan di list world greatest detective?
Sebab dalam novel-novelnya, dia masuk dalam petualangan memecahkan misteri yang nyaris mustahil dipecahkan oleh manusia biasa.
Tiap novel Langdon adalah sebuah petualangan panjang, ratusan halaman, namun dengan timeline yang sangat ketat. Dari 500 halaman, biasanya itu merupakan petualangan sangat pelik Langdon yang dia hadapi dalam waktu satu hari. Bahkan novel Angels and Demon yang lebih dari 500 halaman itu, merupakan kisah petualangan Robert Langdon selama satu malam di Vatican City.
Kejeniusan dari Dan Brown adalah bagaimana dia bisa meliukan waktu yang begitu panjang (plus dengan kasus yang begitu pelik) menjadi sebuah kisah yang dilalui Langdon hanya dalam satu malam.
. . .
Beban berat gelar world greatest detective.
Saat ini kebanyakan pembaca sudah pintar dan mereka bisa dengan mudah mengetahui yang mana yang berkualitas dan yang mana yang kurang berkualitas. Kita nggak bisa menipu pembaca hanya dengan menyematkan gelar world greatest detective di depan karakter kita, karena gelar dan julukan saja nggak cukup.
Pembaca butuh bukti, mereka ingin melihat si tokoh struggling dengan hidupnya. Mereka ingin lihat si tokoh menghadapi kasus, menghadapi sesuatu yang mustahil untuk dipecahkan. Mereka butuh cerita petualgan, mereka ingin melihat drama-nya, kematian dan keputusasaan. Mereka butuh gagasan besar, konflik yang world class dan musuh yang layak disebut grande.
Singkatnya, dibutuhkan dedikasi, kontinuitas, banyaknya canon, dan berbagai versi adaptasi untuk membuat seorang tokoh detektif, layak disematkan gelar world greatest detective.
Dan menurut saya ada tiga tokoh kuat yang cukup stabil memegang gelar itu, mereka adalah Sherlock Holmes, Hercule Poirot, dan Bruce Wayne. Nama mereka terus muncul, terus dibicarakan orang, dan saya yakin akan terus dibuat versi baru dan barunya lagi di masa depan.
Di bawahnya yang akan menyusul –menurut saya– ada Rorschach dari Watchmen, Robert Langdon dari Dan Brown, dan L. Lawliet dari Death Note. Tapi kandidat yang paling kuat menurut saya adalah Langdon, karena originalitasnya dan specialisasi misteri yang dia pecahkan.
L. lawliet juga saya rasa akan menyusul, sebab dia nerd young detective yang khas milenial banget. Saya yakin akan dibuat versi adaptasi lagi, dan mungkin versi turunannya, hacker-detective atau semacamnya. Sedangkan Rorschach, dia legenda dari Watchmen versi Zack Synder, dan rumor bahwa mereka akan membuat versi baru dari Watchmen, namanya tetap akan dibicarakan banyak orang.
. . .
Tuesday, September 12, 2017
Review Perfect Blue (1997)
By Ftrohx
Peringatan, tulisan ini mengandung spoiler.
Bisa dibilang ini bukan film atau cerita thriller pertama yang mengambil setting di dunia entertaiment. Ada banyak yang terkenal sebelumnya; Black Dahlia, ada X.O. dari Jeffrey Deaver, ada Cuckoos Calling untuk yang era milenial, dan lain sebagainya. Seorang supermodel meninggal secara misterius, pembunuhan seorang artis, Musisi yang menghilang, masalah idol group, dan seterusnya. Tapi sungguh, tak ada yang se-rumit ini dalam menyampaikan ide tentang dunia entertaiment, seperti Perfect Blue.
Ini film lama sebenarnya, tahun 1997, saya sendiri mendengar judulnya di tahun 2005an. Tapi belum sempat mencari filmnya pada saat itu. Sampai sore kemarin saya menemukan film ini ada di Youtube. Film ini merupakan adaptasi dari novel Perfect Blue: Complete Metamorphosis, novel best seller di sana yang pada zamannya setara dengan Silent of The Lambs dari Thomas Harris. Di sutradari oleh Satoshi Kun dengan screen writer Sadayuki Murai. Film mendapat resepsi yang bagus dari penonton dan para kritikus film. IMDB memberinya poin 77 dari skala 100, dan Rotten Tomatos memberinya poin 68.
Plot
Cerita dimulai dari Mima Kirigoe, center dari idol group CHAM yang oleh menajemen tidak menguntungkan dan dipaksa mengundurkan diri. Ok, kasus ini sering terjadi di Idol Group, dan kamu pasti mengerti apa yang saya maksud. Aktris yang sudah tidak begitu prodiktif, maka mereka dikeluarkan atau dipaksa graduate oleh manajemen. Karena industri memang basisnya kapitalisasi, jika tidak menguntungkan untuk apa dipertahankan.
Lalu Mima dimasukan ke dalam sebuah projek film berjudul Double Bind. Iya, kasus ini nyata, Idol Group berpindah ke serial TV, film, ataupun sinetron. Jangankan di Jepang, di Indonesiapun banyak contohnya.
Di awal-awal mereka memang tampil begitu cemerlang, di awal-awal mereka begitu dipuja, lalu sampai pada waktunya. Orang-orang boring melihat mereka tampil begitu-begitu saja tanpa inovasi yang berarti. Mereka mengambil remote dan mengganti channel, disitulah kisah para Idol mulai jauh. Paradoksnya, meski begitu dipuja, Mima hanya tinggal di flat kecil dengan ruangan seadanya. Begitu sampai rumah, hilang sudah keMahaDewian.
Keluar dari Cham, dia memulai lagi semua dari awal. Dia kembali belajar dan menapaki karir di entertaiment. Sialnya, dia masuk ke produksi film yang salah. Double Bind adalah projek filmnya, bercerita tentang seorang wanita yang punya saudara perempuan seorang model. Sayang, berbeda dengan si kakak yang model, dia hanya wanita biasa yang mendapat pekerjaan sebagai penari striptis, lebih buruk lagi dia diperkosa ramai-ramai. Meski itu cuma peran di film, namun itu mengubah segalanya. Manajernya kecewa, begitupula dengan para fansnya yang mengungkap kekecewaan itu di internet. Dan dirinya sendiri mengalami gangguan psikologis, dimana dia sulit membedakan mana yang mimpi dan mana yang nyata. Lebih buruk lagi, Mima tidak tahu apakah peran yang dia jalani itu benar ataukah jangan-jangan film itu memang kisah hidupnya sendiri, seorang penari striptis yang diperkosa ramai-ramai kemudian berkhayal dia hidup sebagai orang lain yaitu seorang Pop Idol.
Cerita bertambah pelik dengan banyaknya orang yang mati terbunuh di sekelilingnya.
Yang saya temukan.
Ada 4 ide besar yang saya temukan di film ini.
Pertama, ide tentang Pop Idol, tema ini sangat menjual menurut saya. Semua orang, terutama di era milenial suka mengikuti berita-berita tentang Pop Idol, tentang musisi yang tampil keren di atas panggung, bahkan penulis sendiri sering melakukan hal itu di Instagram, mengamati akun-akun para artis dan seterusnya. Ditambah media-media pun terus menggoreng berita tentang mereka, hingga masuk ke alam bawah sadar (kita) para pembaca. Mereka yang begitu dipuja, bahkan sampai mereka (artis) sendiri tak sadar dirinya sebesar itu dilayarkan kaca. Paradoks dengan kondisi sesungguhnya di mana dia hanya tinggal di apartemen kecil nan sederhana. Itulah Mima, si tokoh protagonis yang menjadi pusat cerita di film ini.
Kedua, setting waktu yang tepat. Perfect Blue, mengambil timeline di tahun 1997, tahun di mana internet mulai booming di kota-kota besar, seperti New York, London, dan Tokyo. Terutama Tokyo, karena set lokasinya memang di situ. Zaman itu benar-benar melankolis menurut saya, era di mana internet hanya milik orang-orang yang berpunya dan nggak ada alay di internet di era itu, hahaha. Internet masih high class, seperti yang diceritakan oleh Dee Lestari dalam novel Supernova: KPBJ. Dan itu sangat keren, internet yang misterius yang apapun bisa terjadi di sana, seolah dia adalah jendela tuk dimensi lain yang ada di muka bumi.
Di sana terdapat sebuah weblog bernama Mima's Room yaitu laman yang menyajikan keseharian hidup Mima Kirigoe. Seperti Facebook, Twitter, atau Instagram di sana Mima update status, dia bercerita kemana dia pergi, siapa yang dia temui, apa yang dia beli, jalan mana yang dia lalui, dan seterusnya. Sangat detail.
Padahal Mima yang asli nggak mengelola akun itu, dia bahkan nggak punya waktu untuk mengetik sesuatu di layar komputer. Mima sendiri bertanya-tanya apakah dia memiliki seorang stalker yang selalu menguntitnya kemana-mana. Atau apakah yang menulis itu adalah Mima sendiri, namun dia lupa dia telah menulisnya. Atau jangan-jangan Mima memiliki gangguan psikologis hingga dia lupa apa yang telah dia lakukan sendiri. Intrik antara jiwanya yang satu dengan jiwanya yang lain.
Melihat Mima's Room, kok saya jadi ingat akun instagram-nya Chelsea Islan. Dia begitu luar biasa di sana, nggak ada foto-foto yang jeleknya, selalu hanya foto yang sangat STUNNING yang dia upload di sana. Saya membayangkan akun itu dikelola oleh manajemennya dan bukan oleh Chelsea Islan sendiri. Dan hal-hal seperti itu juga banyak terjadi di akun-akun sosial media artis lain, terutama para aktris yang tampil supercantik.
Ketiga, Parodi cerita kriminal dan plot di dalam plot. Sesungguhnya, keseluruhan cerita Perfect Blue adalah kisah seorang Pop Idol yang graduate dan mendadak mendapat pekerjaan sebagai bintang film kriminal yaitu Double Bind. Cerita Double Bind sendiri adalah kisah seorang gadis muda yang kurang beruntung, dia ingin menjadi seorang top model, namun dia jatuh ke lembah protitusi, kemudian si gadis ini menjadi seorang pembunuh berantai. Polisi bersusah payah untuk menemukannya, hingga kemudian mereka menemukan Mima yang ternyata adalah gadis yang memiliki Disosiative Identity Disorder. Si gadis ini berkhayal bahwa apa yang selama ini dia lakukan, pembunuhan-pembunuhan itu, kisah kelamnya di dunia protitusi adalah bagian dari sebuah film yang dia mainkan. Huhuhu, rumit bukan. Ala-ala INCEPTION, ada mimpi di dalam mimpi hingga berlapis-lapis, begitu juga dengan film ini.
Dan satu lagi yang saya suka adalah… saat si penulis memberi hints, alasan kenapa dia membuat film seperti itu (Perfect Blue) karena cerita kriminal sekarang makin membosankan, kita sudah bisa menebak apa yang terjadi. Terjadi sebuah pembunuhan, polisi datang ke TKP, mereka menyelidiki sambil bicara hipotesa dengan sangat dramatis, mewawancari orang-orang, lalu bertemu red herring, hingga kemudian mereka menemukan si pelaku pembunuhan sesungguhnya. Polanya seperti itu dan itu sangat membosankan, begitu kata remaja yang ada di toko buku yang bicara tentang Double Bind. Itu kenapa Satoshi Kun dan Sadayuki Murai membuat Perfect Blue, cerita kriminal biasa berada di dalam film (film di dalam film maksud saya), lalu cerita tentang Mima dan manajer yang psikopat berada di atasnya. Gabungkan keduanya, jadilah masterpiece, The Perfect Blue Satoshi Kun. Satu spoiler lagi, saya suka saat pembukaan Double Bind, di mana si Profiler bilang, pelaku mengambil kulit para korban agar dia dapat bermetamorphosis, hahaha. Jelas banget, kata-kata itu nyindir Silence of the Lamb Thomas Harris.
Keempat, inilah bikin film ini sangat GREGET, Fair-Play Mystery. Seperti semua cerita detektif atau fiksi kriminal yang legendaris, dia punya sistem fair-play. Atau sistem menebak penjahat dengan adil. Petunjuk disebar oleh si penulis, terutama di bab-bab awal film. Jadi ketika kamu sampai di bagian akhir film, kamu akan berkata. “Oh iya… Oh ternyata begitu… wah sial… petunjuknya ada di depan mata… tapi aku nggak sadar” dan seterusnya. Sungguh, dia punya plot twist yang bagus, plot twist yang bukan sekedar mengejutkan penonton, tapi juga membuat penonton terhenyak. “Wah, jadi semuanya mengarah ke situ!” Dan adegan-adegan di film ini dibuat dengan sangat presisi, hingga tiap potongan gambar menjadi petunjuk untuk apa yang terjadi di bab akhir. Ah, sial, sial, saya terlalu banyak spoiler di sini. Hahaha.
Konklusi
Sungguh, belakangan ini saya jarang nonton film kriminal misteri yang keren. Kebanyakan ya, plotnya begitu-begitu aja, mediocre, cuma kuat di action dengan ledakan dan ledakan. Saya sendiri bertanya-tanya kapan terakhir kali saya nonton film dengan plot di dalam plot selain film INCEPTION dan THE PRESTIGE. Meskipun film lama, tapi sungguh PERFECT BLUE membuat saya seolah bernostalgia dengan film-filmnya Om Christopher Nolan. Jadi, film ini saya kasih rating 81 dar skala 100. Pokoknya, highly recommended buat kamu.
. . .
Peringatan, tulisan ini mengandung spoiler.
Bisa dibilang ini bukan film atau cerita thriller pertama yang mengambil setting di dunia entertaiment. Ada banyak yang terkenal sebelumnya; Black Dahlia, ada X.O. dari Jeffrey Deaver, ada Cuckoos Calling untuk yang era milenial, dan lain sebagainya. Seorang supermodel meninggal secara misterius, pembunuhan seorang artis, Musisi yang menghilang, masalah idol group, dan seterusnya. Tapi sungguh, tak ada yang se-rumit ini dalam menyampaikan ide tentang dunia entertaiment, seperti Perfect Blue.
Ini film lama sebenarnya, tahun 1997, saya sendiri mendengar judulnya di tahun 2005an. Tapi belum sempat mencari filmnya pada saat itu. Sampai sore kemarin saya menemukan film ini ada di Youtube. Film ini merupakan adaptasi dari novel Perfect Blue: Complete Metamorphosis, novel best seller di sana yang pada zamannya setara dengan Silent of The Lambs dari Thomas Harris. Di sutradari oleh Satoshi Kun dengan screen writer Sadayuki Murai. Film mendapat resepsi yang bagus dari penonton dan para kritikus film. IMDB memberinya poin 77 dari skala 100, dan Rotten Tomatos memberinya poin 68.
Plot
Cerita dimulai dari Mima Kirigoe, center dari idol group CHAM yang oleh menajemen tidak menguntungkan dan dipaksa mengundurkan diri. Ok, kasus ini sering terjadi di Idol Group, dan kamu pasti mengerti apa yang saya maksud. Aktris yang sudah tidak begitu prodiktif, maka mereka dikeluarkan atau dipaksa graduate oleh manajemen. Karena industri memang basisnya kapitalisasi, jika tidak menguntungkan untuk apa dipertahankan.
Lalu Mima dimasukan ke dalam sebuah projek film berjudul Double Bind. Iya, kasus ini nyata, Idol Group berpindah ke serial TV, film, ataupun sinetron. Jangankan di Jepang, di Indonesiapun banyak contohnya.
Di awal-awal mereka memang tampil begitu cemerlang, di awal-awal mereka begitu dipuja, lalu sampai pada waktunya. Orang-orang boring melihat mereka tampil begitu-begitu saja tanpa inovasi yang berarti. Mereka mengambil remote dan mengganti channel, disitulah kisah para Idol mulai jauh. Paradoksnya, meski begitu dipuja, Mima hanya tinggal di flat kecil dengan ruangan seadanya. Begitu sampai rumah, hilang sudah keMahaDewian.
Keluar dari Cham, dia memulai lagi semua dari awal. Dia kembali belajar dan menapaki karir di entertaiment. Sialnya, dia masuk ke produksi film yang salah. Double Bind adalah projek filmnya, bercerita tentang seorang wanita yang punya saudara perempuan seorang model. Sayang, berbeda dengan si kakak yang model, dia hanya wanita biasa yang mendapat pekerjaan sebagai penari striptis, lebih buruk lagi dia diperkosa ramai-ramai. Meski itu cuma peran di film, namun itu mengubah segalanya. Manajernya kecewa, begitupula dengan para fansnya yang mengungkap kekecewaan itu di internet. Dan dirinya sendiri mengalami gangguan psikologis, dimana dia sulit membedakan mana yang mimpi dan mana yang nyata. Lebih buruk lagi, Mima tidak tahu apakah peran yang dia jalani itu benar ataukah jangan-jangan film itu memang kisah hidupnya sendiri, seorang penari striptis yang diperkosa ramai-ramai kemudian berkhayal dia hidup sebagai orang lain yaitu seorang Pop Idol.
Cerita bertambah pelik dengan banyaknya orang yang mati terbunuh di sekelilingnya.
Yang saya temukan.
Ada 4 ide besar yang saya temukan di film ini.
Pertama, ide tentang Pop Idol, tema ini sangat menjual menurut saya. Semua orang, terutama di era milenial suka mengikuti berita-berita tentang Pop Idol, tentang musisi yang tampil keren di atas panggung, bahkan penulis sendiri sering melakukan hal itu di Instagram, mengamati akun-akun para artis dan seterusnya. Ditambah media-media pun terus menggoreng berita tentang mereka, hingga masuk ke alam bawah sadar (kita) para pembaca. Mereka yang begitu dipuja, bahkan sampai mereka (artis) sendiri tak sadar dirinya sebesar itu dilayarkan kaca. Paradoks dengan kondisi sesungguhnya di mana dia hanya tinggal di apartemen kecil nan sederhana. Itulah Mima, si tokoh protagonis yang menjadi pusat cerita di film ini.
Kedua, setting waktu yang tepat. Perfect Blue, mengambil timeline di tahun 1997, tahun di mana internet mulai booming di kota-kota besar, seperti New York, London, dan Tokyo. Terutama Tokyo, karena set lokasinya memang di situ. Zaman itu benar-benar melankolis menurut saya, era di mana internet hanya milik orang-orang yang berpunya dan nggak ada alay di internet di era itu, hahaha. Internet masih high class, seperti yang diceritakan oleh Dee Lestari dalam novel Supernova: KPBJ. Dan itu sangat keren, internet yang misterius yang apapun bisa terjadi di sana, seolah dia adalah jendela tuk dimensi lain yang ada di muka bumi.
Di sana terdapat sebuah weblog bernama Mima's Room yaitu laman yang menyajikan keseharian hidup Mima Kirigoe. Seperti Facebook, Twitter, atau Instagram di sana Mima update status, dia bercerita kemana dia pergi, siapa yang dia temui, apa yang dia beli, jalan mana yang dia lalui, dan seterusnya. Sangat detail.
Padahal Mima yang asli nggak mengelola akun itu, dia bahkan nggak punya waktu untuk mengetik sesuatu di layar komputer. Mima sendiri bertanya-tanya apakah dia memiliki seorang stalker yang selalu menguntitnya kemana-mana. Atau apakah yang menulis itu adalah Mima sendiri, namun dia lupa dia telah menulisnya. Atau jangan-jangan Mima memiliki gangguan psikologis hingga dia lupa apa yang telah dia lakukan sendiri. Intrik antara jiwanya yang satu dengan jiwanya yang lain.
Melihat Mima's Room, kok saya jadi ingat akun instagram-nya Chelsea Islan. Dia begitu luar biasa di sana, nggak ada foto-foto yang jeleknya, selalu hanya foto yang sangat STUNNING yang dia upload di sana. Saya membayangkan akun itu dikelola oleh manajemennya dan bukan oleh Chelsea Islan sendiri. Dan hal-hal seperti itu juga banyak terjadi di akun-akun sosial media artis lain, terutama para aktris yang tampil supercantik.
Ketiga, Parodi cerita kriminal dan plot di dalam plot. Sesungguhnya, keseluruhan cerita Perfect Blue adalah kisah seorang Pop Idol yang graduate dan mendadak mendapat pekerjaan sebagai bintang film kriminal yaitu Double Bind. Cerita Double Bind sendiri adalah kisah seorang gadis muda yang kurang beruntung, dia ingin menjadi seorang top model, namun dia jatuh ke lembah protitusi, kemudian si gadis ini menjadi seorang pembunuh berantai. Polisi bersusah payah untuk menemukannya, hingga kemudian mereka menemukan Mima yang ternyata adalah gadis yang memiliki Disosiative Identity Disorder. Si gadis ini berkhayal bahwa apa yang selama ini dia lakukan, pembunuhan-pembunuhan itu, kisah kelamnya di dunia protitusi adalah bagian dari sebuah film yang dia mainkan. Huhuhu, rumit bukan. Ala-ala INCEPTION, ada mimpi di dalam mimpi hingga berlapis-lapis, begitu juga dengan film ini.
Dan satu lagi yang saya suka adalah… saat si penulis memberi hints, alasan kenapa dia membuat film seperti itu (Perfect Blue) karena cerita kriminal sekarang makin membosankan, kita sudah bisa menebak apa yang terjadi. Terjadi sebuah pembunuhan, polisi datang ke TKP, mereka menyelidiki sambil bicara hipotesa dengan sangat dramatis, mewawancari orang-orang, lalu bertemu red herring, hingga kemudian mereka menemukan si pelaku pembunuhan sesungguhnya. Polanya seperti itu dan itu sangat membosankan, begitu kata remaja yang ada di toko buku yang bicara tentang Double Bind. Itu kenapa Satoshi Kun dan Sadayuki Murai membuat Perfect Blue, cerita kriminal biasa berada di dalam film (film di dalam film maksud saya), lalu cerita tentang Mima dan manajer yang psikopat berada di atasnya. Gabungkan keduanya, jadilah masterpiece, The Perfect Blue Satoshi Kun. Satu spoiler lagi, saya suka saat pembukaan Double Bind, di mana si Profiler bilang, pelaku mengambil kulit para korban agar dia dapat bermetamorphosis, hahaha. Jelas banget, kata-kata itu nyindir Silence of the Lamb Thomas Harris.
Keempat, inilah bikin film ini sangat GREGET, Fair-Play Mystery. Seperti semua cerita detektif atau fiksi kriminal yang legendaris, dia punya sistem fair-play. Atau sistem menebak penjahat dengan adil. Petunjuk disebar oleh si penulis, terutama di bab-bab awal film. Jadi ketika kamu sampai di bagian akhir film, kamu akan berkata. “Oh iya… Oh ternyata begitu… wah sial… petunjuknya ada di depan mata… tapi aku nggak sadar” dan seterusnya. Sungguh, dia punya plot twist yang bagus, plot twist yang bukan sekedar mengejutkan penonton, tapi juga membuat penonton terhenyak. “Wah, jadi semuanya mengarah ke situ!” Dan adegan-adegan di film ini dibuat dengan sangat presisi, hingga tiap potongan gambar menjadi petunjuk untuk apa yang terjadi di bab akhir. Ah, sial, sial, saya terlalu banyak spoiler di sini. Hahaha.
Konklusi
Sungguh, belakangan ini saya jarang nonton film kriminal misteri yang keren. Kebanyakan ya, plotnya begitu-begitu aja, mediocre, cuma kuat di action dengan ledakan dan ledakan. Saya sendiri bertanya-tanya kapan terakhir kali saya nonton film dengan plot di dalam plot selain film INCEPTION dan THE PRESTIGE. Meskipun film lama, tapi sungguh PERFECT BLUE membuat saya seolah bernostalgia dengan film-filmnya Om Christopher Nolan. Jadi, film ini saya kasih rating 81 dar skala 100. Pokoknya, highly recommended buat kamu.
. . .
Subscribe to:
Posts (Atom)