Tuesday, January 14, 2014

Detective Writer & The Next Mentalist


Detective Writer & The Next Mentalist
By Ftrohx


Sejak dulu gw punya obsesi, membuat novel yang setiap 'Bab'-nya berisi dengan kejutan, berisi dengan pengetahuan-pengetahuan yang keren, serta plot twist yang spektakuler.

Gw mendapat gagasan ini dari novel-novel Dan Brown yang gw baca, terutama Digital Fortress. Dalam novel ini; setiap Bab yang gw baca penuh dengan kejutan, penuh dengan pengetahuan baru, dan novel itu menurut gw laki banget karena sedikit sekali drama romance-nya (bahkan nyaris tidak terlihat).

Begitu juga dengan Cold Moon - Lincoln Rhyme, jika novel-novel Dan Brown sebuah kasus rumit dipecahkan hanya dalam satu malam (dan disajikan sampai dengan 500-600 halaman) maka serial Lincoln Rhyme memecahkan sebuah kasus pembunuhan yang paling rumit hanya dalam waktu 3 hari (maksimal 4 hari). Sama seperti novelnya Dan Brown setiap Bab di novel Lincoln Rhyme penuh dengan kejutan penuh dengan aksi pamer pengetahun sang penulisnya. Dan novel keren menurut gw, lebih masuk akal daripada Dan Brown. Detektif genius seperti Lincoln Rhyme memang layak untuk memecahkan kasus dalam hitungan hari, dan itupula lah yang membuatnya lebih keren daripada para detektif pendahulunya.

Gw terobsesi menciptakan karakter detektif dengan kekuataan pemecah kasus yang super, seperti Sherlock Holmes yang begitu luar biasa dalam banyak bidang (pengetahuan) sehingga dengan mudah dia bisa memecahkan kasus, atau seperti Arsene Lupin yang bisa melakukan hal-hal yang musthahil.

Tapi belakangan gw menyadari keterbatasan gw, kekurangan sumber daya baik itu buku fiksi ataupun nonfiksi, kekurangan pengetahuan, juga kekurangan gw dalam hal stamina menulis cerita, dan masalah lain sebagainya. Gw memang bisa menciptakan 'Bab-bab' yang penuh dengan kejutan tapi itu membutuhkan banyak riset, banyak trial&/errror, dan yang pasti banyak memakan waktu. Hingga terkadang gw nggak menulis apapun selama beberapa hari bahkan sampai beberapa bulan juga pernah karena kebuntuan gw untuk (mengejar hasrat) menciptakan plot dan 'Bab' yang spektakuler.

Di setiap novel gw, baik itu 1031 ataupun Triad of Death, selalu ada 'eksploit' ini adalah ciri khas gw. Gw ingin setiap novel gw, ada trik yang membuka rahasia para detektif fiksi (Sherlock Holmes, Arsene Lupin, hingga L. Lawliet, dsb.) Trik-trik kenapa mereka begitu hebat, apa yang sebenarnya mereka lakukan di balik layar. Gw membongkarnya.

Istilah dan gagasan tentang 'eksploit' gw kenal dari buku-buku hacking-hackingan Jasakom. Kelihatannya mereka keren gituh menyajikan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar, seperti magician bertopeng Val Valetino yang membongkar trik-trik para pesulap lainnya.

Ok, menurut pandangan gw semua penulis novel detektif itu adalah seorang mentalist. Mentalist tentu saja, seseorang yang mempermainkan pikiran para audience dalam hal ini pembaca. Membuat para penonton seolah tahu apa yang terjadi padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi, membuat hasil yang berbeda di akhir, sebuah hasil yang tidak pernah diduga penonton sebelumnya. Itu juga lah kami 'para penulis novel detektif' lakukan.

Kami menciptakan opening, middle, dan ending. Kami bermain dengan plot, kami mempermainkan mental mereka, membuat seolah para pembaca tahu ke mana jalan ceritanya tapi mereka tidak akan pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya. Lalu setelah sampai pada bab akhir, mereka takjub dengan apa yang kami ciptakan. Sesuatu yang masuk akal tapi tidak terpikirkan oleh mereka, mungkin ada beberapa yang memiliki pemikiran yang sedikit mendekati tapi tetap saja mereka terkejut dengan hasil akhirnya. .

Walaupun deskripsi gw sederhana tentang penulis novel atau mentalist, tapi dalam prakteknya apa yang kami lakukan itu sangat lah sulit.

Selama beberapa minggu ini gw menonton The Next Mentalist, gw melihat penampilan-penampilan para kontestannya yang berfluktuasi. Tapi gw menetapkan ada beberapa yang memang konsisten membuaat aksi yang spektakuler yaitu Riana si cewek yang seperti Hantu dan Tortor si Om yang berambut panjang.

Tortor dia adalah seorang story teller, dia punya kemampuan untuk meyakinkan audience dengan cara bicaranya. Meski bagi seorang penulis (orang yang lumayan banyak baca) seperti gw, konten yang disampaikan oleh Tortor biasa aja, tapi cara penyampaiannya yang benar-benar mempengaruhi penonton. Di banding peserta yang lain, sejak minggu pertama. Tortor menyajikan pertunjukan yang lebih baik daripada peserta yang lain. Jika peserta yang lain rata-rata gw kasih nilai B- maka Tortor rata adalah A-.

Seperti yang gw bilang di awal. Seorang mentalist itu harus punya kejutan, kejutan, dan kejutan. Pertunjukan spektakuler saja tidak cukup, karena terlalu banyak hal yang spektakuler membuat semua menjadi yang rutin.

Sama halnya ketika kita melihat seorang teman yang selalu mendapat nilai A. lama kelamaan semuanya menjadi hal yang biasa. Semuanya menjadi membosankan, kita tahu dia selalu dapat nilai A. terus kenapa? Semua orang sudah tahu dia selalu dapat nilai A. ? Yang asik adalah kita dia mendapat nilai di bawah A misalkan B- atau C. Semua orang pasti akan membicarakannya, semua orang akan kembali melihat dirinya.

Itulah yang menurut gw terjadi pada Tortor The Next Mentalist, pertunjukannya pada minggu-minggu pertama selalu bagus. Tapi ketika ada dua pertunjukannya yang kurang bagus (sebenarnya cukup bagus kalau di adu sama peserta yang lain) bisa gw bilang dia dapet nilai B-. Tapi nilai B- nya itu mengotori nilai-nilai sebelumnya. Membuat para penonton berkata "Oh cuma begitu doank" mungkin kalau dalam situasi gw dia lagi kenal 'writer block'. Meskipun spektakuler (jika di adu sama yang lain) tapi ketika penonton sudah sering baca pertunjukan, dan terbiasa dengan pertunjukannya maka yang ada adalah kebosanan.

Penonton malah lebih tertarik dengan Russell Rich, bukan dilihat dari tampangnya maksud gw. Tapi pada minggu-minggu awal pertunjukan si Russell tuk ancur banget. Dia banyak bikin kesalahan bukan cuma Deddy Corbuzier yang mengkritik, tapi gw yang amatiran aja bisa melihat banyak lubang dalam permainannya. Bisa gw bilang dari sepuluh peserta awal The Next Mentalist si Russell inilah yang paling bawah urutannya. Tapi kemudian perlahan dari minggu ke minggu dia memperbaiki pertunjukannya meski masih jauh dibanding permainan nya Tortor tapi grafiknya perlahan terus menaik.

Gw nulis ini sebenarnya bukan hanya karena melihat pertunjukan The Next Mentalist, gw menulis cacatan ini karena gw melihat projek tulisan gw. Lo tahukan obsesi Gw, Gw ingin karakter-karakter gw terlihat keren semua, gw ingin karakter-karakter gw genius semua. Gw ingin bab awal spektakuler, bab kedua spektakuler, sampai bab akhir yang spektakuler. Tapi baru sampai Bab 16 projek yang gw tulis, gw mengalami 'writer block'. Apalagi materi keren yang mesti gw masukin di cerita, apalagi bahan yang mesti gw ubek-ubek dari wikipedia atau wikihow atau psychologytoday atau koleksi novel detektif gw? Kenyataannya gw baca banyak hal tapi belum bisa menjalinya menjadi sebuah pertunjukan yang sukses.

Lalu dari The Next Mentalist kemarin malam gw sadar, karakter yang keren bukan karakter yang jago mengalahkan penjahat, karakter yang keren bukanlah karakter yang pamer banyak ilmu, karakter yang keren justru karakter yang berawal dari ketidakberdayaan, kemudian dia belajar untuk jadi lebih baik di tiap bab-nya.