Thursday, January 26, 2017

Dibalik Sherlock SS 04 Final Problem

By Ftrohx


Ide dasar episode ini sebenarnya sangat menarik. "Bagaimana jika kasus pertama Sherlock Holmes adalah kasus puncak dari seluruh karir Detektif-nya." Kita semua tahu, bahwa Gloria Scott adalah kasus pembunuhan pertama yang dikerjakan oleh Sherlock Holmes. Kasus dimana terdapat sahabat lama Holmes (sebelum Watson) yaitu Victor Trevor. Darisini, Gatiss dan Tim penulisnya mencoba berimprovisasi.

Ide kasus pertama Holmes adalah kasus puncak Holmes adalah ide yang grande. Tapi bagaimana mengeksekusinya itu adalah sebuah masalah. Mereka kemudian menciptakan Eurus, sosok dari mimpi buruk yang terburuk. Entah legenda ini berasal darimana, seorang gadis kecil yang sangat jenius membunuh seluruh anggota keluarganya. Gatiss mengambil ide ini kemudian menggabungkannya dengan ide Gloria Scott.


"Bagaimana jika Sherlock Holmes kecil bermain bajak laut, siapakah nama panggilan dia," ujar si Kreatif Satu

"Sherlock adalah rambut kuning," ujar si Kreatif Dua. "Yellowbeard, kemudian bagaimana dengan teman kecilnya dikasih nama Redbeard."

"Hei, bentar nama Redbeard terdengar seperti nama anjing," ujar yang lain. 

"Ok kita kasih Sherlock Holmes punya hewan peliharaan yang diberi nama Redbeard."

"Ah, ini kurang rumit, bagaimana jika anjingnya itu hilang."

"Nah, ide bagus itu."

"Kita buat anjingnya itu hilang oleh adik perempuannya sendiri."

"Kita buat Holmes mengalami trauma di masa kecilnya karena anjing-nya dibunuh oleh adiknya."

Mark Gatiss memukul meja. "Ide bagus itu!"

"Tidak, tidak, kita buat dia lebih dari trauma," ujar produser yang lain.

"Lo nonton The Awakening nggak?" ujar si Kreatif Satu. "Filmnya Rebecca Hall, disituh dia mengalami trauma masa kecil. Trauma yang begitu dalam dan menyakitkan, hingga alam bawah sadarnya justru menciptakan memori yang lain atas masa lalunya."

"Maksud lo?"

"Iya, dia menciptakan memori yang lain. Dia terlahir di tempat lain di Afrika, dia keluarga yatim-piatu, dan seterusnya. Padahal nyata-nya dia terlahir di rumah besar itu yang konon sekarang berhantu."

"Brilliant!" seru Gatiss.

"Menciptakan memori lain?"

"Nah itu dia, bagaimana jika ini kita lakukan pada Holmes. Trauma kesedihan yang begitu berat karena kehilangan Redbeard justru membuatnya melupakan Redbeard pernah. Dan bahkan membuatnya lupa pada adiknya sendiri Eurus."

"Benar-benar lupa?"

"Iya, benar-benar dia hilang dari ingatannya sampai kemudian Eurus muncul kembali, Final Problem.  Seolah saat dia menyelidiki tentang Eurus, dia membuka lembaran baru. Padahal sebenarnya, dia justru membuka kotak pandora masa lalunya. Begitu filosofis bukan."

"Lalu tentang Eurus sendiri kita buat seperti apa dia?"

"Kamu nonton Into White Night Keigo Higashino?" ujar si Kreatif Dua.

"Keigo siapa?"

"Keigo Higashino penulis dari Jepang yang masuk nominasi Edgar Award. Film yang sangat bagus loh, bercerita tentang seorang wanita jenius namun dengan masalalu yang sangat buruk. Kejadian-kejadian tragis dimasalalunya membuat dia menjadi pembunuh berantai, monster yang para polisi sebut dengan Byakuyako. Kita semua tahu bahwa dia bersalah tapi kita semua tak pernah bisa membuktikan dia bersalah. Lalu saat para penyelidik semakin dekat dengan kebenaran, justru para penyelidik itu mati satu persatu."

"Wow, ada cerita kriminal seperti itu di Jepang. Tadi saya pikir orang Jepang cuma bikin film horor atau bokep!"

Mereka tertawa.

Namun tidak untuk Kreatif Dua tidak tertawa.

"Superiority Complex itu namanya," ujar Gatiss. 

"Karakter itu terlalu superior, bagaimana bisa Holmes mengalahkannya?"

"Kamu benar, tapi jangan salah coba kamu baca teori psikolog Alfred Adler. Behind the superiorty complex, there's always be inferiorty complex."

"Dia memang sangat kuat, dia memang sangat hebat, namun dibalik itu sebenarnya dia sangat rapuh."

"Kamu tahu setiap orang yang jenius itu punya permasalahan dengan pengendalian emosinya. Mereka seperti istana dari kartu. Satu kartu yang tepat kamu ambil, maka seluruh istana itu runtuh."

"Ok, saya setuju," Gatiss berujar mantap. "Jadi si Eurus ini rapuh, sangat rapuh sebenarnya. Dia butuh pertolongan dan hanya Holmes yang dapat menolongnya. Kalau begitu kita harus menciptakan alegori, metafora dari istana kartu-nya ini.

"Lo tahu, selain jadi Detektif Holmes memiliki cita-cita menjadi Bajak Laut loh."

"Wah, gw baru dengar. Kalau begitu Moriarty punya cita-cita masinis kereta api."

"Ide yang asik ntuh," sahut Kreatif Dua "Lagipula kakaknya Moriarty adalah kepala stasiun kereta api!"

Mereka tertawa.

"Tapi bagaimana dengan Eurus ini?"

"Bagaimana jika pilot pesawat terbang, kita bicara tentang transportasi bukan. Kita punya perahu, lalu kereta api, jadi kenapa tidak pesawat terbang."

"Nah itu dia. Kita buat alegori, bahwa dia adalah seorang pilot."

"Tidak, tidak, tidak. Dia inferiority complex kita buat dia jadi gadis kecil yang terjebak sendirian di dalam pesawat Boeing. Itu akan jadi sesuatu yang luar biasa mengerikan bukan."

"Lo benar, lo benar, ok ketik itu," sahut Gatiss. 

"Terus bagaimana kita memberikan kode itu ke Holmes?"

Kreatif Satu menggaruk dagu. Lalu berteriak. "Kita buat enskripsi, chiper, anak-anak Sherlockian pada suka chiper bukan."

"Ok gw setuju sama lo. Tapi bagaimana kita menyajikan chiper-nya?"

"Melalui lirik lagu, rhima."

"Lalu kuncinya gimana?"

"Tanggal-tanggal, bagaimana jika kita buat pembunuhan berantai dan tanggal-tanggalnya adalah kunci dari rhima tersebut."

"Kelamaan cuy, ini cuma film televisi dengan durasi 1 jam 20 menit."

"Ok, gimana kalau tanggal-tanggal di batu Nisan."

"Nggak, itu nggak mungkin, kecuali tanggal-tanggal itu palsu."

"Batu Nisan yang palsu! Hei, kalian tahu kasus Musgrave ritual, gimana jika kita buat seperti itu saja."

"Musgrave terlalu jauh," ujar si Kreatif Satu

"Itu kisah tentang kotak harta karun di ruang bawah tanah bukan."

"Nah, itu dia bagaimana jika Musgrave adalah rumah Holmes sebelum mereka pindah ke London."

"Bagaimana jika itu rumah masalalunya dan ada Eurus di sana!"

“Ok, ok gw setuju, sekarang kita ketik naskahnya,” ujar si Produser. 

“Sebentar,” potong Gatiss. “Twist utamanya apa? Kita mesti punya utama, lo ingat kan twist di Reichenbach Fall. Twist utamanya Moriarty bunuh diri.”

“Twist utamanya gadis kecil yang terjebak di dalam pesawat itu adalah Eurus.”

“Hei bro, kurang greget itu. Gw yakin banyak orang yang nggak peduli dengan itu.”

“Oh iya, tadi apa yang kita catat di awal. Redbeard itu anak anjing atau apa?”

“Bangsat, itu dia cuy Redbeard. Twist utamanya dia, bagaimana jika Redbeard adalah Victor Trevor sahabat baik Sherlock Holmes dari Gloria Scott.”

“Tidak cuy, Victor Trevor itu mahasiswa nggak mungkin dia main bajaklaut-bajaklautan.”

“Eh inikan Sherlock versi kita, bukan versi Arthur Conan Doyle. Jadi gimana jika Trevor adalah teman TK-nya Holmes, bukan teman kuliahnya.”

“Loe brilliant bangsat!”

“Iya, itu yang bikin dia sangat-sangat trauma. Lo ingat hantu anak kecil di film The Awakening, ternyata dia adalah adik dari si perempuan itu Rebecca Hall. Karena begitu traumatis dia sampai lupa kalau dia punya adik laki-laki. Holmes kita buat seperti itu. Saking trauma-nya kita buat dia bahkan lupa dengan adik perempuannya serta teman kecilnya si Victor Trevor.”

“Wow, luar biasa!”

Rapat selesai dan plot utama cerita dari Sherlock season 4 pun disepakati.

Akhirnya Final Problem jadi seperti yang anda tonton kemarin. Minus aksi Eurus yang hanya sebagai host acara kuis di Sherinford. Jangan salahkan saya, salahkan staff tolol lainnya yang punya ide kuis SAW plus Who Want To Be Millionare yang disewa sama si Producer BBC One. Hahaha..
.  .  .
 

Tiga Karya Keigo Higashino

By Ftrohx

Keigo Higashino, siapa yang tidak kenal dia. Penulis Jepang dengan karyanya Dexotion Suspext X yang fenomenal dan bahkan masuk nominasi ajang bergengsi Edgar Award. Banyak karya tulisan baik itu kumpulan cerpan atau novel. Dan beberapa sudah dibuatkan versi film. Ok, langsung saja, di bawah ini adalah tiga film terbaik dari adaptasi novel Keigo Higashino yang saya tonton.


Into White Night



Atau kita mengenalnya dengan nama Byakuyako. Film ini adalah adaptasi dari novel dengan judul yang sama yang terbit di tahun 98. Dari semua karya-karya Keigo Higashino, bisa dibilang Into White Night adalah yang paling kejam, paling sadis, dan paling tragis dari semuanya.

FIlm ini dimulai dengan cerita seorang bocah laki-laki yang berlari diantara ilang-ilang. Dia berteriak ketakutan seolah ada monster berlumuran darah yang mengejarnya di belakang.

Cerita berlanjut ke sebuah kasus pembunuhan misterius. Korbannya adalah laki-laki yang bekerja sebagai pedagang kelontong. Tidak ada saksi mata ataupun jejak orang dewasa di tempat itu, kecuali jejak kaki korban. Banyak polisi yang turun dalam penyelidikan ini, namun semakin mereka mendekati fakta, semakin banyak teror yang menyerang mereka. Satu persatu polisi yang menyelidiki kasus tersebut meninggal secara tidak wajar. Karena banyak polisi yang ketakutan, kasus itupun ditutup dan diberi label kasus yang tidak terpecahkan.

Beberapa tahu berlalu, si bocah lelaki dan perempuan yang selamat itu telah beranjak dewasa. Di sini cerita berjalan ke gadis bernama Yukiho, dia dibully di sekolahnya. Namun tak lama, para wanita yang membully-nya bernasib buruk. Kebanyakan dari mereka meninggal karena kecelakaan atau diperkosa oleh orang yang tidak kenal.

Lalu melompat lagi ke masa sekarang. Dan Yukiho sudah menjadi wanita dewasa. Dia menikah dengan seorang duda kaya pemilik sebuah perusahaan retail. Belakangan saham milik lelaki kaya itu beralih kepemilikan pada Yukiho. Kejadian tragis juga terjadi pada putri si duda kaya tersebut. Di sini polisi dari masa lalu datang kembali. Dia menyelidiki ulang kasus Byakuyako. Kasus hantu pembunuh yang menghabisi seorang lelaki di bangunan kosong. Si Detektif menemukan fakta mengejutkan bahwa si pembunuh adalah seorang anak kecil waktu itu. Dia membunuh Ayahnya sendiri, karena memperkosa seorang gadis bernama Yukiho. Saat itu mereka masih kelas 3 SD.

Saya nggak ingin banyak spoiler di sini, yang pasti bagian-bagian akhir dari film ini bercerita tentang masa lalu yang menyayat hati. Bahkan saya sebagai seorang penulis tidak tega untuk membuat nasib itu pada karakter-karakter saya. Hahaha.. Di bagian penutup si bocah laki-laki yang mencintai Yukiho itu bunuh diri dengan melompat dari jembatan. Dan di saat-saat sekaratnya Yukiho ada di sana, menatapnya tanpa belas kasihan sama sekali. Mengutip kata-katanya Jeni. "Sedari awal si lelaki menggali kuburannya sendiri!"


Devotion Suspect X



Kalau yang ini teman-teman semua sudah pada tahu, favorit saya dari semua karya Keigo Higashino yaitu Devotion Suspect X. Kasus yang menjadi signature dari Yukawa Manabu, dosen Fisika yang menjadi penyelidik independen,

Dikisahkan seorang lelaki terbunuh di rumah mantan istrinya, namun si tetangga yang bernama Ishigami datang ke sana. Ishigami si guru matematik SMA. Lebih dari itu sebenarnya dia adalah salah satu orang paling jenius yang ada di Tokyo. Sayang, sebuah tragedi terjadi dalam hidupnya yang membuat dia tidak menyelesaikan kuliah di Universitas Teito. Meski begitu Ishigami tetap menjadi ahli matematika yang handal. Dia punya impian untuk menciptakan teori baru di dunia matematik.

Kalau di versi Korea-nya si Ishigami memiliki impian untuk memecahkan Fermat Teorema tanpa menggunakan super-komputer. Tapi kembali dia upayanya mengejar impian dia jatuh dalam keterpurukan, sampai kemudian seorang wanita menyelamatkannya. Ishigami membantu si wanita untuk menciptakan alibi dan melenyapkan mayat si lelaki.

Sedari awal kita sudah tahu siapa pelakunya yaitu si wanita dan Ishigami yang membantu menciptakan alibi. Namun yang membuat kita gregetan menonton film ini adalah bagaimana kita para penyelidik memecahkan kasusnya. Ishigami sudah mengantisipasi tiap tindakan yang akan dilakukan oleh para penyelidik. Dia sudah menebaknya dengan sangat-sangat detail. Itu kenapa Ishigami bisa melakukan counter terhadap semuany, dia layaknya pembuat jam mekanis, setiap rangkaian tindakannya sudah diperhitungkan dengan sangat-sangat presisi. Dengan satu fungsi utama, agar si wanita lolos dari hukum.

Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Keigo Higashino di film ini bukanlah hal baru, di dunia fiksi detektif plot yang dia buat disebut inverted detective story. Dari awal kita sudah tahu siapa pelakunya, tapi bagaimana kita menangkap si pelaku.

Dari studi saya terhadap film ini.

Sebenarnya yang membuat film ini GRANDE bukanlah triknya. Tapi cerita para tokoh dan DRAMA-nya. Keigo Higashino membuat tragedi sekaligus roman kriminal yang sangat-sangat kuat, Saya nggak ingin spoiler di sini. Yang pasti semua emosi bercampur-aduk dan sangat-sangat berbekas pada penonton seperti saya.


Salvation of Saint



Kamu suka kopi, jika kamu ingin belajar bikin kopi rasa arsenik, film ini wajib kamu tonton. Sama seperti dua judul yang ada di atas. Film ini juga adaptasi dari novel best seller karya Keigo Higashino. Kopi maut bukan hal baru dalam dunia fiksi detektif. Saya memiliki daftarnya juga di blog ini. Tapi apa yang membuat cerita ini berbeda dari cerita kopi maut yang lain. Itulah yang harus kamu tonton sendiri.

Saya baca bukunya juga nonton filmnya. Ada beberapa perbedaan memang. Ada hal-hal yang ada dibuku namun tidak ada di versi film. Jika ditanya saya lebih suka yang mana. Meski beda, tapi saya suka dua-duanya.

Sedikit sinopsis, Salvation of Saint bercerita tentang laki-laki mapan pemilik sebuah perusahaan IT yang meninggal di rumahnya sendiri setelah dia minum segelas kopi. Dia berada di rumahnya sendiri, dan orang paling dicurigai meracuninya adalah istrinya sendiri, Ayane Mishiba. Tapi si Ayane ini memiliki alibi yang sangat solid. Dia berada jauh di tempat lain saat si suami minum kopi dan meninggal. Kemudian penyelidikan panjangpun dimulai. Mereka coba mengungkap, trik apa yang dipakai Ayane untuk membunuh suaminya.

Sama seperti karya-karya Keigo Higashino sebelumnya. Trik pembunuhannya sih sebenarnya sangat sederhana, namun kedalaman cerita para tokoh-tokohnya itu yang sangat luar biasa.

Oh iya tentang motif Ayane Mishiba di versi film, sangat saya sesalkan tidak sekuat motif di versi novel.Di sini motif pembunuhannya seperti sebuah pembenaran yang sangat salah. Namun meski begitu saya sangat menikmati akting dari artis senior Jepang Yuki Amami dan Masaru Fukuyama, mereka bermain dengan sangat apik di sini.

Catatan: Berbeda dengan dua film sebelumnya yang stand alone. Salvation of Saint ini dimasukan oleh produser-nya ke dalam serial TV Detektif Galileo, tepatnya di episode final dari Detektif Galileo season 2.


Ok, sekian dulu resensi dari saya.

Konklusinya adalah jika kamu baru mendengar nama Keigo Higashino, saran saya kamu tonton tiga film di atas ini, dan saya yakin kamu akan menjadi fans-nya.

Monday, January 23, 2017

Resensi Ninja dan Utusan Setan

Elang Bayu Angkasa (eps. 03)

Judul: Ninja dan Utusan Setan
Penulis: Sidik Nugroho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Januari 2017
Halaman: 256 hal.
Rate: Dewasa


Elang Bayu Angkasa, si Detektif terkenal dari Pontianak. Elang, huh nama ini mengingatkan saya dengan banyak hal, termasuk seorang tokoh di Jakarta. Tapi ya mungkin hanya kesamaan nama. Sama seperti saya menamakan karakter Detektif saya, Detektif Fachrie. Banyak yang bertanya ini Fahri yang di Ayat-Ayat Cinta? Dan saya jawab tentu saja BUKAN.


Ok, langsung saja.

Ninja dan Utusan Setan adalah buku ketiga series Detektif Bayu Angkasa. Jujur, saya belum membaca dua buku sebelumnya. Jadi saya tidak tahu seperti apa perjalanan Elang Bayu hingga di posisi ini. Tapi ada beberapa bocoran dari kasus-kasus sebelumnya di bab-bab awal Ninja dan Utusan Setan.


Sinopsis

Elang Bayu adalah detektif sekaligus pelukis yang terkenal di kotanya. Dahulu dia suka melukis foto-foto wanita telanjang, namun sekarang dia lebih banyak berkarya dengan lukisan-lukisan sendiri yang bercerita tentang kematian. Membaca ini, plus keterangan dari Mas Sidik sendiri bahwa novel ini 'katanya' adalah buku seri terakhir dari kisah Elang Bayu, membuat saya sempat teringat dengan Deathly Hallow. Buku ini seolah menunjukkan bahwa ini kisah terakhirnya, dan si tokoh utama bisa jadi mati di bab akhir. Haha.. Saya nggak ingin banyak spoiler tentang ini.

Pada bagian pembuka, diceritakan Elang Bayu memiliki kekasih baru bernama Tesha. Seorang perawat asal Jakarta yang pindah ke Pontianak. Luar biasanya, mereka tinggal satu rumah dan hubungan mereka benar-benar liar. Dan menurut sahabatnya Inspektur Agung mungkin itu adalah penyebab kenapa Elang Bayu selalu gundah-gulana. Lalu di bab satu, kita langsung disajikan misteri utama yaitu hilangnya mayat dari rumah sakit tempat Tesha bekerja. Sebenarnya ini bukan misteri yang harus dikerjakan Elang Bayu, dia bisa saja melewatkannya dan melanjutkan hidup. Namun dia tidak melakukan itu. Ada sebuah rasa penasaran, intuisi jika saya bilang yang menariknya untuk mengerjakan kasus itu.

Dari bab-bab awal sampai ke tengah, jujur, saya tidak melihat ada hal yang menarik.

Petualangan Elang Bayu terlalu sederhana. Tidak ada kejutan dalam penyelidikannya kecuali drama percintaan Elang Bayu dengan kekasihnya Tesha, dan mantan model lukisannya yaitu Lilis. Serta cerita-cerita dari masalalunya. Oh iya, saya lupa bilang bahwa rate novel ini adalah khusus dewasa. Membaca ini saya tiba-tiba ingat buku-buku harlequin era-90an. Banyak petualangan cinta, perselingkuhan, seks, dan seterusnya. Seolah cerita detektif-nya hanyalah bumbu dari drama petualangan itu. Senior saya bilang bahwa Elang Bayu bisa jadi adalah Phillip Marlow-nya Indonesia. Banyak cewek-cewek sexy dalam hidupnya. Hal-hal liar dan buas. Haha.. Sampai ke bagian tengah, saya nyaris menyerah. "Ah, ini mungkin bukan buku untuk saya!"

Elang Bayu adalah Detektif yang penuh dengan kegalauan. Dia memikirkan tentang menikah dengan kekasihnya yaitu Tesha, namun dia terus melakukan hubungan seks mulu dengan wanita lain, luar biasa paradoks. Saya mencoba memahami ini, kita para penulis, menulis dengan apa yang pernah kita baca sebelumnya. Buku-buku awal yang kita baca menjadi fondasi dari apa yang kita tulis sekarang dan selanjutnya. Mungkin apa yang dibaca Mas Sidik, mewakili generasinya. Saya jadi ingat dulu buku Jakarta Undercover. Penulis saat itu mewakili generasinya. Mereka apa yang trend di zamannya. Saya yakin itupula yang terjadi pada Mas Sidik. Dia besar di era itu, dan tulisan-tulisan di era itu mempengaruhi dirinya.

Berlanjut ke sepertiga bagian akhir. Disinilah saya baru tahu jawabannya.

Oh ternyata si Lilis, si cewek itu punya peran juga dalam penyelidikan ini. Oh ternyata itu fungsinya dia. Masuk akal juga sih. Saya pikir lagi, bahkan para detektif karya saya; si Fachrie dan Azra itu. Mereka tidak punya tim sesold tim Elang Bayu. Iya, kami butuh karakter seperti Lilis, haha.. Di sepertiga bagian akhir barulah semuanya menjadi terang. Oh ternyata begitu, oh ternyata begini, oh itu fungsinya. Saya menduga, Elang Bayu sudah memikirkan siapa si pencuri mayat sebenarnya sedari awal.  Karena itu dia butuh bantuan wanita sexy seperti Lilis untuk menggoda si target.


Review

Kebanyakan unek-unek saya tentang buku ini sudah saya tulis di atas. Mungkin saya hanya ingin berkomentar, tentang keeksentrikan Elang Bayu si Detektif dari Pontianak ini. Elang Bayu menurut saya bukan anak keturunan Holmes, dia bukan detektif yang pintar berdeduksi apalagi memaparkan konklusi. Dia bukan tipe itu. Tapi bisa jadi Elang Bayu adalah anak keturunan dari Phillip Marlow atau Sam Spade. Mereka juga tak pandai berdeduksi, tapi mereka punya petualangan-petualangan menarik dengan dunia kriminal dan wanita sexy. Dan mereka juga dikenang banyak orang atas keeksenstrikannya.

Dari bab awal sampai akhir saya begitu banyak kegalauan si Elang Bayu. Kegalauan atas dosa-dosanya di masa lalu. Dahulu dia adalah playboy sekaligus pelukis wanita telanjang. Wow, profesi yang luar biasa. Hidup seperti itu penuh dengan bahaya, harusnya ada lelaki yang dendam kesumat karena pacar atau istrinya pernah ditiduri oleh Elang Bayu.

Sedikit banyak, Elang Bayu mengingatkan dengan karakter yang saya buat yaitu si Azra. Dia juga penuh dengan dosa-dosa di masa lalu. Bedanya sebelum jadi Detektif, Azra adalah seorang Assassins. Tapi, intinya ya sama-sama banyak bikin dosa dan masalah. Haha..


Konklusi

Dari 5 bintang buku ini saya kasih 3 bintang.Seandainya plotnya lebih bagus serta kegalauan dan petualangan seks-nya dikurangi, mungkin saya akan kasih 4.

Dan satu lagi, bagian akhir dari buku ini adalah sebuah tamparan untuk saya. 10 April 2015 tanggal itu membuat saya penasaran dan balik membuka bagian prolog. Ternyata kasus ini dimulai dari tanggal 2 April 2015 yang berarti perjalanan panjang Elang Bayu dan petualangan-petualangan LIAR-nya itu, cuma terjadi dalam waktu satu minggu, awesome.

Asli, membaca tanggal itu membuat saya ingat dengan tulisan saya yang terbengkalai. Kasus Oglivy dari Detektif Fachrie, plot di sana juga saya buat satu minggu petualangan si Fachrie dari awal penyelidikan hingga konklusi. Membaca bukunya Mas Sidik menjadi tamparan tersendiri untuk saya. "Troh, lo mesti menyelesaikan tulisan yang sudah lo mulai!"

Ok, segitu saja resensi dari saya. Terima kasih untuk teman-teman yang baca tulisan ini.



Tertanda Fitrah Tanzil
.  .  .

Saturday, January 21, 2017

Ada Apa Dengan Fachrie

by Ftrohx


Semalam, seorang teman lama, Ariza. Dia yang membantu saya menciptakan karakter Fachrie. Berkomentar “Ada apa dengan Fachrie? Kenapa dia bisa berubah seperti itu?”

Dulu, dahulu sekali kami membuat novel bersama, novel teenlit yaitu Sepuluh Tiga Satu. Mengingat karya itu, asli konyol banget. Cerita tentang 5 orang sahabat yang hangout di Singapore dan kehilangan dompet serta handphone. Tapi itu mengingatkan pada masa-masa saya polos dulu. Begitupula dengan Fachrie.


Fachrie yang kamu lihat sekarang ini, di masa lalu sangat-sangat berbeda. Dulu Fachrie tidak sepintar itu, dia memang sok tahu, tapi dia tidak mengerti analisa apalagi cara mengungkap kasus. Dulu Fachrie adalah karakter yang ringan, karakter yang bisa menghibur kalau kamu membacanya. Dia sebenarnya terinspirasi dari karakter Zafran di novel 5 cm. karya Donny Dirgantoro. Novel itupula yang menginspirasi kami menciptakan 'Sepuluh Tiga Satu' Sebuah novel ringan tentang petualangan 5 orang anak muda. Buku itu selesai dan kami kirim ke penerbit major. Sayangnya dua bulan berlalu novel itu pulang ke rumah kami. Ariza kembali pada rutinitasnya waktu itu sebagai mahasiswa, sedangkan saya kembali ke pekerjaan serabutan. Saat itu saya nggak tahu apa saya akan menulis cerita lagi.

Hingga kemudian, saya bertemu dengan Jeni Suhadi. Dia adalah teman dari Ariza. Jeni begitu semangat menulis fiksi. Semangatnya yang sangat membara pada waktu itu, membuat saya juga ikut membara, bangkit hahaha.. Dibalik tampilannya yang konyol dan blak-blakan, Jeni menyimpan sebuah kejeniusan. Dan jujur saya nggak ada apa-apa dibanding Jeni, bahkan sampai sekarang.

Saat itu saya menulis lagi dan mencoba membuat buku yang baru, berjudul Triad Kematian. Sayangnya, ide dasar dari buku itu terlalu berat, sehingga urung untuk saya selesaikan dan mengendap selama dua tahun. Kemudian secara kebetulan saat melakukan riset untuk Triad Kematian. Saya bertemu dengan Putra Perdana penulis novel Biru Indigo.

Saat itu dia baru saja menerbitkan buku Jakarta 24 Jam di GPU. Dia mengajak saya ketemuan. Kami membicarakan banyak hal, hingga kemudian dia bicara “bagaimana jika kita buat projek bareng” sebuah buku antologi yang merupakan sequel dari Jakarta 24 Jam. Tentu saja, tanpa ragu saya bilang AYO. Kemudian Putra Perdana bilang, lebih asik nih kalau lo kenal anak hukum yang juga suka nulis buat bikin buku bareng. Dan yang saya tahu hanya Jeni. Jadi dia masuk dalam projek kami.

Penulisan buku itu nyaris setahun, dan dalam kurun waktu itu. Begitu banyak tempaan dalam hidup saya, tempaan yang juga beresonansi pada karakter Fachrie. Belakangan saya sadari bahwa Fachrie mulai berubah. Dahulu dia bisa tersenyum dan tertawa dengan lepas. Namun sekarang tidak, begitu banyak hal pahit yang terjadi dalam hidupnya. Belakangan karakter Fachrie semakin gelap. Apalagi ketika buku itu tidak ada kabar dari penerbit major, iya anda tahulah gimana mereka.

Sayapun melanjutkan hidup.

Saya mengerjakan projek buku yang sempat terbengkalai yaitu Triad Kematian. Selama kurun waktu pengerjaan Triad. Saya bertemu dengan orang-orang hebat lainnya yaitu Fandi Sido, Irfan Nurhadi, Tsugaeda, dan Ronny Mailindra. Tsugaeda terutama, berinisiatif, bagaimana jika kita bikin weblog khusus fiksi Thriller Indonesia. Dan diapun membuat Thriller ID. Sayang dalam perjalanannya, anggota Thriller ID memiliki kesibukan masing-masing yang membuat weblog-nya terbengkalai hingga tidak ada update baru. Begitu banyak yang terjadi dalam hidup saya, hingga sampai dititik dimana saya ingin berhenti.

Tapi kemudian saya bertemu dengan M. Fadli yang mendirikan Detective ID. Dia memberi semangat baru. Fadli mengelola sendiri weblog serta twitter Detective ID. Dia sangat sangat sangat antusias di bidang Detective, mungkin yang paling antusias yang pernah saya kenal di negeri ini. Dia mengajak kami membuat projek bareng, projek kumcer Detective ID. Di sini saya nggak punya karakter detektif untuk saya tulis.

Nyaris nggak punya ide yang signifikan. Yang terpikir oleh saya pada saat projek itu adalah sosok orang biasa yang menjadi detektif. Dan dia tidak lain adalah Fachrie. Sayapun menulis cerpen detektif pertama dengan Fachrie yang berjudul Manusia Ruko. Sebuah cerita sebenarnya tercipta dari pengalaman saya bekerja di ruko, kisah yang cukup pahit. Lalu pada bulan November kemarin saya keluar dari pekerjaan terakhir saya.

Saya berpikir kenapa nggak saya buat saja cerita Fachrie jadi kumpulan cerpen.

Lalu saya teringat dengan kasus seorang teman, kasus yang buruk sebenarnya. Kenapa kasus itu nggak dijadiin cerpen. Lalu saya tambahkan unsur locked room mystery yang saya pelajari dari Irfan dan Fadli, plus kisah SMA saya. Jadilah kasus ‘Mayat di Atap Sekolah’ seperti yang saya publish di Storial itu. Lalu saya menulis episode keduanya yaitu ‘Kasus di Ize-Kaya’. Episode keduanya saya share ke teman lama saya, dan dia komentar. "Kok Fachrie berubah jadi seperti itu, show off, superior akut, banyak kata-kata kasar, dan seterusnya." Iya, dia benar, Fachrie banyak berubah.

Membaca ulang, saya miris sendiri. Saya rindu karakter ciptaan saya dulu.

Kembali merunut ke belakang, perubahan Fachrie yang paling ekstrim itu terjadi di kasus Manusia Ruko. Sayangnya cerpen itu tidak akan saya upload ke publik kecuali diterbitkan oleh major nanti. Di sana Fachrie berubah drastis, bahkan editor saya yaitu untuk projek kumcer Irfan dan Rahmah, banyak mengedit kata-kata Fachrie yang kasar, tapi tetap saja masih tersisa kata-kata yang parah di sana. Hal-hal buruk yang terjadi pada hidup saya, beresonansi pada tokoh Fachrie yang saya buat. Kemarahan, kebencian, dendam, rasa sakit, semua bercampur dalam tulisan saya.

Selain itu hidup Fachrie juga berubah oleh faktor internalnya sendiri.

Karakter-karakter fiksi yang sangat berpengaruh dalam semesta-nya, tiga tokoh. Pertama Azra dari novel Triad Kematian. Azra adalah legenda, dia memecahkan kasus super-rumit Triad Kematian cuma dalam waktu tiga hari. Selain jenius dalam bidang investigasi, Azra juga seorang petarung yang sangat tangguh, bahkan preman paling hebat di Jakarta-pun bisa dia taklukkan. Fachrie melihat Azra sebagai sosok panutan, seseorang yang harus bisa dia kejar. Lalu kedua adalah Erlangga, seorang arsitek muda sekaligus otak dari dunia kriminal Jakarta. Erlangga adalah kekasih dari wanita yang Fachrie sangat suka. Sosok yang nyaris membunuh Fachrie di peristiwa 13.01. Bagi Fachrie, Erlangga adalah rival, lawan yang sangat ingin dia kalahkan. Dan ketiga adalah Amelia. Sosok ini, ah saya nggak ingin banyak spoiler di sini. Amelia akan muncul lengkap di Final Problem 'Fachrie'. Dia adalah wanita yang muncul setelah Rania, seorang cewek yang berhasil membuat Fachrie move on. Tapi Amelia juga memiliki rahasia gelap, rahasia yang nyaris membunuh Fachrie.

Terakhir, saat menulis ini saya memutar ulang lagu “Perahu Kertas” dari Maudy Ayunda. Mungkin saya terlalu melankolis malam ini. Huh, saya berharap Fachrie bisa menembus penerbit major, dan saya berharap dia bisa dibuatkan versi film atau mungkin serial TV-nya. Melihat videoklip ‘Perahu Kertas’ pasti keren jika Adipati Dolkien yang berperan sebagai Fachrie, hahaha.
.  .  .