Wednesday, December 12, 2018

Bicara Fiksi Kriminal & Spionase dengan Finn R Setiawan

Bersama Fitrah Tanzil


Finn R Setiawan, pertama kali saya kenal nama ini dari group Author DID. Ia sudah punya dua karya buku cetak yaitu Pendosa Suci di Stiletto Publisher dan Subliminal Assassins di Scritto Books. Dibanding yang lain, saya melihat Finn sebagai anak muda yang sangat antusias di genre kriminal & spionase. Dia punya banyak koleksi buku kriminal mulai dari Jason Bourne hingga ke Pierre Lamitre. Hmm, dengan asupan-asupan kontan yang berat itu, saya rasa dia bakal jadi penulis besar di masa mendatang. Oke, untuk mengenal FInn lebih lanjut, teman-teman bisa baca wawancara saya dengan dia, silahkan.


FT: Halo Finn, apa kabar?

FN: Baik-baik saja, saya sehat Alhamdulillah. Semoga mas Fitrah sehat juga.


FT: Oke, basic question, kamu besar dan tinggal di mana ...

FN: Lahir di Kuningan [sekampung sama mbak Mia, mas Irfan Nurhadi, Maudy Koesnaedi, dan Anis Baswedan] wkwk. Lalu dari remaja hingga sekarang tinggal di Tangerang karena ikut orang tua untuk mutasi kerja pada awalnya.


FT: SMA dan kuliah di ...

FN:SMA Isvill Tangerang dan Univ. Gunadarma.


FT: Sejak kapan Finn tertarik dengan dunia fiksi, terutama fiksi kriminal?

FN: Novel fiksi kriminal yang saya baca pertama itu Perfume karya Patrick Suskind, semenjak itu nagih baca novel sejenis, lalu saat kuliah ikutan Teater dan masuk kelas Akting. Teater saya beraliran/berkiblat ke Richard Stanilavski. Di teater bertemu dengan senior saya yang suka nulis, disitu saya kasih unjuk draft novel pertama saya ke dia dalam bentuk print setebal 90 halaman A4 yang berjudul “The Isolation” bisa dibilang itu novel pertama saya yang berhasil rampung. Dia bilang “kamu corak menulisnya dark” itu ciri kamu, pertahankan.


FT: Apa buku fiksi kriminal dan terutama novel spionase yang sangat mempengaruhi Finn?

FN: Saya suka Robert Ludlum dan karakter ciptaannya Jason Bourne, tokoh protagonis tersebut sangat mempengaruhi saya dalam segala aspek [keseriusan, kemurungan, kecerdasan, intelektual, kecepatan, efektifitas dan efisiensi]. Dalam beberapa hal, karakter Bourne ini juga bisa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari / dunia pekerjaan, salah satu contohnya adalah karakter dia yang erat dengan semboyan “Velox et Exactus” yang artinya cepat dan akurat.


FT: Terlalu banyak data yang masuk ke kepala saya, jadinya saya agak lupa. Kalau nggak salah, sebelum nerbitin Pendosa Suci dengan Yogie Nugraha, Finn menulis di beberapa platform menulis Wattpad, Storial, dll.

FN: Iya saya nulis di aplikasi/web tersebut.


FT: Bisa jelasin tentang karya-karya Finn yang sebelumnya itu?

FN: Saya nulis campur-campur sih, tetapi kebanyakan di genre spy thriller dan misteri thriller, ada juga romance hehe.


FT: A Quiet Man itu salah satu karya Finn yang paling awal ya? Bisa diceritakan itu tentang apa?

FN: AQM saya tuangkan di storial.co , kisahnya dibuat pada 2016, formulanya simpel aja sih sebenarnya, mengikuti pakem kisah spionase ala “Jason Bourne” seperti menggunakan latar keramaian untuk kejar-kejaran, konspirasi, ada ruang situasi untuk “live” dari dalam kantor untuk ngejar pelaku, si jagoan juga punya basic skill berkelahi yang mumpuni, tokohnya pendiam dan hidupnya selalu penuh dalam paranoid karena terkait pelatihan keras dan masa lalunya.


FT: Dan yang di wattpad yang sempat viral juga, Woman in The Motel? Bisa diceritakan itu apa?

FN:The Women in the Motel [TWITM] itu naskah misteri thriller, yang diikutkan dalam program Thrilling Mystery Club [TMC] di wattpad yang digagas anak-anak DID, adminnya Mbak Ayu dan Mas Fadli, pada 31 Desember 2017 [bentar lagi ultah nih]. Novel tersebut latar kisahnya lebih ke kidnapping & survival seorang cewek kantoran bernama Clarisa yang karena suatu sebab dia habis balik dari acara dan harus nginep di motel dulu, dan akhirnya Clarisa diburu oleh seorang pembunuh maniak, dan ternyata motel itu juga menyimpan banyak misteri di dalamnya, dan ternyata lagi penculikan terhadap Clarisa juga terkait dengan orang-orang terdekatnya. Jadi bukan penculikan acak, grand by design gitu.


FT: Oke, masuk ke bagian utama. Buku-buku Finn yang sudah terbit cetak. Pertama tentang Pendosa Suci, apa itu? Kenapa judulnya Pendosa Suci?

FN: Novel pertama saya The Isolation [2015, nulisbuku.com], Pendosa Suci novel ke dua dan yang pertama kalau untuk karya duet. Itu adalah naskah asli milik Mas Yogie Nugraha [penulis Koin Terakhir, bentang pustaka 2013], saya dikasih lihat sama dia akan naskah tersebut dan diminta re-writing, alias menulis ulang novel tersebut, jadi semua dirombak mulai dari jalan cerita, tokoh, dan lainnya. Judul Pendosa Suci menurut keterangan beliau, diambil dari kisah Mafia Rockefeller.


FT: Nah itu dia si Argo, bisa terangin sedikit kenapa namanya Argo? Dan satu lagi Kartika Putri (benar nggak sih namanya) saya suka karakter cewek ini, badass, hahaha. Tolong jelasin tentang mereka?

FN: Argo diambil dari film Argo-nya Ben Affleck, nama itu dipilih karena unik saja sih, mas Yogie minta nama yang unik dan gampang diingat oleh pembaca untuk protagonis utamanya. Kalau karakter Kartika saya ciptain gara-gara melihat cover novel versi Prancis karya Olen Steinhauer yang berjudul “All the Old Knives.” Di cover itu ada sepasang manusia [cowok di belakang, dan cewek di depan pakai uniform kantoran, pegang pistol dengan latar bandar udara].Dan karakter Kartika itu emang style nya seperti itu, saya nyebutnya “Feminist Killer”. Istilahnya, gayanya cewek karir banget, tapi megang pistol haha.


FT: Bicara tentang Pendosa Suci, penulisnya ada dua nih. Finn R dan Yogie Nugraha? Gimana kalian bisa ketemu n bisa sampai nulis bareng?

FN: Seperti disebutkan di atas, saya ditawari via FB dan berlanjut via Whatsapp, dan saya pribadi belum pernah bertemu mas Yogie Nugraha di dunia nyata wkwk.


FT: Satu pertanyaan yang hampir terlewat, kenapa n bagaimana bisa sampai terbit di Stiletto Publisher?

FN: Awalnya cari-cari penerbit yang sekiranya terlihat profesional meski itu independen, dan saya kasih beberapa opsi ke dia, dan akhirnya mas Yogie merasa “klik” dengan Stiletto, karena di sana sudah banyak karya yang terbit dan paketnya juga lengkap [cover,editing, layouting, dll] semua sudah all in, tugas kita ya nulis aja sama revisi saat tektok dari mereka.


FT: Nah ini dia, kita masuk ke menu utama. Subliminal Assassin. Tolong Finn jelaskan, apa itu Subliminal Assasin?

FN: Subliminal Assassin [SA] ini ditulis tahun 2016-an, sesuai makna kata ‘Subliminal” yang artinya alam bawah sadar. Di sini para tokoh yang berada dalam program “Pisau Belati” harus bisa memerintah kepada dirinya sendiri tanpa harus disuruh-suruh lagi sama atasan, mereka harus terlatih dalam berbagai kondisi, mereka juga harus tahu kapan bertindak, kapan hanya mengawasi, dan memiliki efektifitas tinggi dalam setiap penyelesaian tugasnya.Pisau Belati ini mirip “Treadstone” nya Jason Bourne gitu lah. :D


FT: Hal menarik dari novel ini adalah tema-nya itu, ala-ala novel/film spionase luar negeri. Saya kepikiran satu judul film, tapi sayangnya saya lupa, hahaha.

FN: Iya benar, mengambil setting luar negeri dengan tempat yang berberda-beda, durasi cepat, banyak aksi, dan memicu adrenalin adalah konsepnya. Ala film aksi spionase tapi dengan nuansa yang lebih realistis, mereka lebih banyak bergerak secara manual dan menggunakan alam serta lingkungan sekitar untuk bertahan hidup dan menyelesaikan misi.[jangan bayangkan kayak James Bond yang kadang menurut saya, maaf agak alay dalam setiap aksinya, tapi saya juga tetep nonton dan pecinta Bond kok]


FT: By the way, tokoh utamanya si Issa, bisa ceritakan tentang dia?

FN: Issa ini sebenarnya bisa dibilang kembaran Argosih, maksudnya karakter mereka gak jauh beda, Dulunya bekas pasukan khusus, tipe yang gak terlalu banyak bicara, memiliki kesiagaan tinggi, bekerja sendirian, ia tinggal di sebuah safe house di Roma.


FT: Pertanyaan seputar dunia literasi. Menurut Finn, bagaimana perkembangan fiksi kriminal di Indonesia, terutama genre spionase lokal?

FN: Cukup maju meski kalau dibandingkan di dunia barat ya kita ketinggalan jauh, tapi tetap optimis suatu saat genre ini bakal disenangi oleh banyak orang.


FT: Kira-kira seperti apa SWOT (Strength, weakness, oppurtinity, & threat) nya?

FN: Strenghnya kita punya basis komunitas yang kuat, mungkin karena ada perasaan kalau grup tersebut [sebut saja Detective ID] adalah satu-satunya yang menyatukan para pecandu fiksi kriminal ini. Weaknessnya adalah beberapa di antara kita masih suka jalan sendiri-sendiri dan minim konsep, kayak kita ini mau ngapain sih ke depannya, wacana itu memang ada tapi selalu buyar pada akhirnya, meski pelan-pelan beberapa program sudah mulai kelihatan berjalan.

Opportunitynya adalah para penulis lokal di genre ini sudah mulai tumbuh, mereka juga sudah gak malu-malu lagi pamer karya mereka dan ini bagus menurut saya.

Threatnya adalah Ego. Misal seseorang merasa ilmunya lebih baik dari yang lainnya dan dalam setiap hal dia kekeuh dengan pendapatnya, padahal di luar sana ada penulis yang juga punya ilmu yang sama baiknya dan bahkan bisa jadi lebih luas daripadanya. Karena dunia ilmu itu bagi saya seluas lautan yang ada di dunia, dan ilmu yang dimiliki seseorang individu itu sebenarnya hanya remahan roti aja yang kalau remahan itu kita lempar ke lautan, itu jadi kecilll sekali terlihatnya.


FT: Ada peluang nggak kita bisa bermain di kancah international untuk genre ini, thriller spionase?

FN: Peluang pasti ada dan sangat terbuka, saran saya kita menyasarnya ke orang-orang bule, mereka antusias dengan genre ini. Pakemnya adalah jangan menulis kisah yang sama [istilahnya cuma ganti baju aja, padahal kisah model yang kita tulis ternyata hanya meniru halus aja dengan karya-karya mereka] dengan orang-orang pendahulu di genre ini, yaitu kisah-kisah spionase yang pernah di tulis oleh Ludlum, Forsyth, Lee Child, Vince Flynn dll. Ini yang harus kita pikirkan matang-matang, meracik kisah spionase yang belum pernah atau berbeda dengan orang-orang yang saya sebut di atas tadi.


FT: Oh gituh, great! Oke, lanjut. Ini bagian penting dalam wawancara di blog saya, hahaha. Di sini semua yang saya wawancara harus melewati pertanyaan ini 'Fans Question" siap?

FN: Ready !


FT: Apa musik/lagu-lagu yang biasa menemani Finn saat menulis?

FN: Tergantung sikon, kalau lagi psikopat atau Gore scene, biasanya musik-musik klasik, kalau memicu adrenalin, saya suka musik metal, tapi selebihnya saya pribadi malah lebih suka menulis dalam kesunyian. Wkwkwk.


FT: Fans question kedua, kenapa Finn suka upload foto manusia berkepala kambing? Hahaha.

FN: Gak hanya kepala kambing sih, tapi ‘Devil’ pada umumnya dan makna tersiratnya banyak mas, pada dasarnya manusia punya ‘iblis’ dalam jiwanya, dan setiap orang berusaha mengeluarkan ‘setan’ itu dengan caranya masing-masing dari dalam dirinya.

Adapun kepala kambing itu sebenarnya kan simbol satanic, tapi sebenarnya bisa juga jadi simbol perayaan idul Qurban, hehe. Jadi ibarat ada dua sisi makna. Tergantung dari sisi mana kita mau melihatnya. Positif atau negatif.


FT: Kalau misalnya bisa ketemu n dapat endorse buku dari artis cantik (dalam & luar negeri) yang Finn ingin untuk endorse?

FN: Hmm. Saya kalau artis cewek kurang ngefans sih, tapi akhir-akhir ini suka Gisela Anastasia wkwk. Kalau cowok yah jelas, idola saya cuma satu yaitu Iko Uwais. Kalau artis luar, mungkin Katheryn Winnick [ini artis tercantik di dunia versi saya, wuihhh], kalau pria Denzel Washington [My fave actor all of time]


FT: Dua pertanyaan terakhir. Adakah saran Finn untuk anak-anak muda yang ingin menulis fiksi kriminal, terutama di genre thriller spionase?

FN: Silahkan saja, sejauh ini kisah spionase sudah banyak ditulis sama para penulis wattpad, tapi kebanyakan spionase hanya penyangga cerita aja, tapi aslinya itu lebih ke drama, romance, adults atau suspense. Kisah spionase kalau mau jago lebih banyakin riset dengan membaca buku non fiksi [dan ini gak bisa baca satu buku terus kita tiba-tiba jadi ahlinya, minimal yah 10 buku lah], kalau cara menyajikan kisah dalam bentuk fiksi silahkan tentukan sendiri gaya kalian [kebanyakan spionase yang asli itu pakai gaya non linier alias acak-acakan kayak benang kusut], tapi banyak juga kok dengan gaya misteri suspense yang rapih dan runtut. It’s up to you!


FT: And last, apa Finn ada projek buku yang akan terbit atau sedangkan dikerjakan saat ini?

FN: Yang terdekat thriller suspense - Bisikan Hutan Pinus [bareng Ina Marlina Lin],untuk proyek sendiri saya lagi re-write naskah saya sendiri yaitu “The Isolation” yang nantinya akan improvisasi judul baru dan para tokoh baru serta jalan cerita yang lebih luas, semoga bisa rampung. Semua masih proses, doakan ya bisa tembus pasar.


FT: Wow, selesai. Thank you Finn untuk wawancaranya. Semoga lain waktu bisa chat-chat panjang lagi.

FN : Terimakasih untuk kesempatannya, suatu kehormatan buat saya diwawancarai oleh kritikus sastra seperti bung Fitrah :D

.  .  .

Monday, December 10, 2018

My interview with Tsugaeda

By Fitrah Tanzil


Ini interview lama dua tahun yang lalu, tapi kelihatannya masih sangat relevan jadi saya upload



Ok, ini wawancara saya (Ftroh) dengan penulis Crime Thriller muda Indonesia, yang belakangan ini sedang bersinar yaitu Ade Agustian atau yang lebih kita kenal dengan nama Tsugaeda.

Beberapa waktu yang dia menerbitkan novel terbarunya Sudut Mati, sebuah novel bertema kejahatan korporasi. Saya penasaran dengan ide-ide darimana dia bisa membuat novel yang cukup greget ini.


1. Langsung saja, meski saya sudah membaca cepat novel baru anda. Tapi, saya masih belum mengerti kenapa novel ini disebut Sudut Mati? Apa arti dan maknanya?

Sudut Mati itu maknanya ada dua:

a) Terpojok, nggak ada jalan buat lari lagi. Nggak bisa ngeles. Nggak bisa ditunda. Ancaman nyata udah di depan. Kalau kau ada di sudut mati, kau tak bisa kemana-mana. Semua harus diberesin, right here, right now.

b) Bisa juga bermakna blind spot. Sesuatu yang nggak disangka datang dari sana, nggak diantisipasi. Tiba-tiba aja muncul. Kalo nyetir mobil kan ada istilah blind spot di spion. Spion mobil itu ada sudut matinya. Di mana di situ tiba-tiba aja ada motor nyelonong entah dari mana, gak keliatan sama kita. Sesuatu yang sangat nggak diprediksi datang.

Dua hal itu ada di novelnya.


2. Seperti yang ditulis disampulnya novel ini mengambil tema Corporate Thriller? Apa alasannya dan kenapa Corporate Thriller?

Sejujurnya, thriller korporasi itu istilah kita-kita (saya dan editor) aja sih, hahaha. Masalahnya mau bilang karanganku itu genre-nya apa susah juga. Oke, ini jelas thriller. Tapi jelas beda pula dengan sebangsa  tulisannya Dan Brown atau John Grisham. Nah karena naskah ini settingnya bisnis/korporasi, maka kita sebut aja thriller korporasi.

Tapi memang istilah corporate thriller juga dipakai di luar negeri sana (Amerika). Belum populer, sih. Kalau mau tahu karya yang murni corporate thriller, coba tonton film "The Insider". Itu pure corporate thriller, dan keren!

Alasan kenapa saya pilih genre ini. Alasan utamanya pragmatis aja: gampang cari data. Kebetulan kerjaan saya ketika siang hari dan melepas jubah penulis (kayak Batman yak) memang berhubungan dengan dunia bisnis/korporasi gitu. Jadi untuk data-data bisa dibilang nggak usah nyari lagi. Riset bisa cepet.


3. Dari apa yang saya baca, novel ini seolah lebih kearah mafia daripada cerita tentang perusahaan Investasi. Iya, cerita dua keluarga besar yang saling berseteru, bersaing dalam dunia bisnis yang abu-abu antara legal dan ilegal? Benar-benar seperti mafia? Apa sekelam itu dunia korporasi dan investasi di Jakarta dan apakah novel ini adalah kritik akan hal itu?

Iya, jatuhnya memang ke cerita gangster. Kalau mau diurut inspirasinya bisa panjang: film-filmnya Martin Scorsese (The Departed, Goodfellas), novelnya Mario Puzo (The Godfather), serial TV The Sopranos, Boardwalk Empire. Memang pengen bikin cerita yang tone-nya (nuansanya) kayak gitu.

Tapi ceritanya juga harus masuk ke konteks Indonesia. Makanya saya adaptasikan ke masalah-masalah korporasi di Indonesia, berikut karakter-karakter mafia di sini. Kan nggak sama yah gangster Italian-American sama geng-geng di Jakarta.

Sisi gelap korporasi di Jakarta ya jelas ada. Dan di novel Sudut Mati juga yang diangkat baru sebagian aja. Kritik? Yes.


4. Bicara tentang karakter, saya suka dengan karakter Kath, mengingatkan saya dengan beberapa karakter yang saya buat juga cewek cantik, tangguh, dan punya rahasia yang berbahaya. Ngomong-ngomong apa yang menginspirasi anda menulis karakter Kath?

Semua karakter saya persiapkan dengan baik. Masing-masing perannya udah dirancang dari awal. Kath memang unik, soalnya dia outsider. Saya suka bikin peran cewek yang jadi subyek, bukan cuma obyek. Dia aktif, bukan reaktif.

Dan di cerita thriller, karakter cewek itu enak banget dijadikan game changer. Karena..yah..pada dasarnya cewek memang tak bisa diprediksi dan sukar dimengerti, hehehe. Di novel Rencana Besar saya melakukannya dengan Amanda, dan di Sudut Mati ini dengan Kath.


5. Berbeda dengan novel sebelumnya Rencana Besar, dimana anda memiliki Makarim Ghanim sebagai karakter jagoan. Di novel Sudut Mati, saya nggak bisa melihat siapa tokoh jagoannya, semua begitu abu-abu, siapa penjahat -siapa jagoan? Sempat saya berpikir semua karakter utama di sini adalah penjahat kecuali dua orang polisi yang menyelidiki Teno itu. Apa yang memotivasi anda membuat karakter seperti Titan, Titok, dan Teno yang anti-hero ini? Dan apakah tidak cukup riskan (untuk para pembaca) ketika karakter utamanya adalah penjahat juga?

Emang Titan jahat ya? Hahaha. Saya bosan ama orang baik.

Eh, nggak, deng. Gini, lho. Kadang-kadang untuk membuat sebuah cerita itu dinamis, terutama di thriller, kita nggak bisa pakai tokoh yang 100% baik. Misalnya di Sudut Mati, kalau jagoannya anak baik sempurna, penyabar, saleh. Apa yang akan dia lakukan? Tabah dan berdoa lalu menasihati ke jalan yang benar? Kelar dong ceritanya beberapa halaman doang.

Nggak lah kalau riskan. Saya nggak nganggep Titan jahat. Nah di situ ada relativitas antara baik dan jahat. Baik atau jahat dibandingkan apa/siapa dulu? Dalam kondisi seperti di cerita Sudut Mati, jagoannya itu nggak berhadapan dengan pilihan gampang Benar atau Salah. Dalam kehidupan nyata yang kejam, protagonisnya harus milih di antara pilihan-pilihan yang buruk semua.


6. Bicara tentang Titok dan Teno, bau-baunya saya mencium Naoki Urasawa? Apa dia sangat menginspirasi anda dalam novel ini?

Titok dan Teno nggak sih ya. Nggak tahu juga.

Tapi memang Naoki Urasawa ngasih banyak influence ke cara saya bercerita. Khususnya ke cara memotong adegan, dan gimana memanfaatkan flashback.


7. Kemudian tentang dokter, tentu saja dia karakter yang paling menarik yang anda tulis dalam novel ini. Iya meski ada beberapa kelemahan tapi dia tetap yang terbaik, apa yang menginspirasi anda menciptakan Si Dokter ini? Apa jangan-jangan dari Ide "The Doctor" -nya Valetino Rossi!? Hahaha...

Ini inspirasi dari cerita-cerita Amerika sih. Kan suka ada tuh pembunuh dinamain dengan istilah profesi: The Butcher, The Mechanic. Itu jadi menginspirasi buat bikin juga Si Dokter. Kebetulan juga waktu itu abis baca biografi dokter pembunuh dari Amerika Serikat, namanya Michael Swango.


8. Banyak penulis senior yang bilang, untuk mendalami karakter sebaiknya menggunakan PoV 1 tapi di sini di kedua novel anda, anda menggunakan PoV 3, apa alasannya? Dan bagaimana bisa anda membuat karakter yang begitu dalam hanya dengan PoV 3?

PoV 1 dan PoV 3 itu sesuai kebutuhan aja. Nggak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Saya pakai PoV 3 karena itu lebih sesuai untuk cerita semacam ini. Pindah-pindah adegannya itu gampang dan cepat.

Membuat karakter yang dalam itu sama aja prinsipnya baik PoV 1 dan PoV 3. Emang kudu dirancang dari awal. Bab bikin karakter yang baik itu panjang deh (bisa satu buku sendiri lho). Mungkin coba googling dulu aja, ada banyak tips-nya di internet. Tapi intinya memang harus disiapkan dari awal.


9. Ok, ini diluar novel Sudut Mati, apa pendapat anda tentang perkembangan fiksi Crime Thriller di Indonesia?

Belum terlalu berkembang. Tapi gelagatnya akhir-akhir ini mulai menggeliat. Sebenarnya potensinya besar. Lihat aja novel terjemahan tentang thriller kriminal itu nggak pernah absen di toko buku (James Patterson misalnya)


10. Terakhir, apa tips anda untuk teman-teman muda yang ingin terjun ke dunia fiksi Crime Thriller?

a) banyak baca fiksi, banyak nonton film. Jadilah pembaca/penonton kritis. Artinya kalau baca atau nonton, coba dikritisi juga. Ini aku suka kenapa ya? Atau kok ini jelek kenapa ya?

b) banyak referensi fakta juga. Jadi harus perbanyak ilmu pengetahuan betulannya. Intinya sih kembali ke banyak baca tadi.

c) latihan menulis. Karena nulis itu emang perlu latihan. Nggak ada yang langsung bisa dan bagus.

d) Jangan lupain untuk hidup normal! Hahaha. Oke, kau penulis, tapi lebih penting dari itu, kau itu manusia. Butuh bersosialisasi, bergaul, to keep your level of sanity.

d) Sabar. Nggak ada yang instan.


Ok, terima kasih banyak atas wawancara-nya, di sini Ftroh sign out ! Hihihi.

Tuesday, November 20, 2018

Lady Rockstar Writer Ayu Welirang

Interview by Fitrah Tanzil

 
Ayu Welirang, saya kenal nama ini dari obrolan teman-teman di group WA. Katanya ada penulis muda yang sudah nembus major yang mau masuk ke group. Saya googling namanya -Ayu Welirang- dan ternyata dia memang sudah punya dua buku di major yaitu 7 Divisi di Grasindo dan Hello Tifa di GPU. Waktu itu, isinya group kebanyakan penulis pemula yang belum nembus major. Jadi, ketika kami dengar Ayu Welirang masuk, kami sangat antusias. Dia join di 2016 akhir (kalau gak salah ingat), lalu kemudian lebih banyak jadi silent reader. Saya telisik, ternyata waktu itu ia sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya, jadi nggak begitu aktif. Sampai kemudian di tengah tahun 2017, di mana acara pernikahannya sudah beres. Barulah energi membaranya dan bikin banyak perubahan serta kejutan di dalam group. Oke, tanpa basa-basi, teman-teman bisa mengenalnya lebih lanjut dari interview saya. Selamat membaca.


FT: Halo Ayu Welirang apa kabar?

AY: Saya baik, setidaknya lagi nggak mood swing hari ini. Haha.


FT: Oke, basic question. Kamu besar di mana dan sekarang tinggal di ...

AY: Saya besar di Cimahi sih, lahir di Riung Bandung lalu sekeluarga pindah ke Kota Cimahi (disebutnya Bandung coret). Sekarang ini saya berdomisili di Ciputat, Tangerang Selatan. Tapi mungkin tahun depan akan pindah ke Gunung Sindur atau entah deh ke mana. Sebenarnya saya bisa dibilang nomaden sih.


FT: SMA dan kuliah di ...

AY: Saya nggak sekolah SMA, tapi STM. Di salah satu sekolah kejuruan yang hanya ada 8 di Indonesia, dan saya dapat sekolah di STM Negeri Pembangunan Bandung (sekarang SMKN 1 Cimahi). Kalau kuliah ya di sekitar Tangsel aja. Saya kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta jurusan Ilmu Komunikasi Periklanan dan akan memutuskan pindah ke kampus lain di tahun depan. (Nomaden lyfe~)


FT: Masih pertanyaan standar, sejak kapan Ayu berminat dan terjun dalam dunia menulis fiksi?

AY: Kalau ditanya sejak, ya pasti semua orang mulai “mengarang” itu sejak ditugaskan mengerjakan PR tentang karangan liburan di rumah nenek. Itu mungkin SD kelas empat. Tapi kalau minatnya, muncul sejak kelas 3 SMP dan sampai saat ini aktif. Benar-benar aktif itu ketika bergabung di situs kemudian.com tahun 2008.


FT: Apa novel pertama yang kamu baca dan bikin kamu jatuh cinta dengan dunia fiksi?

AY: Novel pertama yang aku baca sebenarnya novel-novel teenlit sih, dan novel-novelnya Hilman Hariwijaya mulai dari Lupus dan Olga. Terus saya dulu baca novel-novel misteri yang remaja gitu sih, kayak Alfred Hitchcock dan Enid Blyton. Kalau yang bikin jatuh cinta banget, mungkin malah novelnya Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku.


FT: Apa novel yang menginspirasi dan mempengaruhi tulisan kamu?

AY: Novel yang menginspirasi dan memengaruhi tulisan-tulisan saya itu kalau boleh dibilang mungkin karyanya Nukila Amal yang berjudul Cala Ibi. Entah kenapa, sampai sekarang saya itu ingin sekali bisa menulis seperti itu, walau bisa dibilang itu hanya fantasmagoria. Selain itu, saya juga dipengaruhi oleh beberapa buku Jules Verne, mulai Journey to the Centre of the Earth, Twenty Thousand Leagues Under the Sea, dan macam-macam cerita petualangan bercampur sci-fi yang ditulisnya.


FT: Apa projek fiksi pertamanya Ayu Welirang?

AY: Proyek fiksi pertama saya berjudul ISSUE. Kiprah seorang wartawan wanita. Entah kenapa saya ini agak sok-sok feminisme gitu sih, jadi setiap tokoh saya biasanya cewek dan mencoba untuk mendobrak tatanan patriarkis haha. Proyek ini nggak beres, tapi saya melanjutkan proyek duet novel sama teman bernama Ida Haryati, dan masih seputar perempuan serta kekerasan berikut pelecehan seksual pada perempuan ART (asisten rumah tangga). Proyek ini juga belum beres keseluruhan karena hingga saat ini masih dirombak, padahal sudah ditulis sejak tahun 2010 mungkin.


FT: Saya lihat di laman Goodreads, Ayu banyak track record kepenulisan, mulai dari blog pribadi, lalu Kompasiana, Jakarta Beat, dan sebagainya, bisa di sharing?

AY: Itu sebenarnya cara saya untuk terus menulis, entah apa. Baik blogging, esai-esai di Kompasiana mengenai musik yang saya gemari, kritik saya terhadap buku dan musik di laman JakartaBeat, bahkan sampai cerita pendek yang sesuai standar cerpen Minggu di koran-koran. Memang nggak semua masuk ke tempat yang saya tuju, tapi setidaknya saya menulis. Hal ini juga untuk membantu saya terus menulis, supaya tidak ada kata writer’s block dalam kehidupan saya. Haha. Walau memang hal itu ada dan saya tidak menulis novel, setidaknya kan saya punya tulisan di blog, media alternatif seperti JakartaBeat, bahkan cerita pendek atau sekadar esai dan opini di rubrik hari Minggu punya Kompas, Tempo, Pikiran Rakyat, dan lain-lain.


FT: Setahu saya ada dua buku yang bikin Ayu terkenal, yaitu Novel 7 Divisi Grasindo dan Hello Tifa? Bisa cerita tentang dua novel itu?

AY: Terkenal? Nggak banget sih kalau terkenal itu. Saya nggak merasa terkenal haha. Tapi kalau tulisan saya mulai dibaca orang ramai-ramai, ya itu sudah pasti dong. Sebab, bukunya kan ada di toko buku. Buku 7 Divisi ini bisa dibilang proyek fiksi saya yang ke-10 (dari sekian banyaknya draft tidak selesai di harddisk dan draft yang hilang atau terlupa). Karena saya suka banget Jules Verne, saya ingin membuat cerita petualangan yang menyelipkan unsur kearifan lokal, yaitu sejarah suatu kerajaan kuno di Indonesia (khususnya pulau Jawa dan Bali) serta sedikit unsur klenik dan ilmu “langit” (ya namanya juga kearifan lokal kan?). Seperti yang kita tahu, sebelum ada agama-agama samawi masuk Indonesia, dulu kita juga dipengaruhi sama beberapa kegiatan pagan dan hal itu memang sudah jadi akar bangsa kita juga. Seiring perkembangan zaman, entah bagaimana praktik-praktik ilmu hitam, sesembahan, dan lain-lain ini melebur dengan budaya yang lebih baru, atau dengan modernisasi, makanya hal itu sudah tidak begitu memunculkan diri. Namun, kalau kita mencaritahunya, sebenarnya masih ada aja kok praktik-praktik klenik tersebut. Nah, saya ingin memunculkan itu di novel 7 Divisi.

Mengenai Halo, Tifa, sebenarnya ini proyek senang-senang saja. Saya menulis Halo, Tifa ketika sedang jadi pengangguran dan nggak punya uang. Lalu, saya tulis novel ini selama satu bulan dan selesai lalu dikirim. Ternyata masuk lini Young Adult di Gramedia Pustaka Utama. Saya jadi bahagia juga sih, karena ini kan sebetulnya hanya proyek senang-senang. Cuma, saya betul-betul menulisnya dengan senang hati karena ini menggambarkan kehidupan anak SMK yang nggak selalu gemerlap kayak kehidupan anak-anak sekolah di SMA, bukan di kejuruan kayak saya.


FT: Oh iya, hampir lupa, Ayu juga terkenal gara-gara GWP, bisa sharing apa projek Ayu di GWP waktu itu? Dan gimana bisa jadi juara di sana?

AY: Proyek di GWP itu berjudul Cipher. Saya menulis Cipher, sebuah techno-thriller, murni karena saya memang kerja di bidang IT. Selain itu, saya ingin menulis ini pasca saya menonton Ghost / Phantom (drama Korea yang ada So Ji Sub-nya dan ikemen itu). Saya suka sama premis yang ditawarkan, yaitu tentang bagaimana teknologi bisa mengontrol hampir sebagian besar pemerintah di Korea Selatan. Saya jadi berpikir, bagaimana kalau di Indonesia ada hal seperti itu? Dan hanya dengan teknologi lah kita bisa melawan kapitalis yang mengangkangi negara kita itu?

Kira-kira sesederhana itu lah. Kalau mengenai juara, itu murni karena weird luck aja. Saya memang kadang suka dapat keberuntungan yang aneh. Ketika saya nggak berharap sama sekali, saya malah mendapatkan sesuatu atau memenangkan sesuatu. Mungkin ini maksudnya supaya nggak terlalu ngoyo atau mengejar sesuatu sampai mati-matian kali ya. Mungkin supaya saya bisa sans aja~ (sans, red: santai).


FT: Nah ini nih, masuk menu utama. Sesuatu yang sangat mengejutkan untuk kami, Ayu membuat penerbitan sendiri?

AY: Saya bikin penerbitan sendiri itu tujuan awalnya karena saya ingin menerbitkan karya-karya saya sendiri. Haha! Udah gitu aja sih alasannya.

Kebetulan saya ada dana untuk bikin perusahaan (asyik, enterpreneur~), ya udahlah langsung sikat aja! Kenapa harus punya perusahaan? Karena saat menerbitkan buku dan ingin agar buku tersebut dicatat di arsip dunia, maka saya perlu ISBN. Penomoran / barcode ISBN ini didapat dengan mendaftarkan badan usaha kita, maka nanti ada kode badan usaha yang tertera di ISBN-nya, diikuti dengan kode bukunya.

Namun, seiring waktu, saya melihat kalau cuma saya yang menerbitkan kok nggak asyik. Akhirnya, saya ajak teman-teman untuk ikut bergabung dan menulis bersama lalu membesarkan genre yang dicintai bersama-sama.


FT: Walau masih kecil dan baru, tapi menurut saya Maneno itu penerbit yang signifikan. Sebab langung kerja sama dengan para bookstagram yang biasa bekerja dengan penerbit besar. Sungguh, dibanding yang lain -saya pengen nyebut beberapa merk sebenarnya- Maneno punya website yang catchy. Penulis-penulis yang beuh, keren. Dan promo-promo yang gencar. Kok bisa gituh, apa sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum bikin penerbit atau bagaimana?

AY: Sekali lagi, kalau soal promosi, ini murni karena saya mengaplikasikan apa yang saya dapat di bangku kuliah. Cara-cara promosi, positioning merk, membaca pangsa pasar itu saya sudah biasa dapat teorinya di kampus. Sekarang, tinggal bagaimana cara mengaplikasikan itu?

Soal website, ini pun murni karena saya berasal dari blogger, sudah kerja IT pula. Sekarang gini aja deh. Kalau kita sudah punya keterampilan yang biasa dilakukan, sudah punya ilmu, sudah punya fasilitas mumpuni dan bisa didapat dengan ekonomis pula karena kita punya channel-nya, masa iya sih tidak kita gunakan? Saya sih orangnya menerapkan prinsip uses & gratification, saya pakai sebanyak-banyaknya benda dan hal-hal yang memberikan manfaat bagi saya dan itu bisa membantu saya serta brand Maneno Books yang lagi saya kembangkan.

Hasilnya, puji syukur lancar~ Walau tetap saja kalau mau ngomongin untung sih itu masih jauh dari harapan. Tapi, setidaknya genre yang saya sukai itu lama-lama mulai diperhatikan orang lain.


FT: Wow, luar biasa. Kelihatannya tahun ini Ayu lebih sibuk di penerbitan dan promosi daripada menulis fiksi? Atau mungkin saya salah? Hahaha.

AY: Antara benar dan salah. Saya sudah membereskan Mata Pena dan ada di meja juri (juri apa? Nanti tahu sendiri sih, tapi saya nggak yakin menang juga wkwkwk). Novel itu favorit saya, karena sebenarnya pengembangan dari proyek pertama saya yang berjudul ISSUE. Seputar wartawan dan kongkalikong pemerintah dengan kapitalis~

Dan sekarang, saya lagi membereskan spin off Geneva (sebuah cerita cozy mystery), juga beberapa naskah lain salah satunya Tinta Arang yang masih seputar thriller, tapi tokohnya pemadam kebakaran. Penerbitan juga tetap jalan. Namun memang, saya capek sih sebenarnya. Capek, tapi senang. Haha.


FT: Ah hampir lupa, ada Thriller Mystery Club di Wattpad itu gimana itu ceritanya?

AY: Sepertinya Wattpad ini sudah ditinggalkan, karena penulisnya juga pada sibuk ya? Mungkin nanti akan dilanjutkan kalau para penulisnya sudah tidak sibuk. :’)


FT: Dan projek Detektif Geneva? Apa akan dilanjutin atau mungkin di remake?

AY: Seperti yang saya sebut di atas tadi, Geneva sedang dibereskan spin off-nya, mengambil latar ketika Geneva dan Hira baru masuk SMA.


FT: Keren-keren. Oke, seperti biasa di interview saya, ada yang namanya fans question. Jadi pertanyaan untuk penulis yang di luar masalah kepenulisan.

AY: Oke boleh.


FT: Fans question satu, kok bisa sih Ayu menikah muda?

AY: Menikah muda? Nggak juga sih. Kan saya udah 26 tahun nih. Kalau itu dianggap masih muda, waduh senang saya. Berarti muka saya nggak boros. WKWKWK.


FT: Fans question dua. "Kak Ayu kasih tips dong biar bisa dapat suami ganteng dan pengertian?"

AY: Semuanya berkat doa~

Halah. Nggak semua dari doa sih, semua berkat usaha keras. Intinya dalam hal apapun, kalau kita berusaha, ya kita pasti mencapai tujuan. Intinya konsisten aja. Jadi, maksudnya apa ya? Saya konsisten cari pacar? Kayaknya begitu dulu ya. Haha. Pokoknya, saya bersyukur sih bisa menikah sama suami saya sekarang ini, karena dia sangat mendukung apa pun yang saya lakukan selama itu bermanfaat dan bisa membuat saya jadi orang yang lebih baik.


FT: Ini pertanyaan pribadi dari saya. Kasih tips dong supaya saya bisa menikah dengan cewek cantik? Aaaaaaaaa.


AY: Mungkin harus memperbaiki diri aja kali? Bukan ke penampilan. Sebenarnya penampilan itu kan cuma “bungkus” ya. Mungkin, kita harus bisa jadi orang yang lebih baik secara pribadi, mental, dan lain-lain. Karena setelah menikah itu kan banyak hal yang bakal kita hadapi. Kalau hanya mengandalkan bungkus ya agak sulit nanti, karena ketika istrinya sudah berubah tua dan tidak secantik dulu, apakah kalian akan secinta dulu?  Paling ya, coba berusaha untuk introspeksi diri dulu baru mulai memantapkan tujuan-tujuan hidup. Setelah mendapatkannya, cantik atau tidak itu hanya jadi hal yang fana.


FT: Lanjut, dua pertanyaan terakhir. Ada tips atau saran untuk anak-anak muda ini yang ingin memulai karier di dunia kepenulisan?

AY: Saran saya, konsisten aja! Kalau dikit-dikit lemah, dikit-dikit banyak diganggu hal-hal tidak relevan, ya nanti karir kepenulisannya akan lenyap. Ujung-ujungnya, malah akan mengejar hal yang lain dan bukan tujuan awal ingin menulis. Jadi, pertama-tama, saya mau tanya dulu sama para calon penulis: apa tujuanmu menulis? Udah gitu aja.


FT: Terakhir, apa ada projek besar, fiksi atau novel yang sedang Ayu kerjakan?

AY: Proyek besar ada Mata Pena itu dan Tinta Arang yang dijadwalkan harus beres November ini dan sudah saya ikutkan ke BNNS Storial serta NaNoWriMo 2018.


FT: Oke, terima kasih interviewnya. Sungguh ini luar biasa, thanks sekali lagi Ayu Welirang. 

AY: Sama-sama. Terima kasih juga untuk interview ini dan saya ingin bilang: “Naskah pribadi lo kirim dong, Troh!” HAHA!

.  .  .

Wednesday, November 14, 2018

My Interview with Stefani Jovita

Talk about Fiction Fantasy, Comic Editor, & Visual Novel
By Fitrah Tanzil


Asli, saya nggak tahu mau kasih judul apa wawancara saya yang ini, hahaha. Stefani Jovita pertama kali saya kenal dia dari Facebook, tepatnya dari group menulis yaitu KANOI (Komunitas Novel Online Indonesia) yang dikelola oleh Ally Jane Parker, Putu Felisia, dan kawan-kawan. Stefani itu cewek tangguh dengan idealisme dan kepribadiannya yang kuat. Ketika ada orang yang mengkritik dia, dia pasti bakal langsung punch back, itu yang pernah terjadi pada saya dan membuat saya langsung recognize Stefani. Oke, untuk tahu lebih banyak, teman-teman bisa langsung baca interview saya di bawah ini. Enjoy it.

 

FT: Halo Stefani apa kabar?

SF: Baik nih, mas. Kadang saya bingung, kapan sakitnya ya biar bisa lebih sering libur. Hahah.


FT: Oke, basic question. Kamu besar di mana dan sekarang tinggal di mana?

SF: Besar di Bekasi, tinggal di Bekasi.


FT: SMA dan kuliah di ...

SF: SMA saya namanya Ananda, deket rumah, dari TK malah di situ. Benernya itu sekolah Buddha, tapi sejak SMP (atau SD?) ada pelajaran 5 agama. Saya masih hafal doa agama Buddha-nya sih tapi. Wkwkwk. Untuk kuliah, saya sempat kuliah di Binus 1 semester sambil nungguin info beasiswa. Puji Tuhan saya bisa dapat beasiswa kuliah ke Jepang, jadi belajar Bahasa Jepang 1 tahun di sana, lalu D2 Graphic Design selama 2 tahun di Nippon Engineering College of Hachioji, dan nerusin 2 tahun lagi sampai lulus S1 di Oberlin University.





FT: Langsung aja. Sejak kapan Stefani berminat dan terjun dalam dunia menulis fiksi?

SF: Hmm… Minat saya benernya udah ada sejak tahun ketiga kuliah. Waktu itu saya kenal yang namanya Visual Novel, genre misteri, judulnya Umineko no Naku Koro Ni. Setelah itu, saya mulai iseng bikin fanfiction, walau akhirnya malas-malasan karena saat itu saya masih lebih minat gambar daripada nulis. Pas diajakin temen bikin Visual Novel pun (ini pas masa kerja awal, sekitar tahun 2013), saya gak ngerti cara nulis dan lebih pengen gambar. Di situlah, saya tertarik dengan Light Novel dan bergabung dengan grup kepenulisan Light Novel Indonesia sebagai illustrator. Nah, saya mulai sangat serius nekunin kepenulisan itu sekitar akhir 2015, karena saya sedang jatuh-jatuhnya dalam profesi ilustrasi saya. Saya disarankan untuk berhenti gambar dulu. Di situlah, saya mulai mencoba menulis.


FT: Alasan saya ingin mewawancarai Stefani adalah Projek Crane. Tapi sebelum ke sana, kita bicarakan hal-hal mendasar dulu. Apa novel/fiksi pertama yang Stefani baca dan begitu berkesan hingga sekarang?

SF: Bisa dibilang, novel pertama yang saya baca itu sebenarnya karangan Sidney Sheldon, tapi sayangnya, saya malah lupa judulnya apa dan bisa dibilang berarti gak gitu berkesan, kecuali bagian dewasanya karena waktu itu saya masih sangat polos untuk mengerti artinya itu apa. Satu-satunya hal yang saya ingat adalah, ketika dibandingkan dengan novel lain yang waktu itu saya baca juga untuk tugas (judulnya Tabula Rasa), buku Sidney Sheldon ini mudah saya tangkap. Bahasanya enak. Udah gitu bikin nagih sampai saya bacanya sehari kelar. Kalau untuk buku fiksi pertama yang paling berkesan, mungkin jatuh ke novel Murder On The Orient Express (English version) oleh Agatha Christie.


FT: Apa projek fiksi pertama yang kamu tulis?

SF: Visual Novel yang berjudul Grimmland. Genre fantasi yang mengambil tema fairy tale. Sayangnya, proyek ini gak lanjut karena waktu itu saya masih “cupu” dalam bidang kepenulisan. Baru prolog aja udah gak jalan-jalan. Gak ngerti nulis yang bagus tuh gimana.

FT: Siapa penulis fiksi nasional dan internasional yang sangat menginspirasi kamu?

SF: Untuk nasional, saat ini mungkin Primadonna Angela, yang bisa bertambah juga sama Eka Kurniawan. Kalau untuk internasional, Sidney Sheldon, Agatha Christie, Brandon Sanderson, dan Akiyoshi Rikako.

FT: Salah satu karya Stefani yang terkenal adalah Trace of Shadow (benar kan ya tulisannya), bisa cerita tentang Trace itu?

SF: Trace adalah novel fantasi isekai (portal fantasy atau yang bertema pindah ke dunia lain), yang menceritakan kisah seorang pemuda terkutuk yang bisu dan kesatria anak pengkhianat yang berjuang membasmi kutukan di kerajaan dengan cara mereka masing-masing. Si kesatria ini nantinya mau saya ubah jadi punya penyakit Ocular Albinism (matanya sensitif terhadap cahaya), supaya ada kesetaraan cacat fisik antara kedua pemeran utamanya. Perbedaan mereka, si pemuda bisu itu selalu kabur dari masalah, tapi si kesatria buta selalu teguh melawan masalah. Tema “lari dari tanggung jawab” inilah yang memang ingin saya bahas melalui Trace, tapi tanpa menggurui pembaca soal yang mana yang lebih baik.
Berhubung di Indonesia dan Jepang itu banyak banget yang punya masalah depresi dan keinginan bunuh diri, karakter utama di Trace juga punya kebiasaan self-harm. Ini karena saya juga maunya sih, orang-orang yang baca Trace seenggaknya merasa dimengerti dan gak sendirian ketika membaca Trace ini. Sama satu lagi. Trace mengangkat budaya dan mitologi Jepang karena kedekatan saya dengan Jepang setelah kuliah di sana, dan banyak orang Indonesia yang mau menulis tentang Jepang tapi belum terasa Jepangnya. Jadi, saya harap ada budaya Jepang yang bisa diambil juga dari sini.



FT: Lalu ada Golden Catalyst, itu tentang apa?

SF: Golden Catalyst adalah novel sci-fi ringan yang membahas perjuangan seorang pemuda bertangan-kaki prostetik membasmi markas alien, tapi tiba-tiba bertemu alien cewek berambut emas yang meminta damai. Temanya sendiri lebih ke arah keluarga dan persahabatan. Saya berpikir, banyak sekali cerita post-apocalypse yang berat dan kelam seperti Hunger Games dan Maze Runner. Nah, di Golden Catalyst ini, meskipun sedikit kelam, saya lebih ingin bikin ini ringan dan bisa dinikmati oleh banyak kalangan.


FT: Oh iya, KANOI saya hampir lupa. Pertama kali saya kenal Stefani itu dari KANOI, ngomong-ngomong gimana cerita Stefani bisa gabung dan jadi admin di group KANOI?

SF: Waktu itu sih, saya cuma iseng-iseng aja cari tahu grup kepenulisan supaya bisa belajar dan berbagi (promosi juga deng. Hehe). Nah, saya langsung aja tuh japri admin-adminnya, tanpa malu-malu, soal dunia pernovelan. Kayak perbandingan indie dan terbit mayor, atau genre yang laku di Indonesia. Awalnya dari kak Ally Jane Parker, terus lama-lama ngobrol juga sama Putu Felisia. Pas mereka lagi butuh admin, aku nawarin diri aja karena waktu itu pas lagi belum terlalu sibuk dan pengen cari pengalaman. Ternyata kepilih deh. Haha.

FT: Saya melihat KANOI itu punya admin yang beragam karakter dan kebanyakan memang cewek banget. Cuma saya melihat Stefani ke arah cowok, maksud saya tomboy, hahaha. Kok bisa gituh ngebland dengan mereka?

SF: Hahah. Emang saya tomboy abis. Cuma saya ini tipe yang cukup mudah menyesuaikan diri demi keuntungan pribadi *eh, maksud saya, buat belajar. Apa pun yang menurut saya patut dipelajari, pasti saya pelajari, demi terus naik level, karena saya termasuk yang telat mulai. Dan btw, benernya kecocokan itu gak tergantung dari seberapa tomboy atau femininnya seseorang sih. Kecocokan itu lebih tergantung ke banyaknya persamaan pandangan. Salah satu yang paling sama itu adalah kepositivan. Setelah bergabung sama KANOI, admin-adminnya ngebantu banget untuk bikin lingkunganku bersih dari hal-hal negatif. Hehe.

FT: Dibanding admin yang lain yang followernya cewek. Sosmed-nya Stefani itu lebih banyak difollow n dikomen sama cowok-cowok terutama otaku gituh, kok bisa, why why? Hahaha.

SF: Oh jelas. Karena target pembaca saya emang otaku cowok. Hahah. Salah satu contohnya, yang tadi udah disebut aja, One Last Crane juga game dating untuk cowok. Kalau ditanya kenapa saya gak bikin untuk cewek, bukan karena gak mau. Karena saat ini lom ada kesempatannya aja. Hahah (Singkat kata, emang dari awal saya itu otaku dan otaku Indonesia itu banyakan cowok…).

FT: Bagian mengejutkan di tengah tahun ini adalah ... tiba-tiba Stefani muncul sebagai editor di Ciayo Comic. Itu gimana ceritanya?

SF: Wah, saya juga kaget nih. Benernya sih, mungkin udah dari 1-2 tahun yang lalu saya pengen jadi editor. Sayangnya, waktu itu saya terikat sama game company dan enggan untuk ganti pekerjaan. Game company tersebut kurang jalan dan akhirnya awal tahun ini saya keluar. Nyari kerjaan editor fiksi rupanya sangat sulit, karena banyak yang memberi syarat umur. Satu-satunya yang gak kasih syarat umur adalah editor komik. Kebetulan, saya suka gambar, jadi ya coba aja. Pertama, editor di studio komik lain, tapi saya gagal. Dari situ, seperti biasa, saya japri kepala studionya dan meminta referensi untuk belajar. Setelah lebih banyak belajar, nyoba lagi di CIAYO, keterima deh. Jadi, temen-temen, gak usah ragu-ragu untuk japri orang pro sebenernya, selama kamu tahu manner dan sabar.


FT: By the way, seperti apa sih pekerjaan komik editor itu?

SF: Singkat kata, tukang bersih-bersih. Hahah. Saat ini sih kerjaan saya lebih ke arah review submisi dan talent scout, bukan editor komik official-nya, karena memang pekerjaan komik editor di sini ada 2 jenis. Cuma memang kebanyakan ya kita review karya dan kasih saran, bahkan kalau ada gambarnya, ya kita kasih saran perbaikan gambarnya seperti apa.

FT: Dan kenal dengan Ditta Amalia (HelloDitta) itu keren banget. Hahaha.

SF: Wkwkwk. Sebelahan gitu sama saya.


FT: Oke, ini pertanyaan utama, One Last Crane. Kononnya itu adalah salah satu projek besar dari Stefani Jovita. Apa itu One Last Crane, bisa diceritakan?

SF: One Last Crane adalah proyek Visual Novel dating sim, di mana pemain berperan sebagai tokoh cowok remaja yang mengidap kanker otak dan ingin menemui teman masa kecil yang dia tinggalkan dulu untuk membuat temannya ini bahagia, sebagai tugas terakhirnya di masa-masa akhir hidupnya. Pemain bisa memilih opsi-opsi di momen-momen tertentu, yang bisa membawa mereka ke salah satu dari 3 rute cewek. Inilah kenapa disebut dating sim, karena pemain bisa pacaran sama salah satu cewek yang ada di game, tergantung pilihan pemain itu.


FT: Yang menarik, waktu itu saya dapat info bahwa One Last Crane dapat pembiayaan dengan jumlah yang besar banget -saya nggak ingin menyebut angka- tapi kok bisa hingga sampai ke sana?

SF: Perjuangan banyak orang nih :’) Ketuanya itu aktif banget nyari-nyariin akun Twitter yang proyeknya mirip sama kita. Satu orang lagi udah pengalaman marketing proyek seperti ini dan udah sukses duluan. Saya sendiri waktu itu nugas jadi tukang DM Twitter. Saya waktu itu begadang dari jam 12 malam sampai 4 pagi cuma untuk aktif di Twitter, karena memang Twitter barat, yang jadi target pasar kita, waktu aktifnya itu beda 12 jam. Kita juga pakai forum-forum pembahasan Visual Novel untuk membahas proyek kita ini, tapi bukan dalam bentuk promosi. Biasanya kita akan membuka topik semacam “Diminta kritik dan sarannya”. Promosi halus kan seperti itu. Hehe.


FT: Apa Stefani punya rencana-rencana besar seperti itu lagi?

SF: Ada. Kebetulan aku juga sudah diminta (dan sudah selesai) bikin proyek VN berikutnya, tapi ini kecil-kecilan. Aku konsepnya aja sih, karena masih harus kelarin One Last Crane juga. Sisanya, tentu aku bakal perjuangin Trace hingga sampai ke Jepang! Mimpiku memang terbitin di sana sih kalau untuk Trace :D


FT: Dalam interview saya, selalu ada yang namanya fans question, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang di luar konteks kepenulisan. Dan ini bagian yang paling menarik yang ingin dibaca oleh para follower.

SF: Oh iya. Boleh-boleh.


FT: Apa makanan dan minuman favorit Stefani?

SF: Makanan favorit ya… Benernya aku suka banyak makanan sih, tapi kalau harus pilih satu, mungkin Indomie aja *eh (gak sehat banget :’D). Minuman favoritku saat ini kopi, khususnya Monark Coffee Shake deket kantor. Heheh.

FT: Jika dapat kesempatan liburan sebulan ke luar negeri? Stefani ingin pergi ke mana aja?

SF: Ke Jepang lagi, buat ketemu temen-temen. Ke Eropa juga, karena ada temen FB di sana yang bisa dibilang cukup deket. Kalau gak ada batasan, tentunya aku mau berkunjung ke tempat sebanyak mungkin supaya bisa belajar kebudayaan di dunia, bahkan ke Afrika sekalipun.

FT: Nah ini fans question yang pamungkas. Pernah gak kamu jatuh cinta sama cowok; penulis atau komikus gituh, jatuh cinta beneran maksud saya?

SF: Hmm… Penulis atau komikus ya… Saya cuma pernah jatuh cinta sama penulis puisi temen saya, bukan penulis atau komikus terkenal. Soalnya saya bukan tipe yang mudah jatuh cinta sama orang yang gak dikenal sih, jadi saya harus kenal dulu. Kalau untuk komikus, sayangnya sampai saat ini belum ada yang kenal dekat, jadi sepertinya belum sampai jatuh cinta banget sebesar cinta saya sama penulis puisi itu. Eheheh.


FT: Oke, ini benar-benar luar biasa. Nggak ada di wawancara manapun.

SF: Pertanyaan sebelumnya ya, terutama.


FT: Satu pertanyaan terakhir, apa ada projek fiksi yang sedang Stefani kerjakan?

SF: Banyaaaak. Saya masih harus kelarin Trace volume terakhir, revisi, dan bikin versi Inggrisnya. One Last Crane juga rencananya bakal kelar ditulis bulan Februari (memang karena ketika Kickstarter sukses itu bukan berarti sebuah proyek sudah kelar, tapi baru akan mulai). Selain itu, saya juga masih harus editing 1 Visual Novel lain dan proyek bareng temen-temen KANOI. Bila masih ada kesempatan, saya masih ingin menyempurnakan novel-novel pribadi saya juga sih.


FT: Wow, thank you Stefani Jovita untuk interview. Ini benar-benar keren. Semoga di masa depan kita bisa ngobrol panjang seperti ini lagi. Arigatou Gozaimasu.

SF: Dou itashimashite. Senang juga bisa dikasih kesempatan wawancara seperti ini.

.  .  .

Tuesday, October 30, 2018

Glint Lintjewas: Talk About Movie Directing & Detective Fiction

Interview by Fitrah Tanzil


First time I knew Glint is from my fellow detective author/writer, M. Fadli. He said he found a young boy who very enthusiat in detective fiction on Facebook, particularly in Ellery Queen. Fortunately, in our team there is no one (especialy youth) who love and have huge interest in classic detective like Ellery Queen. There is another one -at the time- who love classic detective, his name is Irfan Nurhadi, but his special interest in locked room mystery (to John Dickson Carr, etc). I think if Glint be in our group. He can make big impact in community and grab more youth to love detective fiction. So then, I add his Facebook, we talk a long and became a friend. Then I found that, beside his handsome face, he is very smart and multi talented young man. Ok, for not wasthing anymore time, you can watch this interview below.


FT: Halo Glint, How do you do?

GL: First thing first, i don't feel quite worthy to be interviewed by you. you know, at this point i still nobody, but thanks anyway. Am I the first male that get interview by you? If that so , it’s  a privilege, I think  :D 


FT: First, basic question. Where is your high school and college?

GL: I get my education at SMK Kr1 Tomohon that's my high school where i never grow my hair more than an inch, and after that I go  to Universitas Negeri Manado Where I never cut my hair less than an inch.


FT: And where you live now?

GL: i grew up in a little village in Minahasa called Tincep. the place that i really pleased to being a part of. 


FT: There is hilarious event in back few day ago. But, before we talk about 'that'. I must ask you some questions.  When and where you first interest in fiction writing?

GL: Man, that a question with a long answer, but I want to keep it short for you. Hehe as a child I like Conan to begin with, because that is the only manga that I read back there which belong to my cousin (the other is shojo manga), she has  Conan manga which is not written by Aoyama-sensei, some kind of special and I can’t believe I solve 1 of the case, as a child that was unforgettable experience.  And in, maybe 2013 or 2014, I read manga a lot and I want to make one.   I came up with the premise of “2015”, an prophecy that about 7 century and 70 years cycle this nation will have a chaotic revolution, that start at Sriwijaya to Majapahit to Indonesian independence and so in 2015 the cycle is come again, I want to write some conspiracy thriller base on that, so I need to research manga with similarity, Bloody Monday, and when I research about the writer Shin Kibayashi-sensei, I meet Kindaichi no Jikenbo, and the experience of solving case in my childhood come again in such enthusiastic way. So the interest start there.


FT: What books that inspiring you to be writer?

GL: maybe, Dee’s “Perahu Kertas” or “Filosofi Kopi” that make me write my short story(romance), her writing style is bite me to make one. Hehe but not until Ellery and Sherlock Holmes, that make want to write mystery Fiction.


FT: From your blog and other social media. I know you really like Ellery Queen. By the way, tell me about it. Why Ellery?

GL: Yep, I really like Ellery Queen. Man, What not to like. My first meet with Ellery is in the TV series, and the first line of the show is “This Woman is dead, Who killed her?” and finish with “Match wit with Ellery Queen, and guess WHO DUNNIT!” It’s hook right there, Challenge to the viewer? The breaking of the forth-wall before solve the whole mystery, I like fair play mystery, and Ellery is the pinnacle of that. After that I read a lot of the novel and match wit with Ellery, and I lost a lot. hehe


FT: And chain of deduction? What is that? Tell us about it?

GL: I forgot to mention it, yeah a Chain of deduction. Call it like this: The Culprit  has the characteristics of X, Y and Z and after we deduct base on the clue, character A and only character A has such characteristics, then he is the culprit. So if we follow the clue in the good way, the answer is just one, no other explanation will fit.  That’s the fun part of it.  Like I quote from the master himself“Pure reasoning has it that when you have exhausted every possibility but one in a given equation that one, no matter how impossible, no matter how ridiculous it may seem in the postulation—must be the correct one”. So sometime it feels like exact science, but in an ingenious way.


FT: Next what your most memorable and highly recommended EQ that we should read?

GL: Start with ‘Nationality’ Novels, The Greek Coffin Mystery or French Powder Mystery is Highly recommended or just start anywhere with the Nationality Novels. Or the short story, I can’t recommended enough. hehe


FT: And what about local detective? Any reference or something that you read?


GL: Wow, Local Detective now have improve a lot. I like S Mara Gd, Daud Hakim and Gozali, but now we have a lot of choice, like Andy Syahrul from Mia Mutiara, I really can’t wait to read  the upcoming book from M Fadli, “Nostalgia Merah”, inverted mystery, isn’t?  Reza Wardana’s “Pemburu Halimun” that have an impossible crime in it,  and of course your book “13.01”. hehehe


FT: Usually, I have fans question. But this time I blank, I doesnt have any of it.

GL: That’s really Show who am I, isn’t? hehe


FT: Now to the main question. You make a movie? What the... Wah, tell me about it?

GL: Haha… like the other thing too… I am kind of guy that, when I read manga, I want to make one, here some music, I want to make one, read a novel, I want to make one, and it comes to movie too, I watch a lot of movie, good one, bad one, and I say to myself, I want to make one too. And when I start it, I become to like making movie a lot. It feels so good, though.


FT: Since when you interested in making movies?

GL: It’s start when I get  assignments in one of my class in collage. Make short movie. The other group make 5 minute documentary, the other make some kind of promotion video, music clip, Animation and I don’t want to do the same. and then I talk my idea to make a movie with my friend in some kind of Brainstorming meeting, they give me a green light, “but what kind movie?” and I say “what about a brainstorming movie, but we brainstorming about an impossible murder of the girl that we like?”, they really exacted about it. And we make ‘one room closed-circle, Locked Room Mystery movie’ in a day, the funny story is, I intentionally play the  movie in the class  that end in just when the detective want start explain. Hehe and that make the lecturer  really upset, and he want the next part, immediately. He want to know the answer, Whodunnit? Hehe


FT: How you got this team of production?


GL: They all my crew from the day one, we called ourselves i2012, they are the crew and the cast of my movie, I need to mention their name, Juan, Itoy, Ridel,Brian, Will, and my partner in crime Christian. They are my classmate that when we hangout i give the a Short mystery that if they can solve it, I give them a reward. So much fun to hangout with them.  


FT: What surprising me is that you directing an indie movie. The question is, how you get there?

GL: It’s start with the Locked Room movie, “ada apa dengan Jayanti?” (not the real title, until now there is still no official title for it :D ), and the lecturer of my class request me to make another movie for Multimedia Expo and we make another movie, a Romance short movie called “101 origami” and after that we make another short “Dirga: Tarian terakhir sang Kabasaran”. All of it is a non-budget short movie.


FT: This Detective Andy movie. What the story behind it?

GL: Detective Andy is Character written by Mia Mutiara. A writer, Programmer that have good sense of solving case but he seems don’t want to involve in it. But he can’t run from it.


FT: Important question. How do you get to work with Mia Mutiara in Detective Andy the movie?

GL: The answer is you. hehe  You introduce me to Mia  Mutiara, we talked about movie making, writing a screenplay, and then mba Mia give me an approval to write my first draft for one of her short story and i chose the “Nyanyian Sandi”. I Sent that to mba Mia, and she ask me if I can make that script to moving picture, so I’m looking for a new Producer for this project, when I meet Rivo from Rivo Production and he interested in It, I give an “okey messege” to mba Mia. It’s because of you. Hehe


FT: Is this your first movie or you have another?

GL:  Nope… it’s my 3rd or 4th. But a lot of it is experimental stuff. And it short.  I really want to make a full length movie but, you know the budget, gear and everything.


FT: Wow, that's awesome. You must be go to Jakarta, you gonna be BIG in here, hahaha. I'm sorry you deserve better, I sugest you must go to Tokyo. Hahaha.

GL: Hahaha… I'm flattered, but I really am not at that level, yet. Hehe, but about Jakarta, I have plan to go there, maybe next year. I'm still working on freelance to raise money. But I hope I can go there. Learning filmmaking and stuff.


FT: When and from who, you first learn writing a movie script and directing?

GL: From watch movie and read other screenplay, I’m curious in how they make those ‘magic’ happen on screen Just by word, amazing, isn’t it? I don’t know another screenwriter around so I just use available facilities to learn like screenplay that you can find in internet, or re watch  the movie that I like.


FT: Is there any movie project that you've been working for?

GL: Now I focus to finish “Detective Andy”, but other than that we have some movie called “21 februari untuk sang penanti” that go to Limbo right now because we lose the main actor, it’s really hard to think about, because I really like the story of it. And I have another project that still in development stage.


FT: Beside movie writing and directing, is there any project like book or literature?

GL: There is.  I want to rewrite my lost novel. A Locked room Mystery novel that disappear  with my broken laptop. The story that set in my campus. And some Kindaichi’s type of story that happen in small village with impossible murder in that. 


FT: Fans question. What is you favorite J-Pop music? Hahaha.

GL: Oh J-pop? I can make a long list of it. Hehehe I was a guitarist of band, and we play a lot of Japanese Rock like Laruku, One Ok Rock, Ellegarden, Pay Money for my pain, but for J-pop I really like old Japanese city pop. For recent music, I like to listen Aimer “Akane Sasu”, back Number “Happy End”, Mondo Grosso, She is Summer, but my old time fav is still an old song by Miki Matsubara “stay with me”.


FT: Another fans question. If in the future you can work with famous cineas, who you really want to working with and why?

GL: Wow another long list right there. Hehe I want to make movie with Joko Anwar, maybe just ordinary crew, 2nd AC, 1st AD or something, I want to learn from him. For across the nation, I want to direct an Aaron Sorkins screenplay(or make one), Work in a project with Roger Deakins or Christopher Doyle  as the man behind the camera.  That’s really a fans answer.


FT: Ok, last question. Is there any indie movie project that you've been working?

GL: The Detective Andy, kinda pilot of the TV series.  Maybe after finished it, my crew will like to remake  “ada apa dengan Jayanti?”  or find the lead actor for “21 Februari untuk sang penanti”,  I hope so, and I still develop a project that still in pre-production, an ambition project.


FT: Thank you for the interview Glint, see you next time.

GL: Thank you for interviewing me, it’s a pleasure for me.  maybe next time we can meet face to face.  hehe

.  .  .

Sunday, October 21, 2018

Open PO novel 13.01

By Fitrah Tanzil


Sinopsis

Tepat pukul 13.01 ledakan besar terjadi di Bundaran HI. Titik pusat Ibukota yang mempertemukan tiga orang yang terpaut takdir. Erlangga si pemuda jenius yang ingin mengubah Indonesia. Fachrie si penulis cerita detektif yang mencoba menjadi pahlawan. Dan Rania si agen rahasia dengan konflik pribadi versus kepentingan negara.

Mereka jatuh dalam pusaran peristiwa berbahaya. Saling bersilang, bertarung, demi impian dan cinta.




Endorsement


“Membaca ini saya seperti menonton ide-ide yang tertuang dalam serial action Jepang. Hanya saja di sini, kita akan menemukan setting negeri Sakura itu beralih ke Indonesia. Ceritanya cukup asik untuk meramaikan khazanah pernovelan bernuansa kejahatan lainnya.” – Ayu Welirang, juara GWP generasi dua & penulis novel 7 Divisi.



“Dituturkan dengan sangat baik dari berbagai sudut pandang. Membuat novel ini patut dinikmati oleh para pecinta aksi-aksi spionase.” – Finn R, penulis novel Pendosa Suci & Subliminal Assassin.



“Sebuah novel thriller lokal yang terhebat yang pernah saya baca. Plot yang tak biasa, para tokoh yang kompleks, dan ending yang tak terduga. Membuat buku ini top list novel thriller yang harus Anda miliki.” – Agung Al Badamy, penulis novel Detective Chilock: Study in Mikrolet.





Pemesanan

Harga pre-order mulai dari 70ribu rupiah. Pemesanan bisa menghubungi nomor WA 0857 1520 4172 (Lufin) 


Tuesday, October 16, 2018

Young, Bright, & Talented Daras Resviandira

Interview by Fitrah Tanzil


First time I trying to chat with Daras is around 2014. Back then her Facebook account used initial name, Berry Baranomiya. From that name, I thought she's was a boy (or young male). Hahaha.  Ok, little story, I knew the name from fanpage Project X NDI. Which is so famous local crime thriller at that time. And then I lose contact till early year of 2017. She's used her real name, Daras Resviandira. I saw on her Facebook, she's very famous. Almost all of her follower called her 'Sensei Daras". Waaaaaaaaaa. She's been so young and she's called sensei. Accurately, she's young bachelor whom published four book in non-mainstream genre. One of it work has big impact in local detective community in Indonesia, and also for me, hihihi. 

Ok, I don't want to spoiler more about Daras.  But you can knew little bit deep about her life and works from my conversation below. Enjoy it. 


FT: Hello Daras, how do you do?

DS: I’m good. Thank you Fitrah, for giving me the chance to be interviewed.


FT: Like my other interview. I'm start with elementary questions. First where you grow up?

DS: I grew up in a small city called Tasikmalaya


FT: Your high school and college in ...

DS: My high school is also in Tasik. After that, I began to move to Jatinangor. I took college in Unpad


FT: For the social media. I saw you have been living or work in Japan?

DS: Yes, I’ve been there twice. First, when I was still an undergraduate, I was appointed as one of the delegations for my campus to attend an international seminar in Japan. Then after graduating, I got an opportunity to work there for a month.


FT: Now you live in ...

DS: I’m living and working in Karawang now.


FT: Down through. The real reason I wanted so much to interview you is The Project X NDI. Can you tell me about it. What is it The PXNDI?

DS: Project X is a Novel Book. This book tells about a certain organization named Net Detective Indonesia (NDI), which is a real organization that really exists. We are an online community that is consist of people who have an interest in the world of detective. One of our main activities in that forum (netdetective.forumotion.net) is to create cases (criminal stories or puzzles) that will be solved by other members later. After a while, many members want to archive and make a book based on those cases. So, I and some of the members began to make of the Project X novel.


FT: And Berry Baranomiya (I hope I'm right typing it) what about that name?

DS: Well, it is a long story if I have to tell you how did it come around, haha. Nevertheless, Berry Baranomiya is the handle that I use in every community I Joined. So, a lot of people still, call me Berry.


FT: One of the reasons that make me astonished is the fact that you were so young when you write it. How so? What is your motivation to make the PXNDI

DS: When I was still active, I saw many people in the community (NDI) have an urge to collect and make the cases made by the members into a book. But there was no one that started it. So I decided to make a small group and began to design and create the book. Back then, I was thinking, If we are able to make this book it will make people to recognize us (NDI), that we are not only a ‘playground’ community. We can also make something,


FT: Wow, that awesome. Next, how the process that PXNDI enter and published by Visimedia?

DS: So, after I made that small team, I called it a writer team, which consists of 10 people, we started to make a set of detective stories. We got stuck in midway, and the progress wasn’t good. I didn’t want to give up our dream, so I tried desperately to finish the script by myself. Then I submitted it to the publisher. Not long after, I got a positive feedback from Visimedia, although that was not the end of our story. Visimedia told us that our set of stories must be compiled into a solid Novel, that means we have to start from the ground zero again !!. I decided to rearrange the writer team into 5 people only. From this point, we began to work together again, and taraa.. Our baby was born, Project X : The New Beginning of Net Detective Indonesia.  

 
FT: Truly inspiring, as for me, I have not managed to get through a major publisher yet, haha

DS: Well, that doesn’t mean it won’t happen right, haha 


FT: Beside the Project X, there's another I saw when I visited bookslife.co page. AIN (Akademi Intelijen Indonesia) what is that?

DS: AIN is the first novel that I wrote by myself which was published in 2016. I bet you’re thinking that you can guess the plot of this novel only by looking from its title. Well, I’m pretty much confident that you are wrong, the plot of this novel can’t be guessed before you read it. I will give you a little spoiler here. This book is a tale of a young man named Cakra who just graduated from a high school. He is seeking scholarships to continue his study because of his family’s financial problems. Well, unexpectedly, He registers himself in AIN website which he thinks it is only a joke. One day, Cakra is kidnaped and he wakes up in an empty room which turns out to be the entrance of AIN selection process. He then realizes that he is not the only one there. There are other people there, with their own unique backgrounds and personalities. From there on, their journey begins. With their abilities, skills, and capabilities, they are competing against each other. Because only one person who can become a new member of AIN


FT: It’s very rare to find a female Indonesian writer that write a book with such a heavy theme like this, I mean Intelligence, detectives, and so. There is actually one person I know, Rhein Fatiya. But I think she focuses more on the romance drama aspects. Meanwhile, your book is about the mystery itself.

DS: Maybe it is because I like a story that has a mystery genre. Something that makes the writers stop and racks their brain while reading. But I’m always making sure that I write with simple words or idioms that can be understood easily by the readers, regardless of their backgrounds. Sometimes I also add some romance things, because we all know that Indonesian like romantic stories. So, despite the story is pretty tense, you won’t get bored, I mean it.

FT: What motivates you to write AIN, I mean how could this be thought of?

DS: So, actually it began when I was busy choosing where I want to go to college. Back then I have a desire to go to STIN (Indonesian State Intelligence School). But I don’t know how to apply there, then I decided to apply to another state school, STSN. The selection process is gradual with some phase in it. I already passed in some phase, but yeah, in the end, I got rejected. It’s not my way then haha. These long processes are actually what inspired me the most to write AIN. So, it really is my fantasy about going to some intelligence school.z


FT: Another turn around to elementary question. Why do you like this subject; puzzle, riddle, mystery, etc. Where do it start in your life?

DS: I think and maybe it is because I really like to read Detective Conan manga and watch the anime back then. Then I got to know Sherlock Holmes and tried to write some simple mystery tale. I found NDI and from there my love of puzzles and detectives is skyrocketing. Oh yeah.. I really like to make other people confused when trying to solve my puzzles.

FT: What is book or novel that very influence your writing style?


DS: Well, I’m not certain about it, haha. I think there is no book that really influences me, regarding my writing style. Nah, Maybe unconsciously I did imitate some write. But, for me, I really like to write something that is simple and can be understood and enjoyed easily, regardless of their backgrounds. I read so many detective books. But I don’t know why, I think most of them are pretty hard to be understood. I have to re-read the pages or even the whole book to really understand what the writer means. These hardships really made me bored with those books. So I started to find a way to write a book that even a teenager won’t find any hardship when reading it. That is pretty much how my writing style borns as it is now.

FT: What is your favorite novel or detective story?

DS: I really like Detective Conan. As for the novel, Sherlock Holmes of course.


FT: From your social media. I saw fantasy fiction novel, Astar, am I right calling it?


DS: Yep, Aster  - The First Adventure, to be precise.


FT: So what the story about?

DS: Well, Aster is not a detective story. It is purely a science fiction. My first dystopian novel. This book follows some people/tribe that still exists in a ‘land-less’ earth. So they live on top of some metals that they stack up into a big city called Oakland. There is a pretty curious girl that believe that there is another land out there. Somewhere where people also can live. This thought led her into an adventure filled with extraordinary surprises.


FT: I saw there is series about it?


DS:DS: Yup, Aster is a trilogy. The published one is just the first part. I’m currently writing the sequels. You can read it on my wattpad (@resviandira)

FT: The first one has been in Lokamedia? Devika, I'm right? How do you get to this publisher?

DS: At that time, I’m really into it, I mean, That was the time when I desperately searching for any type of publisher on Facebook. Well, it is fate that my path with Lokamedia is crossing. I tried to submit my script and pretty happy when they said it will be published. I think back then it was really hard to find any publisher that wants to publish a science fiction book. It is very unexpected if I have to say to find and found by Lokamedia. Although they are an indie publisher they are still a big player out there. My script also needs to be reviewed before it publishes.

FT: Wow, great! Usually my interview is like this, alot of personal questions. That why I writing it in English, hahaha.

DS: Don’t bother it. I like to be interviewed, to be honest. hahaha

FT: About Aster, it sound brilliant to me. In the middle of busyness, your activity, work in office, community, NDI, and many other thing. How can you write some that big?

DS: Actually, I write most of those stories a long time ago. Every day, on weekend at least I always write something. At first, I’m not very confident in myself, so those stories just pile up on my laptop. After I get to know Wattpad, I started to post those stories on there. It really helps me to gain my confidence. Up until now, There are actually 3 books that still not finish yet. It Is not because of my busyness, but rather because I’m too lazy to finish it. haha

FT: Is there any plan to bring Aster to major publisher?

DS: Of course there is. Not only a major publisher. I also have a dream to translate it into English and publish it internationally, hehe.

FT: Long talk and I almost forgot, you newest book; Project X NDI Spin Off. Can you tell the story?

DS: Well, you can guess from its title. This book is actually the sequel of the First Project X book. But you also can call it a side story from the main story itself. This story is actually made to fulfill the vacant time when we, the writer is still striving with our busyness to continue the second book.

FT:By the way, Correct me if I’m wrong. There are 3 winners from you short story competition right? Who are they? And what their stories are about?

DS. Yup, not long ago. My friend and I held a competition about writing a short story. All of those submitted short stories will be compiled into two books by us, which one of them is PX: spin-off. The main story that I adapt into the PX: spin-off is the two stories from the winners and 1 story from another contestant. For more details, please buy the book. hehe

FT: Hahaha, ok. By the way, please, please. Give me the spoiler of PXNDI Spin Off that not you tell in other interview?

DS: In this book, you will know more about the history of NDI and its progression up until now. Then you will get a tour inside the NDI Office. Of course, there are some conflicts with NDI’s rival, the Piktadarys. It is a must buy book for those who love a detective story!


FT: Few last questions. What is the most favorite food and drink for Daras Resviandira?

DS: DS: I love Indomie Goreng, haha and Milk tea is my favorite drink. I also like all about Matchas, and Strawberries.

FT: Another fans question. If you had a chance for one month vacation in Japan. Want place do you want most to visit?

DS: Kyoto of course, then Tokyo and Disney Land !!. But if I were given another choice, I really like to go to Europe now.

FT: One that I almost forgot. Is there any tips from you for youngster who want to be Sci Fi or detective fiction writer like you?

DS: I think it applies to everyone who wants to write something. Don’t stall or delay any works. Most people do have the intentions but shy and too lazy to start it. It won’t be done if you are like that. Keep write and push yourself. Start from the easy one like one sentence a day. As time goes, you won’t realize that you already write a ton of sentences! Just write what do you like. Never ever think to write something that other people want to read. Focus on yourself, focus on what you want to convey to the readers!

FT: Oh yeah, this thing yesterday. These people in social media, that said that Indonesia doesn’t have Sci Fi writer. Me myself like so miserable to hear that thought of people. What Daras think about it? And is that anything we can do in the future for it?

DS: Maybe, it doesn’t actually mean like that. But I think the presence of sci-fi writer is not so well heard of. Because of the market condition in Indonesia. Indonesian people like comedy and romance more than science fictions. I know there are some people who really like the sci-fi novel. But they always choose the foreign one, with the translated version of course. I don’t know why. Maybe it is hard to find a local sci-fi novel or they are skeptical about it. That is one of my reasons to encourage me to write a sci-fi book. I hope my books will become the pioneer of its genre in Indonesia

FT: Last, is there any project that you been working it?

DS: as for now, I’m searching for a publisher to submit my newest draft (still with detective theme, but with more focus on psychology aspect. I am also still writing another science fiction novel. hehe

FT: Wow, this is amazing interview. Thank you for this long chit-chat. Success for you new project.


DS: You’re welcome. Thank you for letting me share my thought in your blog. I hope someday, we can find our book on the same shelf in the bookstore!

.  .  .