Friday, March 28, 2014

Jika Sherlock Holmes dibuat di Indonesia ( II )

Kasus di Kampus Biru
 

By Ftrohx


Saya lebih pilih jika Holmes adalah seorang Junkies. Lebih eksentrik gituh, daripada dia adalah seorang pria baik-baik berkulit putih bersih dan berbaju rapih.

Saya lebih suka karakter Holmes yang urakan atau jika anda tidak mau membuatnya seperti itu saran saya buat Holmes jadi anak band Emo atau Hardcore. Tapi tetap pada pilihan pertama Junkies. Itu lebih original daripada dia dibuat sepeti sosok Benedict Cumberbatch, sebab ini Sherlock Holmes bung bukan Twilight, hahaha.

Saya ingin Sherlock adalah seorang anak muda, Ganteng emo kayak di zombie di Warm Body boleh lah, tapi tidak seperti Edward Cullen. Pengen nya sih kayak Vino Bastian, dia urakan dia punky, dia punya style junkies. Tapi saya punya peran lain untuk dia (buset dah gw ngomong begini sudah kayak produser beneran). Iya kita cari anak muda nanti lewat audisi, gampanglah!

Saya pengen satu season kita bikin 5 sampai 6 episode aja. Iya, biar benar-benar perfect persiapan untuk setiap episode-nya. Satu catatan penting bahwa saya ingin Holmes itu menjadi seorang detektif yang memorable tapi bukan detektif super. Kemampuan deduksinya biasa, tapi menyampaikannya dengan cara yang luar biasa. Dia mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang nyeleneh, tapi sangat atraktif dan menarik buat para penonton.

Tentang pakaian, di sini saya tidak ingin lihat Sherlock Holmes dengan Jas Panjang musim dingin. Tentu saja cuy Jakarta panas, semua orang bule yang tinggal di Jakarta di saat menelusuri trotoar biasanya hanya mengenakan kaos atau hanya singlet. Holmes di sini hanya mengenakan kaos putih atau hitam dengan lengan panjang ke manapun dia pergi, kecuali pada malam hari dia mengenakan jaket. Untuk kendaraan tentu saja anda tidak bisa cepat sampai ke TKP jika naik taksi lokal, Sherlock Holmes harus mobile tapi pakai mobil pribadi juga pasti terjebak macet, karena itu Holmes versi Indonesia harus punya motor yang keren.

Dan masih banyak hal lainnya yang perlu di adaptasi dengan Indonesia. Iya, agak sulit memang, tapi jelas ini bakal jadi projek yang menantang.
.  .  .

Untuk episode pertama, kita masuk ke origin-nya, ini adalah kisah pertemuan antara Holmes dan Watson. Lalu setelah perkenalan (tanpa basa-basi) mereka langsung masuk ke babak penyelidikan kasus pembunuhan.

Kita tahu dari buku-buku dari film dan sebagainya, Holmes punya banyak kasus pembunuhan yang menarik.Sayangnya, semua cerita sudah banyak yang di adaptasi ke berbagai macam bentuk, semua orang sudah tahu garis besarnya. Sesosok mayat di temukan oleh polisi lalu ada detektif amatir yang membantu penyelidikan, itu semua sudah umum. Kita mesti punya sesuatu yang beda. Seperti yang saya ceritakan di konsep sebelumnya Holmes bukan seorang detektif yang menunggu panggilan job's di kantor.

Holmes punya jaringan sendiri, Holmes sebenarnya adalah seorang freelance yang bekerja untuk Polda Metro Jaya. (namun tidak secara resmi). Holmes bekerja untuk satu orang di kepolisian yaitu AKBP Lestrade atau yang sering mereka panggil Pak Inspektur meski harusnya dipanggil Komandan. Ok, jika debut perdana-nya Holmes karya Conan Doyle adalah Study in Scarlet, dan episode perdana-nya Holmes dari BBC One adalah Study in a Pink. Bagaimana jika episode perdana-nya Holmes ala Jakarta adalah 'Study in a Blue' atau kita sebut dalam versi Indonesia 'Kasus di Kampus Biru.'

Sebuah kasus pembunuhan, terjadi di Hutan UI Depok. Sungguh, kenapa UI Depok? Sebab di tempat itu benaran banyak kasus kriminal, banyak banget mahasiswi yang jadi korban beberapa tahun terakhir ini. Terutama jika mereka pulang sendirian pada malam hari.

Saya mendengar banyak rumor tentang daerah-daerah di sekitar situh. Kawasan Hutan UI Depok ibarat kawasan London Timur pada Era Jack The Ripper. Di mana terdapat psikopat yang berkeliaran memburu wanita yang berjalan sendirian. Tapi begini saja masih kurang, dan belum cukup relevan untuk versi adaptasi karena motif pembunuhan di Indonesia terutama Jakarta berbeda dari motif pembunuhan di cerita fiksi.

Di sini kasus pembunuhan biasanya terjadi karena masalah cinta atau sakit hati. Hal sederhana, yang mudah untuk ditelusuri. Namun dalam kasus pertama ini, sang pelaku bisa menciptakan alibi yang nyaris sempurna dan sulit ditebak oleh para penonton.

Karena kasusnya di UI Depok, yang merupakan Universitas nomor 1 di Indonesia, lebih asik lagi jika sejak episode awal sang Nemesis Professor Moriarty sudah muncul di sana. Moriarty adalah seorang dosen matematik atau fisika yang mengajar di sana. Saya membayangkan yang menjadi Moriarty adalah aktor sekelas Reza Rahardian ! hihihihi... Pasti bakal ekstrem ini cerita.

.  .  .

Thursday, March 27, 2014

Orang Bebas dan Teori Konspirasi


Orang Bebas dan Teori Konspirasi
By Ftrohx


"Pertanyaan yang paling penting adalah apakah sistem tersebut mempengaruhi kita sekarang? Mungkin. Apakah mempengaruhi masa depan kita? Belum tentu. Karena ini pilihan. Kenapa pilihan? Karena kita diciptakan sebagai makhluk bebas. Manusia yang bebas berpikir dan bebas memilih masa depan tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Siapa pun! Kecuali itu adalah keputusan kita sendiri." - Byotenega, Teori Konspirasi, Serius? Sep. 2013



Iya, saya setuju dengan pendapat Byotenega.

Teori konspirasi atau apalah itu yang katanya mengatur seluruh umat manusia, pada dasarnya hanya sebuah sistem, sebuah aturan. Namun manusia itu memiliki kemampuan untuk memilih, dan memiliki kemampuan untuk melanggar peraturan tentunya.

Ok, bicara tentang teori konspirasi, kita akan berhadapan dengan organisasi rahasia, secret society, simbol-simbol, misteri - puzzle, dan kode-kode terenkrispsi yang hanya bisa dipecahkan oleh orang yang genius di bidang matematik.

Bahasa-bahasa tingkat tinggi, dan sebagainya.

Bicara tentang konspirasi, sebuah buku fiksi yang pertama mengungkapkannya dengan gamblang adalah 1984 karya George Orwell yang diterbitkan tahun 1949 (Bingung kan loe? Judulnya 1984 tapi diterbitkan tahun 1949)

Bahwa di masa depan, karena terbit tahun 1940an setting masa depannya adalah 1980an, dunia sudah pecah menjadi tiga bagian, tiga Negara besar.

Dan terdapat sebuah Negara besar yang paling berkuasa di antara ketiganya.

Dan dari negara paling besar tersebut, terdapat sebuah sistem pemerintah, sistem penguasa yang di sebuah Inner Party yang hanya terdiri dari 2% dari keseluruhan populasi Negara tersebut namun 2% itu menguasai hampir 98% Kekayaan negara tersebut. Mereka seperti Dewa, namun di atas Inner Party terdapat lagi puncaknya yang merupakan bagian eksklusif dari Inner Party yaitu Big Brother.

Big Brother adalah puncak pimpinan-nya, mereka adalah para anggota dewan. Mereka adalah para pengawas, mereka memiliki mata dan teling di mana-mana, mereka penguasa dan pengatur segalanya, dan bla bla bla...  Iya, Big Brother adalah karakter antagonis, pada akhir cerita novel tersebut sistem itu pun hancur oleh pemberontakan.

Satu lagi yang sering dibahas orang tentang Teori Konspirasi adalah simbol-simbol.

Gambar-gambar unik, lambang-lambang akan ritual khusus, lambang-lambang akan filosofi, lambang tentang sejarah, lambang tentang kekuataan, lambang tentang keabadian, lambang tentang kejayaan, lambang tentang kehidupan manusia, dan sebagainya.

Lalu semua lambang-lambang itu dihubungkan dengan masalah, gambar bulan, gambar sabit, gambar salib, gambar bintang, bahkan huruf-huruf alphabet romawi pun diberi arti-arti tersendiri. Mereka bahkan membuatnya rumit dan jauh lebih dalam daripada teori tentang kartu tarot.

Mereka pun bilang bahwa lambang-lambang itu ada di mana saja, dan lambang-lambang itu menunjukan kekuataan dan dominasi mereka para inner party atau para Big Brother, dan sebagainya nama lain.

Tapi menurut saya, simbol hanyalah simbol, lambang hanyalah lambang, sebuah penanda, sebuah bahasa yang disederhanakan . Tidak lebih dari itu. Lambang tidak memiliki kekuataan apapun, lambang tidak bisa membunuh orang, karena orang lah yang membunuh orang dan bukan lambang.

Iya satu yang gw benci ketika mereka membahas lambang segitiga atau lambang mata di komik favorit gw Naruto. Mereka bilang, lambang itu adalah simbol organisasi itu? Lalu jika ada komikus Indonesia yang membuat komik juga terinspirasi dengan Naruto? Apa di sebut organisasi itu juga padahal dia kenal satu pun dengan mereka??

Gw percaya bahwa manusia memiliki pilihan, gw percaya bahwa sama seperti kata Byotenega bahwa Tuhan tidak tidur, ketika ada kekuataan Tirani seperti itu pasti ada kekuataan lain yang melawannya.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Manusia memang punya hasrat untuk memiliki semuanya yang ada di dunia ini, obsesi itu adalah hal yang wajar namun manusia adalah makhluk yang sangat rapuh.

Manusia memang bisa menciptakan hukum, tapi ada hukum yang mutlak untuk semua manusia yaitu semua yang bernyawa pasti mati.

Semua ada akhirnya.

.  .  .


Wednesday, March 26, 2014

Tentang Bat Segundo ( I )

Siapa sebenarnya BAT SEGUNDO?
By Ftrohx



"L possessed many other detective codes. I have no idea how many, but there were at least three digits’ worth. And quite a number of those were fairly public detectives—just like, as anyone reading these notes must know," - Nisio Isin, LA BB Murder


Bagi teman-teman yang baca novel Ghostwritten (1999), debut perdana dari David Mithcell (penulis Cloud Atlas), pasti tidak asing lagi dengan nama BAT SEGUNDO si penyiar radio tengah malam di Kota New York yang membawakan talk show 'Night Train'. Talk show yang aneh, karena mana ada orang yang mau dengarin talk show serius diantara jam 1 - 3 pagi. Begitupula dengan penyiarnya Bat Segundo, dia seorang freelance dan penderita insomnia. Lagipula mana ada orang New York City yang namanya Bat Segundo. Nama 'Segundo' sendiri gw pikir lebih terdengar seperti orang Jepang dibanding dengan Amerika. Iya, kan?

Kembali lagi, satu hal yang membuat Segundo jadi begitu terkenal dalam dunia underground hacker adalah percakapannya (atau lebih tepatnya insiden) dengan Zookeeper. Zookeeper alias Quantum Cognition (QuanCog) merupakan non-corporeal artificial intelligence (artiin sendiri/kalau gak ngerti cari lewat google) yang hampir setara dengan SkyNet dalam kisah Terminator Salvation. Dia adalah program super komputer (software) hidup yang mampu mengendalikan seluruh satelit milik Amerika dan Eropa (termasuk misil-misil Nuklir yang mampu meluruh ratakan seluruh permukaan bumi) - B I N G U N G - K A N - L O E ?!! A P A L A G I - G U E?? Aaaaaaaaaaaa...

QuanCog menelpon Segundo untuk mencari jawaban atas moral dilemma yang sedang dihadapinya. Taukan 4 aturan dasar Robot (bagi yang sudah pernah nonton I-robot / Will Smith, atau Astro Boy pasti tau) salah satunya yaitu Robot wajib menyelamatkan manusia jika dia berada dalam situasi berbahaya dan Robot tidak boleh membunuh manusia. Aturan ini menjadi dilemma bagi QuanCog. Disatu sisi dia melihat banyak orang yang tewas karena peperangan, banyak orang yang dalam bahaya oleh manusia lainnya. Sebagai program super komputer militer dia harus melakukan tindakan (dalam hal ini menembakan misil-misil itu dan membantai lebih banyak orang untuk menciptakan kedamaian) Namun, disisi lain peraturan dasarnya dia tidak boleh membunuh manusia. Lalu, ada pertarungan filosofis disini; Apakah setiap entitas yang diciptakan di bumi ini memiliki free will (kebebasan untuk memilih) atau semua memang sudah di setting (ditakdirkan untuk terjadi sejak penciptaannya). Chance versus Fated.

Menurut Bat Segundo “Well, the answer is as relative as time. If you’re in your life, CHANCE. Viewed from the outside, like a book you’re reading, it’s FATE all the way.” -- Damn, who is this guy? Tapi, lebih dari itu. Ini bukan sekedar percakapan ini adalah pertarungan intelektual antara manusia versus mesin. Mungkin lo pernah dengar tentang Gary Kasparov (Grand Master Catur) yang bertarung catur dengan sebuah program komputer. Dan disaat para GM - GM catur lain gagal, Gary adalah satu-satunya yang berhasil. Bisa jadi situasi itu terjadi pada acara Night Train 'Bat Segundo" adalah Man versus Machine, atau ibarat lo bertarung melawan Google, Wikipedia, Imdb, dan database-database lainnya di internet. Sangat musthahil bagi manusia biasa untuk mengalahkannya.

Ini bukan acara tanya-jawab, ataupun minta saran. Segundo sebenarnya bertarung melawan entitas yang tau nyaris segala hal yang ada di internet. Seperti bertarung melawan Dewa atau Makhluk setengah Dewa. Satu-satunya hal yang gw tau setara dengan pertarungan intelektual seperti ini adalah pertarungan dalam manga DEATH NOTE.

Ok, langsung aja. Hipotesis gw BAT SEGUNDO adalah RUE RYUZAKI alias L. Lawliet

Alasannya :

Pertama, Kenapa QuanCog memilih acara radio Night Train? Kenapa QuanCog memilih bicara dengan Bat Segundo? Kenapa tidak acara radio yang lain atau dengan penyiar radio yang lain?

Tentu saja karena intelektualitas. Banyak orang genius di planet bumi, tapi yang seperti L. sangat langka. -- "By simple arithmetic, L’s ability in 2002 was the equivalent of five ordinary investigative bureaus, and seven intelligence agencies (and by the time he faced off against Kira, those numbers had leapt upward several more notches)." -- Iya, menurut Mello kecerdasaan L. (atau kemampuan berpikir otak L.) sehari-hari setara dengan 5 Biro investigasi ditambah dengan 7 badan intelegen. Nisio Isin memang berlebihan tapi hanya makhluk hidup dengan kemampuan seperti itu saja yang bisa bertarung setara dengan pengetahuan seluruh internet, dalam hal ini bertarung melawan QuanCog.

Kedua, identitas Bat Segundo. Seperti yang gw jelaskan di atas dia adalah seorang penyiar freelance dan penderita insomnia. Gw yakin bahkan ntuh station radio gak pernah tau siapa nama atau identitas asli dari Bat Segundo. Dan tentu saja persamaan nama itu sendiri; ingat percakapan antara Naomi Misora dengan Raye Penber tentang Rue Ryuzaki.

“Basically? There is no private detective named Rue Ryuzaki.”

“So he’s unlicensed?” An unprivate detective. He had said so himself.

“No. There are no records of anyone named Rue Ryuzaki at all. Not just in America, but in the records of every country in the world. The name Ryuzaki is reasonably common in your home country, but none of them are named Rue.”

Lo taukan cerita detektif pertama di Amerika karya Edgar A. Poe - "Murder in Rue Morgue" dengan private investigator Auguste Dupin, Nama Rue sendiri adalah dari bahasa Prancis, sedangkan Ryuzaki adalah bahasa Jepang. Sama dengan BAT SEGUNDO, Bat adalah bahasa English Kalelawar, sedangkan Segundo adalah bahasa Jepang (sorry, gw belum google artinya?). Yang pasti, rasanya musthahil ada orang Amerika (tepatnya New York City) yang bernama Bat Segundo.

Ketiga nama acara radio itu sendiri "Night Train" -- gw menemukan beberapa novel detektif dengan judul Night Train. Salah satunya dari Martin Amis tahun 1997, begitupula dengan penulis thriller Jepang legendaris Kyotaro Nishimura "Mystery Train Disappears" Jadi konklusi saya bahwa siapapun Bat Segundo dia memiliki keterkaitan dengan dunia detektif, informan, ataupun spionase modern.

Seperti kata Nisio Isin di atas. L memiliki banyak nama detektif (nama alias/kode/initial) sekurang-kurangnya 3 digit (ratusan nama). Iya, seperti yang anda ketahui Eraldo Coil, Danueve, Rue Ryuzaki, Hideki Ryuga, L. Lawliet, adalah nama lain dari L. Selain itu masih banyak yang belum kita ketahui. Bisa jadi 'BAT SEGUNDO' nama yang aneh ini adalah salah topengnya.

.  .  .  



Wednesday, March 19, 2014

Penulis wajib punya Mind Palace


Penulis wajib punya Mind Palace
By Ftrohx


Ini benaran semua penulis, baik itu fiksi ataupun non-fiksi, penulis novel detektif ataupun cerita romance, dan sebagainya. Semua harus punya Mind Palace

Kenapa?

Iya, karena banyak hal, sederhananya karena memori otak saja tidak cukup untuk mencari atau menemukan catatan yang hilang.

Gw nulis ini karena tadi pagi gw agak panik.

Gw mencari catatan lama tentang The Next Mentalist di hardisk net book gw, makan waktu setengah jam.

Lalu setelah ketemu, gw baca ternyata ada yang hilang dari catatan gw.

Tentang 'Eksploit' Gw cari lagi apa itu 'eksploit' ? Makan waktu lama juga, tapi syukurnya ketemu sebelum jam 10 pagi.

Senior gw Putra Perdana bilang "Kalau ada ide-ide baru langsung di tulis dan kasih label dalam catatan, karena memori di otak akan terhapus secara sinafsis." 

Iya, sejak awal 2014 ini gw mulai mempraktekan hal itu. Gw menulis dengan label tanggal setiap hari.

Mind Palace sangat dibutuhkan karena tiap hari selalu ada informasi baru yang masuk otak kita, dan otak memilah-milih mana yang penting dan tidak penting.

Sayangnya terlalu banyak tumpukan sampah di otak membuat informasi yang penting menjadi kabur, karena tumpukan-tumpukan informasi yang nggak penting.

Contoh lain adalah curhatan teman gw, dia bilang dia mengulang petanyaan yang sama ke senior gw tentang log line yang ditulis.

Menurut gw bukan cuma itu, dia juga membuat banyak pengulangan di status wall facebook, hanya saja dia tidak menyadari itu.

Mind Palace memang menyeleksi apa yang penting dan apa yang tidak penting. Kalau yang tidak penting tidak usah di ingat.

Singkatnya kita mesti fokus pada sesuatu hal, tidak perlu besar tapi kita tekuni dan rangkai pengetahuan itu setiap hari.

Mind Palace nggak perlu lo mesti jadi orang genius, cukup lo mampu mengelola informasi yang keluar dan masuk ke dalam otak lo dengan cara benar.

Gw sendiri jujur kesulitan menguasai Mind Palace, tapi gw memindahkan Mind Palace ke harddisk Net Book, gw memberi label setiap catatan, setiap note

Memberi kode dan tanggal supaya mudah diingat dan dicari.

Inti nya Mind Palace adalah bagaimana elo mengelola catatan-catatan harian lo secara baik dan rapih, supaya mudah bagi elo sendiri untuk menemukannya kembali di saat genting.

.  .  .


Tips membuat Mind Palace di harddrive / harddisk versi Troh:

- Untuk catatan harian, biasanya file yang gw tulis gw beri judul angka / tanggal pada hari itu
Misalnya catatan pada  Januari 2014  gw beri judul 01 08 14 , 01 10 14 , dan seterusnya. Begitu juga dengan Febuari 2014 gw beri judul 02 07 14 , 02 12 14 , dst.

- Yang terpenting dari Mind Palace adalah lo mesti menciptakan kode / sandi lo sendiri yang mudah untuk lo terlusuri jika lo sedang butuh informasi itu.

- Kata sandi adalah kunci, tapi kadang kunci saja nggak cukup menemukan informasi yang sedang kita cari, karena itu lo mesti punya kunci cadangan. Di sini gw menyebutnya Mind Trigger, di saat lupa kata sandi atau di saat gw lupa judul yang harus gw temukan. Gw menggunakan mind trigger untuk menemukan judul itu.
Trigger itu bisa dua macam, yaitu musik atau gambar. Contoh di saat gw mendengar musik tertentu ingatan gw akan sampai ke tempat dan waktu tertentu sehingga bisa menemukan judul / gagasan yang gw cari. Baru setelah ketemu judulnya gw bisa menemukan folder dan file-nya.

Jika Sherlock Holmes dibuat di Indonesia ( I )

By Ftrohx


Rasanya saya tahu, apa yang mesti saya tulis jika Sherlock Holmes dibuat dengan setting kota Jakarta.

Kita semua tahu, sudah banyak banget versi film, sinetron, serial drama, sampai FTV, kartun dan video games tentang Sherlock Holmes. Holmes menginspirasi banyak orang, dia menjadi legenda, dan banyak orang ingin menjadi seperti dia (saya juga salah satunya).


Dari yang saya khayalkan sang detektif adalah orang yang bebas. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau dan ketika dia melakukan sebuah pekerjaan, dia terlihat sangat keren, karena orang lain tidak dapat melakukan apa yang dia lakukan.

Saat ini ada tiga film Holmes yang terkenal yaitu Sherlock Holmes (Robert Downey Jr.), Sherlock Holmes (Benedict Cumberbatch), dan Sherlock Holmes (Elementary). Robert Downey Jr. membawa cerita Holmes kembali ke London masa lalu, sedangkan Benedict Cumberbatch adalah versi drama dari Holmes di dunia modern, dan Elementary adalah Holmes dengan setting kota Los Angeles.

Sesungguhnya, detektif di luar itu bukan hanya Holmes. Tiap kota-kota besar di seluruh dunia juga punya detektif hebat mereka sendiri. Contoh saja Tokyo punya serial TV detektif Galileo karya Keigo Higashino (13th President of Japanese Mystery Writer). Tapi kenapa tidak dengan Indonesia? Itu pertanyaannya, kita butuh sebuah ikon.

Ok, bagaimana jika detektif itu dibuat dengan nama Holmes juga sebagai pembuka jalan? Iya, kita bisa lihat Holmes dibuat versi Los Angeles kenapa tidak dibuat versi Jakarta? Kan sama saja?. 

Tanpa berbasa-basi, saya punya beberapa ide tentang Sherlock Holmes versi Jakarta. Sebelumnya saya mesti menjabarkan unsur-unsur penting dalam cerita Holmes:

- Kemampuan deduksi - Style dan Karakter sang detektif - Markas Holmes atau Baker street - Sidekick (selain Watson mungkin) - Kasus kriminal (tentu saja) - Karakter pendukung (Inspektur Lestrade, Mrs Hudson, Irine Adler, dsb.) - Karakter penjahat.

Inilah penjabarannya:

1. Kemampuan Deduksi.
Holmes memang pintar tapi dia tidak menguasai segalanya. Dia hanya menguasai hal-hal yang perlu dia kuasai dalam penyelidikan; Ilmu Psikologi, dasar-dasar penelitian, statistik, forensik dasar, matematik diskrit, dan kemampuan masalah mekanik. Sisanya adalah masalah nyali. Itu saja cukup untuk menjadikan dia detektif.

2. Style dan Karakter sang detektif.
Benedict Cumberbatch membuat Holmes jadi cowok ganteng yang cool dan sombong. Jadi mirip karakter cowok dari Boy Before Flower menurut saya. Nggak, Sherlock Holmes asli nggak seperti itu. Saya lebih suka yang asik kayak Robert Downey Jr. Tapi nggak setua dia juga. Kalau karakter anak muda gw pengen Holmes ini kayak Boy William atau Ricky Harun. Karakter yang easy going dengan wajah yang standar.

3. Markas Holmes
Nah ini kalau di Jakarta daerah mana yang cocok dijadikan setting Baker Street. Saya punya dua pilihan untuk ini, pertama daerah Kota Tua di sekitaran Jakarta Utara. Lokasi itu vintage, khas jika seorang detektif klasik buka kantor di situ. Pilihan kedua di daerah Sabang (Jakarta Pusat) belakang Sarinah. Nah, lokasi itu strategis dekat dengan pusat-pusat Bisnis dan mudah di akses keberbagai tempat dengan Busway. Daerah JakPus bisa membuat Holmes menjadi karakter yang modern seperti di BBC One itu.

4. Sidekick
Saya bosan melihat Holmes dengan Watson. Apalagi Waston di BBC One, nggak banget. Itu namanya bukan sidekick, sidekick itu membantu bukan nyusahin. Ok, jadi bagaimana jika Holmes tanpa Watson. Holmes harus mencari sidekick yang lain, yang lebih masuk akal dan mencatat banyak hal untuk Holmes. Rasanya lebih cocok jika ada seorang cewek yang menemani Holmes, yang menjadi sektarisnya?

5. Kasus kriminal
Jakarta ntuh lumbungnya kasus kriminal. Mau kasus kriminal apa aja pasti ada, dari kasus kriminal kecil sampai yang paling besar hingga yang ekstrim dan aneh sekalipun ada di sini. Tapi karena saya ingin Holmes di tonton banyak orang mending, kasus kriminal umum aja. Pembunuhan di ruang terkunci, kasus penculikan, kasus berlian yang hilang, perampokan, dan lain sebagainya. Nggak usah yang besar-besar, biarin KPK yang menangani.

6. Karakter pendukung
Inspektur Polisi Satu Lestrade adalah penyelidik kepolisian dari Polda Metro Jaya, dia mungkin orang Batak. Lalu ada Molly si dokter muda yang bekerja di RSCM, dia berencana mengambil spesialis forensik tahun ini. Mrs. Hudson adalah Ibu kosannya Sherlock, yang berlogat Jawa Tengah. Irine Adler adalah seorang DJ sexy yang biasa main di klub besar di Jakarta. Tentu saja Irine punya banyak kenalan orang dunia hitam. Banyak lagi karakter pendukungnya... bakal panjang kalau saya tulis di sini.

7. Karakter penjahat
Kalau di BBC One, James Moriarty si penjahatnya adalah konsultan kriminal, dengan usia yang tidak beda jauh. Hm, rasanya kurang greget dah? Gimana kalau Moriarty adalah mantan dosen pembimbing Sherlock Holmes di kampus? Dosen killer yang sudah membuat hidup Holmes susah, hingga terpaksa dia bekerja sebagai detektif swasta. Atau mungkin dia adalah seorang dosen muda yang tampan seperti Reza Rahardian saat jadi Habibie muda, hahaha.

Iya segini aja dulu, nanti saya lanjutin, hahaha.

.  .  .

Monday, March 17, 2014

13 Loglines James Moriarty di atas St Bartolomew's


13 Loglines James Moriarty di atas St Bartolomew's
By Ftrohx



Di episode The Empty Hearse, Holmes menyebutkan bahwa dia dan Mycroft sudah mengantisipasi 13 kemungkinan dari apa yang akan terjadi antara dia dan Moriarty di atas atap rumahsakit St Bartolomew. Sayangnya 13 kemungkinan itu tidak dia jelaskan apa saja?

jadi gw mencoba membuat deduksi sendiri tentang 13 kemungkinan atau alternatif cerita dalam bentuk Loglines yang gw yakin Mark Gatiss dan Stephen Thompson (kedua penulis Sherlock BBC One) mungkin pikirkan dalam proses kreatifnya ? Hihihihi...

1.  Moriarty sudah menyiapkan papan catur di atap St Bartolomew's, mereka lalu bermain catur seperti Grand master dalam novelnya Vladimir Nobokov. Saat mereka berdua bermain catur, tiba-tiba kamera berpindah ke Dr Watson yang kembali ke Baker street, Watson berkonfrontasi dengan pembunuh bayaran... dan seterusnya.  >> Loglines yang ini oh tidak Watson di BBC One bukan seorang petarung yang biasa berhadapan dengan pembunuh bayaran, bukan. bukan begini ceritanya.

2.  Sang detektif dan sang penjahat bernegosiasi, Moriarty bilang bahwa dia bisa membalik keadaan, dia bisa merestorasi reputasi Holmes sebagai seorang detektif dan membebaskan Watson, asal dengan satu syarat dia harus mengambil sebuah informasi penting dari Mycroft. Mereka pun berjabat tangan tak satu menit Moriarty sudah turun melalui tangga darurat dan Holmes kembali ke laboratorium. Win-win solution, tidak ada yang mati pada hari itu. >> Yang ini terlalu boring.

3.  Sherlock Holmes membuka pintu atap dan langsung menyerbu Moriarty, Holmes mendorongnya ke pinggiran gedung dan nyaris melemparnya tapi dengan teknik Judo, James Moriarty bisa melepaskan kuncian Holmes dan membantingnya ke samping... dan seterusnya. >> Tidak, tidak, Ini Sherlock Holmes bukan Rama dari film The Raid 2 Berandal. Bukan, bukan, kita harus membuat drama dengan dialog yang memorable.

4.  Holmes berlumuran darah setelah adu tembak-tembakan dengan para anak buahnya Moriarty, Holmes hanya mengenakan kaos singlet tanpa sepatu, dia berjalan sambil tangannya menggenggam erat Browning L9A1. Pintu atap terbuka dan tembak-tembakan pun kembali terjadi, Holmes berteriak-teriak mengeluarkan kata-kata kotor ala Koboi... dan seterusnya >> Salah, itu bukan Holmes melainkan Mc Clane dari Die Hard

5.  Holmes membuka pintu atap dan Dorr!! Suara tembakan terdengar, dia menyentuh perut, dia meraba, lalu melihat tangannya sudah berlumuran darah. Dia jatuh berlutut perlahan sambil menahan rasa sakit, dia menatap Moriarty seolah berkata 'Apa-apa ini?' Lalu Holmes pun jatuh terlungkup di lantai, Moriarty mendekati jasad Holmes dan seterusnya. >> Di dunia nyata penjahat menembak dulu baru bicara, tapi jika kondisinya seperti jagoannya mati tanpa adegan dramatis?

6.  Moriarty dan Holmes bicara di atas atap, Holmes memaparkan bagaimana Moriarty bisa memalsukan diri menjadi Richard Brook. Moriarty muak dengan teori Holmes, tangannya masih bergetar sambil menggenggam pistol, dia pun menondongkan senjata itu tepat di dahi Holmes. Si detektif memejamkan mata, dia berlutut di tanah dengan pasrah. Lalu waktu terlewati dengan cepat, ketika Holmes membuka mata, dia hanya sendirian karena Moriarty telah menghilang dari sana.

7.  Moriarty duduk di pinggiran atap dengan pose ala Aristoteles, tangannya menggenggam handphone dan memutar lagu "Oh nona maafkan aku, oh nona maafkan aku..." lagu klasik dari Iwan Fals, Holmes pun muncul membuka pintu, dan seterusnya. >> X : Menurut gw Iwan Fals ntuh lebih legendaris daripada The Beegees | Y : Iya kecuali lo bikin Sherlock Holmes di Indonesia?

8.  Berdiri di atas atap, Holmes memaparkan bagaimana Moriarty bisa membobol Bank, Penjara, dan Menara London sekaligus. Dia menggunakan stunt double yang berwajah persis seperti dirinya untuk berada di tiga tempat itu sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Kembaran identik, dan saat ini pun yang berada di hadapannya bukan lah Moriarty yang asli melainkan kembarannya, seperti di cerita The Prestige. >> bukan, bukan begini, ini trik murahan, ini terlalu kuno. Untuk apa elo membuat kembaran identik? jika karakter elo sendiri sudah cukup keren.

9.  Holmes berlari di tangga darurat menuju atap St Bartolomew's tiba-tiba ketika dia membuka pintu, seseorang menendang perutnya hingga dia jatuh menggelinding di anak tangga. Holmes tak sadar diri beberapa saat, lalu ketika dia mulai siuman dan membuka mata, tubuhnya sudah terikat pada kursi dan James Moriarty berada di hadapannya dengan sebuah pistol di muka. Moriarty menghitung mundur 10 detik menuju ledakan. Lalu pada hitungan ketiga dia berhenti, Moriarty melepaskan senjatanya dan bicara tentang negosiasi. Holmes harus membunuh Mycroft dan para pejabat tinggi Inggris kalau tidak Watson, Lestrade, dan Mrs Hudson akan tewas. Saat negosiasi terjadi, Holmes memiliki kemampuan deduksi yang sama dengan Moriarty, begitu pula dengan kemampuan Mind Place yang sama. Lalu Holmes menyadari bahwa Moriarty tidak pernah ada, Moriarty adalah karakter penjahat yang dia ciptakan sendiri karena frustrasinya selama ini. Lalu jika Moriarty tidak pernah ada maka yang memegang pistol bukan lah Moriarty melainkan Holmes, sang detektif lalu mengambil keputusan yang berat. Dia memutuskan untuk meledakan kepala-nya sendiri, bukan, bukan hanya kepalanya sendiri melainkan juga kepala dari Moriarty karena mereka berbagi tubuh yang sama. >> Gw tidak suka dengan trick plot twist dimana karakternya memiliki kepribadian ganda atau bertarung melawan kepribadian ganda nya sendiri. Ah itu kuno, sama membosankan dengan trick plot twist di mana pelaku pembunuhan memiliki saudara kembar yang identik.

10. Moriarty memaksa Holmes untuk bunuh diri, karena jika tidak, para pembunuh bayaran yang sudah berada di Baker Street akan menghabisi Watson dan Mrs Hudson. Tapi Holmes tidak percaya dengan ancaman itu, lagipula kadang ada hal-hal yang mesti dikorbankan untuk tujuan yang lebih besar yaitu menghentikan Moriarty, Holmes pun menubruk sang penjahat dan jatuh bersama mati di jalanan St Bartolomew's. >> Uuh dramatis, sayangnya sudah banyak film Hollywood yang memakai loglines ini, gagasan hebat namun cukup membosankan untuk kembali di ulang.

11. Holmes berasumsi bahwa kode pemusnah itu memang ada, jadi siang itu di atas atap dia harus bernegosiasi dengan Moriarty mengenai kode itu. Menukarnya dengan apapun yang Moriarty mau (yang bisa jadi adalah nyawa-nya sendiri atau Mycroft.) Tapi begitu dia sampai di atap Watson sudah berada di atas sana. Tiba-tiba "Dorr!" kepala sahabatnya itu ditembus peluru. Holmes menjadi gila dan langsung balas menembak kepala Moriarty, sang penjahat mati tapi dengan senyum kemenangan di wajahnya. >> Wah, yang ini satir. Pada akhirnya Holmes melakukan kesalahan dengan melakukan apa yang Moriarty mau, seorang jagoan harus tidak boleh membunuh lawan karena emosional.

12. Sama seperti dirinya, Holmes menyadari bahwa Moriarty juga adalah seorang psikopat. Dan seorang psikopat bisa melakukan apapun yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Holmes perlahan juga mengetahui bahwa Moriarty bukan sekedar mengatakan bahwa dirinya mirip dengan Holmes dalam cara berpikir, lebih dari itu dia menciptakan hipotesa bahwa mereka berdua adalah kepribadian dalam tubuh yang sama meski fakta nya tidak. Itu hanya imajinasi dari Moriarty, jadi Holmes memprediksi bahwa Moriarty akan membunuh dirinya sendiri siang itu untuk mengalahkan Holmes tapi sebaliknya Moriarty lah yang menduga bahwa Holmes akan melaksanakan bunuh diri untuk menyelamatkan temannya. Mereka berdua sama-sama menunggu siapa yang akan bunuh diri duluan, namun tidak terjadi apa-apa sehingga mereka pulang ke rumahnya masing-masing. >> cerita panjang yang absurd.

13. Terakhir, ini adalah alternatif yang paling keren menurut gw.
Jadi siang itu Holmes menerima sms dari Moriarty untuk pergi ke atap, dia pun berjalan melalui tangga darurat menuju ke sana. Namun ketika membuka pintu di lorong, tiba-tiba kepalanya dipukul oleh seseorang dari belakang. Dia terjatuh, namun sebelum tak sadarkan diri dia melihat wajah Watson yang merupakan pelakunya. Beberapa jam kemudian Holmes tersadar di ruang inap pasien bersama dengan Molly. Holmes menanyakan "Apa yang terjadi? Di mana Watson? Bagaimana dengan Moriarty?" dan sebagainya namun Molly tidak langsung, pelan-pelan dia pun menjelaskan apa yang terjadi bahwa justru Watson lah yang naik ke atap bertemu dengan Moriarty. Lalu kelanjutan ceritanya di deduksi Holmes secara visual. Watson mengadakan perjanjian dengan Moriarty, bahwa jika dia mati maka Holmes akan dibiarkan selamat. Karena Watson lah yang mengambil tindakan, dia melompat bunuh diri dari St Bartolomew untuk menyelamatkan Holmes dan yang lainnya. Lalu bagaimana dengan Moriarty, dia pergi begitu saja dengan mudah. Membiarkan Holmes menderita dengan segala konklusinya. >> Coba anda bayangkan jika Watson lah yang tewas bunuh diri dalam kisah Reichenbach Fall, Apa jadinya cerita Sherlock Holmes tanpa Watson? Apa yang akan dilakukan Holmes selanjutnya ? Siapa yang akan jadi sidekick-nya dan seterusnya. Hahahaha... sebuah tragedi.


Saturday, March 15, 2014

Detective Is A Rockstar ( II )

Detective Is A Rockstar ( II )
By Ftrohx


Akhirnya setelah empat tahun yang lalu gw menulis judul ini, kembali gw baru melanjutkan tema ini "Detective is a Rockstar"

Jauh sebelum JK Rowling menerbitkan Cuckoo's Calling dan menghadirkan Detective Comoran Strike, Gw sudah punya ide ini duluan.

Bahwa Detective ibarat seorang Rockstar, dia punya idealisme sendiri dan hidup dengan idealisme yang dia pilih.

Sama seperti detective sungguhan, penulis cerita detektif atau crime thriller juga hidup dalam idealisme nya sendiri.

Tak peduli pasar atau lebih tepatnya penerbit meminta apa, penulis cerita detektif tetap menulis tentang detektif, karena dia tahu, karena dia yakin suatu saat karya-nya pasti akan dilihat banyak orang.

Bicara tentang gw sendiri, gw sudah mulai menulis cerita detektif atau crime thriller sejak tahun 2011-an.

Sempat mandek pada projek pertama, lalu gw beralih ke projek lain yaitu novel 1031 bersama Ariza.

Alhamdulillah kami berhasil merampungkannya, meski ditolak oleh sebuah penerbit major. Tapi syukurnya kami membuku-kannya lewat self publisher.

Mengingat kemarin 2013 adalah tahun di mana novel pertama gw ditolak, Gw tahu masih banyak kelemahan pada novel itu.

Tahun 2013 juga adalah tahun gw jatuh pada banyak hal, ada yang datang dan ada yang pergi. Ada masa-masa bahagia dan ada masa-masa sedih pada akhir tahun tersebut.

Tahun 2013 adalah tahun dimana gw terlalu banyak memikirkan cewek. Dan tidak berhasil tentu saja. Tahun dimana gw benar-benar tidak fokus. Gw terlalu banyak keinginan sehingga tidak ada satupun yang gw dapat.

Gw ingin menulis ini, ingin menulis itu. Gw coba-coba romance padahal dunia gw bukan di situ.

Lalu tahun pun berganti, Januari gw mencoba melepaskan semuanya.

Gw bertemu dengan nama-nama penulis baru, gw belajar hal-hal baru.

Lalu pada Febuari kemarin, gw menemukan satu nama penulis yang secara kebetulan muncul saat gw mengetik sebuah kata kunci di Google. Cerpen yang pertama gw temukan dari dia berjudul "Lukisan Jenderal Raib"

Gw baca itu Wah, keren nih mengingatkan gw akan Es Ito penulis novel thriller Negara Kelima.

Lalu gw search lagi, ternyata bukan satu cerpen bertema crime thriller yang dia tulis.

Ternyata banyak ! Hahahaha...

Kemana aja gw selama ini tidak mendeteksi penulis bernama Fandi Sido. (Mungkin karena 2013 kebanyakan mikirin cewek jadinya nggak mendeteksi penulis cerita detektif yang sama seperti gw.)

Yang bikin gw kesal sama diri gw sendiri adalah... selama ini gw meriset penulis-penulis crime thriller atau cerita detektif dari beberapa komunitas penulis. Pertama gw membuka kemudian.com di sana gw hanya menemukan beberapa nama, dan itupula cerita detektif-nya rada kekanak-kanakan atau teenlit detective. Tidak ada detektif serius yang gw temukan di sana. Begitupula dengan situs Net Detective Indonesia, situs komunitas detektif amatir dan pembaca cerita detektif terbesar di Indonesia. Gw nggak menemukan ada yang spektakuler di sana, hanya anak-anak muda dengan hobi baca komik detektif conan itu aja.

Tapi di Kompasiana, gw menemukan Fandi Sido, anakmuda ini bukan cuma nulis cerpen bertema detektif tapi juga menulis serial detektifnya sendiri di kompasiana. Luarbiasa, untuk ukuran anakmuda Indonesia tulisannya bagus-bagus semua. Dia menulis serial detektif Adam Yafrizal, biasa tiap kasus terdiri dari 6 sampai 8 cerpen. Di antaranya favorit gw adalah kasus Kematian Ganda, Kasus Sandi Moze, Kasus Kursi berkaki tiga, dan Kasus Koloni.

Melihat banyak cerpen yang dia upload di kompasiana, menjadi pukulan tersendiri ke hati gw.

"Kemana aja elo selama ini Troh? Mikirin cewek mulu sih elo?"

Iya, harusnya selama tahun 2012 sampai 2013 kemarin gw bertindak seperti Fandi Sido, menulis ya menulis saja, nggak usah dengarin omongan orang, nggak usah dipikirin mau bagaimana.

Menulis aja nggak usah dipikirkan apa orang suka atau tidak suka, menulis aja nggak usah dipikirkan ada yang komen atau tidak, menulis aja nggak usah peduli apa ada yang baca atau tidak.

Karena tulisan elo idealis, karena tulisan elo hanya sedikit yang main di genre itu (terutama di Indonesia).

Karena meski sedikit ataupun banyak yang baca tulisan elo, mereka akan jadi fans yang sangat loyal.

Friday, March 14, 2014

Alegori Reichenbach Fall ( IV )



Alegori Reichenbach Fall ( IV )
Sherlock Holmes: BBC One versus Hollywood
By Ftrohx


Sherlock Holmes sebenarnya hanya sebuah cerita biasa, tergantung siapa yang mengadaptasinya.

Ah, seperti halnya Batman, super-hero tanpa kekuataan super dengan simbol seperti kalelawar itu. Persis komiknya anda bisa bilang sangat culun, bedanya dengan Superman hanya warna sayapnya yang hitam dan topeng yang menutupi mukanya, tapi sama-sama pakai celana dalam diluar, bedanya dia pakai celana dalam warna gelap.

Tapi lihatlah saat dibuat versi the movie tahun 1989 oleh Tim Burton, dan Batman Begin tahun 2004 oleh Christopher Nolan. Mengubah image dari kartun culun menjadi kisah ksatria bertopeng yang epic.

Begitu juga dengan Holmes, banyak adaptasi Film maupun FTV dari Sherlock Holmes. Ada yang menjadikan Holmes sebagai detektif yang dekat dengan anak-anak. Ada yang menjadikan Holmes seorang psikopat yang serius, ada yang menjadikannya flamboyan seperti James Bond, dan ada yang menjadikannya karakter ganteng seperti Edward Cullen. Tapi saya tidak akan membahas semuanya karena yang saya tonton cuma dua saja, Holmes versi Robert Downey Jr. (Hollywood) dan Holmes versi Benedict Cumber (BBC One) Ah, ini pasti yang kalian tunggu?






Holmes versi Benedict Cumberbatch adalah adaptasi Holmes di dunia modern, Holmes adalah seorang pemuda eksentrik yang menciptakan pekerjaannya sendiri yaitu satu-satunya konsultan detektif (yang dia bilang paling orisinal di dunia.) Holmes di sini dia suka menggunakan handphone, dan dia punya ciri khas yaitu jurus Mind Palace, dimana dia menvisualisasikan semua hal/memori dari otaknya untuk menemukan petunjuk kasus kriminal. Dan tentu saja Sherlock Holmes tidak lengkap jika tanpa rivalnya James Moriarty.

Moriarty di versi BBC One adalah konsultan kriminal (versi kebalikan dari Holmes yang konsultan detektif.) Moriarty sama geniusnya dengan Holmes. Dia punya jaringan kejahatan sendiri, dan Moriarty juga sama mudanya dengan Holmes.

Moriarty punya ego yang tinggi, dia kadang menganggap dirinya terlalu genius dan mudah bosan dengan segala sesuatu. Kecuali Holmes yang katanya sebagai "The best distraction I ever have." Moriarty ahli dalam menduga apa yang akan terjadi, dan dugaannya selalu tepat. Sampai-sampai dia selalu berkata kepada Holmes "You're disappointed, Ah disappointed of you." Moriarty di sini emosional, dia ingin segala berlangsung cepat, dia ingin segalanya harus terjadi seperti apa yang dia inginkan.

Ok, langsung saja ke Reichenbach Fall.

Di versi BBC One, Reichenbach adalah lukisan Air Terjun Raksasa yang dibuat Turner pada tahun 1804 (seperti yang saya jelaskan di catatan sebelumnya.) Lukisan tesebut dicuri oleh Moriarty, dan Holmes merestorasinya kembali ke Museum.  Kasus lukisan Reichenbach membuat Holmes menjadi terkenal di media, terlebih setelah penangkapan Moriarty di Tower of London. Namun itu hanyalah awal dari sebuah tragedi.

Kasus selanjutnya muncul yaitu penculikan anak seorang duta besar. Lalu setelah anak itu ditemukan, anak itu berteriak trauma melihat wajah Holmes. Sang detektif pun dituduh sebagai penculik dari anak tersebut. Kasusnya menjadi terbalik Holmes dibuat oleh media massa sebagai karakter antagonis. Iya, seperti dalam cerita canonical karya Micheal Dibdin (di catatan saya sebelumnya.) sang jagoan diubah image-nya menjadi sang penjahat. Bahkan Watson pun bertanya-tanya apakah kasus-kasus yang dikerjakan oleh Holmes selama ini adalah palsu? Apakah Holmes tidak benar-benar sehebat itu? Di saat rekannya mulai ragu, secara tiba-tiba Scotland Yard datang ke Baker Street untuk menjemput Holmes dengan dakwaan penculikan tersebut. Tapi Holmes berhasil meloloskan diri, bersama dengan Watson dia mencari jurnalis yang menulis kisahnya (atau lebih tepatnya memfitnah dirinya) di media massa. Saat jurnalis tersebut ditemukan, di sana dia juga menemukan Moriarty. Sang Jurnalis bilang bahwa Moriarty berada di sini untuk mengakui bahwa dirinya hanyalah seorang aktor theater yang dibayar oleh Holmes sebagai Moriarty, nama aslinya adalah Richard Brook.  Holmes sangat marah, semua kisahnya diputarbalikan oleh Moriarty. Semua kenyataan yang dihadapinya selama ini seolah menjadi sebuah cerita fiksi yang palsu pula.

Klimaks pun sampai saat Watson sedang berada di laboratorium nya Molly dan mendapati sms bahwa Mrs. Hudson sekarat karena di serang oleh seseorang. Tapi Holmes tidak beranjak,dia punya pekerjaan lain yang harus diselesaikan sendirian. Tak lama setelah Watson pergi sebuah pesan dari Moriarty muncul di layar handphone-nya, untuk bertemu di atap Rumah Sakit.

Siang itu mereka bertemu, berbeda dengan versi-versi sebelumnya dari Sherlock, adegan Reichenbach selalu menggunakan suasana dramatis. Kalau tidak gemuruh air terjun pasti kilitan-kilitan petir yang bertautan dengan suara diikuti suara seperti hujan bom. Tapi di Sherlock versi BBC One, klimaks-nya dibuka dengan soundtrack 'Staying Alive' - The Bee Gees dari handphone James Moriarty, seumur hidup saya nggak pernah kepikiran Moriarty si Raja dunia hitam London suka mendengarkan lagu Bee Gees?? Suasana langit-nya cerah, tidak seperti yang sebelum-sebelumnya yang kelam dan dramatis, mereka juga tidak berdiri di mulut jurang air terjun raksasa melainkan di atap rumah sakit.

Lalu eksekusinya pun di mulai, semua begitu sederhana. Tidak ada teka-teki yang rumit, ngapain memikirkan yang rumit, karena semua orang sudah berpikir rumit. Holmes juga berpikir terlalu tinggi dengan teori-teorinya. Dan Moriarty pun ngamuk berteriak di wajah Holmes "Dasar GOBLOK, tidak ada kunci, tidak ada kode yang mengubah dunia."

"Lalu bagaimana kau..." ucap Holmes.

"Perampokan biasa!" potong Moriarty, "Yang elo butuhkan cuma seorang partisipan." Secara visual semuanya pun terjelaskan; bagaimana dia bisa membobol Tower of London, Bank of England, dan Pentoville Prison dalam waktu yang bersamaan. Setelah penjelasan itu, Moriarty pun memaksa Holmes untuk bunuh diri. Karena jika tidak dia (tepatnya para pembunuh bayarannya) akan membunuh Watson, Mrs Hudson, dan Inspektur Lestrade sekaligus.

Holmes pun bernegosiasi dengan Moriarty, dia akan melakukan apapun untuk membebaskan teman-temannya. Iya, Moriarty pun bilang bahwa dia dan Holmes itu mirip dalam banyak hal. Dia bisa mengambil keputusan apapun yang mustahil orang lain lakukan. Moriarty pun menjabat tangan Holmes, "Jika gue tetap hidup, lo punya kemungkinan untuk menyelamatkan teman-teman elo." Dan tiba-tiba tangan kirinya mengeluarkan pistol dan BOOM!!!

Moriarty membunuh dirinya sendiri.

Lalu endingnya Holmes dengan sangat terpaksa melakukan tindakan bunuh diri dengan melompat dari atap rumah sakit, setelah sebelumnya menelpon Watson dan memintanya memberitahu seluruh dunia bahwa dirinya adalah detektif palsu. Mungkin bagi penonton lain / penonton awam, mereka akan bilang 'Wah kreatif banget' atau 'Inovatif, akhir yang tidak terduga.' Tapi bagi saya ini sama klasik-nya dengan novel Seven Percent Solution (1974) dari Nicholas Meyer dan novel Fight Club (1995) dari Chuck Palahniuk (yang telah saya jelaskan di catatan sebelumnya.)

Apakah berhasil? Iya menurut saya cukup berhasil, sutradara dan penulisnya sukses membuat alur yang cepat. Dan tidak ribet, tentunya dengan penjelasan-penjelasan Holmes mudah dicerna oleh orang awam. Sayangnya di versi modern ini Moriarty tidak spektakuler seperti yang versi asli Arthur Conan Doyle, Iya Moriarty hanyalah penjahat biasa yang cukup pintar untuk mengelabui penonton awam, cukup untuk memberi kejutan yang tidak terduga tapi tidak se-spektakuler.

. . .


Lalu bagaimana dengan Sherlock Holmes dan James Moriarty versi Hollywood? Yang diperankan oleh Robert Downey Jr. dan Jared Harris.




Ah, serius sebenarnya film ini tidak layak untuk di tonton di bioskop, kenapa? Karena klimaks-nya terlalu rumit untuk orang awam. Orang awam seperti saya harus nonton berkali-kali untuk mengerti apa yang terjadi dalam pertarungan mental antara Sherlock Holmes dan James Moriarty di tepi jurang Reichenbach Fall.

Jika saya boleh bilang; Inilah yang seharusnya terjadi pada Sherlock Holmes (1894) Final Problem, inilah pertarungan yang seharusnya dituliskan oleh Sir Arthur Conan Doyle. Yang sayangnya mungkin ide nya belum sampai ke sana. Atau jika saya analogikan Sherlock Holmes: Final Problem (1894) ibarat film Batman (1989) karya Tim Burton, sedangkan Sherlock Holmes: Game of Shadow (2011) karya Guy Ritchie ibarat Dark Knight (2008) karya Christopher Nolan. Nah loh rada ribet penjelasan saya. Atau sederhana-nya James Moriarty versi Arthur Conan Doyle adalah Joker (1989) yang diperankan Jack Nicholson, sedangkan Moriarty versi Guy Ritchie adalah Joker (2008) yang diperankan Heater Ledger. 

Saya tidak ingin membahas panjang lebar tentang film-nya, langsung saja saat Sherlock sudah sampai di Reichenbach Fall.

Reichenbach adalah sebuah Villa elit di pegunungan Alpen Swiss, dengan pemandangan air terjun raksasa di bawahnya. Di sana diadakan sebuah Gala dinner, sebuah pesta para bangsawan dan elit penguasa dari seluruh penjuru Eropa. Kata Holmes "Jika terjadi kesalahan atau konflik kecil saja di sini, bisa menyebabkan Perang Dunia I" Dan di sana tujuan Moriarty adalah untuk menciptakan perang tersebut, perang dalam skala industri. Karena Moriarty sendiri di sini adalah Pengusaha besar industri senjata api yang menguasai jaringan persenjataan di seluruh Eropa. Dengan terjadi perang besar dia bisa mengeruk keuntungan yang juga lebih besar, begitu motivasinya.

Di sana seseorang pembunuh bayaran dari Jerman menyamar menjadi seorang duta besar. Namun Holmes tidak bisa menghentikannya karena sang detektif sendiri harus bertarung dan menghentikan Moriarty, kepala dari semua kejahatan saat itu juga. Jadi masalah pembunuh yang menyamar di antara para duta besar dia serahkan pada Watson dan seorang temannya.

Sementara itu di beranda Villa yang berhadapan langsung dengan Air Terjun Raksasa 'Reichenbach' Holmes mengkonfrontasi Moriarty dalam permainannya. Sebuah permainan catur yang akan menyelesaikan semuanya.

Mirip dengan skenario Final Problem, hanya saja sambil memindahkan bidak-bidak catur. Holmes dan Moriarty membuka kartu masing-masing, mereka mengungkap strategi untuk menghentikan lawan-lawannya. Holmes punya dua bishop yang sedang bekerja di dalam Villa yaitu Dr. Watson dan rekannya, begitupula dengan Moriarty yaitu Col. Moran dan rekannya yang menyamar. Adegan dari permainan catur metafora dari konflik yang terjadi di dalam Villa. Namun Dr. Watson berhasil menghentikan percobaan pembunuhan duta besar tersebut, tapi sang pelaku sebelum di bawa keluar tiba-tiba dia ditembak oleh Col. Moran.

Lalu Moriarty berkata bahwa Holmes kehilangan bidak catur yang sangat penting, namun sang detektif menjawab terkadang dibutuhkan pengorbanan untuk memenangkan sebuah permainan. Namun Moriarty sudah tidak berminat lagi bermain catur, dia sudah menang, dia mengatakan bahkan telegram yang dikirim Holmes ke badan Intelijen Inggris tidak menghentikan langkahnya berada di sini. Semua sudah dia kendalikan.

Moriarty pun beranjak meninggalkan Holmes.

Tapi sang detektif menghentikan kaki sang Raja kriminal. Tanpa menggerakan bidak catur yang ada di meja, Holmes menyebutkan langkah-langkah bidak selanjutnya. Holmes pun mengungkap apa yang telah dia lakukan. Bahkan orang sebesar Moriarty pun bisa memiliki kelemahan, kerajaan kriminalnya yang begitu besar tidak mampu dia pikirkan sendiri, dia butuh catatan untuk mengawasi harta dan perbendaharaannya. Dan Holmes melihat catatan itu dalam penyelidikan-penyelidikan awal terhadap Moriarty, sebuah note kecil dengan sampul merah yang mencatat semua rekening dan kotak deposito Moriarty.  Di saat lengah, Holmes mengambil note merah itu. Dia pun berhasil mengirimnya ke Scotland Yard, dan kepolisian pun berhasil membekukan harta-harta Moriarty yang ada di London.

Hanya ada satu solusi untuk permasalahan ini, Moriarty harus membunuh Holmes sekarang.

Dalam benak Holmes dia mengantisipasi apa yang akan terjadi, dia melihat tindak Moriarty selanjutnya. Ke mana arah pukulannya, apa yang bisa dia lakukan dengan hanya satu tangan karena bahu-nya terluka akibat pertarungan sebelumnya. Tapi Moriarty juga memiliki kemampuan itu melihat apa yang terjadi di masa depan, jadi meski belum ada yang mengambil langkah tapi dalam pikiran masing-masing mereka telah bertarung. Dan Holmes telah kalah, karena bahu sebelah kanan-nya yang masih terluka parah. Sang detektif melihat sendiri jasadnya yang jatuh ke dasar jurang. Tapi itu hanya ada dipikiran, kenyataannya masih ada satu solusi yang bisa dia lakukan untuk menghentikan Moriarty. Di saat lengah akibat abu rokok yang ditiupnya ke muka Moriarty, Holmes langsung mengapit lengahnya ke tubuh Raja dunia hitam. Dia menguncinya, dan pintu pun terbuka. Watson sudah terlambat, dia melihat sahabatnya yang jatuh bersama dengan Moriarty ke Air Terjun Raksasa Reichenbach. 
.  .  .

Ok, kalau dibandingkan. Kedua film Holmes ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Reichenbach Fall versi Hollywood, alurnya lebih rumit dan ada beberapa scene yang terlihat lambat. Iya pekerjaan detektif memang selalu lambat dan membosankan. Tapi dia punya unsur-unsur yang layak sebagai film action, puncak pertarungan kepalan tinju antara Holmes dan Moriarty hingga akhirnya mereka jatuh bersama-sama ke dalam jurang.

Sedangkan BBC One, Adegan klimask-nya berlangsung lebih cepat, mulai dari konfrontasi, negosiasi, sampai dengan aksi bunuh diri. Ini membuat penonton terus melek dan tidak menguap saat menonton. Tapi kekurangannya, plot kriminal dari Moriarty terlalu sederhana, dan endingnya tidak ada pertarung fisik yang menjadikan film ini hanyalah sebuah drama.

Kesimpulan:
No offensse dari dulu sampai sekarang saya masih memlih Robert Downey Jr. sebagai Sherlock Holmes terbaik dekade ini ! Hihihihi...

.  .  .


Ilustrasi :
Sherlock BBC One , sumber networkknowledge.tv
Sherlock - Robert Downey Jr. , sumber bakerstreet wikia.com


Thursday, March 13, 2014

Alegori Reichenbach Fall ( III )




Alegori Reichenbach Fall ( III )
By Ftrohx


Menurut saya akan lebih asik jika Sherlock Holmes tamat cukup di Final Problem (1894) daripada harus dilanjutkan sampai Return of Sherlock Holmes: Kasus Empty House (1905) apalagi sampai ke His Last Bow (1917)

Cukup berakhir di Final Problem maka dia sudah sukses menjadi legenda.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, sebuah ketidaktahuan menciptakan misteri, sebuah misteri menciptakan fantasi, dan tentu saja orang-orang lebih suka berfantasi daripada mengetahui sebuah kebenaran yang membosankan.

Bayangkan saja semua berakhir di Air Terjun Raksasa itu, tanpa ada petunjuk kecuali jejak kaki Holmes dan orang kedua yang menghilang di mulut jurang Reichenbach?

Apa yang bisa terjadi dengan informasi yang hanya sedikit? Asumsi-asumsi Dr. Watson belum tentu benar. Mungkin bisa jadi kita punya hipotesis-hipotesis yang jauh lebih baik dan lebih mendekati kebenaran daripada Dr. Watson?

Fakta bahwa seumur hidup di versi asli Sherlock Holmes dari Sir Arthur Conan Doyle, Watson tidak pernah melihat seperti apa wujud fisik dari Profesor Moriarty. Dia tidak pernah bertemu apalagi berkonfrontasi secara langsung dengan sang Raja dunia hitam, kecuali hanya dari narasi-narasi Holmes yang ambigu itu.

Bagaimana jika selama ini Profesor Moriarty tidak pernah ada? Bagaimana jika Sherlock Holmes hanya mengarang saja untuk membuat takjub Watson dan kepolisian di London? Atau yang lebih parah lagi "Bagaimana jika Moriarty adalah kepribadian ganda dari Sherlock Holmes?" Tentu saja kita tidak bisa mengambil kesimpulan dari sekedar asumsi, tapi faktanya bahwa selama ini Holmes tidak pernah bekerja sendirian. Sherlock Holmes punya jaringan yang terkenal yaitu Baker Street Irreguler alias Homeless Network.

Dengan Baker Street Irreguler, Holmes punya cukup pasukan. Dia punya banyak loyalis, dia punya banyak pengikut, dia punya banyak murid. Anak-anak muda yang menggelandang di jalan dia didik menjadi pasukan informan yang setara dengan para agen MI6 United Kingdom.

Syukurnya Sir Arthur Conan Doyle tidak memikirkan sampai sejauh itu.

Meski begitu seorang penulis dari Portland Oregon - Chuck Palahniuk, mengetahui fakta-fakta ini dan mengubahnya. Bagaimana jika musuh terbesar si jagoan selama ini adalah dirinya sendiri. Bagaimana jika Moriarty itu tidak pernah ada tapi dia berkhayal bahwa Moriarty ada. Lalu untuk membunuh Moriarty dia harus membunuh dirinya sendiri. Tentu saja dengan cara yang spektakuler, jatuh dari ketinggian, jatuh dari langit tertinggi di Eropa yaitu Reichenbach Fall.

Tentu saja, Reichenbach Fall-nya alegori. Air Terjun Raksasa itu bisa diganti dengan gedung pencakar langit yang merupakan tempat strategis bagi perekonomian sebuah negara. Deru air itu bisa diganti dengan api dari ledakan nitrogliserin, dan mati dengan jatuh dari ketinggian bisa diganti dengan meledakan kepala sendiri pakai revolver 9mm. Dan Baker Street Irreguler berganti nama jadi Klub Petarung (alias Fight Club)

Bukan-bukan, itu bukan ide awalnya Chuck Palahniuk, yang menemukan ide ini adalah Micheal Dibdin seorang penulis asal Irlandia yang membuat novel Canocial (atau kalau kata anak jaman sekarang Fan fiction) yang berjudul The Last Sherlock Holmes (1979) dua dekade sebelum Fight Club, sayangnya si Dibdin ini tidak sukses tentu saja karena dia memakai nama yang sama Holmes coba diganti nama lain? Berkisah tentang kasus terakhir Sherlock Holmes yang memburu Jack the Ripper yang ternyata merupakan Prof. Moriarty, lalu di kasih twist lagi bahwa Moriarty itu tidak ada yang ada hanyalah Sherlock, Moriarty adalah sisi gelap dari sang detektif yang menguasai dirinya dan dunia hitam London. Apa yang harus dia lakukan? Tentu saja untuk membunuh Moriarty, Holmes harus bunuh diri. Bagaimana dia bunuh diri? Yang dramatis iya melompat dari Reichenbach Fall. Sayangnya novel tahun 1979 ini tidak sukses, semua orang (para fans Holmes) tidak suka sang detektif berakhir dengan menyedihkan ! Hahahaha... Coba karakter Holmes diganti menjadi junkiez modern bernama Tyler Durden. Tentu saja Chuck Palahniuk sukses dengan itu, sampai-sampai Brad Pitt dan Edward Norton bermain dalam versi adaptasi filmnya.

Kembali lagi ke masalah 'Final Problem' beda dengan kasus-kasus Holmes yang lain. Hampir 90% kasus yang ditangani Sherlock Holmes adalah domestic violence, beberapa ada masalah penipuan dan perampokan. Tapi tidak sebesar begitu memasuki kisah Final Problem, Empty House, dan Valley of Fear. Di mana kasusnya seolah begitu besar, masalah genting sebuah negara meski tidak di deskripsikan detail apa masalah yang penting itu?





Bagaimana jika Sherlock Holmes bukan detektif super, dia hanya seorang detektif biasa, dia hanya seorang 'Jack of all trader' seorang penggangguran tapi cukup pintar untuk membereskan sebuah masalah kriminal. Holmes adalah Junkies yang frustasi selama berbulan-bulan dia tidak mendapatkan klien, dia pun kecanduan Cocain, hingga dengan sangat terpaksa menghilang dari kehidupan sosial kota London. Final Problem dan Empty House dibuat oleh Watson untuk menutupi Aib Sherlock Holmes, sahabatnya yang jatuh dalam dunia narkoba yang ironisnya selama ini dia buru. Lalu kemana Holmes menghilang selama 3 tahun itu? Dalam novel 'Seven Percent Solution' Nicholas Meyer dia membuat Holmes menjalani terapi anti-narkoba selama 3 tahun menghilang bersama dengan Dr. Sigmund Freud (buset dah, mungkin terdengar agak maksa). Lalu bagaimana dengan Professor Moriarty? Karena Sherlock Holmes cuma detektif swasta biasa dengan segala kesusahan hidupnya, berarti Moriarty juga cuma orang biasa, dia adalah guru Matematik yang galak di Sekolahnya Holmes dulu. Namun karena Holmes pernah mengalami trauma sewaktu kecil yaitu kedua orang tuanya yang terbunuh, dan saat kisah Final Problem di tulis Holmes sedang kecanduan Narkoba, Maka dia berkhayal bahwa orang tuanya tewas terbunuh oleh Moriarty sang Raja dunia hitam. Masuk akal juga sih, karena gw sendiri juga kenal teman penulis yang berlebihan bercerita tentang temannya yang hebat lah, yang inilah yang itulah, padahal temannya cuma seorang bocah biasa. Hanya saja diceritakan secara lebay.

Lalu bagaimana dengan Reichenbach Fall? Jika Moriarty hanyalah seorang guru SD maka Reichenbach Fall cuma photo/gambar di koran mengenai sebuah lukisan yang sedang di pamerkan di Museum London. Atau mungkin Reichenbach Fall hanyalah alegori, bagaimana Holmes bertarung melawan kecanduannya terhadap Narkoba.

.  .  .

Ilustrasi : Cover novel Seven Percent Solution , sumber wikipedia.org

Wednesday, March 12, 2014

Alegori Reichenbach Fall ( II )



Alegori Reichenbach Fall ( II )
By Ftrohx


Di tahun 1804 seorang pelukis bernama Turner, membuat sebuah lukisan spektakuler, lukisan yang berharga sangat mahal, lukisan yang menjadi catatan sejarah yaitu Reichenbach Fall.

Sebuah lukisan tentang air terjun raksasa dengan sungai berkelok dan bebatuan cadas di sekitarnya. Reichenbach Fall terlihat angker dengan aksen pepohonan kering yang meranggas di pinggiran sungai, pepohonan kering itu seperti patahan tombak-tombak dari peperangan besar abad pertengahan.





Dan Arthur Conan Doyle menjadikan Reichenbach sebagai tempat dari puncak pertarungan antara Sherlock Holmes dan Prof. Moriarty.

Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya bahwa, beberapa ahli sejarah bilang bahwa Reichenbach hanyalah air terjun raksasa khayalan, namun yang lain percaya bahwa Reichenbach itu nyata. Saya sendiri tidak tahu pasti yang mana yang benar, tapi saya percaya bahwa alegori dari Reichenbach Fall dan pertarungan antara dua raksasa itu berhasil menjadi legenda.

Selama beberapa hari ini saya mencoba untuk berpikir apa yang dilakukan Conan Doyle, darimana dia mendapatkan ide brilliant mengenai pertarungan di mulut jurang dari air terjun raksasa itu?

Tema-tema pertarungan antara dua pendekar sakti di tepi air terjun biasanya berasal dari legenda-legenda China atau Jepang. Tapi darimana tepatnya, karena saat itu dia menulis (Final Problem) pada tahun 1890-an? Zaman itu belum ada akses informasi yang mudah seperti sekarang, sekalipun ada sebuah naskah Asia (zaman itu belum ada google translate?) dan zaman itu orang barat masih terlalu egois dengan kebudayaannya?

Ok, akan banyak spekulasi tentang itu dan saya juga masih melakukan penelitian.

Bicara tentang asal-usul Reichenbach, jelas bahwa cerita Final Problem ini adalah akhir dari Sherlock Holmes, setidaknya begitulah tujuan awalnya dibuatnya cerita ini oleh Conan Doyle. Meski satu dekade kemudian dia membangkitkan lagi detektif itu dengan judul Return of Sherlock Holmes (1905) dengan kasus The Empty House.

Jujur dari pandangan saya sendiri, tidak semua sequel dari cerita yang keren itu akan bagus. Empty House hanyalah berisi sedikit penjelasan apa yang terjadi di Reichenbach saat Watson pergi meninggalkan Holmes sendirian. Muncul Prof. Moriarty dan mereka pun bertarung, Holmes beradu mental dengan sang Raja dunia hitam. Yang sayangnya sama seperti Final Problem (1894) kasus Empty House juga tidak menjelaskan seperti apa pertarungan mental antara kedua raksasa tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa Moriarty begitu luarbiasa bla bla bla... tapi tidak dijelaskan apa teknik 'Apa yang dia lakukan Moriarty?' hingga menjadi Raksasa seperti itu?

Mungkin Arthur Conan Doyle punya ide yang sangat tinggi, saking tingginya sampai-sampai dia tidak mampu menuliskannya. Iya sama seperti saya, saya juga punya banyak ide brilliant yang sayangnya saya sendiri sulit menuangkan ide visual di otak saya ke bentuk tulisan. Mungkin sindrom itu yang di alami Sir Arthur?

Kemungkinan lain, dia ingin menuliskan sesuatu, sesuatu yang canggih tapi dia belum mempelajari ilmu tersebut. Ada situasi seperti ini lo menciptakan karakter seorang penyelaman yang biasa berpetualang mengunjungi spot-spot menyelam yang sangat indah. Namun anda tidak tahu bahasa penyelamnya, anda tahu visual/bayangan dari keindahan dasar laut namun anda tidak tahu nama-nama biota lautnya. Mungkin itu pula yang dialami Sir Arthur, dia tahu Moriarty adalah seorang ahli matematik yang mengaplikasikan ilmu matematik dalam praktek kejahatan. Tapi karena ilmu itu terlalu rumit untuk dijabarkan dalam cerita fiksi yang dibaca kalangan umum maka dia membuangnya detailnya dari cerita dan mengalihkan pembaca kepada deskripsi Air Terjun Raksasa Reichenbach.

Syukurnya ide itu berhasil.

Sebuah Alegori, sang detektif Holmes berada di mulut jurang yang sangat dalam, dia tahu jika dia jatuh dia tidak akan kembali.

Dia tahu sehebat apapun dia, dia tidak akan selamat dari sana. Namun sang detektif harus mengambil keputusan, satu-satunya cara untuk menghentikan kejahatan adalah dengan mengunci tubuhnya dan jatuh bersama Moriarty.

Inti dari Reichenbach Fall adalah pengambilan sebuah keputusan yang sangat sulit, sebuah maut yang tak bisa dihindari, sebuah keputus-asaan bahwa semua yang memiliki awal pasti akan memiliki akhir. Tapi Arthur Conan Doyle tidak ingin akhir yang biasa-biasa saja, dia ingin sebuah akhir yang dramatis seperti seorang samurai yang memilih mati di penggal oleh lawannya daripada mati karena sakit di kamar tidur.

.  .  .

Ilustrasi : Big Reichenbach Fall - Karya Turner , sumber wikipedia.org

Tuesday, March 11, 2014

Alegori Reichenbach Fall ( I )

Alegori Reichenbach Fall ( I )
By Ftrohx


Banyak detektif di Abad 18, 19, dan 20 yang begitu luar biasa, banyak detektif yang memecahkan kasus pembunuhan super-rumit. Tapi Kenapa justru Sherlock Holmes lah yang paling terkenal?

Karena Holmes lebih dari sekedar detektif tentunya. Holmes adalah karakter super-hero, prototype dari semua karakter super-hero Hollywood yang ada sekarang.

Dan yang membuat cerita Sherlock Holmes menjadi luar biasa adalah karena Holmes memiliki musuh yang 'Overwhelming' yaitu Prof. James Moriarty si penguasa dunia hitam London.

Saya juga melakukan penelitian terhadap detektif-detektif lain. Semisal Hercule Poirot dan Superintendent Battle karya Agatha Christie, kebanyakan para detektif ini bekerja hanya untuk sendiri, untuk masalah-masalah personal (pembunuhan karena harta warisan atau pembunuhan karena kecemburan, dst.) Begitu pula dengan Amelia Butterworth karya Anna K. Green, juga Rourotabille karya Gaston Leroux. Kasus-kasusnya benar-benar luar biasa, spektakuler seperti labirin yang dibuat oleh jawara Arsitektur. Tapi mereka juga fokus pada masalah personal bukan kriminal secara luas.

Saya nggak ingin mendiskreditkan yang lain, saya melihat mereka (para detektif itu) sangat genius dengan lawan-lawan yang briliant kayak setan. Tapi permasalahan mereka hanya personal dan tidak memberi ruang pada sesuatu yang besar, sesuatu yang bisa menjadi patokan, sesuatu yang bisa menjadi standar modern dalam dunia fiksi.

Ok, langsung aja saya bicara tentang Final Problem (1894) atau yang sering kita kenal dengan kasus Reichenbach Fall.

Kasus ini adalah klimaks dari kehidupan Sherlock Holmes, dengan kasus ini Sir Arthur C. Doyle berencana untuk mengakhiri cerita dari Sherlock Holmes dengan membuatnya mati. Bukan mati yang biasa, tapi mati dengan cara yang spektakuler.  Mati bersama dengan penjahat super yang menguasai kota London yaitu Moriarty.

Holmes mendeskripsikan Moriarty sebagai professor di bidang matematik yang mendapatkan banyak penghargaan. Namun kegeniusannya itu justru dia gunakan untuk membuat organisasi kejahatan. Kasus pembunuhan, perampokan, pemalsuan, kasus korupsi dan lain-lainnya yang diselidiki Holmes mengarah pada nama Moriarty. Selama berbulan-bulan Holmes melakukan penyelidikan, hingga akhirnya dia mendapatkan bukti-bukti penting untuk mengadili Moriarty dan para anak buahnya. Sayangnya di cerita versi asli ini tidak dideskripsikan apa bukti-bukti yang ditemukan Holmes untuk menangkap Prof. Moriarty itu.

Arthur C. Doyle langsung melompati begitu saja bagian itu. Karena cerita Final Problem (1894) ini dari narasi Watson, si asisten ini pun tidak tahu apa yang ditemukan Holmes sehingga dia bisa membuat polisi dan pengadilan mempunyai bukti untuk melumpuhkan organisasi Moriarty. Tapi meskipun organisasi Moriarty bisa dilumpuhkan namun para pembunuh bayarannya masih berkeliaran di London. Dan sang Professor sangat marah hingga memerintahkan seluruh penjahat di seluruh penjuru London memburu Sherlock Holmes.

Final Problem (1894) sebenarnya punya banyak lubang di sini, banyak yang tidak terjelaskan.

Dari sudut pandang saya kemungkinan sih karena konsepnya terlalu besar Arthur C. Doyle tidak dapat menuliskan cerita itu. Jadi dia biarkan saja lubangnya terbuka. Namun di sini sisi brilliantnya, lubang-lubang itu menjadi spekulasi, menjadi spoiler, menjadi hipotesis-hipotesis baru, dan lubang itu memancing kreatifitas pada para penulis generasi selanjutnya.

Sedikit lagi tentang Final Problem (1894) setengah bagian dari cerita ini adalah narasi Holmes tentang siapa Professor Moriarty, setengah bagian lagi adalah cerita perjalanan Holmes dan Watson menghindari para pembunuh bayaran yang ditugaskan oleh Moriarty untuk menghabisi mereka. Holmes membuat perjalanan keluar dari London, lalu ke Brussel (Belgia) kemudian mereka pergi jauh ke Swiss. Meski sudah jauh dari London tapi tetap para pembunuh bayaran mengikuti mereka, lalu Holmes mendapat telegram dari Scotland Yard bahwa meski organisasinya telah dilumpuhkan namun Moriarty berhasil lolos dia pergi ke luar Inggris. Dari situ Holmes sudah mendeduksi bahwa Moriarty pasti telah ada di belakang mereka dalam perjalanan ke Swiss. Holmes memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat terpencil di pegunungan Alpen. Coba lo bayangin tahun 1894 di pegunungan Alpen, di jaman sekarang aja yang penduduk sudah padat naik ke daerah pegunungan masih menyeramkan apalagi di jaman itu??

Holmes dan Watson sampai di sebuah Villa terpencil di gunung Alpen, berjalan dari Villa itu terdapat sebuah air terjun tersembunyi yang sangat besar bernama Reichenbach Fall

Nah di sinilah legendanya, konon di Swiss di pegunungan Alpen tidak ditemukan ada air terjun seperti yang di gambarkan itu. Saya sendiri membuka wikipedia tapi tidak menemukan photo  air terjun raksasa itu. Yang ada hanya sebuah gambar lukisan dan bukan photo dari Reichenbach. Ada photo tapi bukan Reichenbach yang di lukisan itu.

Beberapa ahli bilang bahwa Reichenbach itu tidak pernah ada, itu hanya setting fiksi dari Arthur C. Doyle untuk membuat cerita yang dramatis.

Yang lain bilang bahwa Reichenbach Fall memang benaran ada di balik pegunungan Alpen dengan track yang sangat sulit dicapai, iya mungkin seperti legenda puncak Mahameru di pulau Jawa.

Inilah puncaknya, sore hari tanggal 4 Mei. Holmes dan Watson memutuskan untuk melakukan perjalanan/pendakian dari Villa ke air terjun Raksasa. Lalu di tengah perjalanan seorang pemuda mengejar Watson, dia bilang bahwa seorang tamu wanita di Villa sangat membutuhkan seorang dokter. Dan itu menjadi panggilan untuk Watson, dia meninggalkan Holmes (sendirian) yang melanjutkan perjalanan ke air terjun Raksasa. Saat turun ke Villa, Watson berpapasan dengan seorang misterius berpakaian hitam, dia punya firasat buruk terhadap orang itu namun karena ada yang lebih penting jadi dia tidak menghiraukannya. Sesampainya di Villa, Watson tidak menemukan adanya tamu wanita yang sakit itu. Penjaga Villa pun bilang bahwa tidak ada pemuda yang diutusnya ke air terjun untuk memberi pesan.

Dari sini semua hanyalah asumsi Watson, dari sinilah banyak lubang, banyak misteri yang sengaja atau tidak sengaja telah diwariskan oleh sang penulis Arthur C. Doyle.

Dari narasi Watson dia menduga bahwa pemuda yang mengirim pesan itu adalah anak buah dari Professor Moriarty. Saya nggak tahu ini bego nya Watson atau pintar nya Watson sehingga dia bisa berasumsi seperti itu? Padahal faktanya tidak ada sampai sekarang? Semua hanya misteri?

Lalu Watson mengejar pemuda itu ke puncak Reichenbach Fall, tapi dia tidak menemukan siapa pun kecuali tongkat Holmes dan sebuah pesan yang ditinggalkan Holmes. Dari sini sebuah cerita, sebuah legenda bisa berkembang menjadi sangat jauh?!

Karena satu-satunya orang yang terakhir melihat Holmes adalah Watson, tapi Watson juga tidak melihat apa yang terjadi pada Holmes selain asumsinya sendiri dan note yang ditinggalkan Sherlock Holmes.

Dengan dramatis sang detektif berbicara melalui note itu bahwa dia bertarung dengan Professor Moriarty, dia beradu kepintaran dan mental dengan Moriarty. Yang sayangnya tidak dijelaskan seperti apa pertarungan mentalnya itu? Tidak dijelaskan apa yang terjadi, tidak ada keterangan lain Apa yang bisa dilakukan Moriarty? Tidak ada penjelasan.

Satu-satunya petunjuk bahwa Holmes bertemu orang lain di tempat itu adalah jejak kaki kedua di jalan setapak menuju air terjun raksasa, dan jejak kaki itu menghilang bersama dengan jejak kaki Holmes di mulut jurang Reichenbach Fall. Cerita berakhir dengan asumsi Watson bahwa Holmes tidak punya pilihan lain selain jatuh ke jurang bersama Moriarty untuk mengakhiri permainannya.

.  .  .

Tuesday, March 4, 2014

Mind Palace tidak harus genius?


Mind Palace tidak harus genius?
By Ftrohx


Kebanyakan orang berpikir "Wah teknik Mind Palace itu hanya bisa dilakukan oleh Sherlock Holmes." kenyataannya tidak, menurut gw semua orang bisa menggunakan teknik Mind Palace.

Sederhananya Mind Palace adalah bagaimana elo mengelola otak lo dari informasi yang penting dan informasi yang tidak penting, bagaimana elo bisa menyaring sampah-sampah itu.

Memikirkan mantan atau orang lain yang tidak memikirkan elo itu adalah contoh sampah.

Mind Palace adalah bagaimana lo memfokuskan informasi hanya pada apa yang lo inginkan. "Apa tujuan lo? Apa yang elo suka? Apa obsesi lo? Apa impian lo? Apa yang lo kejar sekarang? dan sebagainya yang wajib lo selesaikan" Hanya itulah yang lo masukan dan elo kelola di otak lo sekarang.

Bagaimana mengelolanya, elo mesti menciptakan jaringan informasi yang penting.

Lo membuat informasi itu saling terkait secara visual pada bayangan otak lo, Gambaran besar itu nggak perlu seperti istana (kecuali lo genius). Lo buat seperti sarang laba-laba juga sudah lebih dari cukup.

Ok, misalkan elo gak sanggup buat visual jaring laba-laba dari informasi-informasi penting di otak lo, minimal lo catatlah hal-hal yang penting itu. Baik itu dalam memo, buku, handphone, laptop dan sebagainya.

Sebenarnya Mind Palace ini seperti mengelola database, bagaimana elo mengelola folder-folder penting dalam otak, atau minimal dalam harddisk laptop lo. Dengan syarat informasi-informasi penting itu hanya lo yang tahu kuncinya.

________

Contoh Mind Palace versi Ftrohx

Gw melihat orang makan apple di jalan, apple mengingatkan gw pada Ryuk karakter Shinigami dalam serial komik Death Note, dengan karakter utama Light Yagami (si pembunuh berantai) dan L. Lawliet (sang detektif) ditulis oleh Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata, sedangkan versi lightnovel nya ditulis oleh Nisio Isin.
Apple juga mengingatkan gw dengan Da Vinci Code karya Dan Brown. Apple juga membawa gw pada Steve Jobs pendiri Perusahaan eletronik Apple yang menciptakan I-phone, dan sebagainya.

Teko dan Cangkir, Teko mengingatkan gw pada film animasi Disney 'Beauty and the Beast' sedangkan cangkir mengingatkan gw dengan Mad Hatter yang diperankan oleh Johnny Depp di film Alice in the Wonderland. Johnny Depp mengingatkan gw akan tokoh Captain Jack Sparow dari film Pirates of Carribean. Film bajak laut itu mengingatkan gw akan artis cantik Keira Knightley.

Dadu dan kartu, Dadu justru mengingatkan gw dengan 'Loaded Die' totem yang dimiliki oleh Joseph Gordon Levitt di film Inception, sedangkan kartu terutama As Skop Hitam mengingatkan gw dengan film Black Jack 21 tentang mahasiswa genius di MIT yang menjadi penjudi ulung di Las Vegas. Sedangkan Vegas mengingatkan gw dengan film Hangover.