Behind the scene - novel Sepuluh Tiga Satu
by Ftrohx
Kecuali lo genius, jangan pernah coba-coba nulis novel detektif. Meskipun lo baca banyak novel detektif belum tentu lo bisa bikin novel detektif.
Inilah kasus yang saya alami, writer block saat menulis novel detektif pertama saya 'The Lightless' hiatus atau stagnan alias mentok atau apalah istilahnya. Saat itu saya berpindah-pindah pekerjaan juga, tanpa ijasah S1 lo nggak bisa mendapat pekerjaan di Jakarta (paling-paling lo berakhir jadi cleaning service atau operator warnet lagi?!)
Entah kenapa, diantara tekanan boss yang memuakan & di tempat pekerjaan yang memuakan. Saya mendapat pencerahan "Gimana kalau bikin novel yang sederhana aja dulu? Yang simple tentang drama anakmuda? Pasti gw bisa!" Dan kebetulan, teman saya si Josh Ade kasih pinjem novel 5 cm - Donny D.
Iya, tiba-tiba tersirat dibenak saya mesti bikin novel berjudul Otaku-otaku (sebelum akhirnya menjadi 1031) Selain itu, kebetulan disaat saya sedang browsing-browsing artikel & note facebook. Saya menemukan sebuah note dari cewek bernama Ariza yang menulis review tentang novel 5 cm. Moment-nya benar-benar tepat dan kebetulan Ariza juga seorang otaku (walaupun dirinya enggak suka dibilang Otaku.)
Lalu, saya tawarkan dia ide itu. Novel tentang generasi Otaku dengan konsep rumus ala novel 5 cm. (5 orang sahabat, cinta segitiga, plus konflik, & road trip.) Ajaibnya, Ariza langsung setuju.
Pada awalnya novel Otaku ini dalam benak Ariza, terbayang sebagai kisah anak SMA atau Mahasiswa yang hobby cosplay. Hahahaha... Awalnya ntuh nyaris mengarah kayak novel drama Cosplay the series (yang tayang di J Popzilla / O-channel.) Hampir saja seperti itu. Tapi, syukurnya karena basic saya genre crime thriller, yaudah akhirnya kami konsisten pada crime thriller sebagai nilai jual kami.
Iya, itu bahkan belum sampai awalnya.
Kami bertemu di acara book fair di Istora Senayan. Ariza mengajukan naskahnya (saya selalu tertawa tiap kali ingat naskah versi pertama itu. Ada anime Giant Killing dan Kamen Rider W.) Saat itu Ariza juga sempat berpikir untuk mundur dari projek ini. Namun ajaibnya dia lanjut sampai selesai sekarang.
Pertemuan kedua kami yaitu di Sevel Petukangan, Gang Lurah dekat SMA saya 'Neunzig' (sengaja, scene di novel ini juga mengambil setting Neunzig ! Hahaha...) Kami berpikir menjadikan Sevel Petukangan sebagai markas pembuatan novel ini. Namun, antara pertemuan kelima terjadi tawuran antar ormas tepat di depan Sevel Petukangan. Dan kamipun memikirkan untuk pindah lokasi yang lebih aman. Kami putuskan di Gramedia Bintaro Plasa, namun setelah mencoba sekali disana, nggak enak banget bukan hanya ramai tapi juga tidak ada meja atau tempat duduk yang nyaman (terutama untuk kami yang ngambil gratisan ! Hahahaha...)
Akhirnya saya memutuskan untuk mengadakan pertemuan rutin di Perpustakaan Umum Jak-Sel di Mayestik.
Pada awal-awal projek ini kami hanya mengadakan pertemuan 2 minggu sekali, dengan target dalam 2 minggu itu masing-masing dari kami menyelesaikan satu bab. Jadi saat pertemuan kami bertukar satu bab. Sehingga sebulan masing-masing dari kami menyelesaikan dua bab. Logikanya bersama-sama dalam sebulan kami menyelesaikan 4 bab sehingga dalam waktu 6 bulan kami selesai 24 bab. teorinya sih seperti itu.
Namun, pada prakteknya... jauh dari itu. Saya mulai frustasi; karena nggak ada progress signifikan pada bulan-bulan awal.
Setelah 6 - 7 bulan berjalan saya memutuskan untuk mengadakan pertemuan rutin seminggu sekali, kali ini kami tidak menargetkan satu bab selesai. Tapi, kami menargetkan setiap minggu minimal ada satu progress dari tulisan kami, atau setidaknya ada kejutan baru, ada cerita baru, ada sebuah inovasi.
Transformasi
Sekitar bulan maret (kalau enggak salah) Ariza bilang dia enggak setuju dengan judul itu 'Otaku-otaku.' Karena yang namanya Otaku adalah orang-orang yang extreme banget terhadap Jejepangan di kampusnya, selalu makan segala anime & manga jepang tapi pilih-pilih genre. Sedangkan kami (Ariza & Saya) adalah orang yang pilih-pilih genre dan pilih-pilih judul tertentu.
Saat itu saya sedang baca artikel dari Mba Hetih Rusli (Editor Gramedia) Bahwa sebuah novel yang bagus itu harus punya filosofi tersendiri, harus punya gagasan yang kuat dan ide yang mampu mencuci otak pembaca, atau setidaknya memotivasi dan menginspirasi pembaca.
Saya bilang ke Ariza "Judul novel ini mesti sesuatu yang filosofis?"
Beberapa hari kemudian Ariza mangajukan beberapa judul, Saya agak lupa apa saja judul yang dia ajukan tapi ada satu judul yang menarik yaitu 'Carpe Diem' yang artinya 'Raihlah hari ini!' itu dia dapat dari judul album Aquatimez. Saya sendiri juga pernah melihat judul ini disuatu tempat, lalu saat saya buka kembali novel 5 cm. ternyata sudah ada yang seperti ini.
Memutar otak selama 2-3 minggu tapi belum ketemu judul yang tepat apalagi filosofi untuk novel ex-'Otaku otaku' ini. Disaat yang benar-benar blank itu. Saya iseng buka note-note lama. Saya pernah nulis tentang karakter-karater dari manga Naruto. Filosofi pantang menyerahnya, tentang from zero to hero, tentang karakter-karakter yang genius. Kemudian, secara kebetulan teman saya si Sandi Yuda. Komen "Ada satu lagi karakter genius namanya Hanamichi Sakuragi!"
Oh, Iya. Benar banget dia ! Kami melanjutkan obrolan dengan membahas Takehiko Inoue (penulis Slam Dunk yg juga menulis Vagabond>) Besoknya saya cari manga Slam Dunk di internet, dan saya download beberapa manga itu. Dari Slam Dunk itu saya dapat judul 1031 (Sepuluh Tiga Satu.) Saya ajukan judul itu ke Ariza dan dia juga setuju. Wow, detailnya enggak akan saya jelaskan disini, nanti anda baca sendiri novelnya tuk tau apa 1031 itu? hehehe...