Tuesday, June 21, 2016

FlightPlan vs NonStop

by Ftrohx

Kemarin gw baru nonton film Nonstop-nya Liam Neeson.

Itu film yang lumayan bagus. Gw sempat berpikir untuk mereview-nya. Namun begitu masuk ke bagian-bagian akhir ternyata tidak sebagus itu. Jadi gw pikir ulang, gimana jika gw adu saja? Nonstop dengan film lain yang memiliki tema sama yaitu psychological thriller di dalam pesawat. Dan gw pun jatuh pada satu referensi yaitu FlightPlan.


Sinopsis


Nonstop adalah film Psychological Thriller dengan setting di dalam pesawat.

Kisah dimulai dari Liam Neeson, seorang lelaki yang memiliki sejarah kelam dan tragedi dalam hidupnya. Namun bagian ini tidak diceritakan sampai film memasuki bagian tengah. Diawal-awal Neeson muncul sebagai protagonis stereotype yang misterius. Kita tahu bahwa dia adalah sang jagoan, dia akan menangkap si penjahat dan menghajarnya habis-habisan seperti di film Taken.

Satu yang gw suka dari film-filmnya Neeson adalah bagian awalnya. Suasana dingin dan misterius. Diawal-awal lo bertanya-tanya. "Apa yang akan terjadi selanjutnya?" Bahkan dari awal lo sudah menebak-nebak. "Siapa penjahatnya?" Tadinya gw pikir bahwa di sini Neeson bekerja sebagai seorang agen rahasia. Namun aneh untuk apa dia berpergian dengan pesawat jika dia takut naik pesawat.

Lalu jawabannya mengejutkan ini adalah pekerjaannya, sebagai Air Marshall. Polisi rahasia yang ditugaskan untuk mengamankan tiap penerbangan pesawat. Bahkan pramugari dan kru-pesawat lainnya pun mengenal dirinya.

Tapi dengan ketenarannya di dalam pesawat membuat musuh mudah mencari celah. Bahkan meng-kambinghitamkan dirinya untuk sebuah aksi kejahatan yang besar. Atau istilah kriminal-nya dia adalah korban yang tepat. Neeson punya latar belakang yang buruk, berpindah-pindah pekerjaan, pernah kecanduan alkohol, dan pernah kehilangan anak gadisnya. Sebuah tragedi yang dimanfaatkan oleh penjahat anonim.

Entah, bagaimana sebuah pesan ancaman muncul di handphone Neeson. "Setiap 10 menit akan ada orang yang terbunuh di dalam kabin pesawat ini!" Awalnya Neeson berpikir bahwa pesan itu dari salah satu kolega-nya, seorang intel polisi juga yang berada di dalam pesawat.

Dia pun memeriksanya, mereka berbicara di toilet. Koleganya bilang tentang sejumlah besar uang yang bisa mereka bagi setelah dia turun dari pesawat. Neeson marah, dia berpikir bahwa koleganya adalah orang yang menyebar ancaman dalam pesawat. Terjadi perkelahian dan si kolega itupun mati. Di sini bagian yang mengejutkan, handphone kembali berdering dan pesan baru kembali masuk.

Ternyata kematian kolega-nya itu sudah diprediksi oleh si penjahat anonim. Bagian ini membuat gw merinding, sempat mengingatkan gw dengan karakter penjahat di novel Curtain-nya Agatha Christie. Penjahat X yang bisa membunuh orang tanpa harus membunuh secara langsung, melainkan dengan plot dan sugesti-sugesti pada orang-orang yang berada di sekitar target. Membuat mereka saling membunuh satu sama lain. Brilliant.

Kemudian mata Neeson pun menyorot ke sudut yang berbeda. Ke wajah orang yang selama ini mengenalnya berada di dalam pesawat. Orang itu tak lain adalah si pramugari cantik.

Ok, bagian-bagian awal ini sangat bagus, bahkan sampai ke tengah film. Mereka berhasil membuat gw bertanya-tanya seperti apa sih wujud asli dari si penjahat anonim ini. Sejenius apakah dia hingga bisa membuat plot yang mengerikan seperti ini. Sayangnya, di sepertiga terakhir dari film semua berbalik menjadi buruk. Seperti yang sering gw bilang di review-review gw sebelumnya. Sebuah revelation yang buruk ibarat nila setitik yang menghancurkan susu sebelangan. Dan kasus itu kembali terjadi di sini. Selanjutnya dari sini kamu nonton saja.


Itu tentang Nonstop, sedangkan Flightplan iya film ini membuat gw merinding sejak bagian-bagian awal.


Menurut wikipedia, Flightplan terinspirasi dari film lama Alfred Hitchcock berjudul "Lady Vanished" Atau menghilangnya sang wanita. Bagaimana jika lo pergi dengan seseorang, namun ketika lo sudah berada di dalam pesawat, ternyata orang itu tidak ada. Lo bertanya ke orang-orang sekitar dan mereka mengaku tidak pernah melihatnya. Seolah-olah entitas dari orang yang bersama lo pergi di dalam pesawat tidak pernah ada sedari awal.

Kasus ini terjadi pada Jodie Foster dan anak gadisnya.

Si gadis kecil itu menghilang dari kursi di sampingnya dan ketika dia bertanya ke pramugari lalu ke orang-orang tidak ada satupun yang mengetahui. Keributan terjadi di kabin pesawat dan kapten pun turun tangan. Dia menelpon ke bandara dan mendapati Jodie hanya terbang sendirian di dalam pesawat tersebut. Tidak ada anak gadis yang menyertainya dan belakangan diketahui bahwa gadis kecil itu telah meninggal dalam kecelakaan bersama dengan almarhum suaminya.

Cerita menjadi pelik karena tak ada satupun orang di dalam pesawat yang percaya dengannya.

Mereka menganggap Jodie mengindap schizophrenia dan bahkan memberi psikiater untuk mendampinginya selama dalam perjalanan. Yang gw suka dari film-film thriller modern adalah satu peristiwa menuntun ke peristiwa yang lain. Dan inilah yang terjadi, peristiwa tersebut adalah bagian awal dari sebuah rangkaian plot kriminal yang sangat besar. Pembajakan pesawat dengan tuntutan uang sebesar 50juta dollar kepada maskapai penerbangannya.

Ditengah kegilaan itu Jodie Foster dijadikan kambing hitam. Dia dibuat sebagai wanita yang menderita karena kehilangan suami dan anaknya yang kemudian menjadi gila dan meledakkan pesawat tersebut jika tuntutan uangnya tidak dipenuhi.

Dibanding dengan Nonstop menurut gw Flightplan plotnya lebih well-crafted. Dia bersih dan konsisten. Dingin dari awal sampai akhir. Pembangunan karakternya pun kuat dan fokus hanya pada tiga karakter penting.  Tidak ada feature-feature tambahan di tengah cerita ataupun karakter yamg mubazir.


Jika diadu

Nonstop dengan Liam Neeson-nya tentu memiliki bonus yaitu lebih banyak adegan action. Sayangnya, seperti yang gw bilang di atas alur ceritanya kurang greget. Plot twistnya agak mengecewakan. Seandainya si penjahat anonim itu adalah karakter yang lain. Misalnya pramugari dan co-pilot pesawat gw rasa film ini akan jauh lebih baik. Sayangnya, penjahat anonimnya adalah salah satu penumpang itu, plus motifnya pun juga tidak cukup greget menurut saya.

Sedangkan Flightplan, seperti yang gw bilang di atas mereka lebih fokus. Plot twistnya pun juga gak macem-macem karena mereka bukan fokus pada siapa tersangkanya, melainkan dimana anak gadisnya menghilang? Dan apa yang sebenarnya terjadi dibalik kejadian tersebut? Dibagian akhirnya semuanyapun menjadi utuh dengan paparan bagaimana kejahatan itu bisa dilakukan. Semi-inverted detective story menurut gw, hahaha...

Ok, sedikit catatan sebenarnya ada satu lagi film psychological thriller di dalam pesawat yang layak dibahas juga yaitu Red Eyes-nya Cillian Murphy. Tapi karena film itu gak se-greget Nonstop-nya Liam Neeson jadi mungkin akan gw bahas di kesempatan yang lain.



Konklusi

Untuk Nonstop-nya Om Liam Neeson, sebenanrya ini film bagus sih. Sayang aja bagian akhirnya yang jelek. Jadi untuk dia gw kasih point 65 skala 100 walau agak mengecewakan tapi masih enak kok untuk ditonton sepulang kerja. Sedangkan Flightplan, ini gw kasih 81 skala 100 Beuh jauh lebih baik daripada Nonstop dan sangat direkomendasikan untuk teman-teman penggemar psychological thriller.

3 comments:

  1. Nb: saat nulis ini gw jadi ingat sama Fandi Sido, dia juga pernah nulis projek Thriller dengan setting dalam pesawat. Gw lupa judulnya, tapi dia bilang projek itu urung berlanjut. And gw juga ingat saat di kasus 7 Surat, detektif Adam Yafrizal bilang dia sangat menghormati pekerjaan seorang pilot, seandainya dia tidak jadi detektif dia mungkin akan jadi pilot! Haha...

    ReplyDelete
  2. wah.... kayaknya bagus... pengen nonton...

    ReplyDelete
  3. Wahaha... ternyata sudah ada yg komen !

    Thank you Rachmah

    ReplyDelete