Semalam, seorang teman lama, Ariza. Dia yang membantu saya menciptakan karakter Fachrie. Berkomentar “Ada apa dengan Fachrie? Kenapa dia bisa berubah seperti itu?”
Dulu, dahulu sekali kami membuat novel bersama, novel teenlit yaitu Sepuluh Tiga Satu. Mengingat karya itu, asli konyol banget. Cerita tentang 5 orang sahabat yang hangout di Singapore dan kehilangan dompet serta handphone. Tapi itu mengingatkan pada masa-masa saya polos dulu. Begitupula dengan Fachrie.
Fachrie yang kamu lihat sekarang ini, di masa lalu sangat-sangat berbeda. Dulu Fachrie tidak sepintar itu, dia memang sok tahu, tapi dia tidak mengerti analisa apalagi cara mengungkap kasus. Dulu Fachrie adalah karakter yang ringan, karakter yang bisa menghibur kalau kamu membacanya. Dia sebenarnya terinspirasi dari karakter Zafran di novel 5 cm. karya Donny Dirgantoro. Novel itupula yang menginspirasi kami menciptakan 'Sepuluh Tiga Satu' Sebuah novel ringan tentang petualangan 5 orang anak muda. Buku itu selesai dan kami kirim ke penerbit major. Sayangnya dua bulan berlalu novel itu pulang ke rumah kami. Ariza kembali pada rutinitasnya waktu itu sebagai mahasiswa, sedangkan saya kembali ke pekerjaan serabutan. Saat itu saya nggak tahu apa saya akan menulis cerita lagi.
Hingga kemudian, saya bertemu dengan Jeni Suhadi. Dia adalah teman dari Ariza. Jeni begitu semangat menulis fiksi. Semangatnya yang sangat membara pada waktu itu, membuat saya juga ikut membara, bangkit hahaha.. Dibalik tampilannya yang konyol dan blak-blakan, Jeni menyimpan sebuah kejeniusan. Dan jujur saya nggak ada apa-apa dibanding Jeni, bahkan sampai sekarang.
Saat itu saya menulis lagi dan mencoba membuat buku yang baru, berjudul Triad Kematian. Sayangnya, ide dasar dari buku itu terlalu berat, sehingga urung untuk saya selesaikan dan mengendap selama dua tahun. Kemudian secara kebetulan saat melakukan riset untuk Triad Kematian. Saya bertemu dengan Putra Perdana penulis novel Biru Indigo.
Saat itu dia baru saja menerbitkan buku Jakarta 24 Jam di GPU. Dia mengajak saya ketemuan. Kami membicarakan banyak hal, hingga kemudian dia bicara “bagaimana jika kita buat projek bareng” sebuah buku antologi yang merupakan sequel dari Jakarta 24 Jam. Tentu saja, tanpa ragu saya bilang AYO. Kemudian Putra Perdana bilang, lebih asik nih kalau lo kenal anak hukum yang juga suka nulis buat bikin buku bareng. Dan yang saya tahu hanya Jeni. Jadi dia masuk dalam projek kami.
Penulisan buku itu nyaris setahun, dan dalam kurun waktu itu. Begitu banyak tempaan dalam hidup saya, tempaan yang juga beresonansi pada karakter Fachrie. Belakangan saya sadari bahwa Fachrie mulai berubah. Dahulu dia bisa tersenyum dan tertawa dengan lepas. Namun sekarang tidak, begitu banyak hal pahit yang terjadi dalam hidupnya. Belakangan karakter Fachrie semakin gelap. Apalagi ketika buku itu tidak ada kabar dari penerbit major, iya anda tahulah gimana mereka.
Sayapun melanjutkan hidup.
Saya mengerjakan projek buku yang sempat terbengkalai yaitu Triad Kematian. Selama kurun waktu pengerjaan Triad. Saya bertemu dengan orang-orang hebat lainnya yaitu Fandi Sido, Irfan Nurhadi, Tsugaeda, dan Ronny Mailindra. Tsugaeda terutama, berinisiatif, bagaimana jika kita bikin weblog khusus fiksi Thriller Indonesia. Dan diapun membuat Thriller ID. Sayang dalam perjalanannya, anggota Thriller ID memiliki kesibukan masing-masing yang membuat weblog-nya terbengkalai hingga tidak ada update baru. Begitu banyak yang terjadi dalam hidup saya, hingga sampai dititik dimana saya ingin berhenti.
Tapi kemudian saya bertemu dengan M. Fadli yang mendirikan Detective ID. Dia memberi semangat baru. Fadli mengelola sendiri weblog serta twitter Detective ID. Dia sangat sangat sangat antusias di bidang Detective, mungkin yang paling antusias yang pernah saya kenal di negeri ini. Dia mengajak kami membuat projek bareng, projek kumcer Detective ID. Di sini saya nggak punya karakter detektif untuk saya tulis.
Nyaris nggak punya ide yang signifikan. Yang terpikir oleh saya pada saat projek itu adalah sosok orang biasa yang menjadi detektif. Dan dia tidak lain adalah Fachrie. Sayapun menulis cerpen detektif pertama dengan Fachrie yang berjudul Manusia Ruko. Sebuah cerita sebenarnya tercipta dari pengalaman saya bekerja di ruko, kisah yang cukup pahit. Lalu pada bulan November kemarin saya keluar dari pekerjaan terakhir saya.
Saya berpikir kenapa nggak saya buat saja cerita Fachrie jadi kumpulan cerpen.
Lalu saya teringat dengan kasus seorang teman, kasus yang buruk sebenarnya. Kenapa kasus itu nggak dijadiin cerpen. Lalu saya tambahkan unsur locked room mystery yang saya pelajari dari Irfan dan Fadli, plus kisah SMA saya. Jadilah kasus ‘Mayat di Atap Sekolah’ seperti yang saya publish di Storial itu. Lalu saya menulis episode keduanya yaitu ‘Kasus di Ize-Kaya’. Episode keduanya saya share ke teman lama saya, dan dia komentar. "Kok Fachrie berubah jadi seperti itu, show off, superior akut, banyak kata-kata kasar, dan seterusnya." Iya, dia benar, Fachrie banyak berubah.
Membaca ulang, saya miris sendiri. Saya rindu karakter ciptaan saya dulu.
Kembali merunut ke belakang, perubahan Fachrie yang paling ekstrim itu terjadi di kasus Manusia Ruko. Sayangnya cerpen itu tidak akan saya upload ke publik kecuali diterbitkan oleh major nanti. Di sana Fachrie berubah drastis, bahkan editor saya yaitu untuk projek kumcer Irfan dan Rahmah, banyak mengedit kata-kata Fachrie yang kasar, tapi tetap saja masih tersisa kata-kata yang parah di sana. Hal-hal buruk yang terjadi pada hidup saya, beresonansi pada tokoh Fachrie yang saya buat. Kemarahan, kebencian, dendam, rasa sakit, semua bercampur dalam tulisan saya.
Selain itu hidup Fachrie juga berubah oleh faktor internalnya sendiri.
Karakter-karakter fiksi yang sangat berpengaruh dalam semesta-nya, tiga tokoh. Pertama Azra dari novel Triad Kematian. Azra adalah legenda, dia memecahkan kasus super-rumit Triad Kematian cuma dalam waktu tiga hari. Selain jenius dalam bidang investigasi, Azra juga seorang petarung yang sangat tangguh, bahkan preman paling hebat di Jakarta-pun bisa dia taklukkan. Fachrie melihat Azra sebagai sosok panutan, seseorang yang harus bisa dia kejar. Lalu kedua adalah Erlangga, seorang arsitek muda sekaligus otak dari dunia kriminal Jakarta. Erlangga adalah kekasih dari wanita yang Fachrie sangat suka. Sosok yang nyaris membunuh Fachrie di peristiwa 13.01. Bagi Fachrie, Erlangga adalah rival, lawan yang sangat ingin dia kalahkan. Dan ketiga adalah Amelia. Sosok ini, ah saya nggak ingin banyak spoiler di sini. Amelia akan muncul lengkap di Final Problem 'Fachrie'. Dia adalah wanita yang muncul setelah Rania, seorang cewek yang berhasil membuat Fachrie move on. Tapi Amelia juga memiliki rahasia gelap, rahasia yang nyaris membunuh Fachrie.
Terakhir, saat menulis ini saya memutar ulang lagu “Perahu Kertas” dari Maudy Ayunda. Mungkin saya terlalu melankolis malam ini. Huh, saya berharap Fachrie bisa menembus penerbit major, dan saya berharap dia bisa dibuatkan versi film atau mungkin serial TV-nya. Melihat videoklip ‘Perahu Kertas’ pasti keren jika Adipati Dolkien yang berperan sebagai Fachrie, hahaha.
. . .
review donk gan buku jakarta 24 jam dan triad kematian...
ReplyDeleteWah, ada pesanan review, siap!
ReplyDeletePaling "Jakarta 24 Jam" dulu yang saya review nanti.
Nice... Keep writing bro.. Dont give up
ReplyDeletewah hebat bro saya gk tau apa2
ReplyDeletependatang baru di blog ini.
Wah, ada Ribut Wahyudi di atas, thanks you Bro.. Long Time No See.. Hihihi..
ReplyDelete@ Egi. yups silahkan mampir ke artikel saya yang lain, hihihi..
ReplyDeleteKarakternya pun mengalami perubahan sesuai kondisi penulisnya.
ReplyDeleteHihihi, ya begitulah.
Delete