Monday, January 23, 2017

Resensi Ninja dan Utusan Setan

Elang Bayu Angkasa (eps. 03)

Judul: Ninja dan Utusan Setan
Penulis: Sidik Nugroho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Januari 2017
Halaman: 256 hal.
Rate: Dewasa


Elang Bayu Angkasa, si Detektif terkenal dari Pontianak. Elang, huh nama ini mengingatkan saya dengan banyak hal, termasuk seorang tokoh di Jakarta. Tapi ya mungkin hanya kesamaan nama. Sama seperti saya menamakan karakter Detektif saya, Detektif Fachrie. Banyak yang bertanya ini Fahri yang di Ayat-Ayat Cinta? Dan saya jawab tentu saja BUKAN.


Ok, langsung saja.

Ninja dan Utusan Setan adalah buku ketiga series Detektif Bayu Angkasa. Jujur, saya belum membaca dua buku sebelumnya. Jadi saya tidak tahu seperti apa perjalanan Elang Bayu hingga di posisi ini. Tapi ada beberapa bocoran dari kasus-kasus sebelumnya di bab-bab awal Ninja dan Utusan Setan.


Sinopsis

Elang Bayu adalah detektif sekaligus pelukis yang terkenal di kotanya. Dahulu dia suka melukis foto-foto wanita telanjang, namun sekarang dia lebih banyak berkarya dengan lukisan-lukisan sendiri yang bercerita tentang kematian. Membaca ini, plus keterangan dari Mas Sidik sendiri bahwa novel ini 'katanya' adalah buku seri terakhir dari kisah Elang Bayu, membuat saya sempat teringat dengan Deathly Hallow. Buku ini seolah menunjukkan bahwa ini kisah terakhirnya, dan si tokoh utama bisa jadi mati di bab akhir. Haha.. Saya nggak ingin banyak spoiler tentang ini.

Pada bagian pembuka, diceritakan Elang Bayu memiliki kekasih baru bernama Tesha. Seorang perawat asal Jakarta yang pindah ke Pontianak. Luar biasanya, mereka tinggal satu rumah dan hubungan mereka benar-benar liar. Dan menurut sahabatnya Inspektur Agung mungkin itu adalah penyebab kenapa Elang Bayu selalu gundah-gulana. Lalu di bab satu, kita langsung disajikan misteri utama yaitu hilangnya mayat dari rumah sakit tempat Tesha bekerja. Sebenarnya ini bukan misteri yang harus dikerjakan Elang Bayu, dia bisa saja melewatkannya dan melanjutkan hidup. Namun dia tidak melakukan itu. Ada sebuah rasa penasaran, intuisi jika saya bilang yang menariknya untuk mengerjakan kasus itu.

Dari bab-bab awal sampai ke tengah, jujur, saya tidak melihat ada hal yang menarik.

Petualangan Elang Bayu terlalu sederhana. Tidak ada kejutan dalam penyelidikannya kecuali drama percintaan Elang Bayu dengan kekasihnya Tesha, dan mantan model lukisannya yaitu Lilis. Serta cerita-cerita dari masalalunya. Oh iya, saya lupa bilang bahwa rate novel ini adalah khusus dewasa. Membaca ini saya tiba-tiba ingat buku-buku harlequin era-90an. Banyak petualangan cinta, perselingkuhan, seks, dan seterusnya. Seolah cerita detektif-nya hanyalah bumbu dari drama petualangan itu. Senior saya bilang bahwa Elang Bayu bisa jadi adalah Phillip Marlow-nya Indonesia. Banyak cewek-cewek sexy dalam hidupnya. Hal-hal liar dan buas. Haha.. Sampai ke bagian tengah, saya nyaris menyerah. "Ah, ini mungkin bukan buku untuk saya!"

Elang Bayu adalah Detektif yang penuh dengan kegalauan. Dia memikirkan tentang menikah dengan kekasihnya yaitu Tesha, namun dia terus melakukan hubungan seks mulu dengan wanita lain, luar biasa paradoks. Saya mencoba memahami ini, kita para penulis, menulis dengan apa yang pernah kita baca sebelumnya. Buku-buku awal yang kita baca menjadi fondasi dari apa yang kita tulis sekarang dan selanjutnya. Mungkin apa yang dibaca Mas Sidik, mewakili generasinya. Saya jadi ingat dulu buku Jakarta Undercover. Penulis saat itu mewakili generasinya. Mereka apa yang trend di zamannya. Saya yakin itupula yang terjadi pada Mas Sidik. Dia besar di era itu, dan tulisan-tulisan di era itu mempengaruhi dirinya.

Berlanjut ke sepertiga bagian akhir. Disinilah saya baru tahu jawabannya.

Oh ternyata si Lilis, si cewek itu punya peran juga dalam penyelidikan ini. Oh ternyata itu fungsinya dia. Masuk akal juga sih. Saya pikir lagi, bahkan para detektif karya saya; si Fachrie dan Azra itu. Mereka tidak punya tim sesold tim Elang Bayu. Iya, kami butuh karakter seperti Lilis, haha.. Di sepertiga bagian akhir barulah semuanya menjadi terang. Oh ternyata begitu, oh ternyata begini, oh itu fungsinya. Saya menduga, Elang Bayu sudah memikirkan siapa si pencuri mayat sebenarnya sedari awal.  Karena itu dia butuh bantuan wanita sexy seperti Lilis untuk menggoda si target.


Review

Kebanyakan unek-unek saya tentang buku ini sudah saya tulis di atas. Mungkin saya hanya ingin berkomentar, tentang keeksentrikan Elang Bayu si Detektif dari Pontianak ini. Elang Bayu menurut saya bukan anak keturunan Holmes, dia bukan detektif yang pintar berdeduksi apalagi memaparkan konklusi. Dia bukan tipe itu. Tapi bisa jadi Elang Bayu adalah anak keturunan dari Phillip Marlow atau Sam Spade. Mereka juga tak pandai berdeduksi, tapi mereka punya petualangan-petualangan menarik dengan dunia kriminal dan wanita sexy. Dan mereka juga dikenang banyak orang atas keeksenstrikannya.

Dari bab awal sampai akhir saya begitu banyak kegalauan si Elang Bayu. Kegalauan atas dosa-dosanya di masa lalu. Dahulu dia adalah playboy sekaligus pelukis wanita telanjang. Wow, profesi yang luar biasa. Hidup seperti itu penuh dengan bahaya, harusnya ada lelaki yang dendam kesumat karena pacar atau istrinya pernah ditiduri oleh Elang Bayu.

Sedikit banyak, Elang Bayu mengingatkan dengan karakter yang saya buat yaitu si Azra. Dia juga penuh dengan dosa-dosa di masa lalu. Bedanya sebelum jadi Detektif, Azra adalah seorang Assassins. Tapi, intinya ya sama-sama banyak bikin dosa dan masalah. Haha..


Konklusi

Dari 5 bintang buku ini saya kasih 3 bintang.Seandainya plotnya lebih bagus serta kegalauan dan petualangan seks-nya dikurangi, mungkin saya akan kasih 4.

Dan satu lagi, bagian akhir dari buku ini adalah sebuah tamparan untuk saya. 10 April 2015 tanggal itu membuat saya penasaran dan balik membuka bagian prolog. Ternyata kasus ini dimulai dari tanggal 2 April 2015 yang berarti perjalanan panjang Elang Bayu dan petualangan-petualangan LIAR-nya itu, cuma terjadi dalam waktu satu minggu, awesome.

Asli, membaca tanggal itu membuat saya ingat dengan tulisan saya yang terbengkalai. Kasus Oglivy dari Detektif Fachrie, plot di sana juga saya buat satu minggu petualangan si Fachrie dari awal penyelidikan hingga konklusi. Membaca bukunya Mas Sidik menjadi tamparan tersendiri untuk saya. "Troh, lo mesti menyelesaikan tulisan yang sudah lo mulai!"

Ok, segitu saja resensi dari saya. Terima kasih untuk teman-teman yang baca tulisan ini.



Tertanda Fitrah Tanzil
.  .  .

2 comments: