Tadinya daftar ini mau saya kirim ke bang Fadli untuk di upload ke laman Detectives ID, tapi dia bilang sudah begitu banyak list seperti ini di internet, list pembunuh berantai. Ok, itu list orang lain, dan tiap orang bisa punya pendapat yang berbeda tentang para badass criminal ini.
Copycat Murder 1995
Banyak yang bilang film ini jelek, cuma drama kriminal biasa, film dengan budget pas-pasan. Tapi saya melihat justru cerita di film ini sangat original. Sebelum film ini rasanya saya nggak pernah melihat ada film bertema copycat murder. Bahkan mungkin kata "Copycat" dalam berbagai industri jadi populer juga gara-gara film ini.
Singkat cerita ada dosen Psikologi Forensik yang buka sebuah kuliah umum tentang kejiwaan para pelaku pembunuhan berantai. Selama ini si Dosen hanya bicara teori, dia tidak pernah benar-benar turun menangani kasus kriminal apalagi pembunuhan berantai. Hingga tiba-tiba seorang pembunuh berantai muncul di kampusnya. Habislah dia dengan sebuah pengalaman yang sangat mengerikan, nyaris meninggal dengan leher tergantung.
Syukurnya polisi cepat sampai di sana dan menyelamatkannya. Si Pembunuhpun ditangkap dan dipenjara. Tapi itu cuma sebuah awal. Si Dosen wanita ini trauma berat, dia sampai-sampai jadi phobia terhadap keramaian, dan memutuskan hanya bekerja dari rumah sebagai seorang penulis. Hingga sebuah kejadian muncul di kotanya, sebuah pembunuhan berantai yang meniru pembunuhan-pembunuhan berantai yang pernah terjadi di tahun 60an dan 70an. Yang menarik adalah pembunuhan-pembunuhan itu secara berurutan persis seperti di buku yang dibuat oleh si dosen. Sehingga mau tidak mau, polisi melibatkannya dalam penyelidikan untuk mencari si pelaku.
Asli, saya suka Copycat Murder, meski film ini bukan film yang signifikan ataupun Box Office. Tapi dia membawa inspirasi tersendiri bagi film-film bertema pembunuhan berantai selanjutnya. Sangat wajib kamu tonton, bagi kamu yang sekarang sedang menulis cerita pembunuhan berantai.
Career of Evil
Kalau dari segi cerita Detektif, sejujurnya saya lebih suka novel Cuckoo's Calling. Tapi dari segi karakter dan plot pembunuhan berantai, saya lebih suka Career of Evil. Dari blurf-nya novel ini digadang-gadang sebagai the next Jack the Ripper, wow. Nyaris selama setengah tahun semua orang membicarakannya. Novel ini begini loh... begitu loh... dan seterusnya. Sungguh saya sangat penasaran. Dan memang novel ini bagus. Di beberapa bab, Galbraith mengambil sudut pandang yang beda yaitu dari PoV pembunuh berantai sendiri. Seperti Dan Brown dengan karakter Mal'akh atau Beyond Birthday di LABB Murder.
Saya juga suka dengan penggambar si pembunuh. Dia bertubuh besar, sangat pintar, ambisius, percaya diri, jago menyamar, ahli beladiri, dan yang paling penting dia punya dendam kesumat pada sang Detektif. Sehingga semua pembunuhan yang dia lakukan, punya satu arah yaitu bersenang-senang dengan Cormoran Strike. Novel ini sungguh bagus. Sayangnya, terlalu banyak cerita romance di novel ini, saking banyak sampai bikin novel ini ketebalan. Dan satu lagi kelemahannya adalah penyelidikan si pembunuh berantai terlalu panjang, sampai nyaris setahun lamanya dia baru tertangkap. Itupun tanpa ada paparan bukti ataupun deduksi yang cemerlang. Atau lebih tepatnya Cormoran hanya kebetulan aja, dia berhasil mengikuti dan menemukan tersangka di sebuah flat yang kumuh.
Los Angeles BB Murder
Dalam dunia fiksi Detektif, Beyond Birthday adalah salah satu tokoh pertama yang saya baca dan pelajari. Dia adalah pembunuh berantai, sociopath, sakit jiwa dengan obsesi menciptakan pembunuhan berantai yang sempurna. Meski pada akhirnya cerita pembunuhan berantainya berakhir menjadi sebuah cerita biasa. Bahkan dicibir oleh para haters, tapi saya tetap menyukai karyanya.
Ceritanya simpel, tiga orang tewas dengan cara yang berbeda dan tanpa ada hubungan satu sama lain, kecuali mereka berada di ruang tertutup dengan sebuah boneka hantu dibalik pintunya. Bagian anehnya, polisi seolah angkat tangan untuk kasus-kasus ini. Dan kemudian muncul seorang detektif amatir bernama L. yang meminta bantuan agen FBI Naomi Misora untuk menyelidiknya. Dan kemudian L. si Detektif Bayangan meminta Naomi Misora untuk mencari dan menghentikan si pelaku pembunuhan.
Ok, cerita Detektif biasanya bermain dalam dua ranah yaitu Physical Evidence (seperti CSI) atau Profilling (seperti Criminal Minds). Tapi Los Angeles BB Murder, dia bermain pada Puzzle Oriented non-CSI, bermain pada teka-teki klasik yang tak berhubungan dengan bukti fisik atau penyelidikan prosedural. Jadi di tiap korban pembunuhan terdapat sebuah teka-teki. Si Detektif mencoba memecahkannya satu persatu agar bisa lebih dekat dan menemukan siapa pelaku pembunuhan sebenarnya. Plus karakter-karakternya yang terasa natural seperti orang awam. Meski nama Naomi Misora adalah seorang Detektif FBI namun si penulis membuatnya seolah bukan seorang yang punya skill detektif. Seolah orang awam yang tak punya pandangan mengenai apa itu dunia penyelidikan polisi.
Novel ini bagus sebenarnya bagi kamu yang ingin mulai membaca cerita detektif. Akan buat kamu punya pandangan dan kesan tersendiri. Tapi bagi kamu yang sudah biasa baca Holmes atau Poirot, tentu kamu akan ngamuk-ngamuk baca novel ini. Sangat ngeselin memang, tapi karena cerita ini berada di masa waktu yang salah. Seandainya, cerita ini dibuat jauh dimasa lalu, sebelum ada kamera CCTV atau metode CSI, mungkin novel ini akan jadi sesuatu yang melegenda.
Hannibal Season 1
Ini masterpiece dari semua film atau serial TV pembunuhan berantai yang pernah saya tonton. Well crafting and well drafting, saya bisa membayangkan bahwa mereka menulisnya berbulan-bulan hanya untuk satu episode. Gilanya, tiap satu episode adalah cerita tentang pembunuh berantai. metode-metode yang ekstrim, makanan-makanan yang mewah, dan sesi-sesi psikiater yang mahal.
Melihat Hannibal versi Mads Mikkelsen saya jadi ingat tentang seorang Dokter bedah jantung di novelnya Sidney Sheldon. Alkisah ada seorang dokter bedah jantung yang sangat pintar, sangat sukses menyelamatkan banyak pasien. Si dokter ini menganggap dirinya lebih, tangannya menyelamatkan banyak nyawa, dan tangannya bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Dia menganggap dirinya lebih dari sekedar manusia, atau sebaliknya dia menganggap manusia tidak lebih dari sebuah benda, mainan lilin yang bisa dibentuk jadi apapun. Begitupula dengan Hannibal, dia merasa sangat pintar dan hebat. Sementara manusia lain hanya manusia, hanya kumpulan daging yang siap dipilih, dipanen, dan dimasak. Benar-benar gila.
Jujur, menurut saya Hannibal versi Mad Miklesen jauh lebih bagus daripada Hannibal versi film dari novelnya Thomas Harris. Sungguh ini adalah versi upgrade yang well-crafted. Tapi ada kurangnya menurut saya. Di beberapa scene, season 01 terlalu banyak mengekspose tubuh-tubuh manusia yang dimutilasi, terlalu banyak scene ala film-film horor, dan itu sedikit mengganggu saya. Beberapa adegan membuat perut saya mules, dan yang lain memberi saya sedikit mimpi buruk, hahaha.
Zodiac (2007)
Ah, ini favorit saya juga. Bukan tentang siapa pelaku pembunuhannya, bukan tentang puzzle-nya, bukan metode atau triknya. Melainkan dramanya. Asli, saya sangat suka film ini. Ibarat kamu nonton film Avengers sebelum para anggota Avengers menjadi pendekar sakti. Ah... Briliant!
Di sini ada Robert Downey Jr, Mark Ruffalo, dan Jake Gyllenhall. Ironman, Hulk, dan Prince of Persian dalam satu film. Jika kamu ingin mencari misteri, problem-solving, police procedural, dan science of deduction saya sarankan jangan nonton film ini. Tapi jika kamu ingin cari film dengan drama kriminal terbaik dan belajar cinematography saya sangat sarankan nonton film ini.
Kisah yang kamu pasti sudah tahu. Terjadi pembunuhan pada sepasang remaja, kemudian muncul surat misterius ke San Fransisco Chronicle. Ceritapun jadi panjang karena si pembunuh berantai mengancam akan membunuh orang lagi dan lagi. Di surat yang dia kirimkan terdapat sebuah cipher puzzle yang menantang para polisi untuk memecahkannya. Si pelaku benar-benar arogan sociopath yang merasa dirinya bisa mengontrol segalanya, bahkan sampai film ini berakhir tetap si pelaku sesungguhnya tidak pernah terlihat apalagi terbukti. Yang ada hanyalah circumstantial evidence.
Film ini sesungguhnya adalah film yang membuat penonton berpikir keras, jika saya cari pembanding film yang sepadan dengan Zodiac ini adalah Interstellar karya Christopher Nolan, sepanjang film kamu terus berpikir apa sih yang sebenarnya sedang terjadi dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bedanya dengan Interstellar, mereka minim dari unsur komedi, sedangkan Zodiac meski berat tapi banyak unsur komedinya – yang membuat kamu jadi fun menontonnya berulang-ulang.
Pelajaran yang saya dapat dari sini adalah jangan terlalu serius membuat serial pembunuhan berantai. “Just have fun and killing somebody!”
Mal'akh The Lost Symbol
Nah kalau kamu ingin bikin pembunuh berantai dengan tema yang GRANDE kamu wajib baca buku ini, The Lost Symbol karya Dan Brown. Di sini ada Mal'akh sang pangeran kegelapan.
Laki-laki ini kaya-raya, berotot, bertato naga, penggemar mistis, ahlinya teori-teori konspirasi, jago beladiri, jago kompter, sangat licik, dan pintar dalam permainan spionase. Seperti versi Neraka dari James Bond atau Lord Blackwood (Sherlock Holmes 2009) yang bereinkarnasi jadi eksmud abad 21. Mungkin seandainya saya tidak pernah kenal dengan Light Yagami atau James Moriarty, maka Mal'akh ada di urutan no. 1 dari karakter antagonis favorit saya.
Sebagai seorang pembunuh berantai, Mal'akh sangat efisien, dia sudah menatap semuanya dengan sangat rapih. Dia tahu apa yang dia harus lakukan, dan dia tahu bagaimana mengantisipasi keadaan yang mungkin terjadi. Dia punya plot yang jenius dari A ke B ke C... sampai ke X. Dan semua tertata dengan rapih, sementara Robert Langdon yang master teka-teki cuma jadi bidak catur dalam permainannya. Huh, dazzling! Bagi teman-teman yang ingin menciptakan karakter pembunuh berantai yang hebat, selain Career of Evil sangat saya sarankan baca Mal'akh dari novel Lost Symbol Dan Brown. Sangat menginspirasi.
Mr. X the Curtain
Bagaimana kamu membuat orang lain menjadi pembunuh, tanpa orang lain itu sadari bahwa dia kamu gerakan. Kamu menjadi pemain marionet tanpa orang lain tahu bahwa kamulah yang memainkan rangkaian benang itu. Dan lebih asik lagi, ini bukan sulap ataupun ilmu sihir, ini murni permainan logika. Ide ini benar-benar gila. Dan rasanya nyaris mustahil ada novel dengan ide seperti ini di tahun 1940an. Tapi nyatanya ada, dia sang ratu kriminal Agatha Christie yang menciptakannya.
Alkisah naskah ini ditulis sebelum Perang Dunia Kedua, lalu Agatha Christie menyimpan naskah ini ke dalam lemari besar. Hingga kemudian pada akhir hidupnya, para pengacara sesuai dengan wasiatnya, membuka lemari besi tersebut dan mengeluarkan naskahnya untuk dicetak di penerbit. Sangat melegenda.
Cerita mengambil setting di kota kecil Style. Tempat yang sama dimana kasus pertama Hercule Poirot dimulai.
Di sana Hercule Poirot dan Hasting kembali bertemu. Mereka di satukan di sebuah rumah dimana setiap orang yang ada di sana, telah kehilangan anggota keluarganya yang tewas oleh seorang pembunuh misterius. Lalu kemudian terjadi lagi kematian misterius, seorang pemuda bernama Norton yang hobi mengamati burung-burung liar. Hasting meminta bantuan Poirot untuk menyelidikinya, namun sesampainya di kamar, Poirot sudah ditemukan meninggal. Ceritapun menjadi panjang dengan plot twist yang sangat mencengangkan.
Bicara tentang Curtain, bisa dibilang saya pengen banget bikin pembunuh berantai seperti ini. Pembunuh berantai yang membunuh targetnya tanpa menggunakan tangannya sendiri, dia juga tidak menyuruh orang atau tanpa anak buah seperti Moriarty, melainkan menggunakan kecerdasaan dalam bermain sugesti. Dia mensugesti orang, tanpa orang itu sadari, hingga menjadi mereka alat untuk mencapai targetnya. Uh, spektakuler.
V for Vendetta
Jika kamu cari pembunuh berantai rasa superhero, jawaban pertama saya pasti ini, V for Vendetta.
Kita semua tahu laki-laki bertopeng Guy Fawkes dengan jubah hitam besar, pisau-pisau belati, dan aura menyeramkan ini sangat keren. Ok, tema politik dan pemerintahan sangat kuat di film ini. Film yang sangat berat sebenarnya, dan tidak bisa ditonton semua umur.
Alkisah Inggris di masa depan, sebuah distopia di mana terdapat pemerintahan yang sangat otoriter. Pemerintahan ini dibangun dari pembantai manusia. Begitu banyak mayat yang bergelimpangan, di rumah-rumah, di sungai, di taman, di gedung-gedung dan seterusnya. Pemerintah ini mengubur mereka secara massal. Mereka bilang bahwa itu adalah wabah, virus yang diciptakan oleh teroris dan musuh-musuh pemerintah. Namun nyatanya merekalah yang mengembangkan itu. Di kamp konsentrasi dimana manusia-manusia dijadikan eksperimen oleh mereka, terdapat satu orang yang bertahan hidup, dialah V.
Satu kesalahan terjadi di sana, dan kamp itu terbakar. V berhasil lolos dari sana.
Bertahun-tahun kemudian, dia muncul di kota London. Style dibuat sangat misterius, V selalu mengenakan topeng, selalu berada di tempat gelap, dan nyaris tidak pernah beraksi di bawah sinar matahari. V menelusuri masalalu dan menemukan mereka semua yang sudah membuatnya menjadi monster. Satu persatu dia membunuh para petinggi pemerintah. V si Frankenstein yang menuntut balas pada para penciptanya. Kebanyakan dari mereka dihabisi dengan belati, yang lain dipaksa untuk minum racun atau disuntik mati. Sadis dan tak tersentuh hukum. Bahkan sampai di akhir cerita, detektif kepolisian yang menyelidiki V tak pernah tahu siapa orang yang berada dibalik topeng itu.
Selain Mal’akh di Lost Symbol, menurut saya, V adalah pembunuh berantai dengan tema yang paling Grande. Huh, seandainya saya punya sumber daya, dana dan materi tulisan. Ingin sekali saya bikin satu karakter seperti V, huh.
Taxi Driver Sherlock 01
Bagian yang ini sudah saya bahas di artikel sebelumnya.
Saya suka si Sopir Taksi ini. Dia dazzling, dia membuat pembunuhan berantai dengan style yang berbeda. Sesuatu yang sangat kreatif. Biasanya pembunuhan berantai itu simpel, kalau tidak menggunakan pisau, pistol, pasti menggunakan racun, atau kombinasinya. Tapi bagaimana jika itu bukan pembunuhan berantai, bagaimana jika itu adalah bunuh diri berantai. Nah ini ide besar, sebagai orang awam kita nggak pernah kepikiran bahwa ada orang yang bisa membuat orang lain melakukan tindak bunuh diri. Mendengar gagasan ini saja kita akan berkata "Itu mustahil!". Tapi mereka berhasil, para korban ini mati dengan minum racunnya sendiri. Tepatnya mereka semua dipaksa untuk minum racun. Dan iya cerita panjangpun dijabarkan.
Anda tahulah kalau sudah nonton Sherlock episode 01 di season 01.
Saya nggak ingin bicara banyak karena akan sangat spoiler. Dan brilliant-nya lagi dia berhadapan satu lawan satu dengan sang detektif Sherlock Holmes. Dengan kecerdasaannya dan rasa percaya diri yang sangat tinggi. Well drafting and well crafting, saya beri penghargaan setinggi-tingginya bagi orang-orang yang menulis skenario di belakangnya, congratulation!
Blackwood Sherlock RDJ
Selain Mads Mikkelsen si Caesilius. Mark Strong adalah aktor antagonis favorit saya. Dia berhasil menjadi High Priest di John Carter of Mars, juga berhasil menjadi pimpinan MI6 di Immation Games. Dan di sini Blackwood adalah perannya yang paling memorable untuknya.
Tokoh ini membuat saya bertanya-tanya, sebenarnya mana yang lebih dulu Mal’akh dari novel The Lost Symbol ataukah Blackwood dari Sherlock RDJ. Kebetulan dua-duanya launching di tahun yang sama, 2009. Dan kebetulan dua-duanya sangat terobsesi dengan Ancient Knowledge, Mistis, dan Teori Konspirasi. Sama-sama pembunuh berdarah dingin yang jenius, terlahir dari Ayah yang merupakan petinggi Freemason, sekaligus orang kaya yang punya banyak anak buah dan kekuasaan.
Setiap pembunuhan yang dilakukan oleh Blackwood, dilakukan dengan sangat presisi. Setiap tindakkannya, tiap keputusannya mengarahkan langkah kakinya pada pencapaian tujuan yang lebih besar. Dan bisa mendesak Sherlock RDJ sampai nyaris putus asa dan tewas. Luar biasa.
Satu kelebihan Blackwood dibanding Mal’akh adalah skenarionya bangkit dari kuburnya.
Sebenarnya kasus pura-pura mati ini sudah ada dalam buku asli Sherlock Holmes karangan Arthur Conan Doyle yaitu di kasus Norwood Builder. Iya, kesamaan nama. Mungkin pula Norwood Builder menjadi inspirasi bagi Guy Ritchie menciptakan Blackwood. Dan tahun lagi heboh-hebohnya film bertema Vampir macam Twilight, kebetulan pula gagasan bangkit dari kubur ini cocok bagi Blackwood, hingga kita penonton awam bertanya-tanya apakah itu ilmu sihir, apakah trik, ataukah dia memang seorang Vampir. Gagasan-gagasan itu berhasil masuk di alam bawah sadar kita selama menonton. Bahkan sempat membuat saya merinding terutama adegan di gudang tua, dimana Blackwood mengangkap Irine Adler dan mengikatnya pada mesin pemotong babi. Itu brilliant.
Tapi pada endingnya, semua dipaparkan secara logis Holmes, dan kitapun tercengang dengan trik-triknya yang klasik. Ah, seandainya saya bisa buat yang seperti Blackwood.
Moriarty di Great Games
Mungkin ini bukan tentang Moriarty-nya (Andrew Scott) itu melainkan orang di belakangnya, Mark Gatiss dan Steven Moffat. Mereka benar-benar menulis script pembunuhan berantai yang sangat hebat. Dari dulu saya pengen banget bikin kasus dengan plot seperti ini. Di mana orang-orang mati dalam sebuah permainan maut, The Great Games, pertaruhan nyawa yang sangat menegangkan.
Singkat cerita terjadi sebuah pemboman tepat di depan flat Holmes di Baker Street. Dan setelah diselidiki, didapati bahwa bom itu adalah surat tantangan bagi Holmes. Jika dia tidak dapat memecahkan teka-teki yang diberikan sang Penjahat maka akan ada satu orang yang tewas di sudut kota London.
Sungguh saya suka gimmick-nya. Bagaimana si Moriarty menggunakan orang lain sebagai perpanjangan suaranya. Sungguh sangat misterius dan lebih mereror daripada L. Lawliet di Death Note. Dan bagusnya lagi, jika Holmes tidak bisa memecahkan teka-teki pada waktu yang ditentukan, orang-orang yang disandera ini akan diledakkan, dan tentu korban tewas lebih dari selusin orang.
Tentu bagian paling menariknya adalah bagaimana dia mengatur orkestra kejahatan dari balik bayangan.
Dari dua episode sebelumnya, kita semua tahu bahwa tiap orang yang berhubungan dengan Moriarty, tiap orang yang menyebut namanya akan mati. Menghilang dari dunia. Si Kurator bercerita bahwa dia dibantu oleh seseorang, orang yang tidak pernah ada kontak langsung dengan dirinya. “Is that wisper has a name?” tanya Holmes ke Kurator. “Moriarty!” jawabnya, disusul suara musik latar yang menegangkan, dengan drum yang berdebar kencang. Tapi setelahnya, Moriarty muncul dengan plot twist yang dipaksakan, saya suka adegan di kolam renang. Sayangnya, yang muncul malah Jim from IT, Jim from Hospital, Andrew Scott. Haduh, saya terlalu banyak spoiler,yaudah next time lah. Hahaha…
And Then They Were None
Semua fans Agatha Christie pasti gregetan dengan judul ini And Then They Were None. Sepuluh orang dikumpulkan di dalam sebuah pulau dan satu persatu orang-orang itu mati terbunuh. Tak ada yang tahu siapa pembunuhnya dan semua orang curiga satu sama lain. Benar-benar pintar bahkan sampai akhir cerita nyaris semua orang (kecuali si pembunuh yang asli) tidak tahu siapa pembantaian yang sebenarnya. Dan tentu bagian paling legendaris selain orang-orang yang tewas satu persatu di pulau ini adalah barisan puisinya. Tentang sepuluh bocah yang meninggal dalam sebuah permainan.
And Then They Were None menjadi fondasi bagi karya-karya lain sejenis. Menjadi fondasi bagi banyak cerita thriller, dimana sekumpulan orang terjebak di sebuah pulau, rumah, kastil, bahkan dan mereka mati satu persatu di sana. Tanpa tahu dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Gagasannya menjadi keren karena ini adalah cerita ala detektif whodunnit tapi tanpa ada karakter detektif, dalam hal ini jagoan yang menemukan si penjahat. Yang ada hanya para korban dan si penjahat anonim.
Terminator 1986
Jauh sebelum ada Mal'akh, Blackwood, Hannibal (Mads Mikkelsen) kita sudah punya ini, Terminator 1986. Meski latar belakang ceritanya ribet Sci Fi Time Traveler, tapi sebenarnya premis film ini sederhana loh. Seorang wanita yang dikejar pembunuh berantai yang tidak dapat dikalahkan, iya THRILLER.
Saya nggak ingin bicara banyak tentang teori time traveler di sini, ada artikel lain yang membahas itu. Tapi tentang si Terminator sendiri. Dia monster besi yang tak bisa mati, dan terus menembakkan pistol, dia brutal dan tidak memiliki batasan, dia tidak peduli targetnya ada di mana dia tetap akan melaksanakan misi membunuhnya, dia tidak peduli siapa yang menghalangi mereka semua akan dia bantai, dan dia nyaris tidak memiliki emosi, tidak senang ataupun sedih dengan target yang dia bunuh.
Mungkin saya mendefinisikannya sebagai purpose oriented serial killer. Oh bukan, semua serial killer memang punya tujuan, tapi dia adalah pembunuh berantai dengan tujuan non-emosional. Tujuannya hanyalah mencapai tujuan, perintah yang sudah dituliskan ke otaknya.
Ok, salahsatu bagian favorit saya, adalah saat Kyle Reese yang sudah berbuat rusuh di diskotik itu ditangkap polisi. Dia diinterogasi dan mengaku sebagai manusia yang datang dari masa depan. Para polisi ini sama sekali tidak percaya dengan cerita Reese, mereka terus mengolok-olok dan menertawainya. Sampai tiba-tiba muncul si Terminator di sana, dia membantai para polisi itu di markasnya sendiri. Benar-benar luar biasa. Adegan ini dibangun dengan sangat presisi menurut saya. Dari satu sudut ke sudut yang lain, pertama buat semua orang tidak percaya, lalu kemudian dia muncul di sana “Bang… Beng… Beng!!” menembaki semua orang dengan brutal.
Di zaman itu tahun 80an sebenarnya juga ada serial killer dengan model seperti ini, ada Cobra dari Sylvester Stallone, lalu ada Scorpio dari Dirty Harry Clint Eastwood, dan lain sebagainya. Tapi yang paling Grande menurut saya di masa itu adalah The Terminator 1986.
Sebenarnya masih banyak sih pembunuh berantai di luar sana, kebanyakan sih saya lupa, mungkin bisa ditambahkan di kolom komen. By the way thanks you tuk teman-teman yang sudah mampir.
. . .
Nice bro, keren
ReplyDeleteNice bro, keren
ReplyDeleteThanks you Gogo
Delete