By Ftrohx
"Most writers are ambitious people—we have to be, after all, just setting out to write a novel is an ambitious move on its own." - Ava Jae, blog writer
Kita tahu, tidak semua orang berani mengambil keputusan untuk menjadi seorang penulis fiksi. Termasuk saya sendiri, pada awalnya saya menulis sebuah cerita karena keterpaksaan.
Saya tidak pernah benar-benar suka membaca buku, apalagi menulis. Hanya sebuah kebetulan saja saya suka berdebat di internet tentang anime kemudian saya menyadari saya bisa menulis lebih banyak daripada teman-teman saya yang lain. Mungkin hanya sebuah kebetulan, tapi belakangan saya melihat apa itu yang disebut bakat dan apa itu tekad menjadi seorang penulis fiksi.
Untuk menjadi penulis fiksi dibutuhkan lebih dari sekedar NIAT, melainkan sebuah KEBERANIAN, karena menulis sebuah cerita bagi orang awam adalah sesuatu yang belum pasti menghasilkan uang, dan rasanya sangat sulit untuk bisa bertahan hidup dari hanya menulis cerita. Butuh keberanian besar untuk memulainya, dan selalu ada halangan besar.
Kita semua para penulis adalah para pemimpi, orang-orang yang realistis akan jauh berpikir ulang akan untung dan ruginya memulai pekerjaan ini.
Orang-orang yang terlalu realistis akan langsung berhenti di tengah jalan, karena tidak pernah mudah dalam menjalani hidup sebagai penulis fiksi, dan faktanya bagi orang awam; menulis adalah hobi dan hobi biasanya bukan untuk mencari uang.
Tapi kita para penulis fiksi adalah makhluk yang ambisius, apalagi kita para penulis crime thriller. Kita menyadari itu, kita memiliki keyakinan yang besar akan hal itu.
Kita ingin tulisan kita menjadi yang pertama, menjadi yang terbaik yang mengubah negeri ini. Kita tidak dapat mengelaknya karena ini memang dari lubuk hati terdalam kita. Kita ingin menunjukan bahwa penulis-penulis fiksi di Indonesia tidak kalah dengan penulis fiksi di luar negeri. Kita ingin menunjukan bahwa kita punya cerita yang bagus kok, di negara yang disebut Indonesia ini. Itu mimpi-mimpi kita dan sebenarnya sudah banyak orang Indonesia yang mencobanya.
Tengok saja beberapa tahun yang lalu betapa ambisiusnya Es Ito dengan projek novel Negara Kelima. Novel yang bercerita tentang pencarian harta karun Atlantis yang tenggelam dengan teori bahwa negeri Atlantis terbenam di nusantara 11ribu tahun yang lalu. Tentang kebangkitan bangsa Indonesia, tentang revolusi yang radikal dan harapan akan negeri ini agar lebih maju.
Lalu, ada juga novel action Digitarium, meski tidak menciptakan hits tapi penulisnya memiliki keberanian dan kepercayaan diri tinggi menulis berbagai macam adegan action yang biasanya hanya ada di dalam TV ke bentuk tulisan. Begitupula dengan Seno Gumira Adji dengan serial Nagabumi-nya, seolah mengembalikan zaman kejayaan cerita silat ala Bastian Tito.
Atau kita bisa melihat mimpi anak muda akan kebangkitan crime thriller di Indonesia melalui Metropolis: Sindikat 12 karya Arsitek Windry Ramadhina. Novel yang begitu detail dan penuh rasa akan cerita kehidupan kriminal di Jakarta. Mbak Windry menunjukan bahwa cerita fiksi kita, bisa nggak kalah keren dari cerita mafia Hollywood atau para triad Hongkong di Infernal Affairs. Asli, dua tahun sebelum The Raid-nya Gareth Evan dan Iko Uwais tayang di bioskop. Indonesia sudah punya cerita mafia yang keren.
Kita bisa melihat ambisi dari sebuah tulisan, kita bisa melihat sebuah pemberontakan dengan ide contohnya saja Bilangan Fu karya Ayu Utami atau membuat dobrakan yang spektakuler dari sebuah cerita perselingkuhan dengan analogi teori-teori fisika quantum dan tempelan filosofi dari Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Lalu, di tiban pula dengan keindahan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist Nabi ke dalam sebuah kisah roman fantasi tentang anak muda Indonesia yang sangat-sangat beruntung mendapatkan banyak cewek di Kairo dalam kisah AAC - Habiburahman.
Dari sebuah tesis kemudian menjadi anti-tesis. Kita para penulis setidaknya punya ambisi untuk mengalahkan penulis hebat Indonesia sebelumnya.
Sayangnya, untuk bidang crime thriller kita tidak seberuntung itu.
Anak-anak muda yang punya semangat ini kadang, kurang riset, dan kurang referensi sehingga dengan modal nekad dan seadanya mereka mencoba membuat sebuah fiksi kriminal yang mereka pikir keren. Padahal, masih jauh api dari panggangan. Seperti novel Detektif Sekolah, novel Project X, dan sebagainya.
Selain dari para penulis muda di Net Detective Indonesia dan dari komunitas Kemudian.com, satu nama penulis muda yang layak diperhitungkan adalah Fandi Sido, yang menshare karya-nya serial detektif Adam Yafrizal di Kompasiana yang menurut saya tidak kalah dengan serial Kindaichi.
Juga senior saya yang paling konsisten dalam bidang action dan kriminal, masih tetap Putra Perdana Kusuma.
Saat banyak orang yang berhenti menulis cerita action thriller di satu buku. Putra Perdana, tetap konsisten dengan cerita yang berbau aksi dan ketegangan.
Di saat orang-orang menulis drama percintaan dalam kumpulan cerpen Gramedia. Putra Perdana, dengan berani dia menulis cerita kriminal dibalut percintaan dalam Jakarta 24 Jam. Meski dengan resiko (tentu saja) para kritikus di Goodreads itu.
Sedangkan saya sendiri, masih berjuang dengan tulisan saya.
Saya tahu, saya memang belum cukup pintar membuat plot kriminal, saya masih kurang dalam mengembangkan emosi karakter, saya masih kurang dalam menyajikan sebuah cerita dan lain sebagainya.
Banyak orang yang bertanya kenapa saya tetap berusaha menjadi penulis. Mereka yang realistis bilang, bahwa saya sebaiknya berhenti saja. Tapi yang mereka tidak tahu jika saya berhenti sekarang, maka saya menghancurkan banyak hal yang sudah saya rangkai sebelumnya. Semua mimpi-mimpi saya, semua ambisi saya.
Jujur, saya bukan orang yang hebat, saya tidak terlahir kaya, saya tidak juga pintar di bidang akademik ataupun olahraga. Saya tidak terlahir dengan wajah tampan dan saya tidak bisa bermain musik.
Saya cuma bisa bermimpi menjadi orang lain yang tenar saat di sekolah (dan sampai sekarang pun juga masih banyak mimpi-mimpi tersebut.) Karena itu saya ingin membalas dendam semuanya, semua kegagalan saya, semua yang tidak bisa saya capai dahulu. Saya ingin membalasnya dengan menjadi seorang penulis sungguhan, seorang penulis crime thriller yang membuat sejarah sendiri di Indonesia. Minimal tahun ini saya harus bisa mengejar para senior-senior saya.
. . .
Amin, somoga sukses...
ReplyDeleteWow, ini tulisan lama saya, dan saat ini saya masih berjuang untuk itu.
ReplyDeleteBtw thanks Tegus Ariefianto sudah mampir ngisi komen di sini, hihi..