Saturday, January 2, 2016

Film 3 Alif Lam Mim

Review n sinopsis

[tulisan dibawah ini mengandung banyak spoiler]
Asli gw SEWOT ketika ada orang di luar Genk gw yang menulis cerita seperti ini.

Jujur gw bukan penggemarnya Anggy Umbara, gw lebih pilih Gareth Evans, The Raid, Iko Uwais, Kang Yayan dan timnya daripada Anggy.  Tapi untuk yang satu ini, asli, orang ini bikin gw gregetan.


Singkatnya masa depan 2026 Indonesia menjadi negara liberal dimana umat muslim / Islam menjadi golongan minoritas.

Sama seperti masa-masa sebelumnya pemerintah menjadi sangat represif. Mereka begitu paranoid dengan apapun yang berbau Islam. Dan Indonesia pada saat itu sudah begitu asing, seolah Indonesia adalah koloni dari Amerika.

Bagian-bagian awal, asli begitu menyebalkan, Anggy berhasil membuat penonton muslim seperti gw nyaris putusasa.

"Nggak ada harapan di masa depan," seolah itu yang ingin dia katakan di bab-bab awal, apalagi dengan karakter Alif-nya (Cornelius Sunny) yang sangat opresif, atau bisa gw bilang ibarat versi jahat dari Iko Uwais. Prajurit yang sangat opresif, layaknya Saito dengan motto "AKU RYUKU ZAN" Lihat kejahatan langsung tebas.

Lebih dari itu, Alif sangat menyebalkan, sepanjang bagian awal film dia terus marah dan ngotot doank. Tapi mulai masuk bagian tengah dimana muncul Lam (Abimana Arasatya) Alif mulai punya sebuah cerita romansa yang sayangnya berakhir getir. 


Dikisahkan Alif memiliki seorang kekasih yaitu Laras (Prisia Nasution) si cewek misterius yang entah dia berpihak untuk siapa. Laras bekerja di sebuah kafe, dan pada suatu sore, Alif datang ke sana.

Layaknya hari-hari biasa namun kali itu Alif melihat tiga orang yang mengenakan gamis, Alif menyuruh mereka pergi, namun salah satu dari mereka meninggalkan tasnya dan tiba-tiba "BOOM!!" tempat itu meledak. Kekasihnya meninggal dan semua harapannya hancur.

Alif menjadi begitu benci dengan apapun yang berbau Islam, dan dia akan menghajar habis-habisan ketika ada orang Islam yang melakukan tindak kriminal. Lalu dia mendapatkan info bahwa terjadi ledakan di satu distrik yang katanya di dalangi oleh Kyai dari Pondok Pesantren Al-Ikhlas, pesantren yang juga merupakan almamaternya. Namun tanpa ragu, Alif langsung menyerbu pesantren itu.

Di sini Alif bertemu dengan sahabat kecilnya yaitu Mim (Agus Kuncoro) dan terjadilah pertarungan habis-habisan.


Tadinya gw berpikir filmnya sudah mencapai puncak di sini, di saat Sang Kyai tertangkap, namun gw salah, cerita film ini lebih panjang daripada itu.

Selanjutnya Alif bertemu dengan Lam, sahabat lamanya yang sekarang bekerja sebagai jurnalis. Di sini terungkap bahwa info tentang pengeboman itu bukan dari tulisannya Lam, si sahabat mengaku bahwa ada orang yang meng-hack komputernya.

Selain itu Lam juga memperingatkan Alif untuk berhati-hati dengan Laras, dan Lam bilang bahwa ceweknya itu masih hidup. Dia pun memberi Alif flashdisk yang berisi rekaman CCTV saat terjadi ledakan di kafe tempat Laras bekerja.

Di luar dugaan justru ledakan itu dibuat oleh para polisi juga, dan ada wajah Sang Kolonel di sana.


Ok, kita analisa bagian yang ini dahulu, di sini gw ngelihat Anggy Umbara mencoba untuk memutarbalikkan kebenaran. Kebetulan pas gw nonton ini, gw juga sambil nonton film Total Recall di TransTV (jadi iya sedikit gonta-ganti channel)

Gw melihat Anggy melakukan hal itu, dia mengubah bahwa para teroris, para pemberontak ini justru adalah orang yang benar. Sementara Pemerintahan yang Tirani adalah pihak yang salah, dan mereka dengan segala keterbatasannya harus mengalahkan pihak yang salah tersebut.

Di bagian kedua ini Alif mulai sadar, dan dia tahu dimana dia harus berpihak Di sini, gw melihat semua mulai menjadi normal seolah bukan lagi dunia Dystopia melainkan kehidupan Jakarta sekarang.


Kejutan-kejutan pun terjadi, secara tiba-tiba Lam diserang oleh para polisi di kantornya sendiri. Namun Lam tidak tinggal diam, dia melakukan serangan balik, dia balik menghajar para polisi dengan teknik pencak silatnya.

Di sini gw melihat panggung mulai berubah, kita tahu sejak awal karakter utamanya adalah Alif (Sunny) namun saat masuk ke sini justru panggung dikuasai oleh Abimana-Alif.  Asli, kali ini gw melihat Abimana all-out atau bisa dibilang ini adalah film terbaiknya Abimana, jika dibanding dengan film-film lainnya.

Dibanding dengan kedua sahabatnya Alif dan Mim, Lam dia bukan hanya petarung, dia juga ahli strategi, dan dialah yang memimpin penyelidikan kasus pengeboman di kafe Laras. Yang kemudian membawa mereka ke Kolonel Mason.


Ok, di sini gw sedikit mengkritik, jujur gw terganggu dengan beberapa karakter terutama Sunny, Laras, dan Tanta Ginting yang ngomong pakai bahasa Inggris ala jaman MTV itu.

Asli nggak banget, mungkin jika Tsugaeda atau Fandi Sido yang ngelihat ini mereka pasti juga akan SEWOT seperti gw.

Juga nama-nama karakternya yang bisa kita tebak menjelaskan maksud dari Anggy Umbara, Kolonel Mason? What the...? Mungkin Anggy ingin menyatakan bahwa "Hei, gw juga penggemar teori konspirasi loh."

Oh iya satu lagi, seperti yang kita semua tahu, tidak ada pangkat Kolonel di Kepolisian sejak thn 2001. Yah, begitulah Indonesian.


Lanjut, sampai dimana tadi, oh iya Abimana aka LAM.

Setelah berhasil mengalahkan para penyerangnya, Abimana menemukan lokasi dimana orang yang menghack komputer n membuka enkripsi rekaman CCTV itu berada, yang ternyata adalah alamat rumahnya sendiri. Lam langsung sadar bahwa hackernya adalah anaknya dan langsung panik menuju rumah. Sayangnya, sesampainya di rumah, tempat itu sudah berantakan, dan Lam menemukan istri dan anaknya tergeletak. Si Istri sudah tak bernyawa, sementara anaknya masih hidup. Alif pun juga sampai di sana, si sahabat menyarankan agar Lam membawa anaknya ke rumah sakit, namun dia justru memutuskan untuk kembali ke pesantren.

Yang secara mengejutkan pesantren Al-Ikhlas sudah jadi markas (pemberontak) tersendiri, lengkap dengan unit gawat darurat. Di sana Alif bertemu dengan rekannya si Donny Alamsyah -seorang prajurit yang tangguh dan keras kepala, namun di sana Donny sudah berubah, dia mulai belajar mana yang benar dan mana yang salah.

Ok, sampai di sini gw merasa film ini kayak versi terbalik dari Body of Lies, bukan-bukan, kayak Body of Lies dicampur dengan 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika. Atau secara filosofi, ini seperti film Religi-nya Habiburahman dikawinkan dengan The Raid-nya Gareth Evans ditambah dengan produser ala jaman MTV Indonesia.

Nah loh, bingung kan loe?


Sebenarnya bagus, cuma ada beberapa eksekusi aja yang aneh.

Ok lanjut, bagian akhir. Di sini semua berjalan dengan cepat, adegan demi adegan, layar demi layar, subplot demi subplot semua penuh berisi.

Paginya ada press conference dari Pak Kyai tentang apa yang terjadi saat pengeboman itu, Pak Kyai mengaku bahwa itu bukan ajaran-nya, bahwa yang melakukan tindak kejahatan itu bagian dari kelompoknya, Mim pun ada di sana di kantor kepolisian untuk menjaga Pak Kyai, yang secara mengejutkan kantor itu diserang oleh ledakan bom bunuh diri.

Sementara itu Lam dan Alif memiliki rencana sendiri, mereka bekerja sama untuk membongkar kasus peledakan, dan paginya Alif dijemput oleh Tanta Ginting ke pertemuan dengan Kolonel di restoran favoritnya.

Yang secara mengejutkan si Kolonel mengaku sebagai dalang peledakan tersebut, dia ikut dalam sebuah organisasi rahasia bernama 'persaudaraan' yang mengatur keseimbangan dunia. Lalu secara mengejutkan Tanta Ginting mengaku sebagai orang yang mengatur Sang Kolonel. Asli karakter Tanta Ginting sangat menyebalkan, jauh lebih menyebalkan daripada Arifin Putra di The Raid: Berandal.

Dengan mimik wajahnya, dengan gayanya, dan yang paling menyebalkan lagi dengan bahasa Inggris-nya. Tanta Ginting sukses jadi karakter yang lebih gw benci daripada si penyanyi infotaiment 2015 itu. Syukurnya di akhir cerita Alif (Sunny) berhasil matahin leher si Ginting itu.

Di tempat lain, Mim kembali bertemu dengan gurunya yaitu Cecep Arif Rahman (Assassins dari The Raid 2 itu)

Bertarung melawan gurunya, Mim benar-benar kewalahan, lalu di saat-saat genting itu muncul Lam yang membantunya menghajar si Assassins. Pertarungan sengit dibawah hujan plus dengan adegan lambat ala The Matrix, sayang sekali trik seperti itu menurut gw kurang tepat untuk zaman sekarang, mungkin jika film ini dibuat sepuluh tahun yang lalu trik itu pasti berhasil dan film ini jadi legenda di Indonesia.

Sayangnya, film ini keluarnya tahun 2015 akhir.


Konklusi: film 3 Alif Lam Mim ini gw kasih point 78 skala 100

Bisa dibilang ini adalah film terbaiknya Anggy Umbara dan Abimana Satya yang pernah gw tonton. Kenapa nggak dibulatkan saja jadi 80, iya alasannya karena gw agak kurang sreg dengan beberapa karakter yang berdialog bahasa Inggris itu.


Nb: film ini pertama kali tayang di bioskop pada pertengahan September 2015, kemudian tayang di televisi perdana pada kemarin 31 Desember 2015

Yang berarti dia cuma nongol sebentar di bioskop lalu masuk TV, hmm, sungguh disayangkan.
.  .  .

Ilustrasi, sumber neighbourlist.com

No comments:

Post a Comment