Friday, January 23, 2015

Jakarta di tahun 2025

Cerpen By Ftrohx


Kamu adalah anakmuda usia 18 tahun di tahun 1995.

Kamu tinggal di Jakarta bersama kedua orang tua yang standar, kamu sekolah di SMA yang standar, dan punya teman-teman yang standar.

Kehidupan kota Jakarta membosankan buat kamu, mendengarkan musik yang sama di radio, pergi ke bioskop nonton film yang nggak bermutu, dan televisi cuma punya 3 pilihan TVRI, RCTI, dan SCTV.

"Benar-benar dunia yang membosankan!" kamu berharap seandainya kamu terlempar ke dimensi lain, dunia paralel yang punya kehidupan berbeda dari yang pernah kamu bayangkan.

Lalu secara kebetulan kamu bertemu dengan Paman kamu, seorang professor yang tidak pernah lulus menjadi professor.

Dia membuat sebuah eksperimen dengan kulkasnya, yang dia bilang bisa digunakan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama, sayangnya belum ada sukarelawan yang mau tidur di dalam kulkasnya.

Kemudian dia meminta kamu untuk menjadi sukarelawan.

Kamu bertanya. "Berapa lama saya akan tidur di dalam sini,"

"Kamu bisa tidur 2 sampai 3 tahun,"

 "Kalau lebih dari itu?" pertanyaan kamu mengejutkan si paman, tapi dia sudah menduga apa yang kamu mau.

"Bisa, kamu mau berapa lama? 5 tahun?"

"Nggak saya mau tidur selama 20 tahun,"

Mata paman kamu melotot, dia sangat terkejut dengan ide gila itu.

Tapi setelah dipertimbangkan ide tertidur selama 20 tahun itu cukup bagus, akhirnya dia setuju untuk mengabulkan permintaan kamu.

Jadilah kulkas itu sebagai mesin waktu yang melempar kamu ke masa depan.
.  .  .


Jakarta, 2025.

Kamu terbangun dari kulkas dengan kedinginan, rasanya seperti tidur tanpa alas di teras villa Ayah kamu yang ada di puncak.

Membuka mata, kamu masih berada di gudang bawah tanah yang sama.

Lampu yang sama, tembok yang sama, meja yang sama, kursi yang sama, hanya saja ada seorang anak muda yang seusia kamu sedang tersenyum di sana.

"Akhirnya paman bangun juga," ucap si anakmuda itu. "Seperti apa tahun 95,"

Kamu masih pusing dan tidak mengiraukan ucapnya.

Dia pun membantu kamu keluar dari kulkas, membawamu duduk di sofa panjang, memberi kamu selimut dan secangkir coklat panas.

"Sekarang tahun berapa?" tanya kamu.

"Ini tahun 2025,"

Mendengar itu kamu sedikit tersentak, hampir saja coklat yang kamu pegang masuk ke hidung kamu. "Dua ribu dua puluh lima?" Itu artinya kamu bukan tertidur selama 20 tahun melainkan 30 tahun

"Iya,"

"Apa saja yang sudah terjadi?"

"Panjang ceritanya," kemudian berbunyi sebuah kotak pipih di genggamannya. Dia melihatnya sebentar menekan layarnya lalu bicara lagi. "Hampir lupa saya belum memperkenalkan diri, saya Arif anak dari Bunda Rosa,"

"Rosa?"

"Iya, Rosa adik anda,"

Kamu tahu, pasti banyak kejutan yang akan menanti kamu.




Adik kamu sudah menikah, kedua orang tua kamu sudah meninggal, paman kamu yang memasukan kamu ke dalam kulkas juga sudah dikubur.

Kamu jadi punya banyak pertanyaan, seperti apa teman-teman kamu sekarang? Mereka bekerja di mana? Seperti apa wujud mereka sekarang? Apakah mereka sudah punya anak? Mereka tinggal di mana? dan kamu teringat dengan seorang gadis di SMA seperti apa dia sekarang?

Banyak pertanyaan, tapi terucap justru pertanyaan mendasar. "Apa yang kamu pegang itu?"

Arif menunjukannya, seperti potongan cermin. "Ini handphone,"

"Handphone?"

"Iya, handphone. Oh saya hampir lupa, di zaman sekarang semua handphone sudah tidak makai tombol konvesional, tidak seperti di tahun 2000an."

"2000an? Apa yang terjadi?"

Sebenarnya Arif sudah dipesankan oleh Ibunya untuk menjelaskan kepada kamu timeline apa saja yang terjadi semenjak kamu tidur di kulkas.

Dia pun memulai penjelasan dari benda-benda ajaib yang ada di sekeliling kamu. Pertama dari handphone semua handphone sekarang sudah touch screen.

Handphone dengan tombol sudah sangat langka, kebanyakan handphone dengan tombol hanya jadi pajangan atau barang koleksi.

Dia menjelaskan bahwa sekarang sudah tidak ada lagi kamera foto, tidak ada walkman, karena semua fungsi tersebut sudah ada pada benda ajaib berbentuk potongan kaca tersebut.

"Gimana cara kerjanya?"

"Ya disentuh layarnya,"

"Kenapa dengan menyentuh layar gambarnya bisa bergerak,"

"Karena ada sensornya?"

"Bagaimana cara sensornya bekerja?"

"Saya tidak tahu, saya bukan anak elektro,"

"Lalu kamu anak apa?"

"Saya kuliah di jurusan Sejarah,"

"Apa,"

Ternyata banyak yang tidak berubah, teknologi semakin ajaib namun otak manusia kebanyakan masih tetap sama seperti dulu.

Kamupun jadi ingat pertanyaan seorang sepupu kamu yang datang dari kampung waktu itu. Dia bertanya tentang televisi. Kenapa ada gambar? Darimana asal gambarnya? Kok channelnya bisa diganti hanya menggunakan remote? dan seterusnya. Tapi kamu tidak bisa menjawab.

Kamu sadar, bahwa Arif tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kamu tentang teknologi, jadi kamupun mengganti topik. Kamu bertanya tentang apa saja yang terjadi di tahun 90an setelah kamu masuk ke dalam kulkas?

Arif pun dengan sangat bersemangat bercerita tentang lengsernya Presiden Soeharto, dia bercerita tentang pergantian rezim, dibercerita tentang kerusuhan besar yang terjadi antara tahun 97 sampai 98, kemudian posisi Presiden diganti oleh BJ Habibie. Lalu Habibie lengser, terjadi rapat paripurna hingga terpilihlah Gusdur sebagai Presiden dan Megawati sebagai wakil, cerita terus berlanjut sampai 2010-an. Semua cerita tentang politik yang tidak kamu pahami.

Kamupun bosan dan beranjak keluar ruangan, sebuah benda mirip seperti UFO melayang di atas kepala kamu.

Kamu terkejut, kamu panik hingga jatuh di lantai. "Apa itu?" teriak kamu ke Arif.

Arif yang melihat kamu ketakutan hanya tertawa. "Nggak usah takut paman, ini cuma Drone,"

"Drone?"

"Iya, ini buat mengamankan rumah,"

Kamu tetap tidak mengerti.

"Apa semua rumah harus diamankan oleh Drone?"

"Nggak juga sih, kalau yang kemalingan, ya kemalingan aja,"

"Jadi apa fungsi Drone?"

"Fungsinya banyak paman, dia bisa melihat tempat-tempat yang jauh, yang sulit dijangkau seperti loteng, dia bisa mencari barang yang hilang, dia bisa memotret dan merekam video, hingga bisa mengawasi anak yang sedang main di taman,"

Kamu masih bingung dan tidak mengerti. "Mengawasi anak kecil? Lah memang orang tuanya kemana?"

"Ya, orangtuanya mengawasi dari handphone atau dari laptop,"

"Memangnya kamu nggak merasa takut dengan Drone?"

"Kenapa mesti takut,"

"Lihat mata kamera itu mengawasi kamu terus, bukankah itu menyeramkan?"

"Nggak, itu sudah biasa, memang itu fungsi Drone, menyoroti wajah kita,"

Kamu makin tidak mengerti dengan dunia yang kamu tinggal. Kamu bertanya-tanya apa sih yang sudah terjadi dengan manusia, kenapa mereka begitu biasa dengan kamera, kenapa mereka begitu suka di sorot oleh mata merah mesin tersebut.?
.  .  .

24 jam berlalu di masa depan.

Sekarang minggu pagi, perlahan kamu mulai beradaptasi dengan 2025.

Dengan membawa cangkir berisi kopi panas, kamu berjalan ke ruang depan, di sana kamu melihat Arif sedang asik dengan Laptopnya. Dia terlihat serius melihat gambar di layarnya. Kamu merasa familiar dengan layout-nya, seperti tampilan pada majalah-majalah remaja yang kamu baca, hanya saja tulisannya seperti hidup, terus bergerak dan berganti, disertai dengan foto-foto yang banyak.

Kemudian Arif tertawa sendiri.

Kamu makin bingung apakah ini yang namanya masa depan, terkurung semua manusia terkurun di dalam kotak dan dia awasi robot bermata merah berbentuk piring terbang yang berputar-putar di dalam ruangan.

"Apa yang kamu lihat?"

"Oh, ini paman, namanya social media, tempat kita berkomunikasi dengan orang banyak,"

"Lah bukannya kamu sudah punya handphone?"

"Itu lain lagi, social media itu tempat kita mencurahkan hati," Arif menunjuk ke banner di layar. "Lihat tulisannya, 'apa yang sedang kamu pikirkan?', 'Apa yang sedang kamu lakukan?'."

Kamu makin ngeri melihat kelakukannya. "Memangnya kita harus nulis apa yang 'sedang' kita lakukan?"

"Ya, tentu saja, untuk EKSIS paman,"

Kamu ingat masa lalu kamu, biasanya seseorang yang eksis adalah orang yang bawa motor tiger dan nongkrong di pinggir jalan ngecengin orang, 'hei cewek' atau nongkrong di lapangan basket dengan kaos buntung dan kulit yang berkeringat, itu baru eksis, baru gaul. Tapi sekarang, apa yang mereka lakukan dengan komputer dan social media, tidak masuk di akal kamu.

"Itu apa?" Kamu menunjuk ke layar. "Itu kok banyak foto-foto cewek,"

"Nah, itu yang saya maksud dengan eksis di Sosmed paman,"

Kamu membaca nama di bawah foto tersebut, Rianti. Kamu juga mengenali latar tempat si cewek mengambil foto.

"Ini teman kampus saya paman," lanjutnya.

"Oh gituh, ngomong-ngomong rasanya saya tahu lokasi fotonya, kolam itu bukannya Bundaran HI?"

"Iya, itu memang HI,"

"Tapi itu kok ada foto dia yang di sorot dari atas ya? Rasanya nggak mungkin ngambil gambar dari situ,"

"Kecual terbang," potong Arif. "Betulkan paman,"

"Iya, dia harus terbang. Kok bisa ya?"

Keponakan kamu kembali tertawa. "Tentu saja bisa, dia kan pakai Drone, itulah fungsi asli dari Drone paman, untuk foto-foto, untuk eksis,"

Arif pun menunjukan foto-foto temannya yang lain, ada yang di gunung, ada yang di pantai, ada yang sedang mendaki, ada yang di tepi jurang, bahkan ada yang di atas menara Eifel. Foto-foto tersebut diambil dari sudut pandang yang tidak mungkin diambil kecuali ada tukang foto yang bisa terbang.

Kepala kamu sedikit pusing memahami generasi ini.
.  .  .

Setelah menyelesaikan sarapan, Arif pun mengajak kamu keluar, dia menceritakan banyak hal tentang Jakarta versi modern.

Sekerang di tengah jalan Jenderal Sudirman sudah ada Monorail, tapi naik monorail kamu di larang untuk memakai atau membawa Drone, jadi Arif memutuskan untuk naik mobil saja biar bisa bawa Drone.

Pintu terbuka dan mobil melaju melewati halaman, baru sampai jalan depan rumah, mata kamu sudah melihat belasan drone beterbangan. Mereka seperti sekawanan capung warna-warni yang pernah kamu lihat di rawa belakang sekolah.  Tapi bedanya, capung itu makhluk hidup yang indah, sementara drone adalah monster besi yang dingin dengan bola mata besar yang mengerikan.

Kamu melihat ada anakmuda yang sedang balapan dengan drone-nya, kamu melihat seorang pemain skateboard yang papan terus diburu oleh drone, kamu melihat orang yang jogging dengan drone putih yang mengikutinya seperti hantu di film horor. Bukan hanya orang dewasa ataupun remaja, di jalan kamu melihat gadis kecil berjalan dengan mata yang menatap ke bawah ke layar handphone yang digenggamnya, sementara itu drone berwarna pink mengikuti dengan terbang di atas kepala.

Dahulu kamu pernah berkhayal seandainya masa depan dipenuhi dengan mobil terbang, seperti film Back To The Future sehingga tidak perlu ada kemacetan di Jakarta, namun apa yang kamu lihat Jakarta tetap sama, mobil, motor, sepada, dan orang yang berjalan kaki. Semua sama seperti tahun 95.

Kamu berkhayal masa depan ada robot-robot yang bisa membantu manusia seperti di film Star Wars, iya inilah jawabannya, hanya saja ini jauh lebih banyak, sangat banyak. Arif menjelaskan bahwa penduduk Jakarta saat ini ada 30 juta, dan seperti tiganya memiliki drone yang berarti ada 10 juta drone yang terbang di Jakarta saat ini. Jumlah yang ratusan kali jauh lebih banyak daripada pasukan The Empire. Jika semuanya dikendalikan oleh seorang penjahat maka drone itu bisa menguasai planet bumi.

Melihat ribuan drone dalam perjalanan, membuat satu pertanyaan penting dalam benak kamu. "Ada nggak sih orang yang nggak pakai Drone?"

Arif tersenyum. "Ada, biasanya orang-orang yang idealis, contohnya artis ini Reza Hardian," tunjuknya ke pria berwajah Arab di layar. "Dia nggak punya Sosmed, dan dia juga bilang Drone nggak cocok untuknya,"

"Jadi ada orang yang nggak punya sosial media?"

"Iya, biasanya mereka itu idealis, klasik, dan nggak mau ribet."

"Apa kamu tahu sejarah done, bagaimana mereka bisa sampai di Indonesia?"

"Sama seperti handphone di tahun 2000an, banyak beredar handphone murah dari China dan semua orang bisa membelinya,"

"Apa?"

"Oh sorry, paman kan tidur di tahun 95an, jadi nggak tahu era handphone China,"

Kamu hanya menggaruk kepala. "Ok, jadi semua terjadi karena trend handphone itu?"

"Iya bisa dibilang itu salah satunya, tapi bukan itu yang menjadi faktor utama drone berkembang,"

"Jadi apa?"

"Yang saya bilang tadi di rumah, karena anakmuda ingin eksis, begitu juga para pekerja menengah atas, mereka ingin terlihat keren namun tidak pasaran."

"Drone bukan produk massal?"

"Memang bukan, sampai tahun 2015,"

"2015? Apa yang terjadi?"

"Sama seperti jaman sekarang, di era itu ada juga yang namanya selfie, atau di tahun 2000an mereka menyebutnya foto narsis?"

"Narsis? Itu bukannya sejenis penyakit jiwa ya?"

"Iya semacam itu,"

"Masa depan benar-benar gila," gerutu kamu.

"Yang akan saya ceritakan belum seberapa, di zaman itu ada yang namanya TONGSIS,"

"Apa tongsis?"

"Iya singkatan dari tongkat narsis," Arif tertawa keras. "Itu jadul dan konyol banget, bentuknya seperti tongkat golf dengan handphone di ujungnya,"

Kamu hanya bisa menggelengkan kepala.

"Di tahun 2012 sampai 2014, tongsis begitu laku, seiring dengan maraknya social media dan akses mudah internet. Semua orang ingin foto, semua orang ingin selfie, semua orang ingin eksis, mereka ingin menunjukan mereka liburan ke mana, sedang mengejarkan apa, hingga sedang pacaran dengan siapa, dan bahkan anak bayi yang baru lahir pun di foto dan di upload di social media."

"Semua orang ingin terlihat keren,"

"Iya itu alasan utamanya, dan tahun itu banyak beredar handphone China yang bisa buat memotret dan untuk memotret dengan keren orang-orang di zaman itu menghubungkan handphone dengan tongsis. Tapi ada orang-orang yang malu dan bosan dengan tongsis, terutama kalangan selebritis dan pekerjaan kantor menengah atas, mereka ingin melakukan hal yang beda dari apa yang orang awam lakukan."

"Saya bisa membayangkan, terus?"

"Di tahun 2012 mulai marak yang namanya helicopter dengan kamera, biasa digunakan oleh para kru film ataupun televisi, terutama acara-acara TV yang bertema traveling kayak 'My Trip My Adventure' mereka menggunakan mini-helicopter dengan kamera untuk mengambil gambar di tempat-tempat yang sulit dijangkau. Tapi mini-helicopter berat dan tidak praktis, jadi belakangan para crew televisi ini menggunakan drone atau bahasa kunonya quadcopter. Sebenarnya quadcopter sudah dikembangkan lama, di tahun 90an hingga 2000an hanya digunakan oleh kalangan militer dan intelijen, baru pada tahun 2010 quadcopter dengan nama drone dikembangkan untuk bisnis komersial, saat pameran teknologi di Las Vegas. Dan mulai dari situ pameran teknologi selalu menghadirkan drone-drone dengan teknologi dan fitur terbaru. Dan di tahun 2014 para selebritis mulai menggunakan drone untuk selfie dan narsis, kemudian tahun 2015 para pekerja kantoran di Jakarta juga ikutan membeli drone.

"Jadi sebenarnya di tahun 2014 itu masyarakat nggak butuh-butuh banget,"

"Memang tidak. Tapi, para pebisnis besar melihat peluang, dan mereka menciptakan demand tersendiri untuk penjualannya. Di tambah lagi promosi gratis dari para selebritis, kebanyakan paman tahun para artis itu hobinya travelling dan sebagai orang berada mereka malu menggunakan tongsis, mereka menggunakan drone. Di pertengahan 2015 terjadilah booming trend drone di Jakarta. Kemudian di susul bulan-bulan berikutnya ke kota-kota lain. Para pejabat pemerintah pun akhirnya ikutan eksis juga dengan drone. Lalu pada tahun 2016-2017 muncul drone-drone murah dari China, sehingga orang-orang dengan ekonomi menengah ke bawah bisa membeli drone. Tapi tetap ada drone yang mahal dengan teknologi yang terus di improve, ditahun itu drone sudah nggak pakai radio controler. drone dikendalikan visual controler sama seperti sistem di handphone ini," Arif menyapu layar tanpa menyentuh dan gambar di layar tersebut berubah. "Seperti yang paman lihat sekarang, penggunaan drone jauh lebih mudah, dia akan terbang ke mana yang kita hanya dengan memainkan jari tangan."

Mendengar semua cerita panjang itu, kamu makin menyadari bahwa kekuatan dari teknologi semakin mengerikan, apa yang dahulu cuma ada di komik seperti kekuatan telekinesis sekarang dipraktekan oleh orang awam bahkan anak-anak balita. 
.  .  .

Melewati jalan Jend. Sudirman, semuanya tampak beda dari yang kamu kenal sebelumnya.

Gedung-gedung tinggi memagari kanan dan kiri jalan, kamu seperti melaju di tengah aliran sungai di dasar jurang yang dalam. Jurang itu dihuni oleh makhluk-makhluk mengerikan mereka seperti kepik raksasa, mereka berterbangan di mana-mana, mereka mengikuti manusia seperti hantu penasaran di film horor Jepang.

Karena Car Free Day, Arif memarkir mobil di daerah Semanggi lalu kalian melanjutkan dengan naik monorail, sebuah kereta listrik raksasa yang membelah Jakarta.

Turun di Bundaran HI, kamu merasa seperti berada di dalam lautan memandang ke langit dan puluhan ribu drone beterbangan di sana, mereka berputar secara random namun harmoni karena tidak saling betabrakan satu sama lain. Arif menjelaskan bahwa drone sekarang sudah punya algoritma canggih yang membuat mereka bisa menghindari benturan sesama drone bahkan dalam jumlah yang sangat banyak itu.

Inilah mimpi kamu, ini bukanlah bumi yang selama ini kamu kenal, kamu berada di planet lain di peradaban lain hanya dengan tidur di dalam kulkas selama 30 tahun.

"Mereka sangat berbahaya," ucap kamu pelan.

"Tidak mereka tidak berbahaya, tidak seperti di film Star Wars mereka tidak dipasangi senjata laser,"

"Mungkin itu yang para penjual itu bilang, tapi kita tidak tahu apa yang ada di dalam perut drone bukan,"

"Tidak mereka tidak dilengkapi senjata apapun tidak juga senjata api atau jarum beracun, semuanya aman."

"Oh iya, paman tahu 3 hukum robot," Arif melanjutkan. "Itu protokol khusus yang membuat robot tidak akan menyakiti manusia, dan mereka juga sudah di program dengan itu. Bahkan, jika melihat ada seseorang yang dalam bahaya mereka akan menyelamatkannya meski menghancurkan tubuh mereka sendiri."

"Tapi aturan itu dibuat oleh manusia bukan, dan kadang manusia melanggar aturan yang dia buat sendiri," ucap kamu.

"Itu untuk manusia paman, bukan untuk drone, para mesin ini di desain dengan logika biner yang hanya mengetahui benar dan salah, dan bukan zona abu-abu. Lagipula selama ini semuanya aman-aman saja kok,"

Ucapan Arif mengingatkan kamu dengan hal buruk yang pernah kamu lakukan, bermain petasan, nonton film bokep, ngecengin cewek, kamu akan selalu bilang selama ini semuanya aman-aman saja kok.

Tiba-tiba kamu melihat sebuah drone jatuh dan menabrak seorang wanita yang sedang berdiri di pinggir kolam. Terdengar suara wanita yang lain menjerit, kamu juga mendengar suara pria yang berkata. "Apa itu? Kelihatannya ada yang jatuh?"Kamu melihat dengan tepat bahwa hantaman drone ke wajah wanita itu begitu keras seperti orang yang ditabrak motor tepat di wajahnya. Dalam hati kamu bertanya-tanya apakah wanita meninggal? Namun belum sempat kamu bergerak drone yang lain menabrak laki-laki yang berada di pinggir kolam, kemudian jatuh lagi drone yang menabrak orang yang sedang jogging, juga ada drone yang jatuh menabrak pengendara sepeda, ini benar-benar serius kamu melihat darah muncrat di sana. Suasana berubah menjadi horor, kamu ketakutan, kamu masuk ke dalam Nightmare of Elf Street yang pernah kamu tonton.

Mimpi buruk kamu menjadi kenyataan, bukan satu atau dua, bukan belasan ataupun puluhan, tapi ratusan mungkin ribuan drone yang berterbangan di Bundaran HI menyerang manusia. Kamu tidak sempat berkata-kata kamu menarik Arif untuk menjauh dari wilayah HI, kamu berlari masuk ke jalan-jalan kecil di pinggirannya, kamu masuk ke gang-gang yang tidak kamu kenal.

Kamu menengok ke belakang dan drone bermata merah milik Arif terus mengejar kamu, kamu berlari dari satu belokan ke belokan lain, namun drone tetap mengejar kamu. Arif kehabisan nafas dan dia meminta untuk berhenti, namun kamu begitu ketakutan, kamu tidak ingin berhenti. 

"Nggak perlu berlari, kita sudah jauh paman!" teriak Arif sambil menghentikan langkahnya, namun drone itu tetap ada di sana di atas kepalanya.

Kamupun balas berteriak. "Drone itu akan membunuh kamu,"

"Tidak paman itu sebuah kesalahan, ada seseorang di sana yang meng-hack sistem pengendali drone,"

Aku masih tidak mengerti, menatap drone milik Arif dia tetap ada di sana tidak bergerak atau melakukan penyerangan. Kamu berpikir ulang apakah benar ada drone yang menjadi jahat dan ada drone yang tetap sama berpihak pada manusia?

"Hack? Apa itu dan kenapa drone kamu tidak mengikuti mereka?"

"Karena punya saya X-7 adalah model terbaru dia punya sistem enkripsi yang baru dan dia tidak mudah di hack seperti drone yang tadi jatuh,"

"Memang apa bedanya?"

"Yang menyerang orang-orang tadi adalah drone yang murah, model lama, dan mereka bisa di hack oleh teroris,"

Arif pun menunjukkan laman berita di handphonenya, peristiwa yang terjadi di HI tadi adalah serangan teroris, banyak meninggal namun banyak juga yang selamat. "Lihat," ucapnya dengan mata yang sangat serius.

Kemudian ada tayangan video dari pembantaian tersebut, drone-drone turun dari langit dan langsung menghantam wajah orang-orang yang sedang asik berjogging. Tapi ada drone yang memang tetap terbang, dan ada drone yang menabrakan dirinya drone lain. "Lihatkan, itulah protokolnya, drone akan menyelamatkan manusia dari bahaya sekalipun itu menghancurkan tubuh mereka sendiri,"

"Nggak, nggak ini tetap sebuah kesalahan, sesuatu yang lebih buruk bisa saja terjadi,"

"Sesuatu yang buruk memang selalu terjadi,"

Kamu semakin marah. "Bukan, bukan seperti ini, robot dan manusia tidak bisa hidup berdampingan,"

"Tidak paman, anda terlalu paranoid, terlalu banyak nonton film Hollywood,"

Kamu menarik leher baju Arif, kamu nyaris meninjunya. Namun kamu berhenti, lalu berbisik. "kita bisa memperbaikinya, semua ini tidak perlu terjadi."

Kamu pun berpikir tentang kulkas dan kulkas, kamu hanya tidur sekejab di sana.

"Tidak perlu terjadi? Maksudnya?"

"Kita bisa kembali ke masa lalu dengan mesin waktu?"

"Mesin waktu?"

"Kulkas itu adalah mesin waktu, saya hanya tertidur sekejab di sana dan terbangun di dunia aneh ini,"

"Kulkas itu bukan mesin waktu paman, kulkas itu adalah mesin Cryo, mesin untuk membuat manusia masuk dalam tahap super-hibernasi,"

"Aku tidak peduli, aku benci dengan dunia versi ini, aku ingin masuk ke dalam kulkas dan kembali lagi ke duniaku,"

Arif pun menyerah, dia mengantarkan kamu pulang, dan dia pun memasukan kamu kembali ke dalam kulkas. Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah kamu terbangun di masa lalu atau masa depan? Kamu pun tidak akan menduga apa yang akan kamu temui selanjutnya setelah pintu kulkas itu terbuka lagi.
.  .  .

Ilustrasi Drone dari wired.com



2 comments:

  1. Jadi teringat dg kulkasnya Captain Amrik n Wintersoldier..

    ReplyDelete
  2. Sebenarnya saya terinspirasi film lama,

    Saya lupa judulnya, tentang seorang astronot yg mencoba mesin cryo gituh dan dia terbangun di masa depan sama cucunya yang sudah gede,

    ReplyDelete