Saturday, December 3, 2016

Fiksi Fantasi vs Fiksi Detektif

by Ftrohx


Menonton Final Fantasy: Kingsglaive kemarin seolah menarik jiwa gw kembali ke masa lalu.


Dahulu, saya adalah penggemar berat fiksi fantasi. Saya nggak suka cerita Detektif, melihat wajah Conan Edogawa di televisi saja membuat saya bergumam. "Ah, membosankan!" Sedangkan Sherlock Holmes "Ah, ribet males gw bacanya"

Saya lebih suka fiksi fantasi. Saya lebih suka Dragon Ball, HunterXHunter, Naruto, dan Bleach.

Teman-teman saya banyak yang membicarakan cerita Detektif, entah Conan, DDS, Kindaichi, dan seterusnya. Namun saya tetap tidak tertarik. Sampai kemudian saya membaca Death Note. Darisana mata saya terbuka dan baru tertarik dengan fiksi Detektif. Haha.. Padahal anda tahu sendiri, Death Note bukan komik Detektif melainkan fiksi fantasy juga. Tapi kembali karena unsur Detektifnya kuat memberi saya fondasi yang keras di genre ini.

Sewaktu kecil saya sering berkhayal, seandainya saya memiliki kekuatan supranatural. Seandainya saya bisa mengendalikan cakra, seandainya saya menjadi seorang superhero. Khayalan-khayalan dibenak saya terus bertumpuk dan bertumpuk. Hingga suatu waktu saya mencoba menuliskannya. Sayangnya, kemampuan menulis saya pada saat itu sangat pas-pasan. Sehingga tidak mampu menuangkan apa yang dibenak saya ke dalam bentuk kata-kata.

Haha.. Ok, ini konyol.

Azra adalah karakter lama yang sudah ada dibenak saya, bahkan sebelum saya belajar mengetik. Dahulu Azra bukan Informan ataupun Detektif, melainkan sosok superhero. Saya berkhayal dia punya jurus bola energi seperti Rasengan-nya Naruto. Haha.. Tapi kemudian saya nggak bisa mengembangkannya.

Saya nggak bisa menuangkan adegan-adegan visual di otak gw ke dalam bentuk tulisan.

Pada saat itu saya bahkan nggak tahu, konflik apa yang cocok untuk Azra. Siapa musuh utama, dan seterusnya dan seterusnya. Begitupula dengan Lufin, dahulu saya berkhayal dia sebagai seorang Pyschometry atau Retrocognition. Dia bisa melihat masa lalu dari tempat atau benda yang dia sentuh. Huh, hidup jadi begitu mudah dengan kekuatan itu.

Nyaris saya nggak bisa mengembangkan konfilk untuk karakter-karakter itu.

Jadi, saya kembali belajar.

Saya buka-buka novel fiksi. Saya mulai membaca Sherlock, lalu kemudian Dan Brown, lalu Agatha Christie, dan seteruanya. Dan semuanya berubah. Oh disinilah kemahiran saya, menulis cerita mystery menulis fiksi detektif. Saya suka konflik yang rumit dan gw suka dengan pemecahan yang mengejutkan. Saya sangat suka plot twist, saya sangat suka sesuatu yang mendobrak nalar. Jadilah saya tenggelam di fiksi detektif. Hingga bikin novel Detektif atau yang kata seorang teman lebih ke crime thriller.

Meski begitu saya tetap suka dengan fiksi fantasi.

Saya tetap menonton film-film bertema itu dan kadang kalau sempat gw tetap membacanya, meski cuma Harry Potter. Saya berpikir, “Fiksi Fantasi ntuh bukan untuk orang seperti gw. Fiksi Fantasi itu untuk teman-teman yang bisa menggambar karena Fiksi Fantasi lebih banyak visual daripada kata-kata.” Sulit menggambarkan sebuah pertarungan yang epic dalam bentuk kata-kata.

Iya, jadilah saya seperti diri saya yang sekarang.

Saya lebih milih fiksi Detektif, karena lebih masuk akal, lebih nyata, lebih mudah dibuat dan terstruktur. Fiksi Detektif bisa dipelajari dengan rajin baca buku. Dengan belajar trik-trik dari para senior dan seterusnya. Sedangkan Fantasi, saya berpikir bahwa itu adalah sebuah anugrah. Sesuatu yang datangnya dari langit dan nggak bisa diajarkan. Fantasi butuh sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Dia butuh visual, dia butuh tata musik, dan rasa yang grande. Iya, nyaris mustahil untuk orang seperti saya.

Kemudian hasrat itu bangkit.

Saya menonton trailer Final Fantasy XV dari yang edisi lama thn 2006 sampai yang terbaru kemarin 2016. Saya membaca motto mereka. "This is a fantasy based on reality" dan "The figure that still lies asleep in fantasy"Kali ini mereka membuat mahakarya yang begitu dekat dengan dunia nyata. Bicara tentang Final Fantasy XV bisa jadi cerita panjang di sini. Namun hal utama yang saya rasakan adalah saya ingin kembali menulis fiksi fantasi. Saya berkhayal seandainya saya jadi bagian dari mereka, seandainya saya ikutan bikin projek seperti FF XV di Square Enix, iya betapa sebuah anugerah besar.

Oh iya bukan cuma FF XV yang membangkitkan hasrat saya dengan fiksi fantasi. Fantastic Beast and Where to Find Them juga. J K Rowling, dia kembali membangkitkan semesta Harry Potter. Juga kemarin membaca ulang beberapa chapter Naruto. Huh, mereka memukul kepala saya dengan ide. “Bagaimana jika Kingsglaive, Fantastic Beast, dan Negeri Konoha digabung jadi satu, betapa GILAnya! Haha..”

Mereka mengingatkan saya bahwa, fiksi fantasi begitu besar dan luas.

Lo bisa melakukan apapun yang lo mau dalam dunia fiksi fantasi lo. Lo bisa buat cerita tentang alien, tentang orang-orang punya kekuatan supranatural, tentang ninja, tentang penyihir. Lo bisa melakukan hal-hal ajaib tanpa perlu menjelaskan kenapa hal ajaib itu bisa terjadi.

Fakta bahwa kebanyakan hal-hal yang indah itu justru sesuatu yang tidak bisa kita jelaskan, bukan.
.  .  .

1 comment:

  1. Terkdang Fantasy dan detektif saling mlengkapi satu sma lain. Dlm fantasy ad unsur detektif bgtu jg sbliknya..

    Fantastic beast ckp sukses mnostalgiakn kmbli hewan2 eksotis khas dunia fantasy.. Tlg bhs donk ttg kluarga scamander & skolah2 sihir selain hogwarts..

    ReplyDelete