Thursday, July 3, 2014

Klasik di atas Klasik


Cerita Tentang Tiga Apel
By Ftrohx


Satu kisah klasik di atas klasik yang masih membuat saya merinding sampai saat ini. Sebuah cerita kriminal yang menjadi fondasi bagi semua fiksi detektif yang ada sekarang.

Sebuah kisah yang masih sangat relevan bahkan untuk dunia modern seperti sekarang.

Teman-teman pasti sudah sering mendengar kisah berulang-ulang, kisah ini pun terus berreinkarnasi dari zaman ke zaman. Sebuah kisah yang sangat legendaris jauh sebelum Edgar Allan Poe ataupun Wilkie Collins terlahir yaitu Cerita Tentang Tiga Apel.




Sebelum saya membahasnya, sedikit saya bercerita tentang apa itu "Kisah Tiga Apel" Kisah ini berada dalam Hikayat Seribu Satu Malam yang dinarasikan oleh Shahjehan.

Al kisah, sang Khalifah membeli sebuah peti dari seorang nelayan, sebuah peti kayu misterius yang ditemukan mengambang di sungai Tigris. Kemudian, ketika dia membongkarnya ternyata peti itu berisi potongan tubuh seorang wanita muda. Tentu saja semua orang terkejut, tidak ada identitas dari jasad wanita tersebut, tidak ada yang mengenalinya.

Lalu sang Khalifah menugaskan seorang anak buah yang paling dibenci (atau mungkin dengan sengaja memberikan tugas yang sulit ini) kepada Ja'far bin Yahya, dengan batas waktu 3 hari kalau tidak Ja'far sendiri yang akan di eksekusi mati.

Ini hal yang gila, tentu saja, karena tidak ada informasi apapun terkait dengan wanita muda yang tewas terbunuh itu. Ja'far kelihatannya hanya bisa pasrah, berdiam diri di rumah selama 3 hari. Seolah narapida menunggu hukuman mati. Lalu, secara ajaib di hari terakhir tenggat waktu pemecahan kasus itu, tiba-tiba muncul dua orang yang mengaku sebagai pelaku pembunuhan wanita muda tersebut. Mereka datang begitu saja? Yang satu seorang pria tua dan yang satu lagi seorang pemuda. Mereka berdua sama-sama mengaku sebagai pembunuhnya. Khalifah pun menugaskan pengawal untuk menggantung mereka berdua, namun si pemuda berkata. "Saya yang melipat jasadnya dengan karpet," mengetahui fakta yang hanya diketahui orang yang membuka peti itu, maka Khalifah menemukan bahwa si pemudalah yang benar pelakunya.

Lalu, cerita pun berlanjut flashback dari si pemuda. Dia bercerita bahwa wanita muda di dalam peti itu adalah istrinya sendiri. Beberapa hari sebelumnya, si istri itu sakit dan memintanya untuk membeli sebuah Apel, lalu si pemuda pergi jauh ke Bashrah untuk menemukan Apel yang dimaksud tersebut. Setelah perjalanan jauh, si istri itu justru tidak memakan Apelnya melainkan, hanya menaruhnya di samping tempat tidur. Kemudian si pemuda meninggalkannya untuk bekerja,  seharian si pemuda berada di Tokonya. Lalu, sebuah kisah pilu dimulai takala si pemuda melihat orang berkulit hitam yang membawa Apel persis seperti apa yang dia berikan kepada istrinya. Si Pemuda bertanya pada orang tersebut darimana Apel itu berasal. Si orang asing itupun berkata "Saya mendapatkan Apel ini dari kekasih saya yang sedang sakit," mendengar ucapan itu si pemuda langsung berang, dia berlari ke rumahnya dan menemukan bahwa salah satu Apel di samping istrinya itu telah hilang. Si pemuda tanpa berpikir panjang dan tanpa bertanya, langsung mengambil pisau dan membunuh istrinya sendiri. Seorang suami yang sangat mencintai istrinya berubah menjadi maut yang mencabut nyawa, sebuah tragedi yang bahkan sampai zaman modern seperti sekarang, hampir setiap hari kita bisa mendengar kisah seperti ini disiarkan di berita televisi. Jujur, bagian yang ini sangat menyesakkan dada saya.

Memang tidak dituliskan inner emosi dari karakternya, tapi dari narasi saja, cerita ini sudah lebih dari cukup untuk membuat kita menjadi emosional. Setelah istrinya dia bunuh dan dimasukan ke dalam peti, plot twist pun terjadi. Ternyata yang mengambil Apel dari kamar istrinya tersebut bukan si orang asing yang dia temui di pasar, melainkan anaknya sendiri yang masuk ke dalam kamar dan mengambil apel tersebut. Tidak dituliskan betapa SESAL-nya si pemuda mendengar informasi itu, tapi dia tahu dia siap untuk di hukum mati kapan saja setelah mendengar cerita dari mulut anaknya.

Pengakuan pun selesai, namun Khalifah justru tidak menghukum si pemuda, melainkan dia kembali meminta Ja'far untuk menuntaskan kasusnya, dengan tenggat waktu 3 hari, jika tidak bisa dialah yang akan dihukum mati. Entahlah, apa hanya saya yang merasa, bahwa karakter Khalifah di sini persis seperti Queen Heart di cerita Alice in the wonderland.

Selama 3 hari, Ja'far pun pasrah. Dia hanya berdiam diri di rumah, berharap Tuhan mengabulkan do'anya dan memberikan dia petunjuk untuk memecahkan kasus tersebut. Lalu secara ajaib, dia menemukan Apel yang selama ini mereka bicarakan di Istana Khalifah, sebuah Apel yang menjadi kunci dari kasus yang pelik ini (dengan sangat-sangat kebetulan) berada di rumahnya dalam genggaman anaknya sendiri. Lalu si anak bercerita bahwa Apel itu di dapat dari pembantunya yang berkulit hitam, langsung saja dia mengkonfirmasi hal itu dan fakta pun terkuak bahwa selama ini orang asing yang dibicarakan oleh si pemuda itu adalah pembantu di rumah Ja'far.

Diapun membawa si pembantu ke hadapan Khalifah, namun sang penguasa itu justru tertawa. Dia berkata, bahwa kisah ini mesti di bukukan dan disebarkan ke masyarakat luas. Sedangkan untuk si pembantu dan si pemuda pelaku pembunuhan, hukuman terhadap mereka tidak dijelaskan. Kisahpun berakhir dengan Ja'far bercerita tentang sebuah kisah lain dalam Hikayat Seribu Satu Malam.
.  .  .

Sedikit review saya untuk Cerita Tiga Apel. 

Secara kuantitas cerita ini hanya terdiri dari 3 ribuan kata, termasuk kisah yang pendek. Namun si penulis merampatkan semua informasi itu sepadat-padat mungkin hingga tampak cukup gila sih menurut saya.

Seperti yang saya tulis di atas, secara konten kisah ini masih sangat relevan sampai sekarang. Kisah seorang suami yang membunuh istrinya karena rasa cemburu, bukankah kita semua masih sering mendengar cerita seperti itu dari media TV atau berita di internet. Cerita itu terus berulang dan berulang bahkan di zaman modern seperti sekarang.

Sedangkan dari crafting, ceritanya kurang bermain dengan detail. Tidak dijelaskan secara gamblang di mana lokasi/tempat kejadian perkaranya, tidak ada keterangan waktu dan tanggal, dan juga tidak ada deskripsi fisik dari tiap karakter. Bagi kamu yang biasa membaca serius, jangan harap mendapatkan rasa 5 indra dari cerita ini. Narasi dari cerita ini adalah PoV 3 mungkin bagi teman-teman yang biasa mengkritisi naskah atau cerpen, pasti akan bilang bahwa cerita ini nge-flat. Tidak ada inside view ataupun emotional rollercoster, semuanya hanya datar aja.

Tapi, karena ini cerita ini adalah yang pertama tercatat  dalam sejarah maka dia BERHASIL. Seperti halnya Alice in Wonderland, meski ceritanya cuma 20ribu kata tapi berhasil mengubah dunia. Apa jadinya peradaban planet ini tanpa Alice in Wonderland? Tidak ada The Matrix, tidak ada Resident Evil, dan lain sebagainya. Planet ini pasti sangat hambar.

Ok, dengan analogi yang sama. "Apa jadinya planet ini tanpa kisah Tiga Apel?" mungkin Edgar Allan Poe tidak akan pernah nulis cerita tentang Auguste Dupin. Tanpa Dupin, Sir Arthur Conan Doyle tidak akan menulis Sherlock Holmes? Apa jadinya dunia ini tanpa Sherlock Holmes?

.   .   .

No comments:

Post a Comment