Wednesday, July 16, 2014

Point of View

By Ftrohx

"Saat misteri dan konspirasi terlalu kompleks, orang pertama takkan sanggup membongkarnya sendirian. Jadi dia perlu 'menyerahkan' pekerjaan itu pada orang ketiga." - Brahmanto Anindito.




Untuk beberapa penulis Point of View kadang menjadi sebuah masalah, PoV 1 misalnya kita hanya melihat dari sudut pandang satu orang atau personal, sementara jika kejadiannya luas atau mencakup area yang besar kadang kita membuat PoV 1 dengan karakter yang berbeda, dan ini biasanya masalah, kita mesti menguasai bahasa yang berbeda dan psikologi karakter yang berbeda.

Sedangkan PoV 3 membuat cerita yang luas itu menjadi jauh lebih mudah, kita tidak perlu khawatir mengenai psikologis tiap karakter, kita tidak perlu inside mereka, kita bisa pindah scene ke manapun kita mau di tiap bab-nya. Tapi masalahnya, para pembaca (terutama yang biasa baca PoV1) akan bilang "Kok ceritanya nge-flat aja sih? Nggak ada rasa emosinya?" atau "Ini tulisan kok nggak pakai pencitraan 5 indera?" dan sebagainya. Yang pasti itu masalah.

Masalah Point of View ini bukan hanya (pernah) dialami oleh penulis amatir seperti saya, seorang Doestoyevsky pun juga pernah mengalaminya. Saat dia membuat Crime and Punishment, awalnya buku itu dibuat dengan PoV 1 yaitu dari sudut pandang protagonis si Raskolnikov, tapi semakin masuk ke tengah cerita yang dia tulis makin buntu, karena ruanglingkupnya menjadi begitu sempit kala bermain hanya pada satu protagonis. Karena itu Doestoyevsky mengulang lagi tulisannya dan membuat Crime and Punishment dari PoV 3.




Saya setuju dengan Doestoyevsky, saya juga pernah punya masalah seperti itu. Terutama saat kita membuat novel detektif, begitupula dengan crafting.

Membongkar rak buku, saya bertanya-tanya sendiri lebih banyak mana sih PoV 1 atau PoV 3 ?

Novel PoV 1 di rak buku saya:

1.  Study in Scarlet - Arthur Conan Doyle
Tentu saja novel pertama dari serial Sherlock Holmes, menggunakan PoV 1 semua dari sudut pandang subyektif Dr. Watson.
Membaca ini saya selalu ingat kata-kata Fandi Sido. "Saya lebih pilih PoV 3 karena PoV 1 saya tidak sehebat Dr. Watson dalam menarasikan cerita."

2.  Dracula - Bram Stoker
Jangan tertipu dengan cover dan judulnya, novel asli Dracula karya Bram Stoker tidak seseram yang anda atau orang-orang bayangkan.
Novel ini dibuat dengan PoV 1 dari sudut pandang banyak karakter, mulai dari Jonathan Harker, Mina Murray, Lucy Westenra, Dr Seward, Van Helsing, hingga Dracula sendiri.
Bentuk PoV 1 nya juga bermacam-macam, mulai dari kirim-kiriman surat antara Harker dengan Mina, hingga diary dari Lucy dan Dr Seward mengenai peristiwa Horror yang mereka alami.

3.  Mysterious Affair - Agatha Christie
Buku ini punya konsep yang sama dengan serial Sherlock Holmes, PoV 1 dari asisten detektif yang tidak dapat diandalkan yaitu Arthur Hastings.
Tapi disini Arthur menulis dengan sangat detail. Dia mengikuti kasus ini mulai dari awal pembunuhan (awal mayat korban ditemukan) sampai tersangkanya dibawa ke pengadilan, sampai tersangkanya dibebaskan karena kurang bukti, sampai ke pengadilan lagi, ke tempat kejadian perkara lagi, sampai akhirnya ditemukan pembunuh yang sebenarnya.

4.  Affair Next Door - Anna Kathrine Green
Keseluruhan buku ini menggunakan PoV 1 dari Amelia Buttenworth, detektif fiksi wanita amatir pertama di dunia.
Amelia punya determinasi, punya ambisi, dan ego yang tinggi dalam memecahkan kasus.
Tapi untuk beberapa hal, kadang dia melakukan kesalahan konyol. Namun disinilah hebatnya menurut saya, karena sang penulis sukses membuat dia menjadi karakter yang manusiawi.

5.  Fight Club - Chuck Palahniuk
PoV 1 dengan narator yang tanpa nama, yang kemudian di versi film diidentifikasikan dengan initial Jack yang diperankan oleh Edward Norton.
Narasinya tidak begitu istimewa, tapi justru konten dan cerita yang disampaikannya lah yang membuat buku ini berhasil.

6.  My Name is Red - Orhan Pamuk
Buku ini rumit atau bisa dibilang bacaan yang berat bagi orang awam, bahkan untuk saya sendiri buku ini cukup berat, baik itu dari sisi filosofi yang dalam juga dari kerumitan kasus kriminal yang ditangani oleh karakter protagonisnya. 
My Name is Red menggunakan PoV 1 dengan banyak karakter, mulai dari inside mind sesosok mayat korban pembunuhan, keluarga yang ditinggalkan, terus detektif amatir dengan initial Black, serta para terduga pelaku pembunuhan yaitu Butterfly, Stork, dan Olive. Yang mengerikan lagi, tiap karakter memiliki cara berpikir, emosi, obsesi, dan ambisi serta pengetahuan yang tersendiri. Seolah-olah sang penulis Orhan Pamuk memiliki jiwa yang banyak hingga bisa menulis tentang banyak jiwa tersebut.

7.  Auguste Dupin - Edgar Allan Poe
Murder in Rue Morgue, Mystery of Marie Roget, dan Purloined Letter. Semuanya menggunakan PoV 1 dari seorang narator yang tanpa nama, sementara Dupin dinarasikan seperti Holmes dinarasikan oleh Watson.
Tidak ada yang istimewa dari ketiga cerita ini, hanya saja karena ini yang pertama (di planet bumi) maka dia BERHASIL dengan sukses.  


Novel PoV 3 di rak buku saya:

1.  Bone Collector - Jeffrey Deaver
Bagi yang terbiasa baca PoV 1, membaca novel Jeffrey Deaver pasti tidak akan tertarik. Novel ini taste-nya lebih ke PoV 3 atau bisa saya bilang murni PoV 3, yang menurut para kritikus sebagai buku yang nge-flat aja.
Tapi menurut saya novel ini juga tidak bisa diubah ke PoV 1 (atau sekalipun bisa hasilnya menurut saya tidak akan sebagus PoV 3) karena misteri dan konspirasi terlalu kompleks, orang pertama takkan sanggup membongkarnya sendirian.

2.  Deathly Hallow - J K Rowling
Anda pasti setuju dengan saya, J K Rowling adalah satu dari sedikit penulis di dunia ini yang berhasil membuat PoV 3 dengan taste seperti PoV 1.
Bagaimana dia merangkai cerita yang spektakuler dengan penyampaian yang sesederhana mungkin.
Bagaimana dia bisa menuliskan kedalam perasaan dan emosi dari tiap karakternya, mulai dari trio Harry Potter, Ron, dan Hormione. Sampai ke pangeran kegelapan Voldemort, Rowling berhasil menuliskannya seolah dari kedalaman PoV 1.

3.  Secret Agent - Joseph Conrad
Nah ini, menurut saya PoV 3 rasa medium, tidak semurni PoV 3 nya Jeffrey Deaver juga tidak mengarah ke PoV 1 seperti J K Rowling.
Pas di tengah-tengah, seandainya saya bisa, seandainya saya punya kekuataan. Pengen banget saya membuat novel dengan taste seperti ini.
Secret Agent bercerita tentang Verloc, seorang agen rahasia yang diberi misi oleh atasannya untuk meledakan Greenwich.
Lalu setelah aksinya tersebut berhasil, justru tragedi yang sebenarnya muncul. Intinya ini sebuah kisah klasik di mana karakter anti-hero berakhir dengan tragis.

4.  Day of the Jackal - Frederick Forysth
Jackal sang assassin, diberi tugas untuk membunuh Presiden Prancis. Bagaimana dia memulai perjalanan panjangnya dari Inggris, ke Belgia, hingga Paris Prancis.
Jika Bone Collector cukup nge-flat, Day of the Jackal lebih parah lagi, karena selain dia nge-flat, masalah misteri dan permainan plotnya itu sangat kurang. Kombinasi yang buruk.
Biasanya novel dengan kombinasi seperti ini tidak berhasil masuk ke pasaran (atau tidak berhasil lolos di editor) tapi bagusnya dia berhasil dan diterima pasar.

5.  The Lost Symbol - Dan Brown
Dari semua bukunya Dan Brown, ini masih jadi favorit saya, The Lost Symbol.
Dia berhasil nge-Mix antara PoV 3 dengan PoV 1.
Sudut pandang orang ketiga-nya ketika menyoroti karakter protagonis Robert Langdon, sedangkan sudut pandang orang pertama-nya ketika inside mind karakter Mal'akh si pembunuh berantai.

6.  Cuckoo's Calling - J K Rowling
Kalau tentang J K Rowling lagi, rasanya tidak perlu ada yang dibantahkan. Cuckoo's Calling ada novel pembuka dari serial detektif Strike karya Rowling.
Cerita menggunakan PoV 3 tapi cara Rowling meng-craftingnya membuat novel ini tidak bisa dibantahkan baik oleh para editor ataupun para kritikus.
Berkisah tentang detektif swasta yang hampir bangkrut karena tidak mendapati klien, lalu secara ajaib muncul klien dengan kasus yang sangat bagus, melibatkan uang 10 juta poundsterling.

7.  Crime & Punishment - Doestoyevsky
Inilah novel yang saya sebut di atas. Crime & Punishment, tadinya novel ini dibuat dengan sudut pandang orang pertama, namun karena dalam perjalanannya si penulis mentok. Dia menulis lagi dari awal dan membuatnya menjadi sudut pandang orang ketiga.
Sama seperti J K Rowling, menurut saya Doestoyevsky adalah satu dari sedikit penulis di planet ini yang berhasil menulis buku dengan PoV 3 tapi dengan taste PoV 1.
Dia berhasil menyampaikan kedalaman emosi dari sang anti-hero Raskolnikov. Dia juga sukses membuat sang detektif Petrovich yang memburu si pelaku pembunuhan. Ini memang sudah takdirnya menurut saya, bahwa Crime & Punishment HARUS menggunakan PoV 3.


Nb: sebenarnya masih banyak lagi buku di Rak saya, tapi sedikit saja di atas ini sebagia contoh untuk Point of View.
Saya sendiri belakangan mulai menyukai PoV 1 terutama untuk cerita pendek, tapi tetap saya lebih memilih menulis novel dengan PoV 3.
Iya, pada akhir setiap orang punya jalannya sendiri untuk berhasil. 
.  .  .

Ilustrasi, Crime and Punishment sumber wikipedia.org

No comments:

Post a Comment