Wednesday, October 22, 2014
Social Network (2011)
Social Network (2011)
Review by Ftrohx
Anda berada di sebuah pub, bersama seorang wanita cantik.
Dia sangat-sangat cantik, dan anda tidak ingin kehilangan moment tersebut. Anda berusaha untuk terlihat keren, anda pamer pengetahuan-pengetahuan terbaik yang anda miliki, berusaha untuk mempesona dirinya. Tapi dia tidak memahami anda, dia tidak pernah terpesona oleh kata-kata anda. Kemudian anda menjadi sangat emosional, tanpa sadar anda menyinggung satu hal tentang temannya. Keadaan semakin buruk, dia memaki anda sebagai seorang KEPARAT, lalu pergi begitu saja.
Anda frustasi, anda sangat marah, anda ingin meledak.
Anda ingin menghancurkan segala kemudian membangun segalanya dari reruntuhan tersebut.
Itulah yang terjadi pada Mark saat putus dari pacarnya Erica Albright, di sebuah Pub dalam opening film Social Network.
Gambar terus mengikuti Mark, dia berjalan cepat ke asrama-nya Kirkland, Harvard.
Masuk kamar, menulis sebuah curhatan di blog, memaki mantan pacarnya, dan membalas dendam. Seperti kata Putra Perdana "Kemarahan kadang bisa menjadi energi bagi kreatifitas," itupula lah yang dilakukan Mark. DIa menyalurkan kemarahannya pada blog dan kemampuan web programming-nya. Sambil mabuk dengan minum minuman beralkohol dia mengetik banyak kode HTML dan SQL server sekaligus menulis blog yang membantai mantannya.
Membuka desktop tampilan layar yang pertama dia lihat adalah The Kirkland Facebook, situs dari asrama tempat Mark tinggal.
Ide dari facebook sebenarnya simple, buku wajah atau dalam bahasa Indonesia terutama anak muda Jakarta di tahun 2004 KITA MENGENALNYA dengan BUKU TAHUNAN. Mau anak SMP atau SMA, nyaris 99% sekolah di Jakarta punya buku tahunan. Buku tentang data-data, profile, apa yang menarik dan apa yang tidak menarik dari para siswa. Terutama foto profile.
Tapi di sana di Harvard, mereka membuat buku database siswa antar asrama dalam bentuk website sederhana yang bisa di akses secara online.
"Hacking dimulai, rencananya simple seperti animal farm," kata Mark. Bicara apa itu animal farm, saya tidak akan menjelaskannya di sini. Anda bisa membacanya di blog Eka Kurniawan atau Bernard Batubara. Olson, temannya yang mengelola situs Kirkland's Facebook, menjelaskan bahwa mereka membuat tampilan anak-anak Kirkland's "tentang siapa yang Hot dan siapa yang tidak Hot?" Atau kalau di Buku Tahunan SMA 90 kami menulis dengan siswa terkeren, siswa terpopuler, siswa terjaim, siswa terfavorit.siswa terfriendly, dan ter-ter-ter lainnya.
Mark suka ide itu, menginspirasinya membuat website games yang membandingkan antar wajah para mahasiswi di Harvard. Games online untuk memilih siapa yang lebih 'hot' dan siapa yang tidak 'hot'.
Dia menyebut situs ini dengan FACEMASH.
Tentu saja untuk membuat Facemash tidaklah mudah karena membutuhkan foto-foto cewek S1 Harvard, masalah tidak ada database yang mencangkup semua foto itu sekaligus, jadi Mark harus mendownload-nya secara manual dari tiap asrama, syukurnya hampir setiap asrama di Harvard punya Buku Wajah dalam bentuk website yang online di internet.
Oh maaf, kita langsung masuk kasus.
Saya belum menjelaskan kenapa saya bisa menonton film ini.
Jujur, saya biasanya tidak suka buku ataupun film autobiografi, selalu membosankan, selalu linier, selalu mudah ditebak, dan kebanyakan alih-alih motivasi juga mereka terlalu banyak drama picisan.
Namun untuk The Social Network, saya salah. Premis seperti itu tidak ada dalam kamus mereka.
Secara alur, film ini mixed timeline, berselang-seling antara plot yang terjadi saat facebook dibuat dan setelahnya. Menggabungkan flashback Mark dengan meja sengketa para pengacara.
Memang agak rumit untuk dibaca, terutama bagi orang awam Indonesia yang terbiasa dengan plot linier.
Sebenarnya keseluruhan cerita adalah pertemuan Mark dan pengacara dengan Eduardo Saverin serta pengacarnya. Juga Winklevoss bersaudara dan Divya Narendra yang menuduh Mark bahwa facebook meniru website Harvard Connection yang mereka buat.
Sebelum ini, saya pernah nonton film tentang Harvard juga yaitu Black Jack 21. Tentang para mahasiswa Harvard dan MIT yang jago matematik, direkrut oleh dosennya untuk jadi mesin pengeruk uang dari permainan kartu di Las Vegas. Film yang luar biasa, tapi masih kalah dibanding Social Network dalam masalah cinematography dan visualnya.
Jujur, saya agak terkejut dengan biopiknya Mark Zuckerberg ini, karena mereka jauh menyentuh Harvard daripada Black Jack 21. Salut saya untuk sutradara dan tim-nya, mereka berhasil menyorot kampus itu dari sudut-sudut yang sangat tepat, seolah membawa penonton melihat dari matanya, seolah membuat kita berada di Harvard.
to be continued...
Labels:
film
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment