Monday, August 25, 2014

Memotret Jakarta

By Ftrohx


Sore kemarin, saat menyalahkan TV tiba-tiba saya mendapati film Harry Potter: Prisoner of Azkaban

Hm, saya selalu kagum dengan film ini, melihat bagaimana mereka memvisualisasikan kota London dengan sangat bagus, Bus double decker, jalanan yang basah karena hujan dan dinding-dinding hitam yang dingin.

Teringat dengan komen dari Fandi Sido saat membahas novel perdana dari serial detektif Strike yaitu Cuckoo's Calling. Fandi bilang bahwa J K Rowling benar-benar mencintai kota London, dia benar-benar memotret London dengan sangat detail.

Saya juga setuju dengan komentar itu.

Bukan hanya saya, banyak juga para reviewers di Goodreads menulis seperti itu di laman Cuckoos Calling, bahwa Rowling memang (terlihat) sangat mencintai kota London.

Tidak usah jauh-jauh ke Cuckoo's Calling, menonton Harry Potter saja, saya melihat London begitu luar biasa, begitu epic. Se-detik saja lihat potongan gambarnya, kita langsung mengenali kalau itu adalah jalanan Ibukota Inggris. Khas banget suasananya, aura-nya, visualnya.

Saya sempat termenung sejenak saat nonton itu, melihat keluar jendela, ke halaman rumah saya. Timbul pertanyaan bagaimana dengan kota saya sendiri Jakarta? Ada nggak sih penulis yang memotret Jakarta dengan begitu epic? Ada nggak sih penulis Indonesia yang membawa sang tokoh utama menelusuri jalan-jalanan penting di Jakarta? Membawa pembaca hingga merasakan apa yang dia rasakan atas jalanan Jakarta. Melihat sesuatu hal yang detail, memotretnya seperti seorang fotographer profesional membekukan momen.



Membuka rak buku saya yang lama.

Saya menemukan beberapa buku yang memotret kota Jakarta dengan begitu khas-nya.

Pertama Ali Topan Anak Jalanan karya Teguh Esha,

Ini karya klasik, bercerita tentang pemberontakan anak muda di akhir tahun 70-an. Yang saya suka dari novel ini bagaimana Teguh Esha dengan detail menulis nama-nama jalanan di Jakarta, terutama daerah Selatan seperti Blok-M, Mayestik, Melawai, Fatmawati, dan sebagainya. Gara-gara Teguh Esha juga daerah Blok-M menjadi begitu terkenal, bukan hanya di pulau Jawa, tapi semua orang Indonesia pasti pernah mendengar nama Blok M.

Kedua, novel lain yang membahas Jakarta dengan cukup spesifik adalah Negara Kelima karya Es Ito.

Saya suka penggambaran Es Ito sang karakter protagonisnya meloloskan diri dari Polda Metro Jaya. Saya suka penggambaran aksi kejar-kejar mobilnya. Padahal novel ini dibuat tahun 2004-an, hampir 10 tahun sebelum The Raid Berandal tayang di bioskop dengan membawa gambaran aksi kejar-kejaran mobil di jalanan Ibukota..

Selanjutnya, buku favorit saya yang juga memotret kehidupan Jakarta adalah Mentropolis: Sindikat 12 karya WIndry Ramadhina.

Bab awal memang tidak spesifik, namun ketika masuk bab tiga di sini. Windry menyajikan tempat yang terkenal di Jakarta Barat yaitu Kampung Ambon. Tempat yang terkenal karena banyak kriminalitasnya, sampai-sampai televisi swasta pun menyoroti tempat ini.

Mbak WIndry mengatakan bahwa untuk menulis ini dia sampai riset ke sana, dan dia bilang termasuk pengalaman yang menegangkan. Lalu di klimaks dari novel ini Mbak WIndry membawa para pembaca ke daerah Utara Jakarta, kawasan penjaringan. Di mana terdapat rek kereta api yang sudah tidak terpakai, gudang-gudang kosong dan sebagainya. Suasana yang mirip dengan Yellow Box di akhir dari cerita Light Yagami di Death Note.

Selanjutnya, Andriana karya Fajar Nugros. Novel ini juga menyoroti sudut kota Jakarta.

Termasuk juga menyajikan sejarah dan mitos-mitos tentang tempat-tempat penting di Jakarta dalam bentuk fiksi romansa. Mulai dari perpustakaan nasional sampai dengan Kota tua, Bundaran HI sampai dengan patung Pancoran. Saya suka novel ini meski cuma baca sedikit di Google Books.

Membaca Adriana justru saya jadi ingat tentang kenangan saya waktu masih kuliah, saat saya mencari bahan untuk skripsi. Mengingat skripsi saya jadi ingat perpustakaan LIPI dan yang menakjubkan Andrea Hirata menulis tentang perpustakaan LIPI di bab-bab akhir novel Laskar Pelangi, Benar-benar sebuah nostalgia karena saya sendiri secara fisik pernah juga berada di sana.

Selanjutnya, novel 5 cm. karya Donny DIrgantoro.

Novel ini memang lebih ke perjalanan Mahameru, tapi ada bagian yang sentimentil dengan saya yaitu saat mereka pergi ke rumahnya Ian di jalan Bumi Mayestik. Tempat itu tak sampai 2 km dari rumah saya, dan saya memang sering pergi ke Mayestik. Juga pada bagian opening yaitu perjalanan mereka di Radio Dalam. Bagaimana mereka menelusuri pedagang-pedagang dan warung makanan di sana. Bubur Ayam, Nasi Goreng, Sate, Roti Bakar dan sebagainya. Dulu tiap kali pulang dari kampus saya melewati jalan itu dan saya melihat tepat seperti apa yang karakter Zafran lihat di sana.

Juga, ada Jakarta 24 Jam, karya Putra Perdana.

Buku ini cukup spesifik membahas kehidupan Jakarta, dengan setting sebuah kafe fiktif di daerah Sabang, Jakarta Pusat. Buku ini banyak menyajikan tentang lika-liku kehidupan urban, mulai dari masalah percintaan hingga kriminalitas. Karya Putra Perdana yang lain, yang cukup detail menelusuri jalanan Ibukota adalah cerpen Delapan. Dia menulis detail perjalanan di daerah Jakarta Selatan, dari daerah Melawai sampai dengan Pasar Minggu.

Terakhir, dua buku yang juga memotret Jakarta menurut saya adalah Jakarta Secret dan Kronik Betawi.

Jakarta Secret sendiri saya belum sempat baca, tapi menurut review teman-teman yang sudah baca, buku ini bercerita tentang teori konspirasi dan simbol-simbol secret society (seperti freemason) yang ada di Jakarta. Mulai dari Kota Tua, Istana Negara, Monas, Bundaran HI, sampai dengan Pancoran. Sedangkan Kronik Betawi karya Ratih Kumala, ini adalah satu dari sangat sedikit novel yang membahas tentang kehidupan keluarga Betawi. Mulai dari cerita sebelum masa kemerdekaan sampai dengan zaman modern setelah runtuhnya rezim orde baru.

Saya suka Kronik Betawi karena pemaparannya khas banget, sang penulis berhasil menyajikan bahasa Betawi dalam tulisan dengan sangat mulus. Isi-nya memang yang saya alami sendiri sebagai seorang anak yang tumbuh besar di keluarga dan lingkungan Betawi yang kena gusuran ! Hahahaha... Juga menyoroti masalah kemiskinan dan keterpinggiran orang Betawi, buku ini benar-benar REAL banget.

Sebenarnya masih banyak lagi, buku-buku yang memotret tentang Jakarta. Tapi saya belum sempat melirik semuanya. Terakhir di catatan ini. Saya hanya ingin mengatakan bahwa memotret Jakarta juga adalah mimpi saya.

Saya ingin menciptakan sebuah novel seperti Cuckoo's Calling karya J K Rowling, saya ingin menulis tentang Jakarta seperti dia begitu detail menulis sudut-sudut Kota London.

.  .  .

Ilustrasi, Jakarta View sumber allindonesiatravel.com

No comments:

Post a Comment