Tuesday, August 12, 2014

Tiga Buku Agatha Christie

By Ftrohx


Dari puluhan buku detektif karya Agatha Christie, selain Mysterious Affair at Style (tentu saja karena dia yang pertama dari serial detektif Poirot) dan Perril at End House (karena sang pelapor ternyata adalah sang pelaku dan Poirot lagi dudul nyaris tertipu.)

Ada tiga yang menjadi favorit saya yaitu Curtain, Orient Express, dan They Were None. Tiga buku ini begitu luar biasa, menunjukan bahwa Agatha adalah salah satu penulis skenario kriminal terbaik yang ada di planet Bumi (pada masanya.)

Tiga buku tentang aksi pembunuhan yang hampir mustahil dipecahkan karena alibi-alibi yang dibangun para karakternya nyaris sempurna, tidak ada celah. Dan seandainya dipraktekkan di dunia nyata, dengan asumsi para penyelidik kepolisian dan kejaksaannya level mediocre, maka bisa dipastikan ketiga kasus kriminal di bawah ini sang pelaku sebenarnya pasti akan lolos dari jerat hukum.



Pertama, And Then There Were None alias Ten Little Nigger alias Ten Little Indian.

Novel ini berkisah tentang sepuluh orang yang diundang oleh pria misterius bernama Mr Un Owen (atau secara redaksional disebut Mr Un None alias tuan tanpa nama)

Sepuluh orang tersebut terjebak di dalam sebuah pulau dan satu per satu semuanya tewas secara misterius oleh pembunuh yang tak kasat mata. Semuanya tewas berurutan sesuai dengan puisi yang terpampang di depan pintu masuk dari resort di pulau tersebut.

Ini adalah kasus pembunuhan yang nyaris tanpa solusi, dan petunjukpun sangat minim apalagi pada zaman itu teknologi penyelidikan TKP belum se-modern sekarang. Seandainya saja tidak ada pesan kematian dari sang pembunuh di akhir cerita saya pastikan akan banyak solusi spekulasi atas kasus pulau Nigger ini. Termasuk ide tentang pembunuhan oleh kekuatan supranatural.

Buku ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak fiksi crime thriller modern, dari buku ini juga diciptakan teori Island of no where yaitu konsep pembunuhan di mana sang pelaku adalah orang yang hanya dan hanya jika berada di dalam pulau (tempat atau gedung) tersebut, yang berarti pelaku bukan orang luar melainkan salah satu atau lebih di antara mereka yang telah hadir di pulau tersebut. Teori Island of no where ini juga dipakai dalam banyak fiksi modern termasuk dalam Black Butler vol. 10 dan film Devil karya M Knight Shamalan.

Tapi, buku ini punya kelemahan juga, masalah penamaan karakter. Entah, bagaimana walaupun saya sudah baca dua kali buku ini, tapi saya tidak benar-benar hafal nama-nama karakternya. Saya hanya ingat apa peranan para karakternya (profesi yang mereka kerjakan,) ada seorang pesiunan tentara, seorang dokter, seorang pembunuh bayaran, seorang hakim, seorang pembantu rumah tangga, dan sebagainya.



Kedua, Murder on the Orient Express.

Ciri khas dari novel detektif adalah plot twist yang tidak terduga di akhir cerita, dan Agatha Christie adalah Ratu-nya untuk hal yang satu ini. Dia membuat solusi yang sangat masuk akal di antara hal-hal yang tidak masuk akal.

Terjadi pembunuhan di sebuah kompartem di dalam kereta lintas Eropa yang disebut dengan nama Orient Express. Korban pembunuhan bernama Mr Ratchett alias Casseti yang ternyata adalah seorang mafia yang baru saja lolos dari persidangan atas kasus penculikan di Amerika. 

Semua menjadi serba kebetulan, semua detail berubah menjadi bentuk jaringan besar yang rumit. Seperti laba-laba yang menjerat mangsanya dalam jaring, itulah yang terjadi dalam Orient Express dan sang korban sekaligus sang penjahat tewas di sana, dalam sebuah konspirasi atau mengutip kata Poirot dalam novel tersebut, "Sebuah Opera, sebuah pertunjukan yang sangat berhasil, di mana setiap orang memiliki peranan penting untuk menutupi alibi yang satu dengan yang lainnya."

Mengejutkan tentu saja, sekaligus legendaris bahkan untuk zaman sekarang bahwa sebuah kisah pembunuhan dengan banyak saksi dan ternyata ke dua belas saksi tersebut adalah pelakunya. Ke dua belas saksi adalah orang-orang yang berkonspirasi untuk mengeksekusi penjahat yang lolos dari hukum.



Ketiga, Curtain

Novel ini membawa sebuah ide tentang bagaimana caranya melakukan pembunuhan yang sempurna, melenyapkan seseorang tanpa ada satu pun petunjuk yang mengarah kepada kita, sang pelakunya.

Bagaimana melakukan pembunuhan tanpa meninggalkan jejak bukti di TKP sama sekali, membunuh orang lain dari jarak jauh tanpa benturan fisik, seperti Death Note tapi jauh sebelum Death Note karena buku ini dibuat pada zaman perang dunia kedua.

Saya ingat sekali, buku ini direkomendasikan oleh senior saya, WIndry Ramadhina, dan benar saja ini adalah salah satu yang terbaik dari Agatha Christie.

Sang pelaku disebut sebagai X, dan dia pulalah yang menggunakan initial ini pertama kali jauh sebelum X-men dan teman-teman marvelnya. Sang X mengembangkan teknik pengendalian emosional, ini bukan hipnotis, melainkan penekanan psikologis seseorang dan memprovokasinya untuk melakukan tindakan pembunuhan. Metode ini kemudian disebut sebagai penyempurnaan Iago dari kisah Otthelo. Yang tentu saja kemudian diadaptasi oleh Tsugumi Ohba dalam kisah Reversi di Bakuman (karena itulah kenapa nama karakternya Weiss and Schwarz.)

Kasus pembunuhan berantai X membawa Hercule Poirot bertemu kembali dengan Arthur Hasting di Kota Style, pinggiran Inggris. Kota yang juga merupakan TKP pertama dari kasus pertama serial Hercule Poirot - Agatha Christie. Berhadapan dengan lawan yang menciptakan kasus pembunuhan yang paling sulit dipecahkan, novel ini menjadi puncak dari seluruh pertarungan Poirot sekaligus penutup dari kisah sang detektif dari Belgia.

Dibanding dengan semua kisah Poirot yang lain, Curtain bisa saya bilang punya ending yang paling dramatis dari semuanya.

.  .  .

No comments:

Post a Comment