Monday, August 25, 2014

Supernova vs Nova Chrystallis

By Ftrohx


Jika saya bisa kembali ke tahun 90-an dengan kecerdasaan dan pengetahuan yang sama seperti sekarang.

Maka saya lah yang akan menciptakan novel berjudul Supernova.

Sial-nya, pada saat itu otak saya masih sangat gembel dan sayangnya tidak ada mesin waktu.

Dewi 'Dee' Lestari benar-benar mendapatkan segalanya.

Moment yang tepat dan ide yang tepat. Moment yang tepat karena saat itu belum ada novel yang memakai judul Supernova, dan ide yang tepat karena saat itu saya SMA dan belajar tentang Supernova dalam mata pelajaran Fisika.

Semua anak muda seangkatan saya pasti pernah mendengar Supernova. Yang dalam pelajaran fisika adalah ledakan besar matahari. Yang menjadi tanda akan akhir segalanya yang ada di tata surya. Ledakan yang setelahnya menghasilkan lubang hitam atau dengan kata lain Supernova adalah Kiamat.

Semua konsep itu ada dalam satu buku-nya Dee yang dia beri judul Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Meski itu hanya sebuah kiasan, sebuah alegori, metafora, tapi itu sangat berhasil. Bahwa kita adalah alam semesta dan alam semesta merupakan bagian dari diri kita.

Konsepnya memang benar, meski aplikasinya hanya sebuah cerita perselingkuhan yang berakhir dengan sangat mengecewakan dengan alegori "Kiamat Personal" Supernova sendiri adalah nama samaran dari Diva Anastasia, seorang supermodel sekaligus penulis artikel yang bertindak bak Krishna dalam cerita Mahabarata. Seolah seluruh dunia berputar dalam kepalanya sendiri, padahal mah maih jauh.

Pertama kali saya membaca buku Supernova saat kelas 1 SMA, dari seorang teman cewek yang suka pamer barang baru.

Buku bersampul hitam dengan gambar ledakan bola matahari berwarna biru. Sampulnya benar-benar keren. Saya berpikir mungkin ini seperti Final Fantasy, games Jepang yang sangat populer itu. Pasti banyak adegan action, pasti tentang seorang Ksatria yang menyelamatkan seorang Putri dari Kaisar yang jahat yang ingin menguasai seluruh alam semesta.



Belakangan, semua spekulasi saya itu salah.

Membukanya saya tiba-tiba membaca tentang pasangan gay yang membuat projek buku dengan menggabungkan antara konsep Fisika Kuantum dan Roman Picisan. Benar-benar jauh berbeda dari yang saya pikirkan, tadinya dibenak saya, Supernova itu novel fiksi fantasy, seperti Harry Potter atau Lord of The Ring karena pada zaman itu fiksi fantasi luar negeri memang lagi getol-getolnya populer pada semua anak muda.

Agak mengecewakan memang, Tapi tetap ide-idenya bagus dan berhasil.

Saya nggak bisa membayangkan Indonesia tanpa Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh.

Jika Supernova tidak ada pastinya tidak akan ada Ayat-Ayat Cinta karya Habibirurahman. Tentu saja anda bisa membacanya bahwa Ayat-Ayat Cinta adalah anti-tesis dari Supernova. Di saat Dee pamer pengetahuannya tentang Filosofi dan Fisika. Habiburahman pamer pengetahuannya tentang Filosofi dan dakwah Agama Islam. Di saat Dee bercerita tentang perselingkuhan, Habibur menghantamnya dengan gagasan pernikahan yang syar'i.

Seandainya tidak ada Supernova mungkin kita tidak akan melihat ada novel berjudul Laskar Pelangi. Coba anda masuk ke dalam otaknya Andrea Hirata, mungkin dia berpikir, jika seorang jablay (Diva Anastasia) saja bisa se-begitu jenius, maka gue bisa bikin karakter bocah dengan jiwa murni di pulau terpencil yang jago Fisika, dan tentu saja secara moral itu jauh lebih baik dan menginspirasi yaitu Lintang. Dan tentu saja dia berhasil, jauh daripada ekspektasi semua orang pada masanya. Mereka sukses bukan hanya di versi buku tapi juga versi film bioskopnya.

Oh iya, bicara tentang film bioskop Desember ini Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh akan tayang.

Sekitar dua minggu yang lalu, trailernya sudah beredar di youtube. Diperankan oleh Herjunot Ali, Raline Shah, Fedi Nuril, dan lain sebagainya. Memang jauh dari ekspektasi saya. Beberapa karakternya juga terlihat tidak cocok terutama Paula Verhoven yang berperan sebagai Diva, sangat tidak cocok menurut saya.

Beberapa teman saya yang melihat trailernya itupun merasa kecewa, bahkan teman saya si Hopi bilang. "Ketika dijadikan film seperti ini aura spektakulernya hilang,"

Satu catatan penting mengenai trailernya adanya mobil yang melaju kencang, selongsong peluru, sebuah pistol yang digenggam Junot, kapal pesiar, pemandangan restoran-restoran mewah, serta kantor tinggi di langit Jakarta. Semuanya dibuat seolah high class society, juga ada adegan Junot ditodong pistol dan sebuah mobil yang menabrak pecah tembok kaca. Bagi orang awam yang tidak tahu, mereka akan pikir bahwa ini adalah film crime thriller, padahal cerita aslinya jauh dari itu. Tapi, secara keseluruhan sajian yang kurang dari dua menit membawa presentasi yang cukup bagus.

Namun melihat lagi trailer ini, saya merasa ada yang janggal.

Rasanya saya pernah melihat potongan adegan trailer seperti itu, terutama saat mereka menyoroti laut biru dengan kumpulan awan di atasnya dan sinar jingga matahari yang menyilaukan, dan sebuah kapal pesiar. Rasanya saya pernah melihat yang mirip seperti ini. Lalu, ketika saya membuka database, ternyata benar. Kapal besar yang berlayar itu mirip dengan opening trailer dari film favorit saya (yang lain) yaitu Cloud Atlas karya David Mitchell.

Cloud Atlas juga merupakan karya fiksi yang menyajikan gagasan yang besar, bahwa semua yang ada di alam semesta ini saling terkait. Kehidupan, kematian, cinta, harapan, sedih, keberanian, masa lalu, masa depan, dan sekarang. Semua hal yang bisa disebutkan, semua saling terkait. Tidak ada aku ataupun kamu, tidak ada yang namanya kehilangan, karena kamu sudah memiliki segalanya. Semesta adalah kamu dan kamu adalah semesta. Kehilangan hanya kamu yang menjauh dari diri kamu sendiri.

Bedanya, tentu saja Cloud Atlas lebih SPEKTAKULER daripada Supernova. Baik dari konten dan plot cerita maupun versi film yang penuh aksi dan diisi oleh aktor kelas dunia.

Sayangnya, Cloud Atlas diterbitkan tahun 2004 yang berarti 3 tahun setelah Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh.

Namun, saya telusuri lagi, sebelum Cloud Atlas, David Mitchell telah menciptakan sebuah novel yang nggak kalah kerennya dari Supernova yaitu Ghostwritten. Novel yang menggabungkan antara fiksi crime thriller, romansa filosofis, dan science fiction ala Final Fantasy dengan setting di sembilan kota di enam negara yang berbeda, diterbitkan tahun 1998 yang berarti 3 tahun sebelum Supernova diterbitkan. Tidak perlu terkejut dengan SAKLEK-nya David Mitchell karena ditahun 90-an dia tinggal hampir satu dekade di Jepang, mengajar mata kuliah bahasa Inggris di salah satu di Tokyo.

Budaya gila-gilaannya para sensei di Tokyo bercampur dengan darah crime thriller ala London, maka jadilah dia penulis yang bisa bikin Dan Brown cuma seperti bocah SD yang baru belajar mengarang cerita.

Sama seperti David Mitchell, saya juga sangat mengagumi Budaya Populer Jepang, termasuk yang saya bicarakan di sini adalah Final Fantasy.

Mereka selalu berhasil membuat kejutan yang fenomenal.

Seperti tahun 2013 kemarin mereka menciptakan Fabula Nova Chrystallis, Final Fantasy XIII Entah, mereka dapat judul itu darimana, yang jelas kata-kata itu KEREN banget bukan, Fabula Nova Chrystallis yang dalam bahasa latin berarti 'Cerita baru tentang kristal" Final Fantasy adalah games merobek batasan antara dunia mimpi dan dunia nyata. Games yang membuat suatu cerita fantasi menjadi begitu real. Semua orang tahu, visual games ini sangat menakjubkan, bahkan jauh sebelum AVATAR-nya James Cameron, mereka telah membuat Floatting Mountain mereka sendiri.

Kembali lagi ke judul di atas.

Untuk menciptakan sebuah buku yang spektakuler, dibutuhkan judul yang juga spektakuler, sesuatu yang besar, sesuatu yang grande dengan filosofinya. Sesuatu yang bisa dijadikan kiasan, alegori yang sangat kuat. Dan kata "SUPERNOVA" memiliki itu semua.

Kita sudah biasa mendengar, percintaan dan perselingkuhan dengan kata "Badai pasti berlalu,"atau sebuah tragedi dengan "Tenggelamnya Kapal Titanic" atau pertarungan akhir di pinggir jurang air terjun "Reichenbach"

Tapi kita belum pernah mendengar kiasan tentang sebuah ledakan besar yang menelan seluruh benda yang ada di tata surya. Ledakan di mana jika terjadi pada saat ini, maka tidak akan ada manusia yang selamat meski mereka lari ke planet Pluto, ledakan itu tetap akan menelan kita. DAMN, begitulah Supernova - Dee Lestari benar-benar sangat beruntung menemukan gagasan judul itu untuk buku perdananya.

Namun, meski punya judul yang spektakuler, Supernova tetaplah hanya sebuah buku drama roman picisan yang dibumbui gimmick teori-teori fisika kuantum dan filosofi modern. Dia tidak bisa lebih dari itu tidak seperti Fabula Nova Chrystallis: Final Fantasy XIII karya Tim Square-Enix ataupunCloud Atlas - David Mitchell.

.  .  .

Ilustrasi Gran Pulse, sumber Final Fantasy Wikia 

2 comments:

  1. Lanjutan supernova itu akar, petir, partikel kan ya?

    ReplyDelete
  2. @ Revel , Iya Supernova yang itu Dewi Lestari ! Hihihi...

    ReplyDelete