Saturday, May 21, 2016

Lincoln Rhyme: Broken Window

Review by Ftrohx

Ada pepatah klasik. "Karena nila setitik, rusak susu sebelangan."

Kasus ini sering terjadi pada novel-novel yang gw baca. Banyak novel bagus namun karena endingnya jelek novel tersebut dicap sebagai novel yang jelek. Gw sebenarnya kurang setuju, novel jelek ataupun bagus tetap kita bisa mengambil pelajaran dari situ.

Dan untuk kasus novel Broken Window (2008) dia nggak jelek-jelek amat kok. Medium menurut gw. Ok, ini nggak seperti review gw biasanya. Untuk penilaian selalu gw taruh dibagian konklusi, tapi kali ini dibagian pembuka. Langsung aja: openingnya bagus, karakternya bagus, plotnya keren, cuma endingnya ancur. Point yang bisa gw kasih 79 + 83 + 77 + 39 = 278 dibagi 4 masih 69,5 | Iya, lumayanlah.


Sinopsis

Kasus dimulai dengan sebuah pembunuhan. Lalu kemudian, ditemukan fakta-fakta si pelaku mencuri identitas orang lain untuk melakukan aksinya. Gilanya adalah si pelaku mencuri identitas orang lain melalui internet. Dan lebih ngeselinnya lagi, orang yang identitasnya diambil adalah sepupu dari Lincoln Rhyme. Ini jadi sesuatu yang personal. Sepupunya ditahan untuk kasus pembunuhan yang tidak pernah dia lakukan.


Kemudian muncul lagi kasus yang sama. Sebuah pembunuhan dengan pelaku yang setelah ditemukan ternyata mengaku tidak bersalah. Identitasnya dicuri oleh seorang Unsub yang kemudian digunakan untuk melakukan tindak kejahatan. Rhyme pun melacak di penjahat yang dia sebut Unsub 522.

Hingga kemudian dia sampai ke sebuah perusahaan IT raksasa bernama SSD (Strategic System Datacorp) dengan logonya yaitu Broken Window, Beuh. Entah dia ingin menyindir Microsoft atau semacamnya. Tapi yang gw temukan bahwa perusahaan ini lebih mirip Google dengan fokus pada pengumpulan data-data penting. Namun mereka mengelola dan menyajikan data-data tersebut layaknya Oracle -perusahaan yang mengakuisisi SUN Java. Dan tentu saja, mereka punya boss yang eksentrik yang sangat tertarik dengan dunia kriminal yaitu Andrew Sterling (Red Herring di novel ini). Asli gw suka karakter-karakter kayak begini, sejenis Lex Luthor versi modern. Dan satu lagi yang gw suka SSD mereka punya super-komputer berbahaya seperti TRANSLTR di Digital Fortress-nya Dan Brown.

Selain itu yang awesome dari novel ini dua sudut pandang-nya. Satu dari sang detektif Lincoln Rhyme dan timnya, dan kedua dari sudut pandang si penjahatnya. Si detektif menggunakan PoV 3, sedangkan untuk si penjahat Deaver menggunakan PoV 1. Jarang gw baca novel yang kayak begini, menggabungkan PoV 3 dan PoV 1Selain Broken Window yang gw baca seperti ini adalah Lost Symbol dari Dan Brown. Sayangnya dia hanya sedikit menggambarkan apa yang dia lihat, selebihnya adalah cerita masa lalu. Broken Window gw bilang juga agak mirip dengan Cold Moon, namun dia jauh lebih baik.


Tentang si Penjahat

Unsub 522 memiliki latar belakang yang bagus, motivasinya menjadi penjahat yang anonim hingga mencuri identitas orang lain. Keahliannya juga ditulis dengan detail, pengetahuan tentang komputer serta penyakit kejiwaan yaitu OCD dan hoardingnya itu mantap banget menurut gw. Dan gara-gara dia, gw mempelajari buku Abnormal Pyschology. Hahaha… Kemudian emosinya, kepanikan, kemarahan, dan arogansi si penjahat. Semua begitu terasa nyata. Bahkan menurut gw jauh lebih baik daripada Mal'akh-nya Dan Brown. Sayangnya, yang sangat disayangkan endingnya doank yang kacrut.

Banyak hal yang gw suka dari Unsub 522.

Dia melihat dunia dengan cara pandang yang berbeda. Dia tidak menyebut nama orang dengan nama. Melainkan angka-angka. Dia menyebut manusia sebagai "sixteens digit" Menurutnya angka-angka lebih mudah diingat daripada nama-nama. Nama terlalu kabur. "Names lead to mistakes. Mistakes are noise. Noise is contamination. Contamination must be eliminated." - quote gila yang selalu dia ulang sepanjang novel.

Asli kampret.

Juga bahasa saat dia ngamuk-ngamuk ketika Tim kepolisian nyaris menangkapnya.

"They know about knowledge service providers at this point. About predicting how sixteens will act, based on past behavior and the behavior of others. This concept has been a part of my life for a long, long time. It should be part of everyone’s. How will your next-door neighbor react if you do X? How will he react if you do Y? How will a woman behave when you’re accompanying her to a car while you’re laughing? When you’re silent and fishing in your pocket for something?"

Keangkuhannya, kesombongannya, gw suka karakter ini. Dia nggak berfilosofi seperti Dewa-Dewa kuno dengan bahasa filsafat. Dia blak-blakan dan dia menciptakan versi modern dari Dewanya sendiri.

Di sisi yang lain, gw melihat Broken Window seperti ajang balas dendam Deaver.

Dia membalas kekalahannya sewaktu bikin novel hack-hackingannya pertamanya yaitu The Blue Nowhere (thn 98an) yang tidak berakhir sukses. Deaver tahu kelemahannya, meski dia belajar IT tapi tetap dia bukan anak IT.

Deaver adalah sarjana hukum dan dia nggak bisa bahasa pemprograman, sesuatu yang membuat dia mengambil ranah yang berbeda. Lebih fokus pada plot kriminal. Dan di sini kita bisa melihat dia lebih berhasil daripada projek yang sebelumnya itu.


Konklusi

Dari novel-novel sebelumnya, gw mempelajari bahwa ada dua kelemahan dari serial Lincoln Rhyme. Pertama tentu saja whodunnit. Lincoln Rhyme terlalu terfokus pada siapa pembunuhnya? Dia membuatnya seperti permainan tebak-tebakan, namun tebak-tebakan yang berada di luar lingkaran. Beda dengan kasus-kasus detektif golden age dimana pelaku berada di dalam lingkaran. Whodunnit-nya Rhyme cukup buruk karena menggunakan orang diluar lingkaran si detektif, kecuali di novel Bone Collector. Seandainya saja dia bermain dengan cara yang berbeda, misalkan howdunnit atau inverted detective story. Gw yakin novel ini akan jadi sesuatu yang grande.

Kedua, tentu saja metode Lincoln Rhyme yang superior itu. Menemukan lokasi si penjahat dengan melacak jejak mikro-nya (debu, zat-zat kimia, dan seterusnya). Di dunia nyata metode ini memang banyak dilakukan ahli forensik namun tidak se-efektif itu.

Apalagi hingga bisa menangkap penjahat kurang dari 3 hari, itu sangat mustahil. Metode Rhyme di sini lebih seperti science fiction. Karena nggak mungkin kita bisa meramal satu debu tepat berada di satu lokasi. Layaknya, satu tetes air bisa berasal darimanapun, entah Niagara ataupun Samudera Pasifik. Karena satu debu bisa jadi berasal darimanapun, dan paradoksnya seperti yang dia ketahui, bukti fisik bisa ditanam untuk mengalihkan perhatian para penyelidik. Kelemahan terbesar Rhyme, syukur ada Kathryn Dance di Cold Moon bisa mengimbangi ketidakmasukakalan Lincoln Rhyme.

Dan di sini (aduh gw spoiler) pemecahan kasusnya tidak menggunakan metode ajaib Lincoln Rhyme, menggunakan mesin super-komputer milik SSD. Dan tentu saja, berakhir dengan plot twist yang buruk.

Terakhir gw ingat ending salah satu anime favorit gw.

Si tokoh utama bertanya-tanya “Apakah si Penjahat memang benar-benar kalah ataukah dia menyerah meletakkan pedangnya dan membiarkan dirinya kalah?” Bagaimana jika kekuatan itu sudah ada di sana. Bagaimana jika memang dia berniat untuk kalah. Membuat dirinya sendiri gagal. Gw sempat berpikir, Deaver sudah pergi sejauh ini dan membuat novel sebagus ini. Masa dia menghancurkan novelnya sendiri? Apa itu mungkin?

Gw yakin Deaver bisa membuat lebih baik dari ini. Seandainya dia tidak fokus pada whodunnit. Seandainya dia tidak memaksakan diri membuat twist yang maksa. Harusnya dia bisa, tapi apa mungkin dia sengaja. Itu yang jadi pertanyaan gw. Apa mungkin dia ingin memberi kesempatan pada (penulis) yang lain. untuk menulis plot yang lebih baik daripada yang dia buat. Entahlah?
.  .  .

1 comment:

  1. Nb: Gw nulis artikel ini gara-gara gw baca novel Career of Evil
    Bukunya J K Rowling itu bikin gw ingat sama novel ini.

    Karena itu baiknya, gw review novel ini sebelum gw mereview Career of Evil, hihihi..

    ReplyDelete