Thursday, February 5, 2015

Atlantis dan utopia kota modern

By Ftrohx


"And he explained to me that if I would select any state or country and touch the corresponding button the news of the day, from that state or country, would appear in the MIRROR." - Caesar's Column 1890



Satu nama besar dalam dunia fiksi fantasi, selain tuan H G Wells dan J R R Tolkien, adalah Ignatius Donnelly. Dia merupakan seorang politisi sekaligus penulis hebat pada zamannya, dan melampaui zamannya melalui tulisan. Belakangan ini saya membaca dua bukunya, Atlantis: The Antediluvian World (1882) dan Caesar's Column (1890)

The Antediluvian World adalah buku non-fiksi yang dibuat Donnelly mengenai hipotesa-nya tentang Atlantis, sedangkan Caesar's Colum adalah buku tentang dunia modern, masa depan versi fantasi dari Donnelly. Keduanya saling berkaitan karena bukan hanya membawa unsur fantasi tapi juga mengenai sebuah pulau, sebuah dunia yang ideal versi penulisnya.  

Bagi kita yang biasa menulis fiksi, kadang tersirat di benak kita tentang dunia modern, dunia yang super canggih dengan teknologi, dan manusia bisa tinggal dengan nyaman dan mewah di dalamnya. Itupula yang dilakukan oleh sang penulis. Atlantis adalah dunia modern yang ada jauh di peradaban masa lalu manusia, sedangkan Caesar's Colum ada dunia versi futuristik yang mewah di masa depan.





Ok, pertama saya mulai dari Atlantis (1882)

Bisa dibilang ini adalah pelopor dari semua buku tentang Atlantis yang beredar sekarang, termasuk Negara Kelima-nya Om Es Ito. Bagi teman-teman yang sudah banyak membaca buku tentang Atlantis atau buku Negara Kelima, pasti bisa menebak apa isinya.

Atlantis di buka dengan hipotesa-hipotesa Donnelly, terutama bahwa Atlantis itu adalah sejarah nyata umat manusia dan Atlantis itu pernah berada di lautan Atlantik. Memang tidak seperti hipotesa-hipotesa modern bahwa Atlantis justru berada di tempat-tempat lain, namun di sini yang luar biasa adalah risetnya. Donnelly benar-benar detail dalam melakukan riset, termasuk di dalamnya banyak kutipan dari buku-buku sejarah dan kitab-kitab suci.

Dia menelusuri keterkaitan antara mitos yang satu dengan mitos yang lain.

Dia membuat teori bahwa para Dewa yang selama ini dipuja oleh manusia di berbagai peradaban sebenarnya adalah raja-raja Atlantis. Dia membuat persamaan antara Dewa-dewa Yunani, dengan Dewa-dewa Norr, dan Dewa-dewa India serta peradaban Amerika kuno. Sangat menarik karena dia mempertanyakan kenapa para Dewa utama itu berjumlah 12, kenapa banyak Dewa dengan fungsi yang sama namun dengan nama yang berbeda, kenapa para Dewa punya sistem seperti kerajaan manusia, dan seterusnya dan seterusnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu kalau disandingkan dengan fakta-fakta memang sang menohok para pembaca terutama saya. Buku ini jauh lebih detail bicara tentang para Dewa dan keterkaitan mereka dengan kerajaan Atlantis daripada Negara Kelima-nya Om Es Ito. Namun dibalik epic-nya Atlantis: Antediluvian World ini terdapat juga beberapa, terutama yang paling mencolok mengenai lokasi keberadaan Atlantis. Iya, karena buku ini dibuat tahun 1880an, belum banyak penjelajahan, belum banyak penelitian geografi bumi, sehingga meski secara hipotesa buku ini sangat kuat namun tidak secara science-nya.
.  .  .

Seperti halnya para pengarang legendaris, Donnelly juga memiliki mimpi akan negeri yang sempurna. Sebuah tempat dimana manusia bisa tinggal layaknya Dewa dan kaum abadi. Karena itu dia juga menulis tentang apa yang terjadi di masa depan, utopia/dystopia yaitu Caesar’s Column.

Novel ini bercerita tentang seorang pedagang woll dari negeri Zion Uganda, yang pergi untuk urusan bisnis ke New York City tahun 1980. Artinya 90 tahun ke masa depan versi Donnelly (karena novel ini diterbitkan tahun 1890.) Saya suka penulis-penulis klasik yang melampaui zaman-nya seperti ini.

Membukanya kita bertanya-tanya. “Seperti apa tahun 80an versi orang abad ke 19an?”

Langsung di bab awal dia mendefiniskannya, melalui sebuah kota ajaib yaitu New York City, Kota dengan teknologi alien, di mana penuh dengan cahaya dan setiap gedung-gedung bak istana mewah yang ada di film science fiction.

Kota penuh cahaya dengan energi listrik yang bukan berasal dari dinamo ataupun pembangkit listrik tenaga uap, melainkan dari energi langit sendiri yaitu Aurora. Mereka punya teknologi yang mengubah Aurora Borealis menjadi tenaga listrik. Pemikirannya GOKIL padahal itu tahun 1890an loh, jauh sebelum perang dunia pertama.

Berlanjut tentang detailnya, semua kendaraan yang ada di Caesar’s Colum bebas dari bahan bakar minyak, mereka menggunakan sumber energi ramah lingkungan dari kekuatan Aurora di langit. Dan yang tak kalah menakjubkan dideskripsikan oleh naratornya adalah kereta listrik super cepat dengan jalur yang terbuat dari kaca transparan. Iya, pokoknya semua imajinasi kota indah yang ada di film Hollywood modern sudah ada di benak Ignatius Donnelly seratus tahun yang lalu.

Namun cerita yang paling BANGSAT dari Ignatius Donnelly adalah saat karakter utamanya mencari makan siang di sebuah restoran di New York.

Saat dia duduk di meja makan, tiba-tiba dari bawah meja keluar cermin yang besar, kemudian bayangan di cermin itu berubah menjadi bayangan dari makan-makanan yang ditawarkan oleh pelayannya. Si pelayan restoran menjelaskan, gambar makanan yang ditunjuk di cermin itu akan langsung di masakan oleh koki yang berada di dapur.  Donnelly menyebutnya dengan kata MIRROR, karena saat itu kata MONITOR belum ada dalam peradaban manusia. Sintingnya, orang ini sudah punya khayalan jauh tentang TABLET PC padahal dia berada di tahun 1890an.

Sambil menunggu makan di sajikan si tokoh bertanya, "Di mana saya bisa membaca koran?"

Si pelayan lalu menjawab. "Anda bisa membaca berita dari cermin ini," Lalu si pelayan menunjukan caranya. "Ada ingin berita apa, dari negara apa, anda tinggal menekan tombol di layar saja," BANGSAT bukan.

Donnelly sudah punya internet dan tablet PC di tahun 1890an. Memang, bukan hanya Donnelly yang berkhayal tentang internet sebelum perang dunia satu, H G Wells juga, hanya saja dia mempublkasikan karya fiksi tentang internetnya agak telat di tahun 1930an yang berarti tetap lebih SAKTI Donnelly dalam melihat masa depan secara detail.

Namun dari semua kehebatannya dalam meramal masa depan. Ada kelemahan atau tepatnya sebuah diskriminasi, karena dengan sangat-sangat mengecewakan, teknologi yang dimiliki oleh para New Yorker ini sangatlah eksklusif. Si protagonis tidak pernah memiliki teknologi ini di negaranya yaitu Uganda, bahkan mereka nggak tahu ada teknologi seperti ini di dunia.

Kota New York seolah adalah negeri di dimensi lain, Negeri Langit yang tak tersentuh tangan kotor manusia.  Orang-orang New York bisa melihat seluruh dunia, seluruh informasi yang ada di dunia berada di genggaman mereka, namun orang-orang di seluruh dunia (mayoritas) nggak tahu seberapa megah dan canggihnya kota New York. Tapi bisa dibilang ini adalah hasrat terdalam manusia untuk menjadi eksklusif, untuk memiliki apa yang orang lain tidak miliki, untuk menjadi mewah dan berharga.

Iya, membaca bab-bab awal ini, bisa dikonklusikan bahwa Caesar’s Colum adalah khayalan Atlantis versi modern-nya tuan Donnelly.
.  .  .

Terakhir, saya menulis ini juga karena bentar lagi saya mau nonton Jupiter Ascending.

Di trailer youtube-nya, mereka bilang bahwa manusia sebenarnya bukan berasal dari bumi, ada bangsa manusia lain di galaksi lain, di alam semesta lain. Banyak penulis yang juga punya gagasan seperti ini, bahwa Atlantis sebenarnya adalah koloni manusia dari luar angkasa yang migrasi ke bumi. Tapi saat ini saya nggak ingin memikirkan teori-teori yang panjang itu.

Yang ingin saya lihat adalah arsitekturnya dan kemegahannya. Mereka mevisualisasikan sebuah keindahan yang tidak pernah kita lihat di dunia nyata, menjadi ada.

Sama seperti Star Trek, Star Wars, Hunger Games, Lord of The Ring, Tron Legacy dan sebagainya. Trailer fiksi ini menyajikan gambar sebuah kota yang indah, modern yang nyaris sempurna secara arsitektur.Sebuah kota yang membuat kita berkhayal dan berteriak. "RASAnya gw mesti tinggal di sana," atau ketika melihat interior dalam ruangannya kita berujar. "GW MESTI punya kamar seperti itu,"

Meski hanya fiksi, hanya sebuah tulisan tapi tiap kali gw membuka Atlantis dan Caesar Collumns gw punya khayalan yang sama tentang kota-kota megah di film Hollywood itu. Mungkin memang itulah yang dicari oleh manusia,  selalu berkhayal berada di sana, di sebuah kota yang sempurna.
.  .  .


ilustrasi dari trailer Star Trek Into Darkness

No comments:

Post a Comment