Tuesday, February 24, 2015

Jakarta, Begal Motor, dan Eksistensi

By Ftrohx


Gw menulis ini karena kemarin anak tetangga gw nyaris dibegal di dekat rel Bintaro dari SMA 86 ke arah Ulujami.

Tentu saja, cerita dia memancing emosi gw karena lokasi kejadian nggak sampai satu kilometer dari rumah gw sekarang.

Sebenarnya jalan rel Bintaro itu selalu ramai, sangat ramai di pagi, siang, dan sore hari. Hanya saja saat malam tempat itu memang rada gelap karena sedikit lampu penerangan.

Kasusnya terjadi jumat malam, sekitar jam 11. Saat dia pulang dari rumah temannya. Melewati jalur sepi dan jalan yang agak gelap, tiba-tiba dua pengendara motor memepetnya di tengah. Ketika menyadari bahaya, si bocah ini langsung ngebut menarik gas, karena jalurnya sempit dia menabrak pagar dan nyusuk ke selokan.

Beruntung ada orang-orang sekitar situh yang kebetulan baik menyelamatkannya, walhasil ban depannya rusak dan oli-nya bocor.

Melihat ke belakang, beberapa minggu ini kasus perampokan motor sedang marak-maraknya. Masalah ekonomi biasanya jadi motif utama. Tapi di sisi lain, sepeda motor dan pengendara motor bisa dibilang sebagai sumber masalahnya.

Di Jakarta, terlalu banyak motor, bisa dibilang hampir setiap rumah di Jakarta (dan sekitarnya) minimal ada 2 motor di rumah. Bayangkan jumlah penduduk di Jakarta (dan sekitarnya) ada 30 juta orang, dan 1 dari 3 orang memiliki motor, yang berarti ada 10 juta motor beredar di jalanan Jakarta setiap harinya. Jika dipikirkan dengan logika yang benar, apa yang terjadi di Jakarta ini adalah sesuatu yang salah. Negara lain dan kota yang lain di luar negeri sana, nggak ada yang se-chaos ini. Mungkin di luar sana memang banyak kota yang lebih parah dari Jakarta, tapi kota-kota itu biasanya berada dalam konflik peperangan.

Ok, kita memang beruntung lahir tinggal dan besar di Jakarta. Tapi jika dipikirkan lagi, Jakarta dan segala keajaibanya bisa jadi adalah mimpi buruk. Jika direnungkan lagi, masalah Jakarta adalah masalah kepribadian para warganya.

Di sini, kita terlalu mengikuti trend, semua ikut trend, penampilan adalah segalanya, jika penampilan elo jelek, jika elo gak punya apa yang semua orang punya, maka elo nggak akan diterima di mana-mana, terlebih mayoritas orang Jakarta ekstrovert yang tidak bisa hidup satu menit tanpa orang lain. Seperti iklan di TV, orang Jakarta itu seperti Zebra yang berjalan beriringan, atau seperti ngengat yang berdansa di bawah lampu. Orang Jakarta itu selalu ingin eksis, ingin punya sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, kalau tidak punya mereka dikucilkan oleh orang lain, dia anggap rendah dan hina, dan tidak boleh berdiri sejajar bersama mereka.

Jika elo nggak punya motor di SMP dan di SMA, maka elo nggak dapet jalan sama cewek.

Jika elo nggak dapat jalan sama cewek maka elo disebut jomblo,

Jika elo adalah seorang jomblo maka elo adalah orang hina.

Premis seperti itulah yang selalu ada dibenak anak=anakmuda. Ditambah lagi dengan iklan motornya Aliando, bertambah amburadul lah Jakarta.

Ok, ini memang bukan hukum yang tertulis tapi ini adalah fakta. "Berjalan kaki di Jakarta adalah hal yang hina, terlebih jika elo adalah seorang anak laki,"

Bahkan seorang saingan gw pernah berkata. "Ngapain lo kuliah, lebih baik elo beli motor," dan dia juga bilang "Lo nggak malu apa berangkat kuliah jalan kaki, mending gw nggak kuliah tapi punya motor," dan sebagainya.

Belakangan, gw merasakan bawa motor sendiri, tapi gw nggak punya rasa apa-apa. Tidak seperti teman gw yang mem-bully gw itu, rasanya sama saja naik motor atau jalan kaki, sama-sama kepanasan di bawah langit Jakarta, kecuali jika elo bawa mobil. Tapi bawa mobil juga kadang stress juga ketika elo terjebak macet, dan harus memburu waktu untuk menepati janji bertemu orang-orang penting.

Rasanya sama saja perjalanan hanyalah sebuah perjalanan. Entah mereka yang nggak normal atau gw yang nggak normal.

Kembali lagi tentang pengendara sepeda motor, teman-teman gw yang bawa mobil hampir setiap hari selalu mengeluh  tentang pengendara motor yang asal nyalip dan membawa motornya ugal-ugalan. Anehnya pula, teman-teman gw yang bawa motor, selalu mengeluh dan berteriak pada orang yang membawa mobil. Sampai sekarang gw nggak ngerti gimana orang normal menjadi gila di jalan raya setiap harinya.

Terakhir, kalau kita menjadi orang BENAR yang melakukan hal BENAR, kita semua sebenarnya sudah tahu solusinya. Perbanyakan fasilitas kendaraan umum, dan batasi kendaraan pribadi, baik itu motor ataupun mobil. Logika yang benarnya itu motor haruslah jadi barang mewah, dan 'sepeda biasa' harusnya menjadi kendaraan yang murah meriah dan banyak di Jakarta seperti halnya banyak orang Belanda yang menggunakan sepeda. Tapi karena masalah industri kapitalis bullshit itulah Indonesia menjadi sasaran sampah dari negara luar.

.  .  .

No comments:

Post a Comment