Tuesday, September 6, 2011

Diagnostik Psikopat 3

Diagnostik Psikopat 3
Superiority
disclaimer by Ftroh


“Signifikan pada level 5% Light Yagami adalah Kira !” L. lawliet berkata kepada Kapten Soichiro Yagami.

Matsuda dengan tampang belonnya bertanya “Hanya 5% tapi kenapa kita mesti memasang kamera di rumah keluarga Pak Yagami ?”

Apa yang salah di sini, L. lawliet kan atau Matsuda? Tapi menurut saya nggak ada yang salah karena ini hanyalah bahasa statistic. Jika anda yang membaca cerita ini sudah pernah mengerjakan skripsi ataupun penelitian dengan metode kuantitatif pasti akan langsung mengerti maksud saya? Sedangkan yang belum pasti akan langsung terkecoh dengan kata-kata Matsuda. Sebenarnya saya sendiri curiga apa Matsuda ini benar-benar sebodoh itu atau justru seorang polisi yang cerdas.

Ok langsung aja saya bongkar triknya. Kata “Signifikan pada level 5%” dalam bahasa statistic berarti “probabilitasnya adalah 95%”. Jadi maksud kalimat L. diatas “Signifikan pada level 5% Light Yagami adalah Kira” sama artinya dengan “Probabilitas 95% Light Yagami adalah Kira”. karena “Signifikan pada Level 5% Light Yagami adalah Kira” maka H0 di terima dan H1 ditolak. Dapat saya simpulkan bahwa “Light Yagami adalah Kira” dapat di terima yang berarti Light Yagami secara Fakta adalah Kira.

Tenang note ini nggak membahas statistic yang memusingkan. Saya hanya akan membahas sedikit tentang superiority complex.
………

Sama dengan Matsuda yang salah kaprah dengan angka 5% yang dikatakan L. Saya sendiri awalnya juga salah kaprah tentang kata & makna dari “Superiority Complex”. Awalnya saya berpikir bahwa Superiority complex berarti seseorang yang memiliki sifat superiority karena dia memiliki sifat superiority maka dia punya ‘extraordinary power’. Dan tentu saya salah paham dalam hal ini. Kenyataannya ‘superiority complex’ adalah sifat seseorang yang haus akan kesempurnaan (Alfred Adler) tapi tentu setiap manusia di ciptakan dengan tidak sempurna dan memiliki kelemahan. Dan bagi orang-orang yang memiliki ‘superiority complex’ segala kelemahan harus dihilangkan. Karena mereka tidak bisa menghilangkan segala kelemahan itu (inferiority complex) maka mereka melupakan segala kelemahan itu dan menjadi ‘superiorty complex’ untuk menghilangkan rasa sakit dari kelemahan dan ketakutan tersebut. Konsep tentang ‘inferiority complex’ bertransformasi menjadi ‘superority complex’ juga pernah diperdebatkan di metro tv beberapa bulan yang lalu dalam kasus ‘Malinda D’.

Alfred Adler menambahkan bahwa manusia normal seharusnya tidak memiliki superiority complex (termasuk yang tersembunyi) bahkan seharusnya dia tidak merasakan dirinya sebagai seorang yang superior. Kesimpulan saya sendiri sih tentang superiority complex lebih kepada image seseorang terhadap dirinya dan lingkungannya (orang yang memiliki superiority complex cendrung menganggap rendah orang disekitarnya). Memang ada banyak orang yang sukses dengan sifat superiority complex tapi sifat ini tidak menunjukan bahwa dia benar-benar punya kemampuan superior dalam berbagai bidang.

Ada satu sifat yang menurut saya lebih mengerikan dari ‘superiority complex’ yaitu ‘Illusory superiority’. Sifat ini banyak dia anggap orang tidak separah superiority complex. Banyak yang menganggap remeh orang dengan sifat ini dengan salah mengartikannya dengan ‘superioritas ilusi’. Berbeda dengan ‘superiority complex’ yang melupakan dan menghapus segala kelemahan yang dia tau ada pada dirinya. ‘Illusory superiority’ justru sebaliknya dia tidak melupakan kelemahannya. Dia tau dirinya lemah pada sesuatu bidang tapi orang tipe ini berpikir positif dengan kekuataan/kelebihan yang dia miliki dia percaya dengan kekuataannya tanpa menghapus kelemahannya. Dan tipe ini tidak tercipta dari ‘inferiority complex’. tipe ‘Illusory superiority’ biasanya tercipta dari orang-orang normal yang hidup di lingkungan berbeda (dengan tekanan tinggi).


nb : note ini adalah tanggapan untuk note nya Ariza tentang superiority complex , yg benarnya masih banyak hal yg ingin w bahas seperti 'God Complex' & 'Megalomania' tapi nanti aja untuk next diagnostik psikopat

No comments:

Post a Comment